BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Seledri dapat dijadikan sebagai salah satu sumber antioksidan. Meskipun hanya dikonsumsi dalam jumlah sedikit, konsumsi seledri cukup berarti untuk membantu memenuhi kebutuhan tubuh akan antioksidan eksogen (Lingga, 2012). 2.1.1 Taksonomi Seledri Adapun taksonomi tanaman seledri menurut Herbarium Medanense (2013) yaitu sebagai berikut: Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Suku
: Apiales
Famili
: Apiaceae
Marga
: Apium
Spesies
: Apium graveolens L.
2.1.2 Deskripsi Herba Seledri Tumbuhan yang tingginya dapat mencapai 0,8 m, berbau khas jika diremas. Akar tebal, berumbi kecil. Batang bersegi nyata, berlubang, tidak berambut. Daun majemuk menyirip sederhana atau beranak daun 3, anak daun melebar, pangkal berbentuk segitiga terbalik (pasak), hijau mengkilat, ujung daun bergerigi, setiap gerigi berambut pendek, pangkal tangkai daun umumnya
6 Universitas Sumatera Utara
melebar. Perbungaan berupa bunga majemuk payung, tanpa atau dengan tangkai tetapi panjangnya tidak lebih dari 2 cm, anak payung 6-15 cabang, ukuran 1-3 cm, 6-25 bunga, tangkai bunga 2-3 mm, daun mahkota putihkehijauan atau putih-kekuningan, panjang mahkota bunga 0,5-0,75 mm. Panjang buah rata-rata 1 mm (Badan POM RI, 2010). Menurut jenisnya, seledri dibagi menjadi tiga golongan, yaitu seledri daun (Apium graveolens L var. secalinum alef), seledri batang (Apium graveolens L var. sylvestre alef), dan seledri umbi (Apium graveolens L. var. rapaceum alef). Seledri daun tumbuh baik di tanah yang agak kering, seledri batang cocok tumbuh di tanah yang mengandung pasir, kerikil dan sedikit air, dan seledri umbi tumbuh baik di tanah yang gembur dan banyak mengandung air dengan bentuk batangnya membesar membentuk umbi di permukaan tanah. Di antara ketiga golongan seledri tersebut yang paling banyak ditanam di Indonesia adalah seledri daun (Soewito, 1991). 2.1.3 Kandungan Kimia Herba Seledri Herba seledri mengandung vitamin C, β-karoten, tanin, steroid, senyawa fenol, terpenoid, flavonoid, minyak atsiri dan saponin (Shad, et al., 2011). 2.2 Antioksidan Pada beberapa proses metabolisme dalam tubuh, terutama reaksi dengan menggunakan oksigen, terbentuk molekul-molekul dengan kehilangan elektron (tak berpasangan) di kulit luarnya. Zat-zat ini yang dinamakan radikal bebas, bersifat sangat reaktif dan cenderung ‘menyerang’ molekul-molekul yang dapat menyerahkan elektron padanya. Tubuh memiliki suatu jaringan pelindung,
7 Universitas Sumatera Utara
berupa antioksidan alamiah yang mudah dioksidasi (menyerahkan elektron) dan yang menetralkan sebagian besar radikal bebas tersebut. Zat-zat berperan sebagai antioksidan alamiah adalah vitamin A, C, dan E, serta enzim-enzim alamiah glutationperoksidase (GPx), superoksida-dismutase (SOD) dan katalase (Tan dan Rahardja, 2010). Kebanyakan antioksidan alamiah merupakan senyawa fenolik dari tumbuhan yang terdapat pada semua bagian tanaman. Senyawa-senyawa nonfenolik termasuk karotenoid dan fosfolipid juga dapat menunjukkan aktivitas antioksidan pada kondisi-kondisi tertentu. Senyawa fenolik dari tumbuhan memiliki beberapa fungsi. Senyawa-senyawa tersebut dapat berperan sebagai radical scavengers, zat pengkhelat, singlet oxygen quencher atau agen pereduksi (Caballero, 2003). Senyawa dengan kandungan bioaktif tertentu yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan, melemahkan radikal bebas yang berpotensi sebagai molekul reaktif jika bereaksi dengan oksigen (teroksidasi). Reaksi oksidasi dihambat dengan cara reduksi. Karena itulah antioksidan juga disebut senyawa pereduksi (Lingga, 2012). 2.2.1 Mekanisme Antioksidan Menurut Lingga (2012), dalam menjalankan aktivitasnya, antioksidan bekerja melalui berbagai cara. Setiap jenis antioksidan memiliki kinerja yang bervariasi satu dengan yang lainnya. Cara kerja tersebut meliputi mekanisme sebagai berikut: - Mencegah terbentuknya molekul radikal
