BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) MSDM diperlukan untuk meningkatkan efektivitas sumber daya manusia dalam organisasi. Tujuannya adalah mencapai efisiensi dan menciptakan kerja sama antara pemimpin perusahaan dan bawahan dalam kemajuan perusahaan. Yang dimaksud efisiensi adalah pengunaan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya untuk dapat memenuhi inisiatif pada para tenaga kerja sehingga diharapkan akan dapat membantu dalam mencapai suatu tujuan perusahaan. Sudah merupakan tugas MSDM untuk mengelola manusia seefektif mungkin, agar diperoleh suatu satuan sumber daya manusia yang merasa puas dan memuaskan.
MSDM
merupakan
bagian
dari
manajemen
umum
yang
memfokuskan diri pada sumber daya manusia. Untuk mewujudnya hasil tertentu melalui kegiatan orang-orang. Hal ini berarti bahwa sumber daya manusia berperan
penting dan dominan dalam
manajemen. Oleh karena itu Manajemen dalam setiap kegiatan yg dilakukan oleh orang atau manusia sebagai aktor atau pelaku sangatlah dibutuhkan. Disinilah MSDM sangat berfungsi, baik MSDM sebagai fungsi manajerial maupun MSDM sebagai fungsi operasional.
11
12
2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut para ahli: Veithzal Rivai (2009:1) mengartikan bahwa : ”Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian” Henri Simamora (2004 : 4) menyatakan : “Pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok Pegawai.” Mathis dan Jackson, alih bahasa Jimmi dan Bayu (2006:24) menyatakan: “Manajemen sumber daya manusia berhubungan dengan sistem rancangan formal dalam suatu organisasi untuk menentukan efektifitas dan efisiensi dilihat dari bakat seseorang untuk mewujudkan suatu organisasi.” Berdasarkan pendapat para pakar tersebut maka dapat disimpulkan bahwa MSDM merupakan proses pendayagunaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan melalui fungsi-fungsi MSDM sehingga mampu memberikan kontribusi secara efektif dan efisien sesuai dengan harapan usaha perorangan, badan usaha, perusahaan, lembaga, maupun instansi.
2.1.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Adapun Menurut Veithzal Rivai (2005:14), fungsi MSDM dibagi menjadi 2 (dua), yaitu meliputi:
13
1. Fungsi Manajerial a.
Perencanaan Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan.perencanaan dilakukan dengan menerapkan program kepegawaian yang meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengadaan,
pengembangan,
kompensasi,
pengintegrasian,
pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian program kepegawaian yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. b.
Pengorganisasian Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasikan semua karyawan dengan menerapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi, dengan organisasi yang kuat akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
c.
Pengarahan Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
d.
Pengendalian Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana.
14
2. Fungsi Operasional a.
Pengadaan Tenaga Kerja (SDM) Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
b.
Pengembangan Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual dengan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan yang diberikan dan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini dan di masa yang akan datang.
c.
Kompensasi Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung maupun tidak langsung uang ataupun barang kepada karyawan sebagai balas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada upah minimum pemerintah.
d.
Pengintegrasian Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dengan kebutuhan karyawan agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan.
15
e.
Pemeliharaan Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara kondisi mental, fisik dan loyalitas karyawan agar mereka mau tetap bekerja sama sampai pensiun.
f.
Pemutusan Hubungan Kerja Pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja seseorang/karyawan dari suatu organisasi dikarenakan kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab-sebab lainnya.
2.1.2. Disiplin Kerja Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi karena tanpa dukungan disiplin personil yang baik, maka organisasi akan sulit dalam mewujudkan tujuanya. Jadi dapatlah dikatakan bahwa kedisplinan merupakan kunci keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Disiplin kerja sangat dibutuhkan oleh setiap pegawai sehingga perlu adanya fungsi disiplin kerja yang diantaranya menata kehidupan bersama, membangun kepribadian dan melatih kepribadian
2.1.2.1 Pengertian Disiplin Kerja Veithzal Rivai (2009:444) menyatakan bahwa : “Suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan pegawai agar mereka bersedia mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya
16
untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”. T. Hani Handoko (2008:208) menyatakan bahwa : Disiplin adalah “Kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional”. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan semakin tinggi disiplin kerja yang dapat dicapainya. Menurut Bedjo Siswanto (2005:290), yaitu: Disiplin didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.
