BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1.
Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholders Theory) Istilah stakeholder bukan merupakan sebuah istilah yang asing lagi.
Kata stakeholder sering digunakan oleh berbagai pihak dan hubungannya dengan berbagai ilmu misalnya manajemen bisnis, ilmu komunikasi dan lain sebagainya. Stakeholder merupakan suatu pihak meliputi masyarakat, kelompok, komunitas, maupun individu yang memiliki kepentingan dengan perusahaan. Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan bukan merupakan suatu entitas yang hanya beroperasi bagi kepentingan perusahaan saja, namun juga harus memberikan manfaat bagi stakeholder. Gray, et al. dalam Purwanto, 2011 : 14 menyatakan bahwa : “Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerful stakeholder, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholder-nya”. Perusahaan harus menjaga hubungan dengan stakeholder-nya dengan mengakomodasi keinginan dan kebutuhan stakeholder-nya, terutama stakeholder yang mempunyai power terhadap ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas produk perusahaan dan lain-lain (Chariri dan Ghozali dalam Fauzan 2013 ). Sebuah perusahaan bisa tumbuh dan berkembang
12
13
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah dukungan dari para stakeholder. Salah satu strategi untuk menjaga hubungan antara perusahaan dengan para stakeholder-nya adalah dengan mengungkapkan sustainability report. Sustainability report merupakan salah satu bentuk pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan. Sustainability report yang
menginformasikan
lingkungannya
sekaligus
perihal
kinerja
ekonomi,
sosial
dan
kepada
seluruh
pemangku
kepentingan
perusahaan. Melalui pengungkapan sustainability report (pengungkapan sosial dan lingkungan) perusahaan dapat memberikan informasi yang lebih cukup dan lengkap berkaitan dengan kegiatan dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial masyarakat dan lingkungan (Ghozali dan Chariri dalam Suryono, 2011 : 6). 2.
Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan memandang perusahaan sebagai nexus of contracts,
yaitu organisasi yang terikat kontrak dengan beberapa pihak seperti pemegang saham, supplier, karyawan (termasuk manajer) dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (Rustiarini, 2011). Terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai kemakmuran yang dikehendaki, sehingga munculah informasi asimetri antara manajemen dengan pemilik yang dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba dalam rangka menyesatkan pemilik mengenai kinerja ekonomi
14
perusahaan (Sefiana, 2009). Teori keagenan menjelaskan jika terdapat perbedaan kepentingan antara pihak principal (pemilik) dan agent (manajer) sehingga menimbulkan suatu konflik yang dinamakan konflik keagenan (agency conflict). Teori agensi juga menjelaskan mengenai masalah asimetri informasi (information asymetric). Manajer yang memiliki wewenang dalam mengelola perusahaan yang dipimpin memiliki informasi internal yang lebih lengkap dibandingkan dengan pemilik (pemegang saham). Manajer memiliki kewajiban untuk memberitahukan mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Namun, informasi yang disampaikan terkadang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Kondisi seperti ini disebut sebagai asimetri informasi (Hendriksen dan Van Breda dalam Ratnasari, 2011). 3.
Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) Dowling dan Pfeffer dalam Chariri, 2011 menjelaskan bahwa teori
legitimasi sangat bermanfaat dalam melakukan analisis mengenai perilaku organisasi. Mereka mengatakan : “Karena legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasanbatasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan”. Sesuatu hal yang melandasi teori legitimasi adalah suatu kontrak sosial yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat ditempat perusahaan tersebut berada, melakukan operasional dan menggunakan sumber ekonomi (Ghozali dan Chariri dalam Widianto, 2011).
15
Teori legitimasi memberikan saran kepada perusahaan, tentang bagaimana perusahaan membangun strategi untuk dapat menyeimbangkan antara nilai sosial yang diterapkan perusahaan dengan norma yang berlaku di masyarakat (Dowling dan Pfeffer dalam Guthrie dan Parker dalam Widianto, 2011). Perusahaan bisa menciptakan sebuah keseimbangan nilai sosial di dalam masyarakat dengan cara meningkatkan komunikasi yang efektif terhadap masyarakat. Komunikasi bisa berupa pemberian informasi mengenai perusahaan, baik informasi yang bersifat umum dan wajib serta informasi yang bersifat
khusus dan sukarela. Perusahaan dapat
memberikan informasi mengenai kegiatan dan pengungkapan aktivitas sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dilakukan melalui sustainability report. Laporan tersebut bisa membantu perusahaan untuk memperoleh legitimasi dari lingkungan sekitar, sehingga perusahaan akan tumbuh secara berkesinambungan. 4.
