BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
1.1
Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka dalam penelitian ini menggunakan beberapa sumber
berupa jurnal ilmiah, artikel, buku ataupun internet. Sumber yang digunakan dapat memiliki keterkaitan dengan topik dari permasalahan yang akan dikaji. Tinjauan pustaka dipakai sebagai petunjuk, pembanding, serta penunjang dalam penelitian ini. Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka tersebut, dapat dicari data, konsep, dan teori yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Adapun pustaka yang digunakan antara lain sebagai berikut. R. Cecep Eka Permana (1995) dalam Skripsi yang berjudul “Tata Ruang Pemukiman Masyarakat Megalitik : Sebuah Kajian Etnoarkeologi Pada Masyarakat Baduy” menjelaskan bahwa tata ruang dalam suatu masyarakat banyak ditentukan oleh sistem religi atau kepercayaan. Hal penting dalam tata ruang yaitu berkenaan dengan arah, tempat dan replika. Sistem religi atau kepercayaan mereka mengarahkan dalam menentukan arah atau orientasi yang baik, sakral dan magis yang harus diikuti (kiblat). Untuk mengkaji konsep tata ruang permukiman masyarakat Baduy, diawali dengan konsep-konsep tentang pandangan dunianya, khususnya yang berkaitan dengan kosmologi. Pemahaman mengenai kosmologi akan membawa penjelasan lebih lanjut terhadap kenyataan kehidupan sehari-hari dalam tradisi pemukiman mereka. Skripsi ini akan dijadikan sebagai acuan untuk membantu peneliti dalam membandingkan dan memberikan
10
11
gambaran umum tentang tata ruang permukiman di masyarakat Baduy dengan perkembangan fungsi ruang-ruang yang ada di Desa Tenganan Pegringsingan pada penelitian ini. Heni Suhaeni (2010) dalam artikel yang berjudul “Tipologi Kawasan Perumahan Dengan kepadatan Penduduk Tinggi dan Penangannannya”. Perkembangan tidak hanya dapat terbentuk dari objek atau elemen fisik, tetapi juga kondisi-kondisi sosial, ekonomi dan budaya dapat mempengaruhi terbentuknya tipologi. Dalam masa pembentukan, sebuah tipologi dibangun untuk memenuhi suatu standar serta beradaptasi dengan beragam kondisi dan persyaratan. Selama periode tersebut tipologi yang ditampilkan akan diperjelas menjadi sebuah model yang dibangun berdasarkan ciri dan pola yang memenuhi persyaratan atau standar yang diminta. Artikel ini dijadikan sebagai acuan untuk membantu peneliti dalam menjelaskan tipologi ruang tengah Desa Adat Tenganan Pegringsingan. I Wayan Rupa, dkk (2002) dalam buku yang berjudul “Budaya Masyarakat Suku Bangsa Bali Aga (Tenganan Pegringsingan ) di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali”, yang banyak mengurai tentang sejarah Desa Tenganan mencakup tradisi sistem masyarakat mencakup gotong royong dan upacara keagamaan serta menjelaskan kebutuhan primer dan sekunder dari masyarakat yang ada di Desa Tenganan. Buku ini dijadikan acuan dan memberikan gambaran umum tentang kondisi Desa Tenganan yang menjadi lokasi pada penelitian ini.