2.1.2.2 Pendekatan Disiplin Kerja Dalam pelaksanaan tindakan
disipliner, Veitzal Rivai (2009:445)
menjelaskan tiga pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Aturan tungku panas (hot stove rule). Pendekatan tungku panas ini terfokus pada perilaku masa lalu. 2. Tindakan disiplin progresif (progressive discipline). Tindakan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa terdapat hukuman minimal yang tepat terhadap setiap pelanggaran. Tujuan tindakan ini adalah membentuk
17
program disiplin yang berkembang mulai dari hukuman yang ringan hingga yang sangat keras. Disiplin progressif dirancan untuk memotivasi pegawai agar mengkoreksi kekeliruannya secara sukarela. 3. Tindakan disiplin positif (positive discipline). Disiplin positif tertumpukan pada konsep bahwa para pegawai mesti memikul tanggung jawab atas tingkah laku pribadi mereka dan persyaratan – persyaratan pekerjaan.
2.1.2.3 Mengatur dan Mengelola Disiplin Kerja Menurut pendapat Veitzal Rivai (2009:451) tindakan disipliner itu harus diatur apabila: 1. Seorang pegawai melakukan kesalahan, maka pegawai harus konsekuen terhadap aturan pelanggaran. 2. Tidak dilakukan secara konsekuen berarti pegawai tersebut melecehkan peraturan yang sudah di tetapkan. 3. Kedua hal diatas akan berakibat pemutusan hubungan kerja dan pegawai harus menerima hukuman tersebut. Sedangkan untuk mengelola disiplin diperlukan adanya standar disiplin yang digunakan untuk menentukan bahwa pegawai yang telah diperlukan secara wajar. Beberapa standar dasar disiplin berlaku bagi semua pelanggaran aturan, apakah besar atau kecil. Semua tindakan disipliner perlu mengikuti prosedur yang telah di tetapkan oleh perusahaan.
2.1.2.4 Bentuk-bentuk Disiplin Kerja Menurut Henry Simamora (2004:610), ada tiga bentuk disiplin yaitu:
18
1. Disiplin Manajerial (managerial discipline), dimana segala sesuatu tergantung pada pemimpin dari permulaan hingga akhir. 2. Disiplin tim (team discipline), dimana kesempurnaan kinerja bermuara dari ketergantungan satu sama lain dan ketergantungan ini berkecambah dari suatu komitmen setiap anggota terhadap seluruh organisasi, kegagalan satu orang akan menjadi kejatuhan semua orang. 3. Disiplin diri (self discipline), dimana pelaksanaan tunggal sepenuhnya tergantung pada pelatihan, ketangkasan, dan kendali diri. Sedangkan menurut Anwar Prabu (2011:129-130) membagi bentuk-bentuk disiplin kerja menjadi dua jenis, yaitu: 1. Disiplin Preventif adalah suatu upaya yang menggerakan pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakan pegawai berdisiplin diri. Dengan cara preventif pegawai dapat memelihara dirinya terhadap peratuan-peraturan perusahaan. 2. Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakan pegawai dalam menyatukan suatu perusahaan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan-peraturan
sesuai
dengan
pedoman
yang
berlaku
pada
perusahaan. Pada disiplin korektif, pegawai yang melanggar disiplin perlu diberi sanksi sesuai denga peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah untuk memperbaiki pegawai pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku dan memberikan pelajaran kepada pelanggar.