Teori Pensinyalan (Signalling Theory) Teori pensinyalan atau signalling theory merupakan suatu teori yang
menjelaskan bahwa manajemen perusahaan akan membuat sebuah sinyal yang ditujukan untuk memberikan petunjuk atau informasi kepada para pemegang saham bagaimana manajemen yang bertugas mengelola perusahaan memandang prospek perusahaan di masa depan. Informasi merupakan hal yang sangat penting bagi investor karena informasi menyajikan bagaimana gambaran keadaan perusahaan di masa lalu, saat
16
ini, maupun di masa yang akan datang yang berkaitan dengan kelangsungan hidup perusahaan. informasi yang akurat, relevan, lengkap, dan tepat waktu akan membantu investor dalam mengambil keputusan investasi. Salah satu jenis informasi dari perusahaan yang bisa menjadi sinyal baik bagi investor adalah laporan tahunan. Informasi yang ada di laporan tahunan perusahaan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berhubungan dengan laporang keuangan perusahaan dan informasi non akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan, misalnya mengenai laporan tanggung jawab sosial perusahaan. 5.
Sustainability Report Praktek mengenai pengukuran, pengungkapan dan upaya akuntabilitas
dari kinerja organisasi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang dilaporkan kepada para pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal disebut sustainability report. Sustainability report merupakan istilah lain untuk menggambarkan laporan mengenai dampak ekonomi, sosial,
dan
lingkungan
(misalnya
triple
bottom
line,
laporan
pertanggungjawaban perusahaan, dan lain sebagainya) (Global Reporting Initiative dalam Idah, 2011). Pengungkapan sustainability report merupakan salah satu bukti bahwa perusahaan memiliki komitmen terhadap lingkungan sosialnya, dimana hasilnya bisa dinilai oleh para pihak yang menggunakan informasi tersebut. Sehingga, pengungkapan sustainability report sama pentingnya
17
dengan pengungkapan informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan. 6.
Profitabilitas Definisi profitabilitas sendiri adalah kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba sehingga mampu untuk meningkatkan nilai pemegang saham perusahaan. Perusahaan dengan profitablitas yang tinggi akan cenderung untuk melakukan pengungkapan melalui sustainability report karena profitabilitas merupakan salah satu indikator kinerja yang harus diungkapkan dalam sustainability report. Jati
dalam
Widianto
(2011)
mengungkapakan
jika
tingkat
profitabilitas yang tinggi pada perusahaan akan meningkatkan daya saing antar perusahaan. Perusahaan dengan tingkat keuntungan yang tinggi akan membuka cabang yang baru kemudian
memperbesar investasi atau
membuka investasi baru. Tingkat keuntungan yang tinggi akan menandakan pertumbuhan perusahaan pada masa mendatang. Dalam memenuhi kebutuhan informasi, diperlukan adanya pengungkapan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masing-masing pengguna. 7.
Likuiditas Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Nitisemito dalam Suryono dan Prastiwi, 2011). Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas tinggi berarti mampu membayar kewajiban jangka pendeknya dengan tepat waktu.
18
Likuiditas yang tinggi menandakan bahwa suatu perusahaan mampu melunasi hutang-hutang jangka pendeknya secara tepat waktu. Kinerja keuangan yang baik mampu mendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan secara lengkap. Perusahaan dengan likuiditas tinggi akan berusaha untuk menciptakan sebuah image yang baik di mata para stakeholder – nya, salah satunya dengan cara menerbitkan sustainability report. 8.
Leverage Tingkat leverage perusahaan, menggambarkan risiko keuangan yang
sedang terjadi pada perusahaan tersebut (Rismanda dalam Widiyanto, 2011). Perusahaan yang memiliki ketergantungan terhadap kreditur merupakan suatu sinyal yang buruk bagi stakeholder. Oleh karena itu, para manajer perusahaan berusaha mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan laporan sosial dan lingkungan agar kinerja keuangan menjadi baik. Sebuah keputusan untuk melakukan suatu pengungkapan informasi sosial, secara otomatis akan diikuiti oleh biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengungkapan tersebut. Sehingga, hal itu bisa menyebabkan turunnya pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan (Belkoui dan Krpik dalam Suryono dan Prastiwi, 2011). Adanya tingkat leverage yang tinggi menyebabkan perusahaan berusaha semaksimal mungkin untuk tetap memperoleh profitabilitas yang tinggi, agar stakeholder percaya untuk melakukan investasi pada perusahaan tersebut.
