PENGARUH PERKULIAHAN ATLETIK MAHASISWA FPOK UPI TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN DAN PENGARUH REHIDRASI MENGGUNAKAN AIR PUTIH (BIASA) DAN CAIRAN ELEKTROLIT DAN SUMBER ENERGI TERHADAP PEMULIHAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL (Studi Eksperimen Pada Perkuliahan Atletik Mahasiswa Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan ) Oleh: dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO I.PENDAHULUAN Pengeluaran keringat yang berlebihan pada kelembaban dan suhu lingkungan yang tinggi selama berolahraga, pada dasarnya untuk tujuan mempertahankan suhu tubuh yang berarti mempertahankan hidup. Akan tetapi pengeluaran keringat yang berlimpah dapat menganggu keseimbangan elektrolit (garam-garam) dan cairan tubuh (dehidrasi). Hal ini dapat menganggu penampilan olahraga, karena akan mengakibatkan terjadinya kelemahan, kelelahan, kejang-kejang, bahkan halusinasi (Costill dan Miller 1980) Kelelahan dalam olahraga perlu dicegah dan atau segera dipulihkan sehingga atlet pada keesokan harinya telah siap untuk bertanding kembali. Menurut Santosa (2006 ): ”Kelelahan adalah menurunnya kualitas dan kuantitas kerja atau olahraga yang disebabkan oleh karena (akibat dari ) melakukan kerja atau olahraga tertentu. Penurunan kualitas dan kuantitas kerja atau olahraga itu disebabkan terjadinya gangguan homeostasis. ” Oleh karena itulah maka kelelahan adalah citra subjektif dari adanya gangguan homeostasis yang berdampak pada menurunnya kualitas dan kuantitas kerja atau penampilan seseorang dalam olahraga kesehatan atau olahraga prestasi. Pemulihan kelelahan ini pada hakekatnya adalah pengembalian kondisi homeostasis kepada kondisi yang normal. Indikator yang sederhana dan mudah untuk mengetahui apakah kita masih dalam kecukupan air adalah : a. Berat badan stabil b. Masih dapat buang air kecil mencapai jumlah 1 -1,5 l/ 24 jam ( 5 – 6 kali buang air kecil selama 24 jam). Untuk mencegah dehidrasi dan memelihara penampilan yang optimal selama melakukan olahraga, penggantian jumlah air yang hilang melalui keringat, minimal harus mencapai 40-50%. Untuk itu pelari jarak jauh khususnya marathon, minum harus diprogram yaitu setiap 15-20 menit perlu diberi minum yang mengandung garam misalnya oralit (satu bungkus untuk 2 gelas). Suhu air minum harus lebih dingin dari pada suhu tubuh (yaitu 5-100 C ). Diatas telah disebutkan bahwa kecepatan seseorang mencapai rehidrasi tergantung dari komposisi cairan, volume dan temperatur cairan pengganti. Panduan cairan pengganti dapat
dimanipulasi dengan merubah beberapa hal yaitu: (1). Konsentrasi Karbohidrat : Konsentrasi karbohidrat dari cairan merupakan faktor utama yang menentukan pengosongan lambung. Apabila konsentrasi karbohidrat tinggi maka pengosongan lambung melambat. Kecepatan pengosongan lambung pada minuman dengan konsentrasi glukosa kurang dari 10% sama seperti air putih dan sebaliknya apabila konsentrasi lebih dari 10% akan menghambat pengosongan lambung dan cairan menjadi hipertonik sehingga terjadi sekresi cairan di usus kecil yang kemudian akan memperberat dehidrasi. Konsentrasi karbohidrat yang ideal adalah 4-8% (Didit Damayanti, Pedoman pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi (2000). (2). Jenis karbohidrat. Kebanyakan kandungan karbohidrat pada minuman olahraga berupa glukosa, fruktosa atau glukosa polimer. Fruktosa hilang dari lambung relatif dengan cepat, tetapi tidak