12
Sonny Tilaar (2012) dalam jurnal yang berjudul “Kajian Tipomorfologi Kawasan Permukiman Terencana Di Kota Manado”, pendekatan tipologi memfokuskan perhatian pada klasifikasi watak atau karakteristik dari formasi objek-objek bentukan fisik kota dalam skala lebih kecil. Istilah tipologi lebih banyak digunakan untuk mendefinisikan elemen-elemen kota seperti jalan, ruang terbuka hijau, bangunan dan lain sebagainya. Tipologi merujuk pada konsep dan konsistensi yang dapat memudahkan masyarakat mengenal bagian-bagian arsitektur atau lingkungan binaan. Jurnal ini dijadikan sebagai acuan untuk membantu peneliti dalam menjelaskan tipologi ruang di Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Mundardjito (2002) dalam bukunya yang berjudul “Pertimbangan Ekologis Penempatan Situs Masa Hindu-Budha di Daerah Yogyakarta” yang menyatakan bahwa arkeologi ruang merupakan studi khusus dalam bidang arkeologi yang lebih menitikberatkan pada pengkajian dimensi ruang (spatial) melalui benda dan situs arkeologi dari pada pengkajian atas dimensi bentuk dan dimensi waktu. Kajian arkeologi berkenaan dengan aktivitas manusia dalam satuan-satuan ruang (skala mikro, skala semi mikro atau meso, dan skala makro), benda-benda arkeologi yang ditinggalkan, infrastruktur fisik yang memberikan akomodasi, lingkungan yang berdampingan atau berkaitan dan interaksi antar semua aspek tersebut. Arkeologi ruang mempelajari sebaran dan hubungan keruangan pada aneka jenis pusat aktivitas manusia. Konsep yang mendasari perkembangan kajian arkeologi telah disadari oleh para ahli bahwa data arkeologi tidak hanya diperoleh dari ciri-ciri yang terkandung dalam benda atau situs itu
13
sendiri, tetapi dapat diperoleh dari hubungan keruangan antara benda-benda atau situs-situs arkeologi. Buku ini dijadikan acuan untuk menjelaskan tentang keruangan dalam penelitian ini. Dwijendra (2009) dalam buku yang berjudul “Arsitektur dan Kebudayaan Bali Kuno” menjelaskan tentang zoning lingkungan terdiri dari beberapa komponen baik hidup maupun tidak hidup dimana satu dengan yang lainnya terjadi keterkaitan yang erat, bahkan saling tergantungan. Lingkungan terdiri atas dua katagori umum, yaitu lingkungan alami dan lingkungan binaan. Buku ini dijadikan acuan untuk menjelaskan bagian-bagian dari zonasi yang ada di Desa Tenganan Pegringsingan.
1.2
Konsep Konsep digunakan agar dapat memberikan batasan dalam sebuah
penelitian. Ada beberapa kata yang perlu dimaknai dalam paparan konsep agar dapat diperoleh kesepakatan dalam penelitian ini. 1.2.1 Tata Ruang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim penyusun 1998: 775) tata ruang memiliki arti cara mengatur ruang. Ruang dapat berarti sesuatu yang dibatasi atau dilingkungi oleh bidang-bidang, sela-sela antara deret benda. Ruang juga bisa berarti rongga yang tidak terbatas, tempat segala yang ada. Ruang juga mempunyai pengertian sebagai tempat hidup dan berpengaruh terhadap kehidupan manusia (Hermawan, 2011: 136). Tata Ruang adalah wujud dari struktur ruang dan pola ruang yang tercipta. Konsep tata ruang suatu masyarakat akan berkaitan
14
dengan sistem religi mereka, terutama yang berkaitan dengan pandangan dunianya. Secara khusus, pandangan dunia suatu masyarakat dapat terlihat dari kosmologi mereka. Keyakinan tentang kosmos pada umumnya berkaitan erat dengan kepercayaan. Tata ruang kawasan permukiman Tenganan Pegringsingan dilihat dari konsep tata ruang banguanan menganut orientasi kangin kauh dan kaje kelod. Kangin kauh ini berorientasi pada terbit dan terbenamnya matahari, sedangkan kaja kelod berorientasi pada arah gunung dan laut, kemudian sesuatu yang dianggap suci ditempatkan dibagian kaja kangin (timur laut) yang sering disebut luanan, seperti sanggah, pura, dan tempat suci lainnya. Sedangkan sesuatu yang bersifat kotor atau di nilai tidak suci oleh masyarakat akan ditempatkan di kelod kauh (barat daya) yang disebut tebenan. 2.2.2 Zona Tengah Zona merupakan penarikan batas pada suatu situs ditentukan berdasarkan pertimbangan arkeologi sehingga membentuk satuan ruangan dengan tujuan mengamankan dan mencegah kerusakan yang akan terjadi terhadap bangunan yang ada dalam ruangan tersebut (Balai Pelestarian Cagar Budaya, 2007: 11). Mengatur dan mengendalikan kegiatan yang direncanakan dalam suatu ruangan tersebut agar terarah dan terpadu untuk kemanfaatannya. Sedangkan tengah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun, 1998: 928) yaitu tempat (arah, titik) diantara dua tepi (batas). Jadi zona tengah yang dimaksud dalam penelitian ini dapat disimpulkan menjadi penarikan garis pada suatu situs yang berada di tengah permukiman memiliki hubungan satu dengan yang lainnya berkaitan dengan pola permukiman di
Desa Tenganan Pegringsingan.