19
Tingkat profitabilitas mencerminkan apakah kondisi keuangan perusahaan itu kuat atau lemah, sehingga apabila perusahaan tersebut ingin mendapat image yang baik di mata stakeholder, maka perusahaan harus memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi. Ketika perusahaan tingkat leverage nya tinggi dan manajer ingin agar profitabilitas perusahaannya tetap tinggi, maka manajer perlu mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan, misalnya mengurangi biaya untuk melakukan sustainability report. 9.
Aktivitas Perusahaan Tingginya rasio aktivitas perusahaan mencerminkan kemampuan dana
yang tertanam dalam perputaran seluruh aktivanya pada suatu periode tertentu (Setiawan dalam Suryono dan Prastiwi, 2011). Semakin tinggi rasio, maka semakin baik manajemen dalam mengelola aktiva perusahaan. Semakin efektif tindakan-tindakan perusahaan dalam pengeloaan dana, maka perusahaan akan memiliki kecenderungan untuk mencapai kondisi keuangan yang semakin stabil dan kuat. Pengelolaan aktiva yang baik akan memperkuat kondisi atau kinerja perusahaan. Rasio
aktivitas
digunakan untuk
mengukur
seberapa
efektif
perusahaan dalam mengelola aktivanya. Jika aktiva yang dikelola perusahaan
jumlahnya
terlalu
banyak,
maka
perusahaan
akan
mengeluarkan biaya modal yang lebih tinggi sehingga labanya menurun. Sedangkan, jika aktivitas perusahaan terlalu rendah menyebabkan penjualan yang menguntungkan menjadi hilang, sehingga rasio ini
20
menggambarkan perbandingan antara tingkat penjulan dan investasi (Ananingsih dalam Suryono dan Prastiwi, 2011). 10. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya sebuah perusahaan menurut berbagai cara, diantaranya dengan melihat total aktiva, jumlah tenaga kerja, atau nilai pasar saham. Ukuran perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi perusahaan (Luthfia, 2012). Perusahaan yang besar akan mengungkapkan informasi
mengenai
aktivitas
perusahaannya
secara
lebih
luas
dibandingkan dengan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai aset atau kinerja perusahaan oleh investor. Semakin besar total aktiva dan total penjualan yang dimiliki perusahaan, hal tersebut menandakan jika perusahaan memiliki prospek yang baik di masa mendatang. Ukuran aktiva diukur sebagai logaritma dari total aktiva. Logaritma digunakan untuk memperhalus aset dikarenakan nilai aset tersebut jauh lebih besar dibandingkan nilai dari variabel lainnya. 11. Frekuensi Rapat Komite Audit Komite audit merupakan komite yang ditunjuk oleh perusahaan sebagai penghubung antara dewan direksi dan audit eksternal, internal auditor serta anggota independen, yang memiliki tugas untuk memberikan pengawasan auditor, memastikan manajemen melakukan tindakan korektif yang tepat terhadap hukum dan regulasi (Jati dalam Suryono dan Prastiwi,
21
2011). Komite audit yang memiliki kualitas tinggi dapat memahami makna strategis dari pengungkapan informasi dan apa saja yang dibutuhkan oleh stakeholder. Komite audit melakukan rapat untuk menjalankan tugasnya. Tujuan diadakannya rapat adalah untuk melakukan koordinasi agar tugas yang dimiliki komite audit bisa dilaksanakan secara efektif dalam hal pengawasan laporan keuangan, pengendalian internal, dan pelaksanaan GCG perusahaan. Semakin tinggi frekuensi pertemuan, diharapkan semakin baik koordinasi antar komite audit dalam menjalankan tugasnya. 12. Frekuensi Rapat Dewan Direksi Dewan direksi merupakan organ perusahaan yang memiliki tugas dan bertanggungjawab secara penuh dalam mengelola perusahaan. Keefektivan pengawasan di dalam aktivitas perusahaan dapat dipengaruhi oleh bagaimana dewan direksi dibentuk dan diorganisir. Kinerja yang baik dari dewan direksi akan mampu mewujudkan good corporate governance bagi perusahaan. Sebagian besar perusahaan melaksanakan rapat dewan direksi sekali dalam seminggu. Namun, jika dianggap perlu pelaksanaan rapat juga bisa ditetapkan berada di luar jadwal yang telah ditentukan, atas permintaan seorang atau lebih anggote direksi. Tujuan diadakannya rapat adalah untuk meningkatkan koordinasi antar anggota direksi dalam menjalankan tugasnya. Jumlah minimum anggota yang hadir adalah separuh dari anggota rapat untuk mengesahkan suatu keputusan. Schwartz-Ziv dan
22