19
2.1.2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Adanya disiplin kerja dalam perusahaan akan membuat pegawai dapat menjalankan tugas – tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Pegawai yang disiplin dan patuh terhadap norma – norma yang berlaku dalam perusahaan dapat meningkatkan kinerja pegawai yang bersangkutan. Adapun Gouzali syadam (2008:291) antara lain : 1. Besar kecilnya pemberian kompensasi Kompensasi (balas jasa) mempengaruhi tingkat disiplin pegawai. Karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap perusahaan tempat ia bekerja. Semakin besar balas jasa yang diterima pegawai, semakin baik kedisiplinan pegawai karena dengan balas jasa yang besar akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya jika balas jasa yang diterima pegawai kecil, maka kedisiplinan pegawai akan rendah karena pegawai akan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya. 2. Ada tidaknya keteladanan pemimpin dalam perusahaan Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai, apabila tingkah laku pimpinan baik maka disiplin pegawaipun akan baik, sebaliknya jika tingkah laku pimpinan kurang baik maka disiplin pegawaipun akan kurang baik. 3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan Aturan sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan disiplin pegawai, karena dengan adanya aturan, pegawai akan mengetahui aturan yang ada
20
pada perusahaan itu serta sanksi apa yang akan didapat bila melanggar aturan tersebut. 4. Keberanian pemimpin dalam mengambil tindakan Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan pegawai. Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap pegawai yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menetapkan hukuman bagi pegawai yang disipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahannya. Dengan demikian pimpinan tersebut akan dapat memelihara kedisiplinan pegawai. 5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan Pengawasan dari pimpinan sangat diperlukan oleh pegawai dalam meningkatkan kedisipinan. Karena dengan pengawasan ini berarti alasan aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan kinerja pegawai bawahannya. Hal ini berarti atasan selalu hadir di tempat kerja, supaya ia dapat mengawasi dan memberikan petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan pekerjaannya dan juga dapat memberikan metode atau cara yang lebih efektif dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat
mengurangi kesalahan dan
mendukung kedisiplinan dan moral kerja dari pegawai. 6. Ada tidaknya perhatian kepada para pegawai Perhatian dari pimpinan sangat diperlukan pegawai dalam meningkatkan atau mewujudkan disiplin kerja, sebab dengan perhatian, pegawai akan
21
merasa dihargai diri dan hasil kerjanya, dan dengan perhatian akan terwujud hubungan kerjasama yang baik dan harmonis antara atasan dengan bawahan dalam perusahaan yang akan mendukung terbinanya kedisiplinan pegawai yang baik. Sedangkan Malayu S.P Hasibuan (2006:214) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja antara lain: a.
Tujuan dan kemampuan
b.
Teladan pimpinan
c.
Balas jasa
d.
Keadilan
e.
Pengawasan melekat
f.
Sanksi hukuman
g.
Ketegasan
h.
Hubungan kemanusiaan.
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (Pekerjaan) yang di bebankan kepada seorang karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan yang bersangkutan, agar ia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. Tetapi jika pekerjaan itu diluar kemampuannya atau pekerjaan itu di bawah kemampuannya, maka kesungguhan kedisiplinan karyawan ini rendah.