mengalami absorbsi di usus halus secepat glukosa. Penyerapan fruktosa di usus halus akan melambat terutama bila diberikan tanpa glukosa atau sukrosa. Fruktosa dalam konsentrasi yang tinggi dapat menimbulkan gangguan pada gastrointestinal dan menimbulkan diare osmotik. Terdapat kecenderungan bahwa jenis polimer glukosa kecepatan pengosongan lambung lebih cepat dari glukosa bebas (Elizabeth Quin, Water Vs Sport Drinks, 2006) II.Masalah Penelitian. Masalah penelitian yang dirumuskan di sini merupakan batas wilayah penelitian yang akan dilakukan. Masalah yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terjadi penurunan berat badan yang signifikan selama mahasiswa FPOK melakukan pembelajaran atletik ? 2. Apakah pemberian air saja efektif untuk memulihkan kemampuan fungsional? 3. Apakah penggantian cairan dengan elektrolit dan sumber energi (karbohidrat) dapat lebih mempercepat pemulihan kemampuan fungsional? 4. Manakah yang lebih efektif memulihkan kemampuan fungsional antara penggantian air biasa dan cairan elektrolit?
III.Tinjauan Pustaka III.1. Kebutuhan Tubuh Akan Cairan Tubuh manusia terdiri dari sebagian besar air (60%), oleh karena itu maka asupan cairan yang adekuat melalui air minum sangat penting agar performance atlet dapat optimal. Air mempunyai fungsi penting, yaitu: (1) Untuk menjaga volume darah serta regulasi fungsi kardiovaskular (2) Untuk regulasi suhu tubuh, karena pada saat latihan diproduksi panas yang harus dikeluarkan dari tubuh maka panas akan dikeluarkan dengan cara konveksi, radiasi dan
evaporasi melalui keringat serta pernafasan dan (3) Merupakan media pengangkut O2, CO2 dan nutrien. Asupan air yang adekuat berfungsi menggantikan cairan yang hilang melalui keringat, urin dan feses untuk mencegah dehidrasi. Dadang (2003) juga mengemukakan bahwa : ”Hal lain yang sangat penting selama melakukan olahraga adalah mempertahankan atau memelihara suhu tubuh. Oleh karena, kontraksi otot menghasilkan energi. Energi yang terbentuk dari kontraksi otot sebagian besar berupa energi panas yaitu sebanyak 75% dan sisanya 25% berupa energi gerak.” Kontraksi otot selama berolahraga menghasilkan peningkatan produksi energi panas. Panas yang terbentuk dialirkan secara cepat dari otot melalui darah ke permukaan tubuh. Panas tubuh kemudian dibebaskan ke atmosfer lewat keringat yang keluar dari tubuh. Panas tubuh yang terjadi pada saat berolahraga akan sangat berbahaya apabila tidak ada upaya proses pendinginan tubuh. Banyak usaha tubuh untuk melakukan proses pendinginan tubuh, salah satunya adalah berkeringat. Pembuangan panas tubuh merupakan masalah keselamatan bagi semua orang khususnya olahragawan. Bloomfield (2000) menjelaskan bahwa : ”Kegagalan membuang panas pada orang dalam keadaan istirahat akan menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 6 jam, sedangkan dalam dalam olahraga dapat terjadi dalam waktu dari 30 menit.” III.2. Dampak pengeluaran Keringat Pengeluaran keringat yang berlebihan pada kelembaban yang tinggi selama berolahraga, pada dasarnya untuk tujuan memeprtahankan suhu tubuh yang berarti mempertahankan hidup. Akan tetapi pengeluaran keringat yang berlimpah dapat menganggu keseimbangan elektrolit (garam-garam) dan cairan tubuh (dehidrasi). Keluarnya cairan tubuh yang berlebihan disebut dehidrasi dan merupakan salah satu penyebab fatique. Tanpa latihan, seseorang akan menghasilkan keringat 500-700 ml/hari, sedangkan bila seseorang