15
Permukiman yang terdapat di Desa Tenganan pegringsingan mengikuti pola jalan utama yang berbentuk pola linier. Struktur ruang permukiman di Desa Tenganan pegringsingan mengikuti pola linier dari jalan utama sehingga bangunan adat milik Desa berada pada zona tengah sedangkan bangunan permukiman masyarakat berada pada sisi timur dan barat dari jalan utama.
2.3
Landasan Teori Teori dalam suatu penelitian selalu diperlukan, guna untuk menjawab
suatu permasalahan yang ada dalam suatu penelitian, agar tujuan penelitian bisa tercapai. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut. 2.3.1 Teori Struktural fungsional Teori struktural fungsional berkaitan erat dengan sebuah struktur yang tercipta dalam masyarakat. Struktural-fungsional, yang berarti struktur dan fungsi. Artinya, manusia memiliki peran dan fungsi masing-masing dalam tatanan struktur masyarakat. Suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian dan strukturstruktur yang saling berkaitan dan saling membutuhkan keseimbangan. Teori ini menilai bahwa semua sistem yang ada di dalam masyarakat pada hakikatnya mempunyai fungsi tersendiri. Suatu struktur akan berfungsi dan berpengaruh terhadap struktur yang lain (Artadi, 2011: 146) Menurut Talcott Parsons dalam Soerjono. (1983: 255) menyatakan bahwa yang menjadi persyaratan fungsional dalam sistem di masyarakat dapat dianalisis, baik yang menyangkut struktur maupun tindakan sosial yaitu berupa perwujudan nilai dan penyesuaian dengan lingkungan yang menuntut suatu konsekuensi
16
adanya persyaratan fungsional. Secara umum fungsi dapat dilihat dari kegunaannya, misalnya dalam satu benda atau tinggalan arkeologi yang masih berfungsi hingga sekarang atau sudah tidak difungsikan lagi. Teori ini digunakan dalam penelitian untuk mengkaji berbagai macam tinggalan yang ada di kawasan Tenganan Pegringsingan dilihat dari fungsi dan makna tingalan tersebut. Penerapan teori struktural fungsional dalam penelitian ini digunakan untuk menghubungkan atau mengkaji berbagai komponen yang ada di kawasan permukiman dengan membandingkan fungsi masa lalu dan sekarang. 2.3.2 Teori Sakral Profan Sakral dan profan menurut Mircea Eliade adalah dua entitas yang berbeda dan ada, maka dari itu ia membedakannya secara terpisah. Dunia sakral adalah the sphere of the supernatural, of things extraordinary, memorable and momentaous (wilayah-wilayah supernatural, hal-hal luar biasa, mengesankan dan penting). Sementara yang profan adalah the realm of the everyday business-of things ordinary, random and largely unimportant (wilayah keseharian hal-hal biasa, tak disengaja dan umumnya tidak penting). Dalam penjelasan berikutnya ia menambahkan bahwa sakral adalah the eternal, full of substance and reallity ( yang abadi, penuh dengan substnasi dan realitas) sedangkan profan adalah vainishing and fragile, full of shadows (menghilang dan mudah pecah, penuh bayang-bayang). Pada sisi yang lain sakral adalah the sphere of order and perfection, the home of the ancestors, heroes, and gods ( wilayah keteraturan dan kesempurnaan, rumah para leluhur, pahlawan dan dewa), sedangkan profan adalah the arena of human affairs, which are changeable and opten chaotic (urusan