22
2.1.2.6 Indikator Disiplin Kerja Disiplin kerja adalah sikap mental atau keadaan seseorang atau kelompok organisasi dimana ia berniat untuk patuh, taat dan tunduk terhadap peraturan, perintah, dan ketentuan yang berlaku serta mampu mengendalikan diri
dari
dorongan kepentingan dalam upaya pencapaian cita-cita dan tujuan tertentu serta memelihara stabilitas organisasi dan menjalankan standar-standar organisasional. Veithzal Rivai (2009: 444) merumuskan indikator disiplin kerja adalah sebagai berikut: 1. Frekuensi kehadiran Frekuensi kehadiran merupakan salah satu yang dapat dijadikan ukuran disiplin kerja, kehadiran kerja bisa menunjukan tingkat kedisiplinan pegawai pada suatu organisasi. Baik tidaknya frekuensi kehadiran pegawai dalam suatu organisasi akan mengindikasikan baik tidaknya tingkat kedisiplinan dalam organisasi tersebut. 2. Tingkat kewaspadaan Tingkat kewaspadaan pegawai dalam menjalankan pekerjaanya dapat menunjukan tingkat kedisplinan pegawai tersebut. Tingkat kewaspadaan merupakan semua bentuk tindakan yang penuh hat-hati dalam sikap yang penuh kepatuhan terhadap aturan kerja. 3. Ketaatan pada standar kerja Ketaatan pada standar kerja dapat mengindikasikan tingkat kedisplinan kerja pegawai dalam suatu organisasi. Ketaatan pada standar kerja merupakan salah satu sikap disiplin pegawai sehingga apabila pegawai
23
tidak taat pada standar kerja yang ditetapkan oleh organisasi maka itu menunjukan adanya sikap indisipliner dari pegawai tersebut. 4. Ketaatan pada peraturan kerja Ketaatan pada peraturan kerja menjadi salah satu indikator kedisplinan, ketaatan pada peraturan kerja diperlukan untuk menunjukan kedisiplinan pegawai. 5. Etika kerja Kedisiplinan merupakan salah satu sikap atau perilaku pegawai, kedisiplinan sangat erat kaitannya dengan perilaku dan etika, etika kerja merupakan salah satu indikator kedisiplinan, karena jika pegawai benarbenar mempunyai tingkat kedisiplinan tinggi maka dia akan memiliki etika kerja yang baik pula. Karyawan yang mempunyai disiplin kerja yang tinggi akan merasa riskan meninggalkan pekerjaan jika belum selsai, bahkan akan merasa senang jika dapat menyelesaikan tepat waktu, dia mempunyai target dalam menyelesaikan suatu pekerjaan sehingga selalu memprioritaskan pekerjaan mana yang perlu diselesaikan terlebih dahulu.
2.1.2.7 Tujuan Disiplin Kerja Menurut
Bejo
Siswanto
(2005:292),
sebenarnya
sangatlah
sulit
menetapkan tujuan rinci mengapa pembinaan disiplin kerja perlu dilakukan oleh manajemen. Secara umum dapat disebutkan bahwa tujuan utama pembinaan
24
disiplin kerja adalah demi kelangsungan perusahaan sesuai motif perusahaan. Secara khusus tujuan pembinaan disiplin kerja para tenaga kerja antara lain: 1. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen; 2. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya; 3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya; 4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada perusahaan; 5. Tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
2.1.3. Lingkungan Kerja Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para pegawai yang melaksanakan proses produksi tersebut.
25
Lingkungan kerja yang memusatkan bagi pegawainya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja pegawai.
2.1.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang efisien. Beberapa ahli mendifinisikan lingkungan kerja antara lain sebagai berikut : Alex S Nitisemito (2000:183) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut : “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan”. Menurut A.S Munandar ( 2008 : 288 ), yaitu : Lingkugan kerja merupakan lingkungan kerja fisik dan sosial yang meliputi; kondisi fisik, ruang, tempat, peralatan kerja, jenis pekerjaan, atasan, rekan kerja, bawahan, orang diluar perusahaan, budaya perusahaan, kebijakan dan peraturan - peraturan perusahaan.
26
Sedarmayati (2009:1) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut: “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar pegawai pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.
2.1.3.2 Jenis Lingkungan Kerja Sedarmayanti (2009:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni: 1. Lingkungan kerja Fisik Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun scara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni : a.
Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pegawai (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya)
b.
Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.
27
Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap pegawai, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai. 2. Lingkungan Kerja Non Fisik Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Alex S. Nitisemito, (2000 : 183) mengatakan: “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang berada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugastugas yang dibebankan”. Alex Nitisemito (2000:171-173) menyatakan bahwa: Perusahaan
hendaknya
dapat
mencerminkan
kondisi
yang
mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Suryadi Perwiro Sentoso (2001:19-21) yang mengutip pernyataan Myon Woo Lee sang pencetus teori W dalam Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, menyatakan bahwa:
28
Pihak manajemen perusahaan hendaknya membangun suatu iklim dan suasana kerja yang bisa membangkitkan rasa kekeluargaan untuk mencapai tujuan bersama. Pihak manajemen perusahaan juga hendaknya mampu mendorong inisiatif dan kreativitas. Kondisi seperti inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme untuk bersatu dalam organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan.
2.1.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja Pegawai akan mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan kerja yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila pegawai dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2009 : 22 ) yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja, diantaranya adalah : 1. Penerangan atau cahaya di tempat kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak
29
menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai. Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat yaitu : a.
Cahaya langsung
b.
Cahaya setengah langsung
c.
Cahaya tidak langsung
d.
Cahaya setengah tidak langsung
2. Temperatur di Tempat Kerja Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur
berbeda.
Tubuh
manusia
selalu
berusaha
untuk
mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. Pengaturan suhu udara dan sirkulasi udara dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
30
a.
Ventilasi yang cukup pada ruangan Dengan ventilasi yang cukup, maka perputaran udara yang memadai diharapkan dapat terjadi pada masing – masing ruang kerja. dengan terjadinya perputaran udara yang cukup didalam ruang kerja pegawai, maka dampak pengotoran udara dalam kantor serta panas yang terjadi didalam ruangan kerja dapat dikurangi sampai dengan jumlah tertentu.
b.
Pemasangan kipas angin Dengan pemasangan kipas angin dalam ruang kerja maka sirkulasi udara didalam ruangan akan berjalan dengan baik. Disamping kipas angin yang berfungsi sebagai sirkulasi udara, terdapat pula kipas angin yang berfungsi sebagai ventilasi. Kipas angin jenis ini dapat diatur pemakaiannya apakah akan memasukan udara atau mengeluarkan dari ruang kerja.
c.
Pemasangan Air Conditioning (AC) Merupakan alat pengatur suhu udara yang dapat memberikan kesejukan di ruang kerja pegawai dan dapat juga menghilangkan kelembapan dalam ruang kerja sehingga barang dan peralatan yang ada didalam ruang kerja daya tahannya menjadi lama. Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan
memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap pegawai karena kemampuan beradaptasi tiap pegawai berbeda, tergantung di daerah bagaimana pegawai dapat hidup.
31
3. Kelembapan di tempat kerja Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia
pada saat
menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya. 4. Sirkulasi udara di tempat kerja Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahkluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan
32
memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja. 5. Kebisingan di tempat kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan
pekerjaan
dapat
dilakukan
dengan
efisien
sehingga
produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentuikan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : a.
Lamanya kebisingan
b.
Intensitas kebisingan
c.
Frekwensi kebisingan
Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang. 6. Getaran mekanis di tempat kerja Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh pegawai dan
33
dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal : a.
Kosentrasi bekerja
b.
Datangnya kelelahan
c.
Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,lain.
7. Bau tidak sedap ditempat kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja. 8. Tata warna di tempat kerja Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh
34
warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia. 9. Dekorasi di tempat kerja Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja. 10. Musik di tempat kerja Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang pegawai untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja. 11. Keamanan di tempat kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM).
2.1.3.4 Indikator Lingkungan Kerja Indikator-indikator lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2009:46) adalah sebagai berikut : 1. Kebisingan
35
2. Keamanan 3. Penerangan 4. Hubungan dengan atasan 5. Hubungan rekan kerja setingkat 6. Hubungan bawahan
2.1.4. Kinerja Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki
derajat
kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup untuk mengerjakan sesuatu pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan prilaku nyata yang ditampilkan setiap orang yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya
2.1.4.1 Pengertian Kinerja Bernardin dan Russel dalam Faustino Cardoso Gomes (2003:91) memberikan pengertian kinerja sebagai berikut : “Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu”. Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak (2005), yaitu:
36
“Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut”. Mathis dan Jackson yang diterjemahkan oleh Diana Angelica (2004:378) mengemukakan bahwa: “kinerja (performance) pada dasarnya apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan”. Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian bahwa kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik.
2.1.4.2 Penilaian Kinerja Karyawan Untuk mengetahui kinerja pegawai-pegawai tersebut tinggi atau rendah diperlukan penilaian yang baik dari pihak manajemen, jika sistem penilaian tidak baik maka penerapan kinerja pegawai juga tidak akan efektif. ini di kemukakan oleh Wilkerson yang di terjemahkan oleh A. Usmara (2007 : 219 ), bahwa
37
kebanyakan penilaian kinerja pegawai selama ini tidak bisa diterima karena memiliki kelemahan, yakni : 1.