melakukan latihan lama, keringat yang dihasilkan dapat meningkat sampai 8-12 l/hari. Hilangnya cairan tubuh sebesar 1-2% dari berat badan, akan menimbulkan rasa haus, tidak nyaman, hilangnya nafsu makan dan gangguan endurance performance. Apabila hilangnya air meningkat menjadi 3-4% dari berat badan maka terjadi penurunan gangguan performance, produksi urin menurun, mulut kering, kulit memerah, mual dan lethargy. Kehilangan cairan 5- 6% dari berat badan akan meningkatkan frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, mempengaruhi konsentrasi dan terjadi penurunan kapasitas kerja sebesar 30%. Telinga berdenging, lemah dan kondisi mental yang bingung berhubungan dengan hilangnya cairan sebesar 8% dari berat badan (Wendy 2006). Kehilangan cairan melalui keringat juga
diikuti kehilangan elektrolit. Komposisi elektrolit di keringat, plasma dan intraselular dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Konsentrasi (dalam nmol/L) eletrolit utama dalam keringat, plasma dan cairan intraselular.
Elektrolit
Keringat
Plasma
Intraseluler
Natrium
20-80
130-155
10
Kalium
4-8
3.2-5.5
150
Kalsium
0-1
2.1-2.9
0
Magnesium
<2.0
0.7-1.5
15
Klorida
20-60
96-110
8
Bikarbonat
0-35
23-28
10
Phosphate
0.1-0.2
0.7-1.6
65
Sulphate
0.1-2.0
0.3-0.9
10
Sumber: Maughan,
III.3. Penggantian Cairan Tubuh (rehidrasi) Air tidak mengandung energi, tetapi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan tubuh manusia akan air dalam sehari sesuai dengan banyaknya air yang keluar atau yang hilang dari tubuh. Pada keadaan normal dan ideal yaitu diet rendah cairan, aktifitas fisik minimal serta tidak ada keringat yang keluar, orang dewasa membutuhkan air sebanyak 1500 –2000 ml sehari.. Saat berolahraga kebutuhan air tentu akan lebih banyak dibanding dalam keadaan istirahat. Oleh karena saat berolahraga suhu tubuh meningkat dan tubuh menjadi panas. Tubuh yang panas berusaha untuk menjadi dingin dengan cara berkeringat. Keringat yang keluar saat olahraga sebagian besar terdiri atas air, namun keringat juga mengandung elektrolit. Perubahan status cairan tubuh saat berolahraga disebabkan oleh
peningkatan produksi keringat dan asupan cairan ke dalam tubuh yang sedikit. Defisit air sebanyak 1% dari berat badan yang keluar dalam bentuk keringat saat berolahraga terbukti mengurangi toleransi tubuh terhadap olahraga. Sedangkan, defisit air 3% sampai dengan 10% dari berat badan selama mengikuti olahraga menyebabkan penurunan prestasi olahraga, meningkatkan risiko cedera, serta berbahaya untuk atlet. III.3.1.Kebutuhan Elektrolit dan Sumber Energi Cairan tubuh selain mengandung air juga mengandung bahan lain yang diperlukan oleh tubuh seperti elektrolit. Elektrolit dalam cairan tubuh terdiri dari kation dan anion. Katiaon utama dalam cairan tubuh adalah sodium (Na+) dan potasium (K+), sedangkan anion utama adalah klorida (Cl-). Sodium merupakan kation yang terbanyak di dalam cairan ekstra sel dan bertanggung jawab untuk mempertahankan osmolalitas cairan ekstra sel. Asupan sodium berkisar antara 3 – 8 gram (130-250 meq) per hari. Makanan sumber utama sodium adalah garam dapur. Selain itu sodium banyak didapat pada keju dan makanan olahan lainnya. Potasium merupakan kation terpenting di dalam cairan intra sel. Asupan potasium berkisar antara 2 – 6 gram (50-150 meq) per hari. Makanan sumber utama potasium adalah daging, buah-buahan. Secara umum potasium banyak terdapat pada pisang, orange