17
manusia yang dapat berubah-ubah dan sering kacau). Paling tidak ada tiga sisi yang menjadi area perbedaan antara dua entitas sakral dan profan tadi yakni dalam konteks aktivitas, eksistensi dan lokalitas. Ketiga hal ini menjadi penting dalam membedakan dua entitas tersebut. Entitas sakral ini selalu menyertai empat komponen dasar yakni space, time, nature dan man. Keempat ini adalah bagian penting yang memang ada. Ruang dalam perspektif manusia religious, memiliki makna khusus dan penting. Bukan semata-mata karena ruang itu sendiri. Sebab manusia modern umumnya menganggap semua ruangan adalah sama, dalam artian tidak ada beda satu dengan yang lainnya. Tentu ini menurut Eliade merupakan suatu kemiskinan religious yang dialami kebanyakan manusia modern. Mereka banyak kehilangan dimensidimensi penting dalam beragama. Namun demikian, ruang sakral memang hanya dapat dirasakan oleh manusia-manusia religious. Dalam penelitian ini penerapan teori sakral profan yaitu untuk mengetahui kesakralan dari bangunan adat yang ada pada zona tengah di Desa Tenganan Pegringsingan.
2.4
Model Penelitian Model penelitian merupakan gambaran yang bersifat penyederhana mengenai
penelitian dilapangan. Model penelitian ini dibuat dalam bentuk bagan yang terdiri atas tabel-tabel dan tanda panah. Tabel-tabel berisikan langkah-langkah penelitian dan tanda panah menunjukkan alur proses penelitian. Penelitian dilakukan terhadap Tata Ruang Zona Tengah Di Desa Tenganan Pegringsingan dengan pembahasan tipologi bangunan
18
pada ruang tengah dan gambaran zonasi yang terbentuk pada ruang tengah berdasarkan fungsinya.
19
Kosmologi Desa Tenganan Pegringsingan
Struktur Ruang Desa Tenganan Pegringsingan
Zona Penyangga
Tata Ruang Zona Tengah
Zonasi Ruang Tengah Berdasarkan Fungsinya dan Tipologi Bangunan
Penekanan Aktivitas Masyarakat Sosial Ekonomi Maupun Sosial Budaya
Keterangan : : Kaitan satu arah. : Pengaruh secara timbal balik. …………
Zona Pengembangan
: Hubungan antar komponen
Gambar 2.1. Bagan Model Penelitian
20
Penjelasan Bagan : Terkait dengan penelitian ini dirumuskan diagram model penelitian seperti di atas. Diagram ini digunakan untuk mengarahkan penelitian yang dilakukan agar tidak jauh melebar dari yang diharapkan. Kosmologi Desa Tenganan Pegringsingan memiliki keterkaitan dengan penentuan struktur ruang Desa Tenganan Pegringsingan termasuk pada penentuan zona penyangga, zona tengah atau inti, dan zona pengembangan. Dimana pada zona-zona ini terdapat rumah adat, permukiman, lahan pertanian, kuburan, tempat-tempat pemujaan bagi masyarakat berupa pura dan lahan parkir. Berdasarkan ketiga zona tersebut dapat di tarik dua rumus permasalahan yaitu mengenai zonasi ruang tengah berdasarkan fungsinya dan tipologi bangunan. Dari zonasi dan tipologi dapat mengetahui penekanan aktivitas masyarakat dalam sosial ekonomi maupun sosial budaya.