Pekerjaan staf, manajer diikat banyak sistem, proses dan orang. Tetapi fokus penilaian kinerja pegawai hanya pada individu, hal ini menghasilkan penilaian yang bersifat individual bukan sebagai suatu sistem dalam suatu organisasi.
2.
Penilaian kinerja pegawai menganggap sistem dalam organisasi tersebut konsisten, dan dapat diprediksi. Padahal dalam kenyataan sistem dan proses merupakan subyek yang dapat berubah karena secara sadar manajeman harus melakukan perubahan sesuai dengan kemampuannya serta tuntutan bisnis.
3.
Penilaian kinerja pegawai menuntut persyaratan proses penilaian yang objektif, konsisten dapat dipercaya dan adil, tetapi disisi lain penilaian kinerja pegawai akan dapat dilihat pegawai sebagai hal yang mendadak dan didasarkan favoritisme. Penilaian kinerja pegawai diharapkan mampu mengukur kinerja pegawai-
pegawai dan dapat bermanfaat bagi pengembangan pegawai pada kondisi-kondisi tertentu sehingga pegawai dapat dengan cepat meningkatkan kinerja pegawainya.
2.1.4.3 Syarat Penilaian Kinerja Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian kinerja yang efektif (Gomes, 2003), yaitu: 1. Adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif; 2. Adanya objektivitas dalam proses evaluasi.
38
Sedangkan dari sudut pandang kegunaan kinerja itu sendiri, Sondang Siagian (2002) menjelaskan bahwa bagi individu penilaian kinerja berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi, hasil penilaian kinerja sangat penting dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan tentang berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai aspek lain dalam proses manajemen sumber daya manusia. Berdasarkan kegunaan tersebut, maka penilaian yang baik harus dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara objektif serta didokumentasikan secara sistematik. Dengan demikian, dalam melalukan penilaian atas kinerja para pegawai harus terdapat interaksi positif dan kontinu antara para pejabat pimpinan dan bagian kepegawaian
2.1.4.4 Metode Penilaian Kinerja Terdapat beberapa metode dalam mengukur prestasi kerja, sebagaimana diungkapkan oleh Gomes (2003:137-145), yaitu : 1. Metode Tradisional Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana untuk menilai prestasi kerja dan diterapkan secara tidak sistematis maupun sistematis.
39
Yang termasuk kedalam metode tradisional adalah: a.
Rating scale Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisitaif, ketergantungan, kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya.
b.
Employee comparation Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya. Metode ini terdiri dari: 1. Alternation ranking Metode penilaian dengan cara mengurutkan peringkat (ranking) pegawai dimulai dari yang terendah sampai yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. 2. Paired comparation Metode penilaian dengan cara seorang pegawai dibandingkan dengan seluruh pegawai lainnya, sehingga terdapat berbagai alternatif keputusan yang akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah pegawai yang relatif sedikit. 3. Porced comparation (grading) Metode ini sama dengan paired comparation, tetapi digunakan untuk jumlah pegawai yang relative banyak.
40
c.
Check list Metode ini hanya memberikan masukan/informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia.
d.
Freeform essay Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan orang / karyawan / pegawai yang sedang dinilainya.
e.
Critical incident Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan kedalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya. Misalnya mengenai inisiatif, kerjasama, dan keselamatan.
2. Metode Modern Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam menilai prestasi kerja. Yang termasuk kedalam metode modern ini adalah: a.
Assessment centre Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun kombinasi dari luar dan dari dalam.
b.
Management by objective (MBO = MBS) Dalam metode ini pegawai langsung diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan kemampuan
41
bawahan
dalam
menentukan
sasarannya masing-masing
yang
ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan. c.
Human asset accounting Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan.