juice. Keringat merupakan cairan hipotonik dibanding dengan plasma. Konsentrasi elektrolit dalam keringat juga lebih rendah dibanding dengan cairan tubuh lainnya. Sodium dan klorida merupakan elektrolit yang paling banyak ditemukan dalam keringat, namun jumlahnya hanya sepertiga dari yang ditemukan di plasma. Sedangkan potasium dan magnesium dalam keringat jumlahnya sangat kecil. Sodium hilang terutama melalui keringat yang berlebihan. Oleh karena itu atlet yang mengalami pengeluaran keringat yang sangat banyak harus diperhatikan penggantian sodium. Hiponatremi yang terjadi pada atlet dapat mengakibatkan penurunan efisiensi kerja otot sehingga berpengaruh terhadap prestasi olahraga. Potasium yang hilang melalui keringat jumlahnya sangat sedikit. Potasium yang disimpan di dalam sel tubuh jumlahnya sangat banyak dan tidak terpangaruh oleh hilangnya potasium melalui keringat. Beberapa ahli percaya bahwa kehilangan potasium dalam keringat akan mempengaruhi prestasi olahraga. Konsentrasi sodium dan potasium pada keringat dipengaruhi oleh jumlah keringat yang keluar. Berdasarkan hasil penelitian para ahli, jumlah keringat sebanyak 200 ml per jam menyebabkan kehilangan cairan yang mengandung 12 mmol sodium dan 4 sampai dengan 5 mmol potasium. Sedangkan keringat sebanyak 1000 ml per jam mengakibatkan kehilangan cairan yang mengandung 40 mmol sodium dan 4 sampai dengan 5 mmol potasium. Penelitian menunjukkan bahwa suplemen sodium dan potasium tidak diperlukan selama olahraga yang berlangsung simgkat (1 jam atau kurang). Garam yang
tersedia pada makanan sehari-hari sudah cukup mempertahankan keseimbangan sodium dan potasium selama bertanding pada olahraga tingkat sedang. III.3.2.Cairan dan Elektrolit dan Sumber Energi pada Olahraga Endurance Olahraga endurance yang berlangsung lama di tempat yang panas dapat menyebabkan gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Keseimbangan air dan elektrolit sangat penting pada atlet cabang olahraga endurance. Oleh karena akan mengganggu produksi energi dan pengaturan suhu tubuh. Cairan sangat penting untuk mengalirkan zat gizi dan oksigen ke dalam otot skelet untuk tujuan berkontraksi. Hasil penelitian menunjukkan, lari marathon mengeluarkan keringat sebanyak 1 liter per jam. Sedangkan lari marathon dalam cuaca panas dan kelembaban tinggi dapat kehilangan keringat sebanyak 2,8 liter per jam. Pelari ultramaraton sejauh 50 mil yang ditempuh selama lebih dari 8 jam, selain kehilangan air yang banyak juga kehilangan elektrolit. Penggantian cairan pada atlet endurance apabila hanya minum air tawar dapat menyebabkan hiponatremi. Oleh karena dalam tubuh jumlah air dan sodium tidak seimbang. Untuk itu, pemberian cairan harus mengandung karbohidrat dan elektrolit. Hal ini dimaksudkan selain untuk mencegah terjadinya hiponatremi, juga untuk mencegah hipoglikemik. Beberapa penelitian melaporkan bahwa cairan yang mengandung karbohidrat 5-10% tidak mengganggu atlet. Sedangkan pemberian karbohidrat melebihi 10 % dapat menimbulkan peningkatan gula darah yang akan merangsang produksi hormon insulin. Peningkatan hormon insulin dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Sedangkan minuman atlet (sports drinks) yang mengandung suplemen sodium dan potasium yang berlebihan akan mengganggu kontraksi otot yaitu akan terjadi “cramp” otot. Selain itu intake sodium yang berlebihan mempunyai risiko tinggi terjadinya hipertensi pada atlet. Spors drinks umumnya mengandung karbohidrat 5-7%. Konsentrasi karbohidrat dalam cairan ini secara ilmiah tidak mengganggu proses pengosongan lambung. Sedangkan, sodium biasanya 10-20 mmol/L dan dapat membantu keseimbangan elektrolit dalam tubuh. Diatas telah disebutkan bahwa kecepatan seseorang mencapai rehidrasi tergantung dari komposisi cairan, volume dan temperatur cairan pengganti. Panduan cairan pengganti dapat dimanipulasi dengan merubah beberapa hal yaitu: (1). Konsentrasi Karbohidrat. Konsentrasi karbohidrat dari cairan merupakan faktor utama yang menentukan pengosongan lambung. Apabila konsentrasi karbohidrat tinggi maka pengosongan lambung melambat. Kecepatan pengosongan lambung pada minuman dengan konsentrasi glukosa kurang dari 10% sama
seperti air putih dan sebaliknya apabila konsentrasi lebih dari 10% akan menghambat pengosongan lambung dan cairan menjadi hipertonik sehingga terjadi sekresi cairan di usus kecil yang kemudian akan memperberat dehidrasi. Konsentrasi karbohidrat yang ideal adalah 4-8% (2). Jenis karbohidrat. Kebanyakan kandungan karbohidrat pada minuman olah raga berupa glukosa, fruktosa atau glukosa polimer. Fruktosa hilang dari lambung relatif dengan cepat, tetapi tidak mengalami absorbsi di usus halus secepat glukosa. Penyerapan fruktosa di usus halus akan melambat terutama bila diberikan tanpa glukosa atau sukrosa. Fruktosa dalam konsentrasi yang tinggi dapat menimbulkan gangguan pada gastrointestinal dan menimbulkan diare osmotik. Terdapat kecenderungan bahwa jenis polimer glukosa kecepatan pengosongan lambung lebih cepat dari glukosa bebas. (3).Osmolaritas. Osmolaritas cairan perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi laju pengosongan lambung dan absorbsi di intestinal. Dua hal tersebut merupakan faktor yang menentukan saat rehidrasi. Meskipun minuman olah raga dibuat mendekati komposisi cairan dalam tubuh atau yang lebih dikenal sebagai larutan isotonik tetapi pada kondisi yang memerlukan rehidrasi cepat, cairan hipotonik
lebih
efektif
karena
penyerapannya
di intestinal
lebih cepat. (4)
Komposisi dan konsentrasi elektrolit .Selain karbohidrat, beberapa minuman olahraga mengandung mineral seperti natrium, kalium, klorida dan magnesium. Perlunya penggantian elektrolit setelah latihan berkaitan dengan hilangnya elektrolit dalam keringat. Konsumsi air putih dalam volume yang besar setelah latihan akan menurunkan osmolaritas plasma dan konsentrasi natrium dalam plasma dengan cepat. Natrium bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan air dan glukosa serta membantu mempertahankan volume cairan tubuh. Penambahan natrium dalam minuman akan menjaga kadar vasopresin dan aldosteron dalam darah sehingga produksi urin yang berlebihan dapat dicegah. Minuman olah raga biasanya mengandung natrium sebanyak 10-25 mmol/L. Konsentrasi yang terlalu tinggi meskipun dapat menstimulasi absorpsi glukosa dan air, tetapi membuat cairan mempunyai rasa yang tidak enak. Walaupun volume cairan yang dikonsumsi besar tetapi bila kandungan natrium rendah, maka rehidrasi tidak akan tercapai. Atlet yang berolahraga pada intensitas rendah selama 90-110 menit, akan menginduksi dehidrasi dengan hilangnya cairan 2,3% berat badan dan volume plasma tidak kembali pada nilai semula setelah 60 menit dengan mengkonsumsi air putih biasa. Sedangkan bila diberikan larutan natrium dengan konsentrasi 0,45%, volume plasma akan membaik setelah 20 menit, sehingga penambahan elektrolit diperlukan pada rehidrasi setelah berolahraga. (5). Rasa . Penambahan rasa pada cairan pengganti perlu karena dapat lebih meningkatkan asupan cairan dibandingkan air tanpa rasa. Air yang dingin lebih terasa menyegarkan dan dapat