8 Universitas Sumatera Utara
- Mereduksi molekul radikal sehingga tidak menjadi berbahaya - Memperbaiki kerusakan oksidatif - Mengeliminasi molekul yang rusak - Meningkatkan aktivitas enzim detoksifikasi tahap ke-2 - Mencegah terjadinya mutasi Sistem pertahanan tubuh yang utama dilakukan oleh antioksidan endogen, selebihnya dilakukan oleh antioksidan eksogen. Antioksidan endogen merupakan antioksidan alami yang dihasilkan tubuh atau disebut pula sebagai antioksidan primer, sedangkan antioksidan eksogen terdiri atas antioksidan sekunder, antioksidan tersier, pengikat oksigen (oxygen scavenger) dan pengikat logam (chelator atau sequestrans) (Lingga, 2012). 2.2.2 Defisiensi Antioksidan Defisiensi antioksidan dalam tubuh akan mengakibatkan membran sel dan/atau inti-sel dapat dirusak oleh radikal bebas. Akibatnya proses menua jaringan dipercepat serta terjadi cacat pada DNA. Bila tidak direparasi atau dimusnahkan oleh sistem imun, sel dapat memperbanyak diri menjadi sel-sel ganas. Selain itu radikal bebas juga dianggap turut bertanggungjawab untuk sejumlah gangguan lain, seperti pengeruhan lensa mata (staar, katarak) dan pengendapan oksi-LDL kolesterol pada dinding pembuluh dengan terjadinya aterosklerosis (Tan dan Rahardja, 2010). 2.3 Senyawa Fenol Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung
9 Universitas Sumatera Utara
satu atau dua gugus hidroksil. Umumnya mudah larut dalam air karena sering berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne, 1987). Senyawa fenol memiliki berbagai aktivitas biologis, antara lain sebagai antioksidan, antimutagenik dan antikarsinogenik (Marinova, et al., 2005). Radikal peroksi (ROO·) dan radikal hidroksi (HO·) menerima atom hidrogen fenolik menghasilkan radikal fenoksi yang lebih stabil. Pembentukan radikal fenoksi dapat dilihat pada Gambar 2.1. OH
O
+ HO·
→
Radikal hidroksi
+ H2O Radikal fenoksi
Gambar 2.1. Reaksi Fenol Radikal fenoksi distabilkan oleh delokalisasi elektron yang tidak berpasangan di sekitar cincin aromatis. Stabilitas radikal fenoksi (RO·) akan mengurangi kecepatan perambatan (propagasi) autooksidasi reaksi berantai. Reaksi stabilisasi radikal fenoksi dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut (Fehir dan McCusker, 2009). O
O
O
O
Radikal fenoksi
Gambar 2.2. Stabilisasi Radikal Fenoksi Flavonoid oleh Resonansi
10 Universitas Sumatera Utara
2.4 Reaksi Oksidasi-Reduksi Oksidasi adalah pengurangan elektron dan reduksi adalah penambahan elektron. Sedangkan pada kimia organik, oksidasi adalah pengurangan hidrogen, penambahan oksigen atau penambahan halogen. Oleh karena itu, oksidasi dapat didefinisikan sebagai reaksi yang menambah elemen yang lebih elektronegatif daripada karbon. Reduksi adalah penambahan hidrogen, pengurangan oksigen atau pengurangan halogen (Sarker dan Nahar, 2007). Agen pengoksidasi adalah senyawa yang mencari elektron, dan merupakan spesies yang kekurangan elektron. Oleh karena itu, agen pengoksidasi termasuk elektrofil. Dalam proses penambahan elektron, agen pengoksidasi tereduksi. Hasil dari oksidasi adalah peningkatan jumlah ikatan C–O atau pengurangan jumlah ikatan C–H (Sarker dan Nahar, 2007). Sedangkan, agen pereduksi adalah senyawa yang memberikan elektron, dan merupakan spesies yang kaya akan elektron. Oleh karena itu, agen pereduksi termasuk nukleofil. Dalam proses pemberian elektron, agen pereduksi teroksidasi. Hasil dari reduksi adalah penambahan jumlah ikatan C– H atau pengurangan jumlah ikatan C–O (Sarker dan Nahar, 2007). 2.5 Reaksi Ag Ammoniakal Pereduksi akan mereduksi Ag+ menjadi Ag sehingga terbentuk cermin perak pada bagian dalam tabung reaksi. Reaksi yang terjadi adalah (Vogel, 1974): 2 AgNO3 + 2 NaOH → Ag2O ↓ + 2 NaNO3 + H2O Ag2O ↓ + 4 NH3 + H2O → 2 Ag(NH3)2OH
11 Universitas Sumatera Utara
HO
HO
HO
O
HO
O
O
+ Ag(NH3)2OH →
H HO
O
+ 2 Ag ↓ + 3 NH3 ↑ + H2O
H
OH
O
O
2.6 Reaksi Fehling Bila pereduksi direaksikan dengan larutan Fehling, kompleks cupri tartrat, Cu2+ direduksi menjadi Cu+ yang tidak kompleks dan mengendap pada larutan basa yang panas sebagai Cu2O yang berwarna merah (Joseph, 1957). Larutan Fehling dapat ditunjukkan sebagai ekivalen terhadap larutan CuO dan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut (Kamm, 1923): HO
HO
HO
O
O
+ 2CuO →
HO
H HO
O
O
+ Cu2O ↓
H
OH
O
O
2.7 Metode Fosfomolibdenum Metode fosfomolibdenum merupakan metode spektrofotometri untuk menentukan kapasitas antioksidan secara kuantitatif. Metode ini berdasarkan reduksi dari Mo(VI) menjadi Mo(V) oleh analit sampel dan pembentukan kompleks fosfat/Mo(V) yang berwarna hijau. Metode ini telah dioptimasi dan dikarakterisasi terhadap interval linearitas, keterulangan dan koefisien absorpsi molar untuk kuantitasi dari beberapa antioksidan. Metode fosfomolibdenum merupakan alternatif untuk metode-metode evaluasi kapasitas antioksidan lainnya yang telah ada karena metode ini mudah dan pereaksinya murah (Prieto, et al., 1999).
12 Universitas Sumatera Utara
2.8 Vitamin C Vitamin C adalah vitamin larut dalam air selain vitamin B kompleks. Selain menjalankan fungsinya sebagai nutrisi bagi tubuh, vitamin C juga merupakan antioksidan sekunder sekaligus sebagai antioksidan tersier (Lingga, 2012) Vitamin C merupakan donor elektron yang menyumbang elektron ke dalam reaksi biokimia intra dan ekstra seluler. Keberadaannya mampu mereduksi oksigen reaktif dalam sel monosit, netrofil, lensa dan retina mata. Vitamin C sanggup mereduksi radikal superoksida, peroksida, hidroksil, asam klorida, dan oksigen reaktif dari netrofil dan monosit yang teraktivasi (Lingga, 2012). 2.9 Spektrofotometri Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu atom atau molekul pada panjang gelombang tertentu. Daerah spektrum ultraviolet biasanya dianggap berkisar dari 200 hingga 400 nm dan daerah sinar tampak dari 400 hingga 800 nm (Settle, 1997). Menurut Gandjar dan Rohman (2007), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak yaitu: 1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga dapat menyerap sinar UV-Vis.
13 Universitas Sumatera Utara
2. Waktu kerja (operating time) Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan. 3. Pemilihan panjang gelombang Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. 4. Pembuatan kurva kalibrasi Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. 5. Pembacaan absorbansi sampel Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,6. Menurut Settle (1997), komponen yang penting dari instrumen spektrofotometer ultraviolet atau sinar tampak dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.
14 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Diagram Blok dari Instrumen Spektrofotometer UV/Vis Menurut Settle (1997), komponen instrumentasi dari spektrofotometer yaitu: a. Sumber cahaya Sumber cahaya yang ideal menghasilkan energi dengan intensitas yang tinggi yang stabil secara terus-menerus pada rentang spektra yang diinginkan.
Lampu
tungsten
incandescent
dengan
penutup
kaca
menghasilkan panjang gelombang dengan rentang 320 hingga 2500 nm. Oleh karena itu, lampu ini digunakan pada rentang sinar tampak. Lampu hidrogen atau deutrium merupakan lampu yang menghasilkan sinar pada rentang 180 hingga 370 nm. Lampu deutrium ini merupakan sumber cahaya yang paling banyak digunakan untuk spektrofotometer ultraviolet.
15 Universitas Sumatera Utara
b. Alat pengisolasi panjang gelombang (monokromator) Guna dari alat ini adalah untuk memisahkan panjang gelombang dari cahaya yang berasal dari sumber cahaya dan mengisolasi panjang gelombang tertentu yang diinginkan. c. Kompartemen sampel Kompartemen sampel harus tahan terhadap cahaya dan menyediakan alat penahan sel yang bagus di mana kedua sisi sel terletak pada sudut yang tepat pada sinar yang masuk dan sinar yang keluar. d. Detektor Sinar yang diteruskan diterima oleh elemen dioda dari detektor, dipindai dalam beberapa milidetik dan pemroses data digital menghasilkan spektrum. e. Data output dan data-processing device Alat pengeluar sinyal dapat berfungsi sebagai meter absorbansi analog atau meter transmitansi di mana data dibaca, direkam dan diproses oleh operator. Beberapa sistem menggunakan sirkuit logis yang menyediakan pembacaan digital untuk transmitansi, absorbansi atau konsentrasi. 2.10 Validasi Metode Analisis Validasi metode merupakan proses dokumentasi atau pembuktian bahwa metode analisis menyediakan data analisis yang dapat diterima untuk penggunaan yang disengaja (Christian, 2004).
16 Universitas Sumatera Utara
Menurut Christian (2004), secara umum validasi metode meliputi: - Selektivitas Selektivitas adalah kemampuan suatu metode untuk dapat mengukur analit yang diinginkan dalam matriks sampel yang dianalisa tanpa gangguan dari matriks (termasuk analit lainnya). Efek dari matriks bisa positif maupun negatif. - Linearitas Studi linearitas memverifikasi bahwa respon linear secara proporsional terhadap konsentrasi analit dalam rentang konsentrasi dari larutan sampel. Studi ini harus dilakukan menggunakan larutan standar pada lima konsentrasi yang berbeda, dalam rentang dari 50% hingga 150% dari konsentrasi analit sasaran. Masing-masing standar harus diukur paling sedikit tiga kali. - Akurasi Akurasi adalah derajat persetujuan antara nilai yang terukur dengan nilai yang sebenarnya. Nilai absolut sebenarnya jarang diketahui. Definisi yang lebih realistis dari akurasi adalah persetujuan antara nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya yang dapat diterima. Akurasi dari metode analisis dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu: a. Studi perolehan kembali b. Perbandingan hasil menggunakan metode lain yang akurat c. Analisis dari materi referensi
17 Universitas Sumatera Utara
- Presisi Presisi
didefinisikan sebagai
derajat
persetujuan
antara
replikasi
pengukuran dari jumlah yang sama. Yaitu keterulangan dari hasil. Presisi dapat diekspresikan sebagai standar deviasi, koefisien variasi, rentang data atau sebagai interval kepercayaan (mis. 95%) dari nilai rata-rata. Presisi yang baik tidak menjamin akurasi yang baik - Sensitivitas Sensitivitas merupakan kemampuan untuk membedakan dua konsentrasi yang berbeda dan ditentukan dengan kemiringan dari kurva kalibrasi. - Rentang (Range) Rentang kerja dari metode analisis adalah rentang konsentrasi di mana akurasi dan presisi yang dapat diterima tercapai. - Batas Deteksi Batas deteksi merupakan tingkat konsentrasi terendah yang dapat dikatakan secara statistik berbeda dari blanko. - Batas Kuantitasi Batas kuantitasi merupakan konsentrasi terendah yang dapat diukur di dalam matriks sampel pada tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima. - Ruggedness atau robustness Ruggedness merupakan presisi dari suatu laboratorium pada beberapa hari, yang meliputi beberapa analis, beberapa instrumen, sumber-sumber pereaksi yang berbeda, kolom kromatografi yang berbeda, dan sebagainya. Robustness merujuk seberapa sensitif pengaruh suatu perubahan kecil
18 Universitas Sumatera Utara
dalam parameter, misalnya ukuran sampel, suhu, pH larutan, konsentrasi pereaksi, waktu reaksi, dan sebagainya.
19 Universitas Sumatera Utara