Weisbach dalam Mardiyati (2016) mengatakan jika rapat dewan direksi berhubungan positif dengan kinerja perusahaan. Rapat dewan yang sering diadakan mampu memberikan direktur kesempatan untuk mendiskusikan kinerja perusahaan. 13. Governance Committe Willey dalam Widianto (2011) mengatakan bahwa governance committee merupakan sebuah komite yang beranggotakan para dewan direksi. Governance committee merupakan komite tambahan yang dibentuk oleh perusahaan. Untuk menunjang tercapainya tujuan, perusahaan perlu membentuk dewan komisaris, pelaksanaan rapat dewan direksi yang rutin, proporsi dewan direksi, dan komite-komite yang bisa mendukung tujuan perusahaan. Hidayah (2008) mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk mendorong penerapan GCG, antara lain membentuk Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang telah mengeluarkan Pedoman GCG dan pada tahun 2004, KNKCG diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Untuk mewujudkan praktik GCG yang baik dan berkelanjutan, hal yang harus diperhatikan bukan hanya apakah perusahaan tersebut telah menjalankan praktik
biasa
seperti
halnya
penunjukan
komisaris
independen,
pelaksanaan rapat dewan direksi yang rutin, proporsi dewan direksi, atau penunjukan anggota komite audit independen, melainkan dapat juga dilihat melalui pembentukan komite-komite tambahan yang dibentuk perusahaan
23
sebagai suatu bentuk usaha perwujudan good corporate governance yang baik. Komite-komite bentukan yang dimaksud antara lain : governance committee, komite nominasi dan remunerasi, ataupun yang lain sesuai fungsi dan perannya masing-masing. 14. Kepemilikan Manajerial Berdasarkan teori keagnenan, perbedaan kepentingan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham akan mengakibatkan adanya konflik kepentingan. Adanya konflik kepentingan ini, maka diperlukan suatu mekanisme untuk melindungi pemegang saham. Mekanisme tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut dengan biaya keagenan, oleh sebab itu untuk mengurangi biaya tersebut salah satu caranya adalah dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen. Kepemilikan manajerial merupakan kondisi yang menunjukkan bahwa manajemen perusahaan memiliki saham di dalam perusahaan tersebut atau manajemen tersebut adalah pemegang saham. Keberadaan manajemen perusahaan mempunyai latar belakang yang berbeda, antara lain: pertama, mereka mewakili pemegang saham institusi, kedua, mereka adalah tenagatenaga professional yang diangkat oleh pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Ketiga, mereka duduk di jajaran manajemen perusahaan karena turut memiliki saham. Fama dan Jensen dalam Rustiarini (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan manajemen, semakin tinggi pula motivasi untuk mengungkapkan aktivitas perusahaan yang dilakukan.
24
B. Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis 1.
Hubungan Profitabilitas dan Pengungkapan Sustainability Report Perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik, cenderung
akan memiliki kepercayaan yang tinggi untuk mengungkapkan informasi kepada stakeholders, karena perusahaan mampu menunjukkan kepada mereka bahwa perusahaan dapat memenuhi harapan mereka terutama investor, kreditor dan masyarakat. Sehingga perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi akan terdorong untuk melakukan pengungkapan sustainability report. Hal ini sesuai dengan teori pensinyalan, dimana perusahaan memberi sinyal kepada pihak luar maupun investor bahwa perusahaan memiliki profitabilitas yang tinggi melalui pengungkapan sustainability report. Penelitian
sebelumnya
yang
dilakukan
Mardyono
(2012)
menunjukkan bahwa profitabilitas dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan laporan keberlanjutan. Selain itu, penelitian yang hasilnya sejalan adalah penelitian milik Utomo (2012) dimana hasil penelitian menunjukkan
bahwa
terdapat
pengaruh
antara
ukuran
perusahaan,
profitabilitas, dan governance comite terhadap pengungkapan sustainability report. Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan memiliki kepercayaan diri yang lebih untuk mengungkapkan sustainability report karena perusahaan ingin menunjukkan kepada publik dan stakeholder bahwa perusahaan memiliki tingkat profitabilitas tinggi dibandingkan dengan
25
perusahaan lain. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat diturunkan : : Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. 2.
Hubungan Likuiditas dan Pengungkapan Sustainability Report Rasio likuiditas merupakan salah satu cara untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Perusahaan dengan tingkat likuiditas yang tinggi menandakan jika perusahaan tersebut mampu membayar kewajiban jangka pendeknya. Penelitian yang dilakukan oleh Burton, dkk dalam Almilia dan Retrinasari (2007) menyatakan bahwa tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan. Kondisi keuangan yang kuat akan mendorong perusahaan untuk mengungkapkan lebih banyak informasi sebagai instrumen untuk meyakinkan para stakeholders-nya. Namun, terdapat penelitian yang hasilnya bertolak belakang dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Burton dan Almilia, hasil penelitian yang dilakukan Badjuri (2011) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara likuiditas terhadap pengungkapan sustainability report. Jika perusahaan memiliki tingkat likuiditas yang tinggi, maka menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan tersebut baik karena bisa membayar kewajiban jangka pendek. Likuiditas yang tinggi mendorong perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang lebih luas lagi melalui pengungkapan sustainability report untuk lebih meyakinkan para stakeholder
26
bahwa perusahaan memiliki kinerja keuangan yang baik. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat diturunkan : : Likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. 3.
Hubungan Leverage dan Pengungkapan Sustainability Report Leverage
ketergantungan
merupakan perusahaan
alat
yang
terhadap
digunakan
kreditur
untuk
dalam
mengukur
mebiayai
aset
perusahaan. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung melakukan sedikit pengungkapan tanggung jawab sosial karena untuk mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan. Semakin tinggi tingkat leverage perusahaan, maka akan menanggung biaya monitoring yang tinggi pula, sehingga cenderung mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk memberikan informasi secara lebih luas mengenai kegiatan perusahaan (Widianto, 2011). Penelitian terdahulu oleh Suryono dan Prastiwi (2011) yang menyatakan
bahwa
leverage
memiliki
pengaruh
negatif
terhadap
pengungkapan sustainability report. Hasil penelitian yang dilakukan Suryono dan Prastiwi (2011) di dukung oleh penelitian Luthfia (2012) yang hasilnya menunjukkan adanya pengaruh negatif yang signifikan antara leverage terhadap pengungkapan Sustainability Reporting. Perusahaan yang memiliki tingkat leverage tinggi, maka akan menanggung biaya monitoring yang tinggi pula, sehingga memerlukan biaya yang lebih besar untuk membuat
pengungkapan tambahan berupa
sustainability report. Biaya yang dikeluarkan perusahaan lebih besar maka
27
akan mengurangi keuntungan yang seharusnya diperoleh perusahaan, hal itu membuat perusahaan akan berpikir dua kali untuk membuat sustainability report dengan menggunakan biaya yang lebih besar. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat diturunkan : : Leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap luas pengungkapan Sustainability Reporting 4.
Hubungan Aktivitas Perusahaan dan Pengungkapan Sustainability Report Semakin tinggi rasio aktivitas perusahaan mancerminkan semakin
baik manajemen dalam mengelola aktiva perusahaan, yang berarti semakin efektif perusahaan dalam penggunaan total aktiva. Semakin efektif tindakantindakan perusahaan dalam pengeloaan dana, maka perusahaan akan memiliki kecenderungan untuk mencapai kondisi keuangan yang stabil dan kuat. Kondisi keuangan yang semakin kuat menggambarkan usaha yang dilakukan perusahaan untuk mencari dukungan stakeholder dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan yang mengelola aktivanya dengan baik akan mencari cara untuk membuktikan kepada stakeholder bahwa perusahaan bisa mengelola dana yang ditanamkan stakeholder secara efektif. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan pengungkapan sustainability report, pengungkapan ini dilakukan agar para stakeholder lain tertarik untuk menanamkan dananya ke perusahaan dan perusahaan bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya.
28
Penelitian
sebelumnya
yang
dilakukan
oleh
Dilling
(2009)
mengatakan bahwa terdapat hubungan positif antara aktivitas perusahaan dengan pengungkapan CSR. Namun, hasil penelitian Suryono dan Prastiwi (2011) tidak sejalan dengan Dilling (2009), yang menyatakan bahwa aktivitas perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap pengungkapan sustainability report. Semakin tinggi rasio aktivitas menandakan kemampuan perusahaan yang expert dalam mengelola aktivanya. Hal ini memperlihatkan kondisi keuangan yang semakin stabil, kuat dan rendah resiko, sehingga perusahaan mudah untuk stakeholders
mendapatkan dukungan dari digunakan
perusahaan
untuk
stakeholders. mencapai
Dukungan
keberlanjutan
perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat diturunkan : : Tingkat aktivitas perusahaan berpengaruh positif signifikan dengan pengungkapan sustainability report. 5.
Hubungan Ukuran Perusahaan dan Pengungkapan Sustainability Report Teori legitimasi menjelaskan jika perusahaan yang lebih besar dengan
aktivitas operasi dan interaksinya kepada masyarakat, maka akan lebih luas memberikan pengungkapan sustainability reporting. Legitimasi diperlukan sebagai salah satu cara perusahaan menciptakan dan mempertahankan keselarasan nilai-nilai sosial yang ada disekitar perusahaan (Widianto, 2011).
29
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Widianto (2011) dan Luthfia (2012) yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan sustainability reporting. Pembuktian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zaenudin (2007) yang meneliti tentang faktorfaktor yang berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan pada perusahaan manufaktur yang go publik. Hasil penelitian menyatakan bahwa ukuran
perusahaan
(penjualan
bersih)
tidak
berpengaruh
terhadap
pengungkapan sosial dan lingkungan. Semakin besar ukuran sebuah perusahaan, maka segala kegiatan yang dilakukan selalu disorot oleh publik maupun stakeholder. Selain itu semakin besar perusahaan akan semakin banyak juga interaksi antara kegiatan perusahaan dengan masyarakat. Dalam hal ini perusahaan perlu meyakinkan para stakeholder dan publik, mengenai keselarasan norma perilaku masyarakat dengan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab, perusahaan
perlu
melakukan
pengungkapan
sustainability
report.
Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang dapat diturunkan yaitu: :
Ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan sustainability report.
6.
Hubungan Frekuensi Rapat Komite Audit dan Pengungkapan Sustainability Report Komite audit bertugas membantu dewan komisaris dalam melakukan
pengawasan terhadap manajemen. Komite audit merupakan alat yang efektif untuk melakukan mekanisme pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya
30
agensi dan meningkatkan kualitas pengungkapan perusahaan (Fokerdalam Said et.al, 2009). Menurut keputusan ketuab Bapepam Nomor Kep-24/PM/2004 dalam peraturan Nomor IX.1.5 menyatakan bahwa komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan. Dalam melaksanakan kewajibannya komite audit perlu melakukan rapat agar dapat melaksanaakan tugasnya dengan koordinasi yang baik dan efektif. Penelitian yang dilakukan oleh Suryono (2011) menjelaskan bahwa melalui jumlah pertemuan, komite audit semakin mampu mendorong manajemen untuk melakukan praktik pengungkapan sustainability report sebagai media komunikasi perusahaan dengan stakeholder dalam rangka memperoleh legitimasi melalui pelaksanaan good corporate governance. Semakin sering komite audit mengadakan rapat berpengaruh terhadap koordinasi komite audit yang semakin baik sehingga dapat melaksanakan pengawasan terhadap manajemen dengan lebih efektif dan diharapkan dapat mendukung peningkatan publikasi informasi sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan salah satu hal yang mendukung good corporate governace adalah dengan mempublikasikan Sustainability Report. Good corporate governace merupakan suatu proses atau sistem yang bertujuan meningkatkan nilai dan keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan
31
seluruh stakeholders. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: : Frekuensi rapat komite audit berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. 7.
Hubungan Frekuensi Rapat Dewan Direksi dan Pengungkapan Sustainability Report Proses bagaimana dewan direksi dibentuk dan diorganisir dapat
mempengaruhi keefektifan pengawasan dalam aktivitas perusahaan. Kinerja dewan direksi yang baik mampu mewujudkan good corporate governance bagi perusahaan. Pelaksanaan GCG sangat bergantung pada fungsi-fungsi dari dewan direksi yang dipercaya sebagai pihak yang mengurus perusahaan. Penelitian terdahulu oleh Schwartz-Ziv dan Weisbach (2013) mengatakan bahwa rapat dewan direktur berhubungan positif dengan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan yang baik, mampu mendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan yang lebih lengkap atas kegiatan yang telah dilakukan. Sustainability
Report
merupakan
laporan
yang
menunjukkan
keseriusan perusahaan untuk membuktikan aktivitas sosial dan lingkungan perusahaan dikarenakan terpisah dari annual report. Selain itu dewan direksi merupakan salah satu komponen dalam mewujudkan GCG sehingga dewan direksi perlu mempublikasikan informasi mengenai tanggung jawab sesuai dengan salah satu prinsip GCG yaitu accountability. Berdasarkan uraian di
32
atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: : Frekuensi rapat dewan direksi berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. 8.
Hubungan Governance Committe dan Pengungkapan Sustainability Report Governance committee adalah komite tambahan yang dibentuk oleh
perusahaan dimana didalamnya beranggotakan para dewan direksi. Good corporate governance perusahaan dapat terwujud salah satunya dengan cara pembentukan dan penujukkan governance committe yang kompeten dan berkualitas. Governance committe merupakan salah satu cara untuk memperoleh simpati dari para stakeholder, sehingga governance committee akan memberikan informasi yang luas mengenai kegiatan perusahaan, termasuk pengungkapan Sustainability Reporting. Dilling (2009) dan Widianto (2011) yang telah melakukan penelitian sebelumnya dan hasilnya menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan Sustainability Reporting. Sedangkan penelitian Suryono dan Prastiwi (2011) yang menyatakan bahwa governance committe memiliki pengaruh negatif terhadap pengungkapan sustainability report. Governance committee dapat merekomendasikan untuk melakukan tanggung jawab sosial melalui Sustainability Report. Rekomendasi yang dapat diberikan oleh governance committee dapat berupa inisiatif untuk melakukan pengungkapan sosial lingkungan yang lebih, untuk mewujudkan
33
prinsip transparancy dari GCG. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : : Governance committee berpengaruh
positif signifikan
terhadap pengungkapan sustainability report. 9.
Hubungan
Kepemilikan
Manajerial
dan
Pengungkapan
Sustainability Report Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Perusahaan apabila di dalamnya ada kepemilikan manajerial, maka diprediksikan akan lebih banyak memberikan informasi kepada publik agar perusahaan mendapatkan kepercayaan publik. Jika terdapat pimpinan tim manajemen sebagai pemegang saham maka diprediksikan akan memiliki kesadaran yang cukup untuk melaksanakan pengungkapan informasi ekonomi, lingkungan, sosial dan corporate governance dalam sustainability report. Anggraini (2004) meneliti tentang pengungkapan informasi sosial dan faktor-faktor yang memengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan keuangan tahunan, hasilnya adalah terdapat hubungan signifikan antara persentase kepemilikan manajemen dengan pengungkapan informasi sosial. Pembuktian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amal (2011) yang menyatakan bahwa manajemen laba, kepemilikan manajerial, profitabilitas, dan ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.
34
Perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang tinggi memiliki kepercayaan untuk mengungkapkan informasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada stakeholder dan masyarakat. Hal ini dikarenakan tidak terjadinya konflik kepentingan antar manajer dan pemilik perusahaan, serta adanya keselarasan tujuan dalam mewujudkan pertumbuhan perusahaan secara berkesinambungan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : : Kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan sustainability report
35
C. Model Penelitian Supaya lebih memahami bagaimana pengaruh variabel karakteristik perusahaan dan corporate governance terhadap sustainability report, maka dapat dibentuk model penelitian sebagai berikut : Karakteristik Perusahaan Profitabilitas + Likuiditas
+
Leverage -
Aktivitas Perusahaan
+
Ukuran Perusahaan
Frekuensi Rapat Komite Audit Frekuensi Rapat Dewan Direksi Governance Committee
+ Pengungkapan Sustainability Report
+ +
+ +
Kepemilikan Manajerial
Corporate Governance
Gambar 2.1 Model Penelitian