2.1.4.5 Indikator Kinerja Mathis dan Jackson yang diterjemahkan oleh Diana Angelica (2004:378), menyatakan elemen-elemen pada kinerja, yaitu: 1. Kuantitas dari hasil Menunjukan banyaknya jumlah jenis pekerjaan yang dilakukan dalam satu waktu sehingga efisiensi dan efektivitas dapat terlaksana sesuai dengan tujuan perusahaan. 2. Kualitas dari hasil Menunjukan kerapihan, ketelitian, keterkaitan hasil kerja dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan. Adanya kualitas kerja yang baik dapat menghindari tingkat kesalahan dalam penyelesaian suatu pekerjaan yang dapat bermanfaat bagi kemajuan perusahaan. Kualitas pun menyangkut kepribadian dan kepemimpinan.
42
3. Ketepatan waktu dari hasil Menunjukkan
seberapa
besar
karyawan
dalam
menerima
dan
melaksanakan pekerjaannya, mempertanggung jawabkan hasil kerja serta sarana dan prasarana yang digunakan dan perilaku kerjanya setiap hari. 4. Kehadiran Menunjukkan kedisiplinan dan kepedulian terhadap perusahaan agar tujuan perusahaan dan tujuan karyawanpun dapat berlangsung secara efektif dan efisien. 5. Kemampuan bekerja sama Kesediaan karyawan untuk berpartisipasi dengan karyawan yang lain secara vertikal dan horizontal baik didalam maupun diluar pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.
2.1.4.6 Tujuan dan Kegunaan Penilaian Kinerja Karyawan Menurut Handoko (2005:69) mengatakan bahwa penilaian kinerja dapat digunakan untuk : 1. Perbaikan kinerja, umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk meningkatkan prestasi. 2. Penyesuaian-penyesuaian gaji, evaluasi kinerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk gaji lainnya.
43
3. Keputusan-keputusan
penempatan,
promosi
dan
mutasi
biasanya
didasarkan atas kinerja masa lalu. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap kinerja masa lalu. 4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan, kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya latihan. Demikian juga sebaliknya, kinerja
yang
baik
mungkin
mencerminkan
potensi
yang
harus
dikembangkan. 5. Perencanaan dan pengembangan karier, umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti. 6. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing, kinerja yang baik atau buruk adalah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia. 7. Melihat ketidak akuratan informasional, kinerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumber daya manusia atau komponen-komponen lain, seperti sistim informasi manajemen. Menggantungkan pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan personalia yang tidak tepat. 8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan, kinerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.
44
9. Menjamin kesempatan yang adil, penilaian kinerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa deskriminasi. 10. Melihat tantangan-tantangan eksternal, kadang-kadang prestasi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan dan masalah-masalah pribadi lainnya. Berdasarkan penilaian kinerja, departemen personalia mungkin dapat menawarkan bantuan.
2.2.
Kerangka Pemikiran Setelah mempelajari teori-teori yang mendukung penelitian di atas,
variabel disiplin kerja, lingkungan kerja dan kinerja karyawan
maka dapat
dibangun acuan kerangka pemikiran penelitian ini, bahwa disiplin kerja merupakan tingkah laku yang sesuai dengan peraturan – peraturan dari perusahaan baik tertulis maupun tidak, pada akhirnya ditujukan untuk pencapaian kinerja yang baik pada perusahaan. Disiplin kerja juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan maka suasana disiplin perusahaan dapat melaksanakan program – program kerjanya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan demikian dari beberapa penjelasan di atas yang dikemukakan bahwa dalam disiplin kerja dapat meningkatkan kinerja karyawan karena seorang karyawan akan melaksanakan tugasnya dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan
45
norma – norma sosial yang berlaku meningkatkan kinerja melalui orang lain, menciptakan iklim kebersamnaan dan komitmen dalam perusahaan sehingga disiplin kerja dapat mendukung kinerjanya. Pernyataan tentang suatu keterkaitan antara disiplin kerja terhadap kinerja yang dikemukakan oleh Veitzhal Rivai (2005 : 444) bahwa : “Disiplin Kerja merupakan suatu alat yang digunakan para manajer untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma – norma sosial yang berlaku, meningkatkan kinerja pegawai melalui orang berarti menciptakan iklim kebersamaan dan komitmen dalam perusahaan sehingga disiplin kerja dapat mendukung kinerja pegawai” Teori ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Budi Setiyawan dan Waridin (2006) menyatakan bahwa disiplin kerja karyawan bagian dari faktor kinerja. Disiplin kerja harus dimiliki setiap karyawan dan harus dibudayakan di kalangan karyawan agar bisa mendukung tercapainya tujuan organisasi karena merupakan wujud dari kepatuhan terhadap aturan kerja dan juga sebagai tanggung jawab diri terhadap perusahaan. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin merupakan sikap kesetiaan dan ketaatan seseorang atau sekelompok orang terhadap peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Hal demikian membuktikan bila kedisiplinan karyawan memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan. Faktor lain
yang mempengaruhi kinerja yaitu lingkungan kerja,
Lingkungan kerja yang baik sangat diperlukan untuk membantu para pegawai dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Perusahaan bisa melaksanakan
46
tugas-tugasnya dengan baik. Perusahaan bisa menyediakan lingkungan kerja melalui adanya fasilitas ibadah, fasilitas kerja, fasilitas transpotasi untuk membantu para pekerja agar dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan perusahaan dengan baik. Pernyataan tentang suatu keterkaitan antara lingkungan kerja terhadap kinerja yang dikemukakan oleh Sedarmayanti (2009 : 1) bahwa : “Lingkungan kerja merupakan keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok. Lingkungan kerja yang baik dalam arti memberikan dampak positif bagi segala aktivitas yang mengarah pada pencapaian tujuan perusahaan dapat menjadikan situasi kerja yang menyenangkan bagi pegawai, sehingga akan meningkatkan kinerja pegawai pegawai”. Teori ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Ika (2011), Menunjukan bahwa lingkungan kerja mempunyai pengaruh terhadap kinerja pegawai di Pamella Swalayan Dua Kota Yogyakarta. Lingkungan kerja yang baik diciptakan oleh perusahan akan sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup dari perusahaan karena tidak jarang terjadi suatu perusahaan gulung tikar karena faktor lingkungan kerja pegawainya tidak diperhatikan dengan baik. Lingkungan kerja yang kondusif yang diciptakan oleh pegawai dan perusahaan akan mendorong efektivitas dari perusahaan tersebut didalam menjalankan roda organisasinya. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bukan hanya disiplin kerja saja yang mempengaruhi kinerja pegawai melainkan variabel lingkungan kerja juga ikut mempengaruhi kinerja pegawai di suatu perusahaan. Tanpa adanya dukungan fasilitas atau lingkungan yang baik, aman, nyaman dan bersih tingkat kinerja pegawai akan menurun dan berakibat buruk bagi perusahaan.
47
Pendapat-pendapat tersebut menjelaskan pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja. Disiplin dan lingkungan kerja secara bersama-sama mempengaruhi terhadap kinerja disampaikan oleh penelitian Eko Rosnanda Putra (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Disiplin Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja pegawai di Workshop PT. Dunia Marine Internusa Pekanbaru.” Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa disiplin dan variabel lingkungan kerja memiliki dampak yang signifikan dan positif terhadap kinerja pegawai secara bersamaan. Berdasarkan kerangka pemikiran maka dapat disusun suatu paradigma peneltian, seperti yang disajikan dalam gambar berikut ini :
Disiplin Kerja
Veitzhal Rivai (2005), Budi Setiyawan dan Waridin (2006)
Putra (2012)
Kinerja
Lingkungan Kerja Sedarmayanti (2009), Ika (2011)
Gambar 2. 1. Paradigma Penelitian
2.3.
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran dan paradigma penelitian maka dapat
disusun hipotesis-nya sebagai berikut: H1
Terdapat pengaruh Kedisiplinan Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap
H2
Terdapat pengaruh Kedisiplinan Kerja terhadap Kinerja
H3
Kinerja Karyawan.
Terdapat pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja.