BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN ALUR PENELITIAN
A. Kajian Teori 1. Pengembangan Media Seiring dengan perkembangan zaman tentu akan diikuti juga dengan perkembangan ilmu pengetahuannya. Telah banyak pembaharuan yang dilakukan didalam ilmu pengetahuan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Salah satu peningkatkan itu ialah media pembelajaran yang dilakukan dengan berbagai penelitian pengembangan. Nana Syaodih Sukamadinata (2010: 164) menyatakan bahwa penelitian pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk menggembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada sebelumnya. Produk tersebut dapat berupa perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan lain sebagainya. Menurut Suginono (2012: 407) pengembangan media (Research and Development) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Brog dan Gall (2003: 624) menambahkan educational research and development is a process used to develop and validate educational product bisa diartikan bahwa penelitian pengembangan dalam hal ini dibidang pendidikan digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut Nusa Putra (2012:
13
14
88) menyebutkan bahwa pengembangan media research and development tepat digunakan untuk meneliti dengan inovasi untuk menemukan model, produk, prosedur, metode baru dan hendak mengukur efektivitas, produktivitas dan kualitasnya. Dari para penuturan ahli diatas maka bisa disimpulkan bahwa penelitian pengembangan atau biasa dikenal sebagai research and development merupakan suatu langkah pengembangan yang bertujuan untuk menciptakan suatu produk atau metode yang baru atau menyempurnakan produk atau metode yang telah ada dan banyak digunakan, untuk selanjutnya diuji keefektivan dan validitasnya. Di dalam bidang
pendidikan
proses
pengembangan
diharapkan
bisa
mengembangkan alat atau media pembelajaran menjadi sesuatu yang lebih baik dan baru untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Pada penelitian pengembangan atau research and development terdapat beberapa model yang dijadikan acuan untuk melakukan pengembangan, diantaranya ialah model pengembangan ADDIE, ASSURE, Dick & Carey dan SAFE. Model-model pengembangan ini memiliki keunggulannya masing-masing dan kali ini peneliti memilih model ADDIE untuk mengembangkan media pembelajaran mobile learning berbasis Android ini. Model pengembangan ADDIE merupakan singkatan dari Analysis (Analisis), Design (Desain), Development (Pengembangan),
Implementation
(Implementasi)
dan
Evaluation
(Evaluasi) (Molenda & Elizabeth, 2008: 107). Lebih lanjut langkahlangkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
15
a.
Analysis (Analisis) Tahap analisis merupakan tahap pertama dalam model pengembangan ini, pada analisis terjadi suatu proses untuk mendefinisikan apa yang hendak dipelajari oleh siswa seperti, melakukan analisis kebutuhan, mengidentifikasi kebutuhan dan melakukan analisis tugas. Hasilnya berupa temuan yang berguna untuk penelitiaan semisal karakteristik peserta didik, identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas.
b. Design (Desain) Merupakan suatu tahapan atau proses yang sering dikenal dengan membuat suatu rancangan untuk merumuskan tujuan pembelajaran yang Spesific, Measurable, Applicable, Realistic dan Times (SMART). Langkah berikutnya ialah menyusun tes berdasarkan tujuan pembelajaran. Pada tahap ini ada banyak pilihan metode dan media yang dapat dipilih, peneliti harus bias menentukan kombinasi metode dan media apa yang paling sesuai untuk kebutuhan siswa. c.
Development (Pengembangan) Pengembangan merupakan sebuah proses mengkreasikan atau mewujudkan secara nyata rancangan yang telah disusun. Lingkungan belajar yang mendukung proses pembelajaran harus disiapkan pada tahanpan ini, hingga pada akhirnya rancangan yang telah kita siapkan siap untuk diimplementasikan.
16
d. Implementation (Implementasi) Implementasi merupakan puncak dari sebuah pengembangan, pada tahap ini peneliti mengambil langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang telah dikembangkan kepada siswa. Oleh sebab itu sebelum melakukan implementasi semua rancangan dan juga penataan lingkungan belajar haruslah sudah matang atau siap untuk mengimplementasikan sistem pembelajaran yang dikembangkan tersebut . e.
Evaluation (Evaluasi) Untuk melihat hasil dari sistem pembelajaran yang sedang dikembangkan dan telah diimplementasikan maka selanjutnya masuk pada tahap evaluasi. Evaluasi yang terjadi pada setiap tahap dinamakan evaluasi formatif, hal ini bertujuan untuk memudahkan peneliti untuk merevisi beberapa hal yang dianggap kurang atau belum pas dengan yang diharapkan. Selain itu evaluasi juga memanfaatkan tim ahli untuk membantu penilaian.
2. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Secara etimologis, kata media berasal dari Bahasa Latin, merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berarti tengah, perantara, atau pengantar. Medium menurut Heinich et.al. (2002); Ibrahim (1997); Ibrahim et.al.
(2001)
didefinisikan
sebagai,
17
“Perantara atau
pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim
menuju penerima” (Daryanto, 2010:4). Istilah pengantar menurut Bovee (1977) digunakan karena fungsi media sebagai perantara atau pengantar suatu pesan dari si pengirim (sender) kepada si penerima (receiver) pesan (Asyhar, 2012:4). Kemudian berkembanglah berbagai definisi mengenai media yang dikemukakan oleh beberapa ahli. The
Assossiation
of
Education
Communication and
Technology (AECT) menyatakan bahwa, “Media adalah apa saja yang digunakan untuk menyalurkan Selanjutnya
dalam
informasi”
(Asyhar,
2012:4).
Asyhar (2012), Mc Luhan memaknai media
sebagai saluran informasi (hlm.4). Pengertian media diungkapakan oleh Arsyad (2010), “Dalam Bahasa Arab, media adalah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan” (hlm. 3). Criticos (1996) berpendapat, “Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menju komunikan” (Daryanto, 2010:5). Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa media merupakan alat pengantar komunikasi dan proses pembelajaran merupakan pembelajaran pembelajaran.
merupakan
proses alat
komunikasi, pengantar
sehingga
media
komunikasi
dalam
18
Berdasarkan kesimpulan yang diungkapkan oleh Midun (2009) bahwa, “Media berada di antara (di tengah) dua hal, yaitu yang menulis/ membuat media (source) dan orang yang menerima (membaca, mendengar, melihat) media (dalam komunikasi disebut receiver, penerima, audience, atau komunikan)” (Asyhar, 2012:5), maka dapat digambarkan komponen dalam dengan
Model S-M-C-R
(Source,
proses
komunikasi
Media, Channel, Reserver)
oleh Miarso (1985) dalam Asyhar, (2012:5) seperti berikut.
G a m b Sumber aInformasi r
Informasi/Pesan Penerima Indormasi Media
1 G Gambar 1: Proses Komunikasi Kemp dalam Asyhar (2012) menyatakan, “Pesan yang masih berada pada pikiran (mind) pembicara tidak akan sampai ke penerima pesan apabila tidak dibantu dengan sebuah media sebagai perantara” (hlm. 5). Selanjutnya Kemp menambahkan bahwa: Selain media, pesan akan sampai kepada si penerima pesan apabila terjadi proses pengkodean (encoding) pesan tersebut. Jadi, sebelum sampai ke penerima, pesan tersebut harus dikodekan terlebih dahulu melalui simbol verbal maupun nonverbal. Setelah pesan itu diartikan oleh penerima pesan, barulah penerima pesan memberikan respon (umpan balik) kepada pengirim pesan. Di sinilah terjadinya komunikasi efektif (Asyhar, 2012:6).
19
Pesan Diterima
Pengkodean Pesan
Sumber Pesan
Pesan Diartikan
Saluran
Balikan Gambar 2: Komunikasi Efektif Kata pembelajaran merupakan terjemahan dari istilah Bahasa Inggris, yaitu instruction, dan oleh Asyhar (2012) diartikan sebagai proses interaktif antara guru dan siswa yang berlangsung secara dinamis, berbeda dengan istilah teaching yang berarti mengajar (hlm.6).
Saputro
(1996) dalam Asyhar menjelaskan lebih jauh
bahwa: Penggunaan istilah ‘pembelajaran’ sebagai pengganti istilah lama ‘Proses Belajar-Mengajar (PBM)’ tidak hanya sekedar merubah istilah, melainkan perubahan peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak hanya mengajar, melainkan membelajarkan peserta didik agar mau belajar (hlm. 6). Asyhar (2012) menyimpulkan bahwa, “Pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan peserta didik, dan media pembelajaran
berperan
pesan-pesan pembelajaran” (hlm. 7).
untuk
menyampaikan
20
Setelah
memaknai
masing-masing
kata
“media”
dan
“pembelajaran” secara terpisah, maka dengan menggabungkan kedua istilah tersebut, pengertian “media pembelajaran” dapat dipahami dengan mudah. Media pembelajaran menurut Gerlach & Elv (1971), “…memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu termasuk manusia, materi, atau kajian yang membangun suatu kondisi yang membuat peserta didik memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap” (Asyhar, 2012: 7-8). Berbeda dengan Gerlach & Ely, Briggs dalam Anitah (2008) mengatakan bahwa: “Media pembelajaran pada hakekatnya
adalah
peralatan
fisik
untuk
membawakan
atau
menyempurnakan isi pembelajaran” (hlm 1). Pengertian
media
pembelajaran
dikutip
dari
pendapat
Asyhar (2012) bahwa, “Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari suatu sumber terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan kondusif” (hlm 8). Mengambil kesimpulan dari pendapat yang telah diungkapkan oleh para ahli tersebut, media pembelajaran adalah perantara atau pengantar pesan/ informasi dari sumber belajar kepada penerima pesan belajar (siswa) dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar.
21
b. Fungsi Media Pembelajaran Penggunaan media dalam pembelajaran tidak hanya berperan sebagai alat bantu akan tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lain, sebagai- mana
disarikan dari tulisan
Asyhar
(2012),
bahwa
fungsi-fungsi media dalam pembelajaran dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Sebagai sumber belajar, bahwa media berfungsi sebagai penyalur, penyampai, penghubung pesan/pengetahuan dari guru kepada siswa. 2) Fungsi sematik, yakni media berfungsi dalam memberikan pemahaman yang benar dan memperjelas arti dari suatu kata, istilah, tanda, atau simbol. 3) Fungsi manipulatif, yakni berkaitan dengan kemampuan media untuk menampilkan kembali suatu objek atau peristiwa/kejadian dengan berbagai macam cara, sesuai kondisi, situasi, tujuan, dan sasaran. Hal ini sangat dibutuhkan untuk menggambarkan benda/peristiwa yang terlalu besar, terlalu kecil, atau terlalu berbahaya untuk diamati langsung. 4) Fungsi fiksatif, berkaitan dengan kemampuan media untuk menangkap, menyimpan, menampilkan kembali sautu objek atau kejadian yang sudah lama terjadi, maka fungsi ini terkait dengan kemampuan media dalam merekam (record) objek atau peristiwa.
22
5) Fungsi distirbutif, maksudnya dalam sekali penampilan suatu materi, objek, atau kejadian dapat diikuti peserta didik dalam jumlah besar dan dalam jangkauan yang sangat luas, sehingga dapat meningkatkan efisiensi waktu dan biaya. 6) Fungsi psikologis, yakni fungsi yang berkaitan dengan aspek psikologis yang mencakup fungsi atensi (menarik perhatian), fungsi afektif (menggugah perasaan/emosi), fungsi kognitif (mengembangkan kemampuan daya pikir), fungsi imajinatif, dan fungsi motivasi (mendorong peserta didik membangkitkan minat belajar). 7) Fungsi psikomotorik, adalah fungsi media dalam meningkatkan keterampilan fisik peserta didik. 8) Fungsi
sosio-kultural,
yakni
media
pembelajaran
dapat
memberikan rangsangan persepsi yang sama kepada peserta didik. Sama halnya dengan fungsi-fungsi media yang disebutkan oleh
Asyhar
tersebut,
Daryanto
mengungkapkan beberapa fungsi
(2010:
media
dalam
10-12)
juga
pembelajaran
yang dirangkum sebagai berikut: (1) menyaksikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau; (2) mengamati benda/peristiwa
yang
sukar dikunjungi; (3) memperoleh gambaran yang jelas tentang benda/hal-hal yang sukar diamati secara langsung; (4) mendengar suara yang sukar ditangkap telinga secara langsung; (5) meneliti binatang yang sukar diamati; 6) mengamati peristiwa yang jarang
23
terjadi; (7) mengamati benda yang mudah rusak/diawetkan; (8) membandingkan dua buah atau beberapa benda dengan mudah; (9) melihat dengan cepat suatu proses yang lambat atau sebaliknya; (10) melihat bagian yang tersembunyi dari suatu alat; (11) dapat belajar sesuai kemampuan, minat, dan temponya masing-masing. Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat banyak sekali fungsi-fungsi dari sebuah media pembelajaran yang
dapat
digunakan
untuk
menyampaikan
pesan-pesan
pembelajaran dari penyampai pesan (guru) kepada para penerima pesan (peserta didik). Sehingga dapat disimpulkan, secara umum fungsi adanya media pembelajaran
yaitu
diharapkan
mampu
memperkuat respon penerima secepat dan sesering mungkin setiap kali informasi perlu disampaikan. c. Manfaat Media Pembelajaran Apabila media pembelajaran dipilih, dikembangkan, dan digunakan secara baik dan tepat, maka akan memberi manfaat yang sangat besar bagi guru dan siswa. Secara umum manfaat dari media pembelajaran diungkapkan oleh Aqib (2013), yaitu: (1) menyeragamkan penyampaian materi, (2) pembelajaran lebih jelas dan menarik, (3) proses pembelajaran lebih interaktif, (4) efisiensi waktu dan tenaga, (5) meningkatkan kualitas hasil belajar, (6) belajar dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja, (7) menumbuhkan sikap positif belajar terhadap proses dan materi belajar, (8) meningkatkan peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif (hlm. 51). Sementara Daryanto berpendapat bahwa manfaat umum yang
24
dapat diperoleh dari penggunaan media pembelajaran adalah, “Proses pembelajaran
lebih
menarik,
lebih
interaktif,
jumlah
waktu mengajar dikurangi, kualitas belajar ditingkatkan, proses belajar mengajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, serta
sikap
memperinci
belajar
ditingkatkan”
manfaat-manfaat
media
(2010:52). Midun (2009) pembelajaran
berdasarkan
fungsi-fungsi yang dapat ditampilkan media pembelajaran bagi peserta didik, dirangkum sebagai berikut: (1) memperluas cakrawala sajian materi pembelajaran yang diberikan di kelas; (2) memberikan pengalaman beragam selama proses pembelajaran; (3) memberikan pengalaman belajar yang kongkret; (4) menyajikan sesuatu yang sulit diadakan, dikunjungi, atau dilihat secara langsung dalam pembelajaran; (5) memberikan informasi yang akurat dan terbaru;(6) menambah kemenarikan tampilan materi; (7) merangsang pemikiran kritis; (8) meningkatkan efesiensi proses pembelajaran; (9) mampu memecahkan masalah-masalah pendidikan (Asyhar, 2012:42-43). Media pembelajaran yang baik tentu akan memberikan manfaat dan dampak yang positif dalam pembelajaran, hal tersebut telah dibuktikan dalam penelitiannya Kemp & Dayton yang dikutip dari Arsyad (2010:1) dalam pendapatnya, dirangkum sebagai berikut: 1) Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Meskipun penafsiran para guru terhadap isi pelajaran yang berbeda-beda, hal ini dapat dikurangi dengan menggunakan informasi yang sama.
25
2) Pengajaran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagi penarik perhatian dan membuat siswa tetap memperhatikan. Dengan kejelasan dan keruntutan pesan yang akan disampaikan serta daya tarik image, menunjukkan bahwa media dapat aspek untuk membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam belajar. 3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dengan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan. 4) Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat karena kebanyakan media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan pesan dan isi pelajaran. 5) Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata
dan
gambar
sebagai
media
pembelajaran
dapat
mengkomunikasikan elemen- elemen pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik, dan jelas. 6) Pembelajaran dapat diberikan kapan dan di mana di inginkan atau diperlukan terlebih jika media pembelajaran disusun untuk penggunaan secara individu. 7) Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan. 8) Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif, beban guru untuk menjelaskan isi pelajaran dapat dikurangi sehingga guru
26
dapat memusatkan perhatian kepada aspek penting lain, misalnya sebagai konsultan atau penasehat siswa. d. Jenis-jenis Media Pembelajaran Beragam
jenis
dan
format
media
telah
dikembangkan
dan digunakan dalam pembelajaran. Pada dasarnya semua jenis media pembelajaran yang ada hingga saat ini dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: media visual, media audio, media audio-visual, dan multimedia. Berikut penjelasan lebih jauh mengenai keempat jenis media tersebut. 1) Media Visual Media visual merupakan jenis media yang digunakan dengan hanya mengandalkan indera penglihatan saja. Anitah (2008:7) menjelaskan bahwa media visual juga disebut media pandang, karena seseorang dapat menghayati media tersebut melalui penglihatannya. “Dengan media ini, pengalaman belajar yang dialami peserta didik sangat bergantung pada kemampuan penglihatannya” (Asyhar, 2012:45). Ada pun contoh dari media visual yang dibedakan berdasarkan media visual yang tidak diproyeksikan dan media visual yang diproyeksi- kan, sebagaimana diungkapkan oleh Anitah (2008) berikut:
27
a) Media visual yang tidak diproyeksikan; gambar, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta datar, relia dan model, dan papan. b) Media visual yang diproyeksikan; Overhead Projektor (OHP), Slide (Film Bingkai), Filmstrip (Film Rangkai), dan Opaque Projektor. 2) Media Audio Sama halnya dengan media visual, media audio juga merupakan jenis media yang digunakan dengan hanya melibatkan satu indera, yakni indera mengungkapkan,
pendengaran.
“Media
audio
penyampaian pesannya hanya dapat
Asyhar
adalah
(2012)
media
yang
diterima oleh indera
pendengaran” (hlm. 73), kemudian Ashar juga menambahkan bahwa
pesan
atau
informasi
yang
akan
disampaikan,
dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif berupa kata-kata, musik, dan efek suara (2012:73). Sedangkan
Anitah
(2008)
membagi
kegiatan
mendengarkan/ menyimak dalam pembelajaran ke dalam beberapa langkah berikut: Pertama, dalam proses mendengarkan, seseorang mendengar secara aktual karena adanya stimulus auditif; Kedua, otak perlu meneruskan stimulus tersebut ke dalam urat syaraf otak dan memprosesnya; Akhirnya, menghubungkan aspek kognitif yang sesuai dengan informasi baru tersebut ke peristiwa ingatan riil atau ke materi yang telah dipelajari sebelumnya. Seluruh kegiatan tersebut merupakan kegiatan kompleks dan intuitif (hlm. 37)
28
3) Media Audio-Visual Apabila media visual hanya melibatkan indera penglihatan saja dan media audio hanya melibatkan indera pendengaran saja, maka media audio-visual merupakan media yang menggabungkan kemampuan pendengaran dan kemampuan penglihatan dalam menangkap informasi. Media Audio-Visual dijekasjkan oleh Asyhar (2012), “Media ini dapat menampilkan unsur gambar (visual)
dan suara
(audio)
secara
bersamaan pada
saat
mengkomunikasikan pesan atau informasi” (hlm. 73). Melalui media audio-visual, seseorang tidak hanya dapat mendengar atau melihat saja, sebagaimana diungkapkan Anitah, melalui media ini seseorang dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang divisualisasikan (2008:49). 4) Multimedia Meyer (2009) mendefinisikan multimedia sebagai media yang menghasilkan Sementara
bunyi
dan
Martin (2010) dalam
teks
(Arsyad,
Asyhar,
2012:45).
membedakan
multimedia dengan media audio- visual, “Video conference dan cassette termasuk media audio-visual dan aplikasi komputer interaktif dan non interkatif merupakan contoh multimedia” (2012: 45). Selanjutnya Asyhar (2012) menyimpulkan bahwa, “Multimedia merupakan media berbasis komputer yang meng-
29
gunakan berbagai jenis media secara terintegrasi dalam satu kegiatan” (hlm. 45-46). Multimedia oleh Daryanto di bagi menjadi dua kategori yaitu: multimedia linier dan multimedia interaktif. Daryanto (2010) juga menjelaskan bahwa, “Multimedia linier adalah multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat dioperasikan oleh pengguna dan multimedia interaktif adalah multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna” (hlm. 51). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui multimedia interaktif, pengguna dapat
memilih
apa
yang dikehendaki
untuk proses selanjutnya. Karakteristik
multimedia
pembelajaran
dikutip
dari
penjelasan Daryanto (2010:53) adalah sebagai berikut: (a) memiliki lebih dari satu media
yang
konvergen,
misalnya
menggabungkan unsur audio dan visual; (b) bersifat interaktif, dalam pengertian mampu mengakomodasi respon pengguna; (c) bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemu- dahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa menggunakan tanpa bimbingan orang lain. Berdasarkan karakteristik multimedia pembelajaran tersebut, tentunya sebuah multimedia pembelajaran diharapkan memenuhi fungsi sebagai media yang mampu memperkuat respon pengguna
30
secepat dan sesering mungkin. Multimedia pembelajaran akan mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengontrol laju kegiatan pembelajaran- nya memperhatikan
bahwa
siswa
sendiri,
juga
mengikuti
tetap
suatu urutan
pembelajaran yang jelas dan terkendali. Melalui multimedia pembelajaran siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan,
minat,
dan temponya yang
tetap
terkendali oleh guru. Multimedia pembelajaran yang interaktif, dapat
membimbing
siswa
belajar
sesuai
dengan
tingkat
kemampuan, kesempatan yang dimiliki, dan kecepatan belajar masing-masing. e. Pemilihan Media Pembelajaran Media pembelajaran yang berkriteria baik menurut Mulyanta dan Leong (2009: 3-4), idealnya memenuhi empat kriteria berikut:(1) kesesuaian; (2) kemudahan; (3) kemenarikan; dan (4) kemanfaatan. Kesesuaian yang dimaksudkan, bahwa sebuah media pembelajaran harus seusai dengan kebutuhan belajar, rencana kegiatan belajar, program kegiatan belajar, tujuan belajar, dan karakteristik siswa. Kemudahan isi pembelajaran yang disampaikan melalui media harus dapat dimengerti, dipelajari, dan dipahami oleh siswa. Kemenarikan berarti mampu merangsang perhatian siswa, baik dari segi tampilan, pilihan warna, maupun isi, dan tidak membingungkan serta dapat menggugah minat siswa untuk menggunakan media tersebut.
31
Kemanfaatan media pembelajaran berarti mengandung manfaat bagi pemahaman materi pembelajaran serta tidak sia-sia apabila digunakan siswa. Media pembelajaran yang baik idealnya memenuhi kriteria media pembelajaran interkatif seperti yang dikemukakan Ena (2003), dikutip dari Nurchaili (2010: 649) dalam pendapatnya dirangkum enam kriteria untuk menilai media pembelajaran interaktif, sebagai berikut: 1) Kemudahan navigasi dari media pembelajaran interkatif yang dikembangkan dirancang sesederhana mungkin sehingga siswa tidak perlu belajar atau berlatih
terlebih dahulu untuk
menggunakannya sebagai media pembelajaran interaktif. 2) Kandungan kognisi atau pengetahuan media pembelajaran interaktif yang dikembangkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. 3) Pengetahuan dan presentasi informasi disampaikan secara benar. 4) Intergrasi media dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mempersatukan setiap aspek pembelajran dan keterampilan yang harus dipelajari siswa. 5) Estetika media pembelajaran interaktif harus mempunyai tampilan yang artistik untuk menarik minat siswa. 6) Fungsi secara keseluruhan dari media pembelajaran interaktif yang dikembangkan
harus
memberikan pembelajaran
yang
32
diinginkan
oleh
siswa,
sehingga
setelah
siswa
selesai
menggunakan media, mereka dapat menerima pesan-pesan yang disampaikan oleh media pembelajaran tersebut. Bagi sebuah multimedia yang ditujukan untuk membantu proses pembelajaran, terlebih dahulu perlu dilakukan penilaian untuk mengetahui efektifitas dan efesiensi media yang akan digunakan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Mc Alpin dan Weston 1994, mengemukakan kriteria tertentu yang penting dalam penilaian media. Beberapa pertanyaan yang perlu dipertanyakan dalam penilaian untuk setiap jenis media, yaitu: (1) Apakah sesuai dengan kurikulum? (2) Apakah akurat dan baru? (3) Apakah isinya jelas dan bahasanya singkat? (4) Apakah memotivasi dan mempertahankan minat? (5) Apakah mempersiapkan partisipasi pebelajar? (6) Apakah kualitas teknisnya baik? (7) Adakah bukti keefektifannya? (8) Apakah bebas dari bias iklan? (9) Adakah petunjuk pengguna? (Anitah, 2008:103) Media yang dimaksudkan tersebut tentu tidak mudah untuk dihasilkan, perlu beberapa persiapan dan perencanaan yang teliti. Sadiman (2007:101) memberikan panduan tentang langkah-langkah pengembangan media pembelajaran sebagai berikut: (1) identifikasi kebutuhan; (2) peru- musan tujuan; (3) perumusan materi; (4) perumusan alat pengukur keber- hasilan; (5) penulisan naskah; (6) uji coba; (7) revisi; dan (8) produksi.
33
3. Mobile Learning a. Konsep Mobile Learning Konsep m-learning, belajar dengan bantuan perangkat mobile, pertama kali muncul di tahun 1970-an dan 1980-an. Ide ini berawal dari sebuah pemikiran untuk membuat komputer mini sebagai pengganti buku yang lebih praktis. Tidak lama inovasi ini bisa diterima masyarakat dunia. Di abad 21, Eropa sudah menggarap serius pembelajaran dengan mobile learning karena mereka percaya bahwa sistem pembelajaran ini efektif untuk diterapkan. El-Hussein learning
&
Cronje
(2010),
menjadi 3 konsep. Pertama,
mendefinisikan mobility of
mobile
technology.
Teknologi yang dimaksudkan adalah teknologi portable seperti handphone, laptop, tablet dan lainnya yang dapat tersambung dengan internet untuk mengirim dan menerima konten pembelajaran, serta dapat digunakan di mana saja dan kapan saja. Kemunculan handphone Java dan Android sangat mendukung konsep ini. Kedua, mobility of learners. Artinya siswa dapat belajar lebih fleksibel, akses ke berbagai sumber secara personal, bisa membandingkan bermacammacam sumber dengan waktu yang cepat. Sedangkan yang ketiga yakni mobility of learning. Berbagai konten, teks, gambar, audio maupun video memungkinkan untuk dimasukkan dalam perangkat mobile.
34
Sebagai contoh: apabila konsep-konsep tersebut diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan fasilitas perangkat mobile Java dan Android maka akan sangat memungkinkan siswa untuk belajar teori dan praktik seperti membaca, menulis, mendengarkan atau berbicara dengan cara yang fleksibel, kapan pun dan di mana pun. b. Karakteristik Mobile Learning Pada pengertian yang sebenarnya m-learning melibatkan koneksi internet atau jaringan nirkabel, kegiatan mengunduh dan sharing informasi, dan bekerja melalui ponsel pribadi yang terhubung dengan sistem di lembaga pendidikannya (Stosic, lazar., 2013). Ia juga menyimpulkan bahwa ada 3 komponen utama dalam m-learning, yaitu penggunaan hardware, software dan koneksi internet. Jadi secara umum m-learning merupakan media pembelajaran dan komunikasi dalam pendidikan jarak jauh, dengan memanfaatkan teknologi mobile. Keberadaan internet ini sangat mutlak diperlukan jika pembelajaran dilakukan secara jarak jauh (distance learning). Namun, aplikasi ini juga bisa digunakan sebagai media pendukung dalam pembelajaran konvensional. Sehingga tidak sepenuhnya mlearning
menggantikan
maupun e- learning.
kedudukan
pembelajaran
konvensional
35
c. Manfaat Mobile Learning dalam Pembelajaran Seperti yang dikemukakann oleh Baek & Cheong dalam Mahamad, dkk (2010: 80) m-learning memiliki banyak manfaat bagi dunia pendidikan, diantaranya fleksibel
(kapanpun,
adalah;
memungkinkan
belajar
dimanapun), mendukung konsep belajar
sepanjang hayat, menjadi edutainment, memungkinkan belajar kolaboratif, menarik perhatian peserta didik, efisien dalam hal waktu, serta menghapus hambatan dalam teknologi informasi. Hasil penelitian lain mengenai manfaat m-learning, Valk, dkk dalam Kim (2013: 52) menyebut penggunaan mobile learning dengan handphone pada siswa di negara berkembang dapat meningkatkan akses terhadap bahan belajar dan pelayanan pendidikan, terutama di daerah pedesaan dan jauh dari kota. Dalam beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan perhatian dan persepsi visual siswa, dilaporkan bahwa banyak siswa ingin membuat ataupun menggunakan bahan belajar yang lebih nyaman, sehingga mereka dapat belajar kapanpun dan di manapun mereka berada. Berdasarkan dua sumber di atas, perkembangan IT terutama kemunculan m- learning telah mengubah pola pikir siswa dalam belajar. Sekolah bukanlah satu- satunya tempat mereka belajar dan berkembang, akan tetapi hanya sebagian kecil wahana bersosial dan tukar pengalaman. Perkembangan itu juga menjadikan siswa cenderung ingin memanfaatkan teknologi yang mereka miliki
36
(handphone, laptop, tablet, dan lainnya) sebagai alat untuk mereka belajar dan berkomunikasi dengan siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Maka dapat dikatakan bahwa teknologi mobile memiliki peran penting bagi siswa, tidak sekedar alat komunikasi tetapi juga alat belajar dan mengakses perkembangan informasi. Melihat kebermanfaatan m-learning, kurang pas rasanya jika sekolah mengambil jalan pintas membuat aturan melarang siswa membawa handphone ke sekolah sementara guru senantiasa dituntut untuk mengikuti laju perkembangan IT. Perihal penyalahgunaan handphone oleh siswa, bukan semata-mata siswa yang salah, tetapi bisa juga kekurangmenarikan pembelajaran di kelas sehingga siswa mengalihkan perhatiannya ke handphone. Hal yang perlu sekolah lakukan berkenaan dengan trend ini adalah mengelola bagaimana mengambil efek positif dengan memberdayakan perangkat mobile yang dimiliki siswa sebagai pendukung pembelajaran. d. Perangkat Pendukung Mobile Learning Tanpa perangkat mobile tentunya m-learning tidak akan bisa berjalan. Perangkat mobile yang paling umum digunakan adalah laptop, handphone/ smartphone, i-pod, i-phone dan tablet. Sekarang ini barang-barang tersebut bukan lagi menjadi barang mewah. Harganya yang relatif murah dan cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun membuat hampir semua orang bisa memilikinya, bahkan tidak jarang dijumpai satu orang memiliki lebih dari 1
37
handphone. Dalam dunia pendidikan, handphone juga semakin dipercaya dapat digunakan
untuk
meningkatkan
pengetahuan
kosakata, tata bahasa, mendengarkan, dan berbicara, baik pendidikan formal maupun informal (Demouy & Kukulska dalam Kim, Daesang et al. 2013). Kim juga menilai penggunaan teknologi sebagai
pendukung
konten
pembelajaran
dengan
mobile fitur
komunikasi sosial dapat memberdayakan siswa untuk berpartisipasi dalam lingkungan belajar yang lebih kolaboratif . Kemajuan teknologi handphone memungkinkan pendidik untuk mengirim pesan pembelajaran dalam waktu yang sangat cepat dan mudah. Laptop, iPhone, iPad, ponsel Android, tablet, dan lainnya akan sangat memungkinkan komunikasi diantara guru dan siswa. Tentunya,
sebagian
besar
siswa
masa
kini
menginginkan
pembelajaran yang praktis dan fleksibel, belajar dalam genggaman. Keuntungan
dari
perangkat
mobile
adalah
kemampuan
menghubungkan hampir semua orang dalam sebuah jaringan global yang disebut dunia maya atau dunia internet. Hingga sekarang ini teknologi komunikasi terus melakukan perbaikan dan tambahan layanan untuk perangkat-perangkat mobile, seperti: 1) Global System for Mobile Communications (GSM) 2) Wireless Application Protocol (WAP) 3) General Packet Radio Service (GPRS) 4) Bluetooth
38
5) IEEE 6) Infrared Beberapa hal yang menjadi kekurangan pada perangkat mobile adalah: 1) Memiliki layar kecil 2) Keyboard kecil membuat sulit untuk memasukkan data 3) Memori terbatas 4) Membutuhkan waktu jika ingin mengganti hardware 5) Tidak semua support dengan komputer. Akan tetapi, beberapa kekurangan tersebut juga bisa menjadi kekuatan tersendiri bagi m-learning, misalnya dengan ukuran layar yang kecil justru akan menjadikannya mudah dibawa ke manamana. Di samping itu, saat ini sudah muncul produk-produk baru yang lebih lengkap fiturnya, seperti layar sentuh memori yang lebih besar sehingga memungkinkan membuka aplikasi, serta penggunaan OS terbuka seperti Java dan Android yang juga support dengan komputer.
4. Android OS Android merupakan sistem operasi berbasis linux milik google Inc. Platform yang terbuka membuat android dapat dikembangkan oleh pengembang untuk menciptakan aplikasi mereka sendiri. Beberapa kelebihan android diantaranya menurut Felker (2011):
39
a. Market Share Android memiliki android market yang memudahkan pengguna smartphone android untuk mencari aplikasi yang diinginkan. Meskipun tidak semua aplikasi gratis, namun keberadaan market share sangat mendukung pengembang menempatkan aplikasinya langsung kepada pengguna. b. Platform Terbuka Android
yang merupakan
platform
terbuka
mendukung
pengembang dalam menggunakan dan memodifikasi source codenya. Pengembang bebas membuat aplikasi yang diingikan tanpa harus memikirkan masalah biaya penggunaan platform, sehingga hal ini memungkinkan perkembangan android yang sangat cepat. c. Cross Compability Android
memiliki
fitur
mengembangkan aplikasi
yang
yang
membantu
compatible
pengembang,
dengan
berbagai
perangkat. Android dapat berjalan diberbagai perangkat dengan ukuran layar dan resolusi yang berbeda. d. Mashup Capability Android memiliki kemampuan untuk mengembangkan suatu aplikasi dengan dua atau lebih layanan, seperti penggabungan layanan geolocation dengan kamera. Android memiliki arsitektur aplikasi yang berbeda dengan arsitektur pada aplikasi desktop. Arsitektur
aplikasi
terdiri
dari
komponen-
komponen
yang
40
berkomunikasi satu samalain dengan menggunakan intents yang didiskripsikan dalam manifest. Komatineni, et al (2011) menjelaskan komponen dasar dalam pengembangan aplikasi android yang perlu diketahui, yaitu: 1) View Pada dasarnya semua tampilan yang terlihat merupakan view,
seperti button, label, teksfield, dan segala macam
komponen yang menyusun user interface pada aplikasi android. “Views are user interface (UI) elements that form the basic building blocks of a user interface”(Komatineni, et al ,2001). 2) Activity Suatu aplikasi android terdiri dari activity-activity, suatu activity mempresentasikan
satu tampilan pada aplikasi..
Keterbatasan sumber daya pada perangkat mobile android membuat
android
memiliki
daur
hidup
activity
untuk
menyiasatinya. Komatineni, et al (2011) menjelaskan daur hidup activity android sebagai berikut: a) On Create Dipanggil ketika suatu activity pertamakali dibuat, digunakan untuk membuat tampilan, membuat list dll. Metode ini terdapat bundle yang berisi state dari activity sebelumnya. b) On Start Dipanggil ketika suatu activity ditampilkan pada pengguna.
41
c) On Resume Dipanggil
ketika
suatu
activity
akan
mulai
berinteraksi dengan pengguna. d) On Pause Dipanggil ketika sistem akan mulai melanjutkan activity selanjutnya. e) On Stop Dipanggil ketika suatu activity tidak terlihat oleh pengguna. f) On Destroy Merupakan fase dimana suatu activity berakhir. 3) Intent “An intent generically defines an “intention” to do some work" (Komatineni, et al ,2001). Intent dapat digunakan untuk melakukan beberapa tugas,
seperti
mem-broadcast
sebuah
servis,
launch activity,
pesan,
memulai
suatu
menampilkan webpage atau list, memencet nomor telepon atau menjawab panggilan telepon. 4) Content Provider Pertukaran data antar aplikasi mobile merupakan yang sangat umum
ditemui.
Sehingga android
mendefinisikan sebuah
mekanisme standar agar aplikasi dapat melakukan pertukaran data tanpa harus memperlihatkan struktur yang mendasarinya. Dengan
42
content provider, suatu aplikasi dapat mengekpos data dan menggunakan data dari aplikasi lain. 5) Android Manifest Android manifest adalah file yang terdapat pada tiap aplikasi android yaitu AndroidManifest.xml. File ini berfungsi untuk mengatur konten dan jalan aplikasi serta mengatur permissions yang digunakan oleh aplikasi. Permissions merupakan suatu izin yang diperbolehkan terhadap suatu aplikasi misalnya untuk mengakses media penyimpanan pada android, pengaksesan internet dll. 6) Android Virtual Device Android virtual device atau ADV membantu pengembang android untuk dapat melakukan test pada aplikasi yang dibuat tanpa harus menginstalnya pada perangkat android yang sebenarnya. ADV dapat mensimulasikan berbagai tipe perangkat android sehingga dapat memudahkan pengembang dalam mensimulasikan aplikasinya.
5. Pembelajaran Sejarah a. Pengertian Pembelajaran Belajar menurut Bell Gredler (Udin S. Winataputra, dkk, 2007) adalah proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan (competencies), ketrampilan (skills), dan sikap
43
(attitudes). Belajar juga dapat diartikan tidak hanya untuk mendapatkan, tetapi juga sebagai proses penambahan, perluasan, dan pendalaman kemampuan, ketrampilan dan sikap. Ujang Sukandi (2004: 3) mengatakan belajar merupakan proses aktif membangun makna atau pemahaman dari informasi dan pengalaman dari pembelajar. Dari definisi ini menunjukkan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa akan mendapatkan pemahaman atau informasi yang akan diperoleh dari informasi dan pengalaman siswa tersebut. Slameto (2010: 2) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk memperoleh perubahan tingkah laku menuju yang lebih baik, perubahan ini didapat melalui interaksi yang terjadi antara dirinya dengan lingkungan yang mengakibatkan timbulnya pengalaman baru. Dari beberapa definisi belajar kemudian kita akan mengetahui kegiatan pembelajaran disebuah kelas. Istilah ‘pembelajaran’ sama dengan ‘instruction’ atau ‘pengajaran’. Pengajaran mempunyai arti ‘cara’ (perbuatan) mengajar atau mengajarkan (Purwadarminta, 1976: 22). Bila pengajaran diartikan sebagai perbuatan mengajar, tentunya ada yang mengajar yaitu guru, dan ada yang diajar yaitu siswa atau peserta didik. Dengan demikian pengajaran sama dengan perbuatan
44
belajar (oleh peserta didik) dan mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan searah. Kegiatan belajar adalah sebuah kegiatan yang primer sedangkan kegiatan mengajar adalah sebuah kegiatan yang sekunder dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian kegiatan belajar-mengajar merupakan suatu kegiatan yang melibatkan beberapa komponen, yaitu: peserta didik, guru, tujuan, isi pelajaran, metode, media, dan evaluasi. Sanjaya menyatakan bahwa pembelajaran juga dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dari alam diri siswa itu sendiri (minat, bakat, kemapuan dasar yang dimiliki siswa, gaya belajar) maupun potensi yang ada diluar dri siswa, seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran (2013:27). Menurut Dimyati & Mudjiono (2002: 7) pengertian pembelajaran adalah aktivitas yang melibatkan guru dan siswa, dimana keberhasilan dalam pembelajaran tersebut terlihat pada perubahan tingkah laku pada siswa. Schunk menyatakan pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan lama dalam perilaku, atau dalam kapasitas berperilaku dengan cara tertentu, yang dihasilkan dari praktik atau atau bentukbentuk pengalaman lainnya. Kriteria-kriteria dari pembelajaran itu sendiri adalah pembelajaran melibatkan perilaku, pembelajaran bertahan lama dengan waktu, dan pembelajaran terjadi melalui
45
pengalaman (2012:5). Sedangkan menurut Undang-undang Sisdiknas No. 20: 2003 pengertian pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari berbagai pengertian mengenai pembelajaran yang telah disampaikan
oleh
beberapa
ahli
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran merupakan sebuah aktivitas yang melibatkan guru dan siswa, dimana keberhasilan dalam pembelajaran tersebut terlihat pada perubahan tingkah laku pada siswa, selain itu juga dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dari alam diri siswa itu sendiri maupun potensi yang ada diluar diri siswa. Agar potensi-potensi yang ada bisa dimanfaatkan dengan baik untuk kemauan siswa maka guru merupakan salah satu sosok penting untuk mencapai hal tersebut. Peranan guru tidak hanya terbatas pada pengajaran semata, tetapi juga guru harus menjadi pembimbing, pengembang, pengelola dan pelatih siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. b. Pengertian Sejarah Kata ‘sejarah’ berasal dari beberapa bahasa di antaranya bahasa Arab (syajarotun) yaitu pohon. Seperti akar pohon yang terus berkembang dari tingkat sederhana ke tingkat yang kompleks. Dalam
46
perkembangnya menjadi akar, keturunan asal-usul, riwayat dan silsilah. (Ahmadi,2011:65). Sejarah, dalam bahasa Indonesia dapat berarti riwayat kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal usul keturunan. Umumnya sejarah dikenal sebagai informasi mengenai kejadian yang sudah lampau. Sebagai cabang ilmu pengetahuan, mempelajari
sejarah
berarti
mempelajari
dan
menerjemahkan
informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh perorangan, keluarga, dan komunitas. Pengetahuan akan sejarah melingkupi: pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan cara berpikir historis. (Ahmadi,2011 :65). Pada dasarnya sejarah adalah ilmu pengetahuan (science). Sejarah berarti ilmu masa lampau (the past) terkait dengan kejadian masa lampau dan aktualitas masa lampau yang dilakukan manusia. dengan kata lain, sejarah mencakup aktivitas kelampauan manusia di masyarakat dan bersifat unik (Suhartono, 2010:2). Sejarah terdiri dari kumpulan fakta yang telah dipastikan (E.H. Carr, 2014: 5). Fakta-fakta yang tersedia bagi sejarawan ada di dalam dokumen, prasasti, dan lainnya. Sejarawan mengumpulkan fakta-fakta tersebut untuk diolah dan menyajikannya dengan gaya yang menarik. Dalam
membuat
sajian
tersebut,
sejarawan
harus
mampu
menggunakan kebijaksanaan paripurna yaitu menggunakan pemikiran sejarah yang masuk akal dan empiris.
47
Sedangkan Moh. Ali (1965:7-8), menjelaskan bahwa sejarah mengandung arti yang mengacu pada hal-hal sebagai berikut: (1) perubahan-perubahan,
kejadian-kejadian
dan
peristiwa-peristiwa
dalam kenyataan sekitar; (2) cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian-kejadian, dan peristiwa-peristiwa realitas tersebut; (3) ilmu yang bertugas menyelediki perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa yang merupakan realitas tersebut. Berdasarkan para ahli bisa disimpulkan bahwa sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta-fakta dari suatu kejadian, perubahan atau suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang diolah sedemikian rupa dan disajikan dengan menarik tanpa mengurangi esensi fakta-fakta yang terungkap dari peristiwa tersebut. c. Pembelajaran Sejarah Dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 disebutkan bahwa mata pelajaran sejarah bertujuan agar peserta didik memeiliki kemampuan sebagai berikut: (1) membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan; (2) melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan; (3) menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau; (4) menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap
48
proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang; (5) menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional. Berdasarkan pendapat dari Sartono Kartodirdjo (Aman, 2011: 100) bahwa fungsi pembelajaran sejarah adalah (1) membangkitkan minat kepada sejarah tanah air; (2) mendapatkan inspirasi dari sejarah, baik dari kisah-kisah kepahlawanan; (3) memberi pola berpikir secara rasional, kritis, dan empiris, serta (4) mengembangkan sikap mau menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Menurut Soedjatmoko pada masa sekarang ini pembelajaran sejarah hendaknya disajikan dalam kegiatan yang menarik dan penuh tantangan intelektual sehingga peserta didik tidak merasakan sejarah adalah pelajaran hafalan fakta (Aman, 2011: 111). Mata pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan, sikap, dan nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini (Agung&Wahyuni, 2013:55). Mata pelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pembelajaran sejarah
49
berfungsi untuk menyadarkan siswa akan adanya proses peubahan dan perkembangan
masyarakat
dalam
dimensi
waktu
dan
untuk
membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, masa depan di tengah-tengah perubahan dunia. Lebih lanjut diterangkan oleh Moh. Ali (dalam Susanto, 2014:5762), bahwa pembelajaran sejarah nasional mempunyai tujuan, sebagai berikut: 1. Membangkitkan, mengembangkan serta memelihara semangat kebangsaan 2. Membangkitkan hasrat mewujudkan cita-cita kebangsaan alam segala lapangan 3. Membangkitkan hasrat mempelajari sejarah kebangsaan dan mempelajarinya sebagai bagian dari sejarah dunia 4. Menyadarkan anak tentang cita-cita Nasional (Pancasila dan Undang-Undang Pendidikan), serta perjuangan tersebut untuk mewujudkan cita-cita itu sepanjang masa Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran sejarah ialah semua kegiatan yang terjadi sebagai proses interaksi antara guru dan siswa dalam mempelajari tentang peristiwa dan tokoh masa lampau sehingga dapat dicari makna sejarah sebagai keseluruhan hasil pengalaman dalam interaksi dengan
50
lingkungannya demi mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.
6. Kesadaran Sejarah Menurut Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia (2003), Kesadaran sejarah adalah
keadaan
tahu,
mengerti
dan
merasa.
Sementara
Sartono Kartodirdjo (1989:9) memandang bahwa sejarah adalah cerita tentang pengalaman kolektif suatu komunitas atau bangsa di masa lampau yang akan membentuk kepribadian nasional dan sekaligus menentukan identitas nasional bangsa tersebut. Seorang yang mempelajari sejarah, pada gilirannya akan memiliki wawasan sejarah . Dengan memiliki wawasan sejarah, seseorang akan dapat mengkonsepkan sejarah yang berguna untuk mengantisipasi masa depan, termasuk di dalam pembangunan bangsa. Kesadaran sejarah amat penting artinya bagi pembentukan kepribadian. Sejarah dan pendidikan memiliki hubungan yang erat dalam proses pembentukan kesadaran sejarah. Menurut Sartono Kartodirdjo (Aman, 2011:32), semangat nasionalisme tidak dapat ditumbuhkan tanpa kesadaran sejarah. Sejarah tidak akan berfungsi bagi proses pendidikan yang menjurus kearah pertumbuhan dan pengembangan karakter bangsa apabila niai-nilai sejarah tersebut belum terwujud dalam
pola-pola
perilaku yang nyata. Oleh karena itu penting bagi guru merancang strategi pembelajaran yang tepat dengan mengaitkan materi pembelajaran
51
sejarah dengan kehidupan nyata peserta didik serta memanfaatakan peninggalan-peninggalan sejarah yang ada disekitar peserta didik sebagai media pembelajaran. Dengan begitu pembelajaran akan bermakna serta peserta didik dapat mengaktualisakan nilai-nilai sejarah dalam kehidupan nyata. Untuk sampai pada taraf wujud perilaku nyata ini, perlu ditumbuhkan kesadaran sejarah sebagaimana dijelaskan oleh Soejatmoko (Aman,2011:32) “…. bahwa suatu orientasi intelektual, suatu sikap jiwa yang perlu memahami secara faham kepribadian nasional. Kesadaran sejarah ini menuntut manusia pada pengertian mengenal diri sendiri sebagai bangsa, kepada self understanding of national, kepada sangkan paran suatu bangsa, kepada persoalan what we are, what we are what wi are…” Dengan demikian, kesadaran sejarah tidak lain dari pada kondisi kejiwaan yang menunjukkan tingkat penghayatan pada makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan bagi masa yang akan datang. Dari pengertian ini, indikator kesadaran sejarah menurut Soejatmoko meliputi : 1) mengenal diri sendiri sebagai suatu
bangsa;
2)
memahami nilai-nilai luhur budaya bangsa sendiri; 3) Menghayati makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan bagi masa yang akan datang. Menurut Suyatno Kartodirdjo (1989:1-7) kesadaran sejarah pada manusia sangat penting artinya bagi pembinaan budaya bangsa. Kesadaran sejarah bukan hanya sekedar memperluas pengetahuan, melainkan harus diarahkan pula kepada kesadaran penghayatan nila-nilai
52
budaya yang relevan dengan usaha pengembangan kebudayaan itu sendiri. Dalam meningkatkan kesadaran sejarah, perlu adanya kesadaran bahwa bangsa itu merupakan suatu kesatuan sosial yang terwujud melalui suatu proses sejarah, yang akhirnya mempersatukan sejumlah nasion kecil dalam suatu nasion besar yaitu bangsa. Adapun indikatorindikator kesadaran berikut: a)
sejarah
tersebut
dapat
dirumuskan
sebagai
menghayati makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan
masa yang akan datang; b) mengenal diri sendiri dan bangsanya; c) membudayakan sejarah bagi pembinaan budaya bangsa :d)
menjaga
peninggalan-peninggalan sejarah bangsa. Roeslan
Abdulgani
yang
dikutip
oleh
Moedjanto
(1989)
menyatakan bahwa kesadaran sejarah itu suatu gejala atau sikap kejiwaan atau mental attitude dan state of mind yang merupakan kekuatan untuk
ikut
aktif dalam
proses dinamikanya sejarah mencakup : a)
penentuan tentang fakta sejarah yang terkait dalam hubungan kausal; b) logika kesejarahan; c) peningkatan hati nurani kita dengan hikmah kearifan dan kebijaksanaan dengan menggunakan masa lampau ntuk cermin membangun kehidupan masa sekarang; d) sikap menghadapkan diri dengan kenyataan; e) adanya dimensi waktu lampau, kini dan masa mendatang sebagai suatu proses. Dari beberapa pengertian kesadaran sejarah menurut para ahli yang telah diuraikan diatas, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesadaran sejarah tidak lain adalah kondisi kejiwaan
53
yang menunjukkan tingkat penghayatan pada makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan masa yang akan datang. Sebagaimana yang telah kita ketahui
bahwa salah satu
fungsi
sejarah
adalah mengabdikan
pengalaman-pengalaman masyarakat diwaktu yang lampau sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat selanjutnya dalam memecahkan problem- problem yang dihadapinya. Melalui sejarahlah nilai-nilai masa lalu dapat dipetik dan digunakan dalam menghadapi masa kini dan masa yang akan datang. Indikator-indikator kesadaran sejarah dalam penelitian ini adalah menghayati makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan masa yang akan datang, mengenal diri sendiri dan bangsanya, menjaga dan menghargai peninggalan-peninggalan sejarah bangsa. Secara teoritis kesadaran sejarah dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Kesadaran sejarah sebagai gejala psikologi Sebagai gejala psikologi, kesadaran sejarah dapat di definisikan sebagai kontruksi pemahaman terhadap masa lampau. Pemahaman masa lalu tersebut ditandai dengan kemampuan untuk membedakan dimensi masa lalu, kini dan akan datang, serta kemampuan menyusun pengalaman masa lampau secara urut dalam ingatan dan kesadaran. b. Kesadaran sejarah sebagai gejala sejarah Sebagai gejala sejarah, maka kesadaran sejarah dapat melalui simbol- simbil bentuk
monumental
spiritual
dari
objek
(jiwa, semangat,nilai
sejarah dan
baik
kultur)
material (bangunan monumental) (Djoko Surjo, 1987:42).
dalam maupun
54
Dua pengertian tersebut tidak dapat dipisahkan, karena kesadaran sejarah sebagai gejala sejarah merupakan perwujudan dari kesadaran sejarah sebagai gejala psikologis. Terbentuknya kesadaran pada
diri
sejarah
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
lingkungan sosial budaya (diantaranya: Lingkungan geografi, pendidikan, pekerjaan, rekreasi, kemajuan teknologi, situasi tempat tinggal ), tingkat perkembangan psikologi dan biologis
(kematangan
dan
tingkat
kesadaran sejarah) serta pengalaman yang terbagi 2 yaitu: Pengalaman empiris artinya sesorang terlibat langsung/ikut mengalami kejadian yang telah terjadi tersebut dan pengalaman simbolis artinya seseorang mengetahui suatu peristiwa lewat benda-benda yang mempunyai nilai magis.
7. Pengembangan Media Pembelajaran Sejarah Berbasis Android untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Pengembangan media mobile learning ini tidak bisa terlepas dari aspek utamanya, yaitu peserta didik. Penggunaan teknologi tentu tidak serta merta disamakan untuk di setiap jenjang usia pendidikan. Oleh sebab itu diperlukan pemahaman mengenai karakteristik peserta didik pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Ada dua hal secara umum yang perlu diperhatikan didalam mengidentifikasi karakteristik peserta didik. Menurut Asyhar (2012: 86) 1) Karakteristik yang bersifat umum seperti peserta didik kelas berapa? Janis kelamin? Dan latar belakang
55
budayanya apa?. 2) Karakteristik yang bersifat khusus seperti pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagaimana dipaparkan oleh Winkel 1989 (dalam Asyhar 2012) meliputi: a) Fungsi kognitif yang mencakup tingkat intelegensia dan daya kreatifitas, keterampilan komunikasi, daya fantasi dan lain-lain. b)Fungsi konatif-dinamik mencakup karakter hasrat, berkehendak, motivasi belajar, atensi, konsentrasi. c) Fungsi afektif mencakup tempramen, perasaan, sikap, minat. d) Fungsi sensorik-motorik. e) Fungsi lain seperti individualitas, kondisi mental, vitalitas psikis, dan perkembangan kepribadian. Selain pada perkembangan karakteristik, peserta didik juga mengalami perkembangan secara kognitif dalam proses pendidikannya. Kemampuan kognitif menurut Mayers (1996) menyatakan cognition refers to all the mental activities associated with thinking, knowing, and remembering (Desmita, 2011: 97). Pakar lain Matlin (1994) menyebutkan cognition or mental activity involves the acquisition, storage, retrieval and use of knowledge (Desmita, 2011: 97). Dari penjelasan kedua ahli tersebut Desmita (2011: 97-98) menyimpulkan bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan prespektif pkiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah dan merencanakan masa depan. Pada intinya perkembangan kognitif peserta didik di SMA telah dapat melakukan hal-hal seperti berikut, 1) Memahami waktu historis. 2)
56
Membayangkan ruang empat dimensi. 3)Menggunakan simbol dalam perhitungan. 4) mempelajari aljabar dan kalkulus. 5) Mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dengan tantangan di masa depan. 6) Berpikir secara sistematik. 7) Berpikir dalam kerangka apa yang mungkin terjadi.
8)
Memikirkan
kemungkinan
secara
sistematik
untuk
memecahkan masalah dan lain-lain (Desmita, 2011: 99) Salah satu perkembangan kognitif pada peserta didik di tingkat SMA yang telah disampaikan oleh Desmita ialah memahami waktu historis, yang berarti bahwa peserta didik telah mampu memahami lebih pembelajaran sejarah. Dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 disebtkan bahwa mata pelajaran sejarah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut, 1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. 2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan. 3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau. 4) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang. 5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang
57
dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional. Berdasarkan tujuan sejarah yang dijabarkan terdapat satu poin penting dari pembelajaran sejarah yaitu terciptanya suatu kesadaran sejarah. Oleh sebab itu pembelajaran sejarah hendaknya dilakukan secara maksimal dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, seperti menggunakan media pembelajaran yang tepat dan menarik. Pada penelitian ini media pembelajaran yang digunakan ialah perangkat mobile guna mendukung mobile learning mata pelajaran sejarah. Baek
&
Cheong dalam Mahamad, dkk (2010: 80) menjelaskan mobile learning memiliki banyak manfaat bagi dunia pendidikan, diantaranya
adalah;
memungkinkan belajar fleksibel (kapanpun, dimanapun), mendukung konsep belajar sepanjang hayat, menjadi edutainment, memungkinkan belajar kolaboratif, menarik perhatian peserta didik, efisien dalam hal waktu, serta menghapus hambatan dalam teknologi informasi. Melalui berbagai
keunggulan
pemanfaatan
media
mobile
learning
diharapkan pembelajaran sejarah di kelas semakin interaktif, menyenangkan,
efisien
dan
fleksibel,
sehingga
tujuan
pembelajaran sejarah dan juga termasuk didalamnya kesadaran sejarah siswa bisa tercapai.
58
B. Penelitian yang Relevan Penelitian dengan mengambil tema mobile learning memang telah ada sebelumnya. Adapun beberpa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Evrim Bran pada tahun 2014 yang berjudul “A Review of Research on Mobile Learning in Teacher Education”. Hasil dari
penelitian
ini
adalah
perangkat
mobile
menjadi
perangkat
pembelajaran yang yang atraktif untuk pendidikan. Mayoritas penelitian sering kali di fokuskan terhadap nilai kegunaannya bagi siswa, Evrim mulai menggali potensial media mobile learning bagi perkembangan guru. Penelitian-penelitian baik secara kuantitatif maupun kualitatif cenderung bertujuan mengikuti tren pengembangan mobile learning bagi siswa dibandingkan mengintegrasikan mobile learning pada pendidikan guru. Enam pokok penting yang bisa ditemukan ialah a) Adanya tren peningkatan integrasi mobile learning dalam konteks pendidikan keguruan b) Dari sudut pandang teori dan konsep belum terlalu terlihat c) Berbagai variasi muncul didalam presepsi, sikap dan penggunaan pola d) Keterlibatan
mobile
learning
sebagai
perangkat
utama
terlihat
menguntungkan e) Berbagai hambatan termasuk tidak terlalu sering terjadi f) Beberapa materi pelajaran pendidikan sudah mendukung sistem mobile learning yang digunakan dalam pendidikan keguruan, dan hal ini sangat membantu mengembangkan pengalaman memanfaatkan mobile learning tidak hanya terhadap siswa tetapi juga guru.
59
2. Penelitian yang dilakukan oleh Pi-Hsia Hung, Gwo-Jen Hwang, Yu-Fen Lin, Tsung-Hsun Wu dan I-Hsiang Su pada tahun 2012 yang berjudul “Seamless Connection between Learning and Assessment-Applying Progressive Learning Tasks in Mobile Ecology Inquiry”. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini memperlihatkan 3 buah lembar kerja mobile learning yang terdapat robrik penilaian yang dikembangkan untuk mendampingi siswa untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran, fokus pada detail observasi dengan seksama dan memperluas pembelajaran iquiry mereka. Dari hasil diketahui bahwa menggunakan pendekatan mobile learning secara bertahap berhasil meningkatkan kualitas inquiry peserta didik dibandingkan dengan cara konvensional. Selain itu kalaborasi antara pemikiran guru dan tujuan dari pendekatan mobile learning berhasil meningkatkan kemampuan inquiry dalam lingkungan luar dalam berbagai hal. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Jason Messinger pada tahun 2013 yang berjudul “M-Learning: An Exploration of The Attitude and Preceptions of High School Students versus Teacher Regarding The Current and Future Use of Mobile Devices for Learning”. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu: Siswa memiliki berbagai macam cara untuk mengakses perangkat mobile diluar sekolah, namun para guru tetap enggan menerima perangkat ini sebagai alat bantu pembelajaran karena guru merasa perlu untuk mendapatkan dukungan tambahan dan pelatihan sebelum mereka merasa nyaman menggunakan perangkat dengan siswa. Guru tidak
60
menyadari bahwa dalam kehidupan sehari-hari siswa sangat bergantung kepada perangkat ini baik itu untuk komunikasi, kolaborasi maupun belajar; walaupun demikian guru tidak berupaya untuk mengintegrasikan perangkat tersebut ke kurikulum yang digunakan. Meskipun hal tersebut berlangsung, tetapi guru dan siswa setuju tentang potensi perangkat mobile untuk memicu kreativitas siswa, menciptakan lingkungan pembelajaran di kelas yang lebih positif, dan meningkatkan motivasi siswa. Namun siswa akan perlu memahami betul etika membawa peralatan mobile di sekolah, sedangkan guru-guru memerlukan pelatihan tambahan untuk secara efektif mengelola lingkungan belajar secara mobile. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Jie Chi Yang dan Yi Lung Lin yang dimuat dalam jurnal Educational Technology & Society, 13 (1) 195-207 pada tahun 2010 dengan judul “Development and Evaluation of an Interactive Mobile Learning Environment with Shared Display Groupware”. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ialah diketahui bahwa siswa ketika menggunakan perangkat mobile didalam pembelajaran kemampuan mobilitasnya meningkat, namun muncul permasalahan pada saat saling bertukar informasi terhadap grup belajar lainnya. Hal ini dikarenakan kecilnya layar perangkat mobile yang digunakan yang menyebabkan kesulitan dalam mentransfer informasi. Oleh sebab itu untuk mengatasi permasalahan tersebut peneliti menggunakan konsep tampilan layar bersama yang bisa diakses secara bersamaan untuk semua siswa dengan memanfaatkan tampilan dari pihak ketiga yaitu proyektor yang terhubung
61
ke semua perangkat mobile siswa, sehingga siswa dari kelompok yang berbeda dapat melihat apa yang sedang dilihat melalui perangkat mobile kelompok lainnya. Selain itu diberikan juga kuisioner untuk mengetahui ketercapaian pembelajaran yang dilakukan dengan mengunakan sistem seperti ini. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Nicky Roberts dan Riitta Vanska yang dimuat dalam jurnal Distance Education Vol. 32, No. 2, Agustus 2011, 243-259 dengan judul “Challenging Assumptions: Mobile Learning for Mathematics Project in South Africa”. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut ialah sangat besar kemungkinan untuk menggunakan perangkat teknologi komunikasi dan informasi yang lazim dan mudah diakses semua orang untuk mendukung pembelajaran formal dan hal ini bisa dilakukan oleh ribuan pelajar. Namun, jika hal ini dilakukan dengan cara yang adil, maka harus dipastikan bahwa peserta didik yang kurang mampu harus juga sama-sama dapat memanfaatkan perangkat mobile yang diperlukan. Hal yang perlu dilakukan untuk memulai model ini pertama, sebuah pelayanan mobile bersama untuk mengantisipasi pengguna untuk dapat menggunakan beberapa perangkat mobile untuk melayani hal-hal penting. Hal ini memiliki implikasi untuk sebuah desain pendaftaran dan keluar serta persyaratan untuk pelayanan mobile. Kedua, sebuah upaya untuk mengalokasikan 10 perangkat mobile per sekolah tidaklah tepat, setiap siswa yang ada di sekolah haruslah memiliki akses untuk melakukan pembelajaran secara mobile tersebut. Berbagai pihak yang membantu
62
dalam perencanaan ini baik itu sektor umum maupun swasta dengan memberikan pelayanan mobile tanpa biaya untuk pengguna, seperti terlihat dalam penelitian proyek ini, merupakan hal yang paling menggembirakan.
C. Kerangka Berfikir Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian teori yang telah dipaparkan diketahui bahwa teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang pesat seperti saat ini, bisa juga dimanfaatkan untuk pembelajaran bagi siswa. Untuk itu diperlukanlah sebuah program aplikasi yang diperlukan untuk menunjang pembelajaran tersebut. Dalam hal ini pembelajaran yang dimaksud ialah pembelajaran sejarah. Pelajaran sejarah memang telah lama memiliki berbagai stigma yang tertanam dalam benak banyak orang seperi kuno, klenik, membosankan dan juga dianggap sebelah mata. Hal ini juga menjadi salah satu faktor yang menimbulkan kurangnya kesadaran sejarah pada diri siswa. Secara konsep media mobile learning pembelajaran sejarah berbasis android ini bisa menumbuh kembangkan kesadaran sejarah siswa, karena didalam media mobile learning ini terdapat evaluasi pada saat proses pembelajaran dan hasilnya akan muncul setelah media mobile learning tersebut selesai digunakan. Oleh karena itu, dalam menggunakan media mobile learning ini siswa harus memperhatikan dengan seksama, karena akan menjadi indikator keberhasilan siswa didalam memahami sejarah. Berikut ini merupakan kerangka berfikir dalam penelitian ini yaitu pengembangan media mobile learning pembelajaran sejarah berbasis android
63
untuk menumbuh kembangkan kesadaran sejarah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Kalasan:
Permasalahan di lapangan - Pemanfaatan media dan fasilitas pembelajaran belum maksimal - Kurangnya variasi model pembelajaran oleh guru - Kesadaran sejarah siswa masih rendah - Minat belajar sejarah siswa rendah
Studi Lapangan
Analisis Kebutuhan
Studi Pustaka
Kajian Teori
Media Mobile Learning Pembelajaran Sejarah Berbasis Android
Evaluasi Tidak Valid
Valid (Validasi & Revisi)
Produk Media Mobile Learning Pembelajaran Sejarah Berbasis Android
Gambar 3: Kerangka Berpikir
64
D. Model Hipotetik Berdasarkan kajian teori dan pengamatan di lapangan yang telah dilakukan, diajukan hipotetik berupa media mobile learning pembelajaran sejarah berbasis android untuk meningkatkan kesadaran sejarah siswa SMA Negeri 1 Kalasan dengan menggunakan model prosedural yang di adaptasi dari model ADDIE. Model ADDIE pertama kali dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda pada tahun 1990-an (Molenda, 2008: 107). Model ADDIE merupakan model yang mudah diterapkan dimana proses yang digunakan bersifat sistematis dengan kerangka kerja yang jelas menghasilkan produk yang efektif, kreatif, dan efisien (Angel Learning, 2008: 5). Model ADDIE merupakan salah satu model desain sistem pembelajaran
yang
memperlihatkan
tahapan-tahapan
dasar
sistem
pembelajaran yang sederhana dan mudah di pelajari, terdiri dari 5 fase yaitu analysis
(analisis),
design
(desain),
development
(pengembangan),
implementation (implementasi), evaluation (evaluasi) (Molenda, 2008: 107). Masing-masing langkah tersebut dideskripsikan sebagai berikut: 1. Analysis (Analisis) Analisis merupakan langkah pertama dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah analisis melalui dua tahap yaitu: 1) Analisis Kinerja. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa
penyelenggaraan
program
pembelajaran
atau
perbaikan
manajemen. 2) Analisis kebutuhan. analisis ini merupakan langkah yang
65
diperlukan untuk menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu di pelajai oleh siswa untuk meningkatkan kinerja atau prestasi belajar. Hal ini dapat dilakukan apabila program pembelajaran dianggap sebagai solusi dari masalah pembelajaran yang sedang dihadapi. Berdasarkan hasil studi lapangan yang peneliti lakukan, diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Kalasan cenderung monoton, model pembelajaran yang digunakan juga kurang bervariasi dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang belum
maksimal.
Melihat
hal
tersebut
membuat
peneliti
ingin
mengembangkan media mobile learning pembelajaran sejarah yang berbasis android dengan mengambil materi sejarah perjuangan organisasi kebangsaan yang dikemas dalam bentuk aplikasi yang bisa dijalankan pada smartphone dan tablet guna meningkatkan kesadaran sejarah siswa. 2. Design (Desain) Langkah ini merupakan inti dari langkah analisis kerja yaitu mempelajari masalah kemudian menemukan alternatif solusi yang berhasil diidentifikasi melalui langkah analisis kebutuhan. Dalam desain media, langkah yang akan dilakukan adalah menentukan materi pelajaran sejarah untuk kelas XI. Kompetesi Inti yang diambil adalah “Membangun Jati Diri Ke Indonesiaan”. Sedangkan untuk Kompetensi Dasar yaitu “Menganalisis Perjuangan Organisasi Pergerakan Kebangsaan. Setelah materi tersusun, selanjutnya menyusun perangkata media. Media yang digunakan berupa aplikasi mobile learning, yang nantinya aplikasi tersebut dijalankan
66
melalui smart phone dan tablet. Draf Media tersebut direvisi sehingga dihasilkan media yang sesuai dengan kebutuhan. 3. Development (Pengembangan) Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam model desain sistem ADDIE. Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar. Dengan kata lain mencakup kegiatan memilih, menentukan metode, media serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau substansi program. Dalam melakukan langkah pengembangan ada dua tujuan penting yang perlu dicapai, langkah pertama adalah memproduksi, merevisi bahan ajar yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah di rumuskan sebelumnya. Langkah kedua adalah memilih media atau mengkombinasi media terbaik yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam tahap ini, draf media yang telah dibuat dan direvisi akan dilakukan validasi oleh tim ahli. Tim ahli yang terkait dalam validasi tersebut adalah ahli media dengan ahli pembelajaran. Setelah dilakukannya validasi maka layak untuk diimplementasikan pada tahap berikutnya. Kondisi kelas harus dapat dipastikan telah siap, sehingga guru dan peserta didik dipersiapkan juga untuk melaksanakan pembelajaran sejarah dengan menggunakan media mobile learning.
67
4. Implementation (Implementasi) Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah keempat dalam model desain sistem pembelajaran ADDIE. Tujuan utama dari langkah ini adalah membimbing siswa untuk mencapai tujuan atau kompetensi, menjamin terjadinya pemecahan masalah untuk mengatasi kesenjangan hasil belajar yang dihadapi oleh siswa, dan memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran, siswa perlu memiliki kompetensi berupa pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran sejarah. Pada tahapan implementasi media yang telah dirancang dilakukan dengan cara uji satu-satu, uji kelompok kecil, uji kelompok besar, dan uji guru. Uji satu-satu, uji kelompok kecil, dan uji kelompok besar untuk mendapat masukan dari peserta didik. Uji guru untuk mendapat masukan dari guru kelas yang mengajarkan mata pelajaran Sejarah. Pada uji satusatu akan dipilih 3 anak, uji kelompok kecil dipilih 10 anak, dan uji kelompok besar dipilih 30 anak, pemilihan peserta didik tersebut bersifat acak. 5. Evaluation (Evaluasi) Evaluasi adalah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap program pembelajaran. Evaluasi terhadap program pembelajaran bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan, mengetahui peningkatan kompetensi dalam diri siswa yang merupakan dampak dari keikutsertaan dalam program pembelajaran,
68
dan memperoleh keuntungan yang dirasakan oleh sekolah akibat adanya peningkatan kompetensi siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada tahap ini, akan dilakukan uji efektivitas yang akan ditentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen akan diberi perlakuan yang telah peneliti setting dengan menggunakan media mobile learning, sedangkan kelompok kontrol menggunakan media lain. Tahap evaluasi dan revisi merupakan tahap yang terakhir. Pada tahap revisi dilakukan terhadap semua komponen yang telah dipilih. Komponen revisi yang paling penting adalah dari siswa, karena siswa tersebut sebagai pengguna dari media. Model Hipotetik Pengembangan Media Mobile Learning: E- Learning
Teks
Mobile Learning
Aplikasi Gambar
Studi Kepustakaan
Pengembangan Media
1. Pemb. Sejarah 2. Mobile Learning 3. Kesadaran Sejarah
Uji Coba Satu-satu
Validasi
Ahli Materi Revisi Ahli Media Uji Coba Kelompok Kecil
Pra survey: 1. PBM Sejarah 2. Guru 3. Siswa
Revisi Uji Coba Lapangan
Script Media
Revisi
Media Final: Aplikasi Mobile Learning Pembelajaran Sejarah
Gambar 4: Model Hipotetik Pengembangan Media Mobile Learning
69
Penelitian Pendahuluan
Studi Pustaka dan Observasi Lapangan Analisis Pembelajaran
Analisis Kebutuhan Guru
Analisis Kebutuhan Siswa
Identifikasi Proses pembelajaran Sejarah di Lapangan
Desain Menghimpun Materi, SK, KD, Indikator
Membuat Script Mobile Learning
Mengumpulkan Sumber-sumber Berkaitan dengan Sejarah Organisasi Kebangsaan
Proses Produksi Media Pembelajaran Sejarah Merangkai Materi ke dalam Membuat Aplikasi Script Mobile Learning
Validasi Produk
Pengetesan Produk Secara Internal
Uji Coba Satu-satu Media Mobile Learning Pembelajaran Sejarah berbasis android
Revisi I Uji Coba Kelompok Kecil Revisi II
Validasi Ahli Media
Validasi Ahli Materi Uji Coba Lapangan
Mampu diterima Guru dan Siswa
Evaluasi Produk
Revisi III
Kelas Eksperiment Uji Efektivitas Kelas Kontrol
Media Mobile Learning Pembelajaran Sejarah Berbasis Android untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa SMA Negeri 1 Kalasan.
Gambar 5: Bagan Hipotesis Prosedur Pengembangan Media Mobile Learning Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa SMA Negeri 1 Kalasan