membantu menurunkan suhu tubuh. Air yang hangat dapat digunakan pada kondisi lingkungan yang dingin. IV.Metode dan Desain Penelitian IV.1. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara proses dan hasil pengaruh perkuliahan atletik terhadap penurunan berat badan dan pengaruh rehidrasi cairan biasa dan cairan elektrolit terhadap pemulihan kemampuan fungsional. Berdasarkan tujuan dan permasalahan diatas, maka metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu suatu metode yang memberikan manipulasi serta kontrol terhadap variabel-variabel yang diteliti, maksudnya adalah untuk memperoleh bukti-bukti yang meyakinkan dari variabel-variabel tersebut.
IV.2. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pre-test dan post-test design (Suryabrata 1995:45). Penelitian ini terdiri dua tahap, tahap satu yaitu menghubungkan variabel perkuliahan atletik intensitas berat dengan variabel terikat penurunan berat badan. Pada penelitian tahap dua yaitu menghubungkan variabel rehidrasi dengan cairan air putih biasa dan cairan elektrolit dan sumber energi dengan variabel terikat pemulihan kemampuan fungsional. Bentuk desain penelitian lebih jelas terlihat di gambar Tahap I :
Berat Badan Asal (Pre-test) X
Perkuliahan Atletik dengan Intensitas Berat
Penurunan Berat Badan (Post-test)
Tahap II: Rehidrasi Cairan Putih biasa Kemampuan Fungsional Awal(Pretest)
Perkuliahan Atletik dengan Intensitas Berat
Rehidrasi Cairan Elektrolit dan sumber energi
Pemulihan Kemampuan Fungsional (Posttest)
IV.3. Subjek Penelitian IV.3.1. Populasi Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia Jurusan Kepelatihan semester IV yang mengambil mata kuliah Atletik yang berjumlah 48 orang. Semua mahasiswa yang mengambil mata kuliah atletik ini mempunyai berbagai tingkat usia. IV.3.2. Sampel Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh perkuliahan atletik terhadap penurunan berat badan dan pengaruh pemberian rehidrasi dengan air biasa (putih) dan rehidrasi dengan menggunakan cairan elektrolit dan sumber energi terhadap pemulihan kemampuan fungsional, maka untuk menghindari adanya distorsi hasil penelitian, pengambilan sampel akan dilaksanakan memakai tehnik probability sampling. Sedangkan teknik probability sampling yang dipakai adalah simpel random sampling yaitu cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut (Riduwan, 2004:58). Dari jumlah populasi yang ada, peneliti mengambil sampel sebanyak 20 mahasiwa. IV.4. Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di kampus FPOK UPI, tanggal 4 Desember tepatnya ketika perkuliahan atletik praktek berlangsung. Pengambilan data aktual dilakukan dengan cara:
a. Penimbangan berat badan I b. Tes lari 12 menit pertama (Pre test) c. Pelaksanaan perkuliahan atletik (praktek) dengan intensitas berat selama dua kali 60 menit (120 menit) d. Penimbangan berat badan II e. Istirahat kurang lebih 1 jam , pada saat istirahat ini sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : •
Kelompok yang minum air putih biasa
•
Kelompok yang minum air yang mengandung elektrolit dan sumber energi
•
Istirahat dilakukan dengan mahasiswa diperkenankan untuk duduk-duduk di sekitar lapangan.
•
Jumlah air yang diminum adalah sejumlah kekurangan berat badan yang hilang selama aktivitas (berat badan sebelum pretest dikurangi berat badan setelah praktek perkuliahan atletik).
f. 30 menit sebelum post test kembali dilakukan penimbangan berat badan III dan setelah itu mahasiswa tidak diperkenankan untuk minum lagi. g. Post test yaitu tes 12 menit kedua Pengambilan data didampingi oleh satu orang dokter dan tiga orang petugas lapang V.Hasil Penelitian V.1.Pengaruh Perkuliahan Atletik Terhadap Penurunan Berat Badan Tabel 5.1 Hasil Uji “t” Penurunan Berat Badan (Setelah Perkuliahan Atletik (Intensitas Berat) Dibandingkan dengan Sebelum Pre Test) Masing-masing Kelompok Kelompok
t- hit
t- tab
Kesimpulan
Kelompok Cairan Air Putih Biasa
4,10
-2,10
Signifikan
Kelompok Cairan Elektrolit dan Sumber Energi
5,15
-2,10
Signifikan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari penurunan berat badan akibat perkuliahan atletik pada masing-masing kelompok. Hasil Uji ”t” penurunan berat badan setelah perkuliahan dapat dilihat pada tabel 4.13
V.2.Pengaruh Penggantian Cairan (Rehidrasi) dengan Air Putih (Biasa) Terhadap Pemulihan Kemampuan Fungsional
Tabel 5.2 Hasil Uji “t” Kemampuan Fungsional Kelompok Rehidrasi Air Putih (Biasa) pada Tes 12 menit Pertama (Pre Test) dibandingkan dengan Tes 12 menit Kedua (Post Test)
Kelompok
t- hit
t- tab
Kesimpulan
Cairan Air Putih Biasa
3,59
-2,10
Signifikan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan dari
kemampuan fungsional pre test dibandingkan post test pada kelompok rehidrasi cairan air putih biasa. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pada kelompok rehidrasi cairan air putih biasa, kemampuan fungsional post-test mengalami penurunan prestasi secara signifikan dibandingkan dengan kemampuan fungsional pre-test. V.3. Pengaruh Penggantian Cairan (Rehidrasi) dengan Elektrolit dan Sumber Energi Terhadap Pemulihan Kemampuan Fungsional Tabel 5.3 Hasil Uji “t” Kemampuan Fungsional Kelompok Cairan Elektrolit dan Sumber Energi pada Tes 12 menit Pertama (Pre Test) dibandingkan dengan Tes 12 menit Kedua (Post Test)
Kelompok Cairan Elektrolit dan
t- hit
t- tab
Kesimpulan
1,54
-2,10
Tidak Signifikan
sumber Energi
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari kemampuan fungsional pre test dibandingkan post test. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kemampuan fungsional post-test kelompok cairan elektrolit dan sumber energi tidak mengalami penurunan prestasi secara signifikan dibandingkan dengan kemampuan fungsional post-testnya.
V.4.
Perbedaan
Pengaruh
Kedua
Macam
Rehidrasi
Terhadap
Pemulihan
Kemampuan Fungsional.
Tabel 5.4 Hasil Uji “t” Kemampuan Fungsional pada Tes 12 menit Kedua (Post test) antara Masing – masing Kelompok Rehidrasi.
Kelompok Cairan Air Putih Biasa dan Cairan Elektrolit dan Sumber Energi
t- hit
t- tab
Kesimpulan
- 2,29
- 2,10
Signifikan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari pemulihan kemampuan fungsional kelompok cairan air putih biasa dibandingkan dengan kelompok cairan elektrolit dan sumber energi.
VI.KESIMPULAN DAN SARAN VI.1.Kesimpulan 1. Perkuliahan atletik mahasiswa FPOK UPI menyebabkan penurunan berat badan. 2. Rehidrasi dengan cairan air putih biasa tidak memulihkan kemampuan fungsional. 3. Rehidrasi dengan cairan elektrolit dan sumber energi memulihkan kemampuan fungsional. 4. Rehidrasi dengan menggunakan cairan elektrolit dan sumber energi lebih efektif untuk memulihkan kemampuan fungsional dibandingkan dengan rehidrasi dengan memakai air putih (biasa) saja. VI.2.Saran-saran Jenis pemulihan yang tepat pada olahraga dengan aktivitas berat dengan durasi lebih dari 120 menit berperan penting untuk mempercepat pemulihan kemampuan fungsional mahasiswa dalam melakukan aktifitas perkulihan praktek atletik yang termasuk ke dalam olahraga dengan intensitas berat. Atas dasar itu penulis merekomendasikan hal-hal sebagai berikut : 1.
Pelaku Olahraga dibiasakan untuk mengganti kehilangan keringat dengan melakukan rehidrasi dengan minum cairan sebanyak penurunan berat badan yang terjadi.
2.
Untuk para dosen FPOK yang mengajar pada perkuliahan praktek olahraga agar selalu mengingatkan mahasiswa untuk segera mengganti keringat yang keluar dengan cairan elektrolit agar pemulihan fungsional lebih baik dan mahasiswa sudah siap kembali melakukan aktivitas fisik pada keesokan harinya.
DAFTAR PUSTAKA Astrand, P.O. & Rodahl, K. (2001). Textbook of Work Physiology, Physiological Bases of Exercise. 3 nd Ed: Mc Graw Hill Int. Ed. Bloomfield, J. Fickers, P.A and Fitch, K.D. (1992). Textbook of Science and Medicine in Sport. Blackwell Scientific Publication. Carbon, R.J. (1992). The Female Athlete, dalam Texbook of Science an Medicine in Sport. Edited By J. Bloomfield, P.A. Fricker, K.D. Fitch. Blackwell Scientific Publication. Dadang, Primana (2000). Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga untuk Olahraga Prestasi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI.
Didit, Damayanti. (2000). Pelatihan Gizi Olahraga untuk Olahraga Prestasi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI. Fox, E. L, Bowers, R.W and Foss, M.L. (1988) . The Physiological Basis of Physical Education and Athletics, 4 th ED: W.B Saunders Co. Fransisca A.T. (2004). Komposisi Cairan Rehidrasi Pada Olahraga. Yogyakarta: C.V. Rineka Cipta. Giriwijoyo, S. (2007). Ilmu Kesehatan Olahraga Untuk Kesehatan dan Untuk Prestasi Olahraga. Bandung: FPOK- Universitas Pendidikan Indonesia. Giriwijoyo, S. (2005). Ilmu Faal Olahraga: Fungsi Tubuh Manusia Pada Olahraga Bandung: FPOK-Universitas Pendidikan Indonesia. Irawan. (2007). Konsumsi Cairan dan Olahraga. Jakarta: C.V. Mawar Gempita Mahan LK, Escott-Stump S. Krause’s. (1996). Food, Nutrition, and Diet Theraphy. 4th Ed: Philadephia.W. B. Saunders Company. Maughan, R.(2002). Fluid and carbohydrate intake during exercise. Dalam Burke L. dan Deakin V. editor. Clinical Sports Nutrition. 2nd Ed: Mc Graw-Hill Mohamad, Nazir. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Gahlian Indonesia Nurhasan. (2000) . Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Universitas Pendidikan Indonesia. Riduwan (2004). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. Sri, Murni. (2004). Komposisi Cairan Rehidrasi Pada Olahraga. Yogyakarta: C.V. Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi (1988). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cetakan ke-8. Yogyakarta: C.V. Rineka Cipta. Nana, Sudjana (1987). Tuntutan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru