DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii IKHTISAR EKSEKUTIF ............................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi ................................................................................. 1 B. Peran Strategis ...................................................................................................................... 1 C. Sistematika Laporan .............................................................................................................. 2 BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA A. Rencana Strategis .................................................................................................................. 3 B. Penetapan Kinerja ................................................................................................................ 5 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA DAN KEUANGAN A. Capaian Indikator Kinerja Utama .......................................................................................... 7 B. Evaluasi dan Analisis Kinerja ................................................................................................. 8 C. Kinerja Lainnya ...................................................................................................................... 31 D. Akuntabilitas Keuangan ........................................................................................................ 60 BAB IV PENUTUP A. Keberhasilan dan Kegagalan ................................................................................................. 61 B. Permasalahan ......................................................................................................................... 63 C. Strategi ................................................................................................................................... 64 Lampiran
: Kontrak Kinerja Tahun 2012
i
KATA PENGANTAR Dalam rangka transparansi atas pencapaian visi dan misi yang telah dilaksanakan, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) sebagai pelaksana tugas Menteri Keuangan di bidang penganggaran membuat laporan sebagai pertanggungjawaban tertulis berupa LAKIP (Laporan Akuntabillitas Kinerja Instansi Pemerintah). LAKIP DJA disusun berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Instansi Pemerintah (AKIP) serta mengacu pada pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai alat kendali, sekaligus alat pemacu peningkatan kinerja dari setiap unit yang ada di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Dilihat dari fungsi kendali, kebijakan yang dilaporkan secara transparan kepada masyarakat membantu perwujudan good corporate governance. Sedangkan dari fungsi pemacu peningkatan kinerja, laporan ini membantu internal DJA melaksanakan self assesment atas kinerjanya selama ini guna perbaikan di masa mendatang. Visi DJA untuk “Menjadi pengelola Anggaran Negara yang professional, kredibel, transparan, danakuntabel” harus mampu dipahami oleh seluruh pegawai DJA. Dalam visi tersebut terkandung makna bahwa beban yang diembang merupakan tantangan yang harus ditaklukan demi terwujudnya profesionalisme, kredibilitas, tranparansi, dan akuntabilitas. Akhir kata, seiring dengan harapan atas terwujudnya visi tersebut, saya ucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran DJA yang telah memberikan sumbangsih karyanya selama ini. Jakarta, Maret 2014 Direktur Jenderal Askolani NIP 196606111992021001
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF Dalam rangka mewujudkan visi Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) menjadi pengelola anggaran negara yang profesional, kredibel, transparan dan akuntabel, setiap tahun disusun peta strategis. Sasaran strategis tersebut mencerminkan hal‐hal strategis yang ingin dicapai DJA dalam tahun tertentu. Sasaran strategis yang ingin dicapai DJA pada tahun 2013 sebanyak 12 sasaran strategis yaitu pengelolaan anggaran negara yang berkualitas, kepuasan pengguna layanan yang tinggi, kepatuhan pengguna layanan yang tinggi, kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas, edukasi dan komunikasi yang efektif, pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, dan akuntabel, PNBP yang optimal, monitoring dan evaluasi yang efektif, SDM yang berkompetensi tinggi, organisasi yang adaptif, perwujudan TIK yang terintegrasi, dan pelaksanaan anggaran yang optimal. Selanjutnya, guna mendukung pencapaian sasaran strategis tersebut DJA menyusun 27 Indikator Kinerja Utama (IKU). Melalui IKU dimaksud diharapkan dapat memberikan informasi kepada pengambil keputusan sejauh mana masing‐masing unit kerja berhasil mewujudkan sasaran strategis yang telah ditetapkan. Bedasarkan realisasi capaian kinerja DJA tahun 2013 dari 27 IKU terdapat 4 IKU yang tidak memenuhi target dan 23 IKU yang sesuai atau melebihi target yang telah ditetapkan. IKU yang tidak memenuhi target adalah indeks kepuasan pengguna layanan (97,73%), persentase ketepatan waktu penyelesaian juknis/norma penganggaran (96,23%), tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi (99,34%), dan persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai) (98,07%). Adapun pembagian sasaran strategis dan IKU berdasarkan perspective pada peta strategi dibagi menjadi 4 (empat) layer. Pada stakeholder perspective seluruh target dalam sasaran strategis dan IKU seluruhnya dapat tercapai. Ada beberapa IKU dalam perspektif ini yang memiliki capaian realisasi signifikan (diatas 120%), yaitu deviasi proyeksi exercise I‐account, dan persentase dana blokir. Memperhatikan capaian IKU pada perspective ini dapat disimpulkan bahwa beberapa indikator yang menjadi ukuran keberhasilan yang diberikan DJA kepada stakeholder menunjukkan nilai positif dan sesuai ekspektasi stakeholder. Selanjutnya, pada customer perspective dari 2 (dua) sasaran strategis terdapat 1 (satu) IKU yang tidak tercapai target, yaitu indeks kepuasan pengguna layanan, dengan realisasi capaian sebesar 3,88 dari target sebesar 3,97. Sedangkan pada Internal Process Perspective yang terdiri dari 5 (lima) sasaran strategis terdapat 2 (dua) IKU yang tidak mencapai target, yaitu persentase ketepatan waktu penyelesaian juknis/norma penganggaran serta tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi. Capaian IKU lainnya pada perspektif ini tidak ada yang meningkat signifikan (dengan capaian rata‐rata sebesar 103,54%). Untuk Learning and Growth Perspective hanya 1 (satu) IKU yang tidak mencapai target yaitu persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai). Namun demikian, dalam perspektif ini terdapat 2 (dua) IKU yang capaiannya signifikan yaitu persentase pegawai yang memenuhi standar jamlat, dan persentase penyelesaian pembangunan sistem informasi yang mendukung proses bisnis. Disamping memfokuskan pencapaian target‐target kinerja, DJA juga melaksanakan target‐ target pekerjaan lain di luar IKU untuk mewujudkan visi yang telah dicanangkan. Selama tahun 2013 iii
terdapat beberapa keberhasilan pelaksanaan tusi diluar IKU yang cukup menonjol, antara lain keterbukaan pembahasan usulan anggaran di DPR, peningkatan peran APIP dalam review RKA‐K/L, penyederhanaan revisi dokumen anggaran, pemantapan penerapan KPJM dalam review baseline penyusunan resource envelope dan pagu indikatif, penyederhanaan proses usulan revisi dokumen anggaran di Kementerian Pertahanan, implementasi SJSN, optimalisasi peran SBK, penelaahan online, bimbingan teknis ke K/L, soft launching Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI), RUU PNBP dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2014, evaluasi pemberian izin penggunaan sebagian dana PNBP oleh K/L, penyusunan UU tentang Aparatur Sipil Negara, pengaturan kembali kontrak tahun jamak, pemberian tunjangan kinerja pada K/L dalam rangka Reformasi Birokrasi, dan transformasi kelembagaan pelaksana kegiatan hulu migas.
iv
BAB I PENDAHULUAN A.
Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Berdasarkan pasal 179 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penganggaran. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, Direktorat Jenderal Anggaran menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan di bidang penganggaran; b. pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penganggaran; d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penganggaran; dan e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Anggaran. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Anggaran terdiri dari: a. Sekretariat Direktorat Jenderal; b. Direktorat Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; c. Direktorat Anggaran I; d. Direktorat Anggaran II; e. Direktorat Anggaran III; f. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak; g. Direktorat Sistem Penganggaran; dan h. Direktorat Harmonisasi Peraturan Penganggaran.
B.
Peran Strategis DJA dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Direktorat Jenderal Anggaran mempunyai peran utama: a. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk perubahannya; b. Pengalokasian anggaran Kementerian/Lembaga; c. Optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); d. Penghitungan resource envelope untuk penetapan pagu anggaran; e. Penetapan Pagu Indikatif, Pagu Sementara dan Pagu Definitif; f. Penetapan perubahan pagu anggaran bagi K/L terkait; 1
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
g. Penyusunan dan harmonisasi kebijakan penganggaran. C.
Sistematika Laporan Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP) DJA disusun dengan sistematika sebagai berikut : 1. Bab I Pendahuluan 2. Bab II Rencana Strategis dan Penetapan Kinerja 3. Bab III Akuntabilitas Kinerja dan Keuangan 4. Bab IV Penutup
2
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA A. Rencana Strategis Dalam menjalankan tugas dan fungsi tersebut telah dirumuskan visi dan misi DJA. Visi dan misi DJA adalah sebagai berikut: 1. Visi Menjadi pengelola anggaran negara yang profesional, kredibel, transparan, dan akuntabel. Dari rumusan visi tersebut, yang dimaksud dengan Profesional adalah seluruh jajaran DJA diharapkan mampu menjadi pengelola anggaran yang menguasai bidang tugasnya karena memiliki pengetahuan dan keterampilan (hardskill) serta integritas/moralitas (softskill) yang memadai. Kredibel artinya diharapkan setiap perumusan dan pelaksanaan kebijakan yang menjadi tanggung jawab DJA dapat dipercaya oleh Stakeholders. Transparan artinya dalam proses pelaksanaan pengelolaan anggaran, diharapkan seluruh jajaran DJA melakukan dengan jujur dan hasil pelaksanaan tugasnya dapat diketahui secara terbuka oleh Stakeholders. Akuntabel artinya DJA diharapkan dapat mempertanggungjawabkan proses dan hasil pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan berpedoman pada peraturan perundang‐undangan dan kaidah‐kaidah yang baik (best practice) dalam pengelolaan keuangan negara. 2. Misi a. Mewujudkan perencanaan kebijakan APBN yang sehat, kredibel, dan berkelanjutan; b. Mewujudkan prencanaan pengeluaran negara yang efisien serta pengamanan keuangan negara melalui harmonisasi peraturan penganggaran yang efektif; c. Mewujudkan penerimaan negara bukan pajak yang optimal dengan tetap menjaga pelayanan kepada masyarakat; d. Mewujudkan norma dan sistem penganggaran yang kredibel, transparan, dan akuntabel; e. Mewujudkan sumber daya manusia yang profesional dan sumber daya lainnya yang berkualitas, efektif dan efisien.
3
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
3. Tujuan, Sasaran, dan Program DJA Tujuan yang telah ditetapkan oleh DJA dan tertuang dalam Rencana Strategis DJA 2010‐2014 adalah “Terlaksananya fungsi penganggaran sesuai dengan peraturan perundang‐undangan dan kebijakan Pemerintah”. Sasaran yang ingin dicapai oleh DJA pada tahun 2013 (sesuai dengan strategy map DJA) adalah sebagai berikut : a. Kepuasan pengguna layanan yang tinggi. b. Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi. c. Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas. d. Edukasi dan komunikasi yang efektif. e. Pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, dan akuntabel. f. PNBP yang optimal. g. Monitoring dan evaluasi yang efektif. h. SDM yang berkompetensi tinggi. i. Organisasi yang adaptif. j. Perwujudan TIK yang terintegrasi. k. Pelaksanaan anggaran yang optimal. Program yang dilaksanakan pada tahun 2013 sesuai dengan hasil restrukturisasi program dan kegiatan adalah Pengelolaan Anggaran Negara dengan didukung oleh kegiatan : a. Penyusunan APBN; b. Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat; c. Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain‐lain; d. Pengelolaan PNBP dan Subsidi; e. Pengembangan Sistem Penganggaran; f. Harmonisasi Peraturan Penganggaran; g. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya.
4
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
B. Pen netapan Kinerja Pad da tahun 201 13, Direktur Jenderal J Angggaran menettapkan kontrrak kinerja keepada Menteeri Keu uangan dengaan jumlah Indikator Kinerrja Utama (IK KU) sebanyakk 27 IKU. Sebanyak 14 IK KU merrupakan casccading dari Kementerian W Wide. Secara rinci capaian n kinerja DJA A dapat terlihat pad da penjelasan berikut: G Gambar 1
Gambar 2 2013 Rakaapitulasi Capaaian Kemenkkeu‐One DJA 2
Tabel 1 Target Capaian Kinerja DJA 2013 KODE SS/IKU
Sasaran Strategis/IKU (BOBOT)
AG‐1 Pengelolaan anggaran negara yang berkualitas AG‐1.1 Deviasi proyeksi exercise I‐account (33,33%) AG‐1.2 Indeks kualitas penyusunan RAPBN/RAPBNP AG‐1.3 Persentase dana blokir (tanda bintang)* AG‐2 Kepuasan pengguna layanan yang tinggi AG‐2.1 Tingkat efektivitas Standar Biaya Keluaran (50%) AG‐2.2 Indeks kepuasan pengguna layanan* (50%) AG‐3 Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi AG‐3.1 Persentase penerapan KPJM (Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah) oleh Penanggung Jawab Program* (100%) AG‐4 Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas AG‐4.1 Persentase ketepatan waktu penyelesaian juknis/norma penganggaran (33,33%) AG‐4.2 Persentase persetujuan atas rekomendasi harmonisasi peraturan bidang penganggaran (33,33%) AG‐4.3 Persentase penyelesaian peraturan bidang PNBP (33,33%) AG‐5 Edukasi dan komunikasi yang efektif AG‐5.1 Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi (100%) AG‐6 Pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, dan AG‐6.1 Indeks opini BPK atas Laporan Keuangan BA BUN (999.07 dan 999.08)* (33,33%) AG‐6.2 Persentase ketepatan waktu penyelesaian SP DIPA (33,33%) AG‐6.3 Persentase ketepatan waktu penyelesaian revisi anggaran Non APBN‐P* (33,33%) AG‐7 PNBP yang optimal AG‐7.1 Jumlah PNBP Nasional* (100%) AG‐8 Monitoring dan evaluasi yang efektif AG‐8.1 Indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden* (100%) AG‐9 SDM yang berkompetensi tinggi AG‐9.1 Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan* (50%) AG‐9.2 Persentase pegawai yang memenuhi standar jamlat* (50%) AG‐10 Organisasi yang adaptif AG‐10.1 Persentase penyempurnaan proses bisnis (25%) AG‐10.2 Nilai reformasi birokrasi* (25%) AG‐10.3 Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti* (25%) AG‐10.4 Tingkat kematangan penerapan manajemen risiko* (25%) AG‐11 Perwujudan TIK yang terintegrasi AG‐11.1 Persentase akurasi data SIMPEG* (25%) AG‐11.2 Persentase penyelesaian pembangunan sistem informasi yang mendukung proses bisnis (25%) AG‐11.3 Persentase pertukaran data oleh unit eselon I (25%) AG‐11.4 Persentase penyempurnaan desain sistem modul SPAN terkait DIPA dan Revisi DIPA (25%) AG‐12 Pelaksanaan anggaran yang optima AG‐12.1 Persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai) (50%) AG‐12.2 Persentase penyelesaian kegiatan belanja modal dalam DIPA* (50%)
6
Realisasi TA 2011
Realisasi TA 2012
Target TA 2013
N/A N/A N/A
0,29% N/A 1,45%
3% 3 2%
2,85 3,81
3,03 3,87
50% 3,97
N/A
92,77%
80%
N/A
3,58
100%
N/A
N/A
75%
N/A
N/A
100%
78,30
77,15
80
N/A
4
4
N/A N/A
N/A N/A
100%
321,2T
345T
349,17
N/A
84,86
80
93,27%
94,4%
87%
N/A
N/A
50%
100% 91,21 N/A
100% 93,56 100%
100% 92 90%
N/A
N/A
55
N/A N/A
100% N/A
100% 80%
N/A N/A
N/A N/A
90% 100%
85,67%
87,97%
95%
N/A
N/A
98%
100%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA DAN KEUANGAN A. Capaian Indikator Kinerja Utama Tabel 2 Realisasi Capaian Kinerja DJA 2013 Sasaran Strategis
INDIKATOR KINERJA
STAKEHOLDER PERSPECTIVE Pengelolaan Deviasi proyeksi exercise I‐account anggaran negara Indeks kualitas penyusunan RAPBN/RAPBNP yang berkualitas Persentase dana blokir (tanda bintang)* CUSTOMER PERSPECTIVE Kepuasan pengguna Tingkat efektivitas Standar Biaya Keluaran layanan yang tinggi Indeks kepuasan pengguna layanan* Kepatuhan pengguna Persentase penerapan KPJM (Kerangka Pengeluaran layanan yang tinggi Jangka Menengah) oleh Penanggung Jawab Program*
Target
Realisasi
%
3% 3 5%
0,00% 3,43 0,17%
120,00% 114,33% 120,00%
50% 397% 80%
60,02% 3,88 100%
120,00% 97,73% 120,00%
100%
96,23%
96,23%
75%
99,10%
120,00%
100% 80
100% 79,47
100,00% 99,34%
INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE Kajian dan rumusan kebijakan yang
Persentase ketepatan waktu penyelesaian juknis/norma penganggaran Persentase persetujuan atas rekomendasi harmonisasi peraturan bidang penganggaran Persentase penyelesaian peraturan bidang PNBP Edukasi dan komunikasi Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi yang efektif Pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, dan akuntabel
Indeks opini BPK atas Laporan Keuangan BA BUN (999.07 dan 4 4 999.08)* Persentase ketepatan waktu penyelesaian SP DIPA 100% 100% Persentase ketepatan waktu penyelesaian revisi anggaran Non 100% 105,56% APBN‐P* PNBP yang optimal Jumlah PNBP Nasional* Rp349,17T Rp349,94T Monitoring dan Indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi 80 88,39 evaluasi yang efektif Presiden* LEARNING & GROWTH PERSPECTIVE SDM yang Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi 87% 97,50% berkompetensi tinggi jabatan* Persentase pegawai yang memenuhi standar jamlat* 30% 100,00% Organisasi yang adaptif Persentase penyempurnaan proses bisnis 100% 100% Nilai reformasi birokrasi* 92 94,72 Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang 90% 100% ditindaklanjuti* Tingkat kematangan penerapan manajemen risiko* 56,85 55 Perwujudan TIK yang 100% 100% Persentase akurasi data SIMPEG* terintegrasi Persentase penyelesaian pembangunan sistem informasi yang 80% 100% mendukung proses bisnis 90% 98,33% Persentase pertukaran data oleh unit eselon I Persentase penyempurnaan desain sistem modul SPAN terkait 100% 100% DIPA dan Revisi DIPA 95% 93,16% Pelaksanaan anggaran Persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai) yang optimal 98% 99,99% Persentase penyelesaian kegiatan belanja modal dalam DIPA* Jumlah Anggaran Program Tahun 2013 Jumlah Realisasi Anggaran Program Tahun 2013 Persentase Penyerapan DIPA Tahun 2013
7
100,00% 100,00% 105,56% 100,22% 110,49%
112,07% 120,00% 100,00% 102,96% 111,11% 103,36% 100,00% 120,00% 109,26% 100,00% 98,06% 102,03%
Rp134.101.327.000,‐ Rp126.499.137.388,‐ 94,33%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
B. Evaaluasi dan Anaalisis Kinerja 1. Sasaran Strat S tegis: Pengelo olaan Anggarran yang Berkkualitas Pen ngelolaan an nggaran yan ng berkualitas dilaksan nakan gunaa memastikaan p perencanaan anggaran daan realisasi peenyerapannyaa berjalan deengan baik ke depannya daan s sesuai dengaan target yang telah dittetapkan. Hal tersebut d ditujukan agaar pengelolaaan a anggaran dap pat lebih baik dan tepat sasaran sehingga membeerikan kontrib busi jelas pad da kesejahteraaan masyaraakat. Untuk mengukurn p peningkatan nya sasaran strategis iini d dipergunakan n 3 (tiga) ind dikator yaitu deviasi proyyeksi exercisee I‐account, indeks kualitas p penyusunan RAPBN/RAPB BNP, dan perssentase dana blokir. Dalam sasaraan strategis in ni terdapat 3 ((tiga) IKU, yaiitu: a Deviasi Prroyeksi Exerciise I‐accountt a. Adaapun yang dim maksud exerccise I‐Account adalah perh hitungan perkiraan besaraan APBN yang tertuang daalam tabel I‐A Account (ressource envelo ope dan pagu indikatif, paggu Anggaran Kementerian PBN, RAPBN‐‐P, dan laporaan n Negara/Lem mbaga (K/L) aatau pagu RAP semester I dan perkirraan realisasii) yang disusun berdasarkkan asumsi dasar d ekonom mi makro dan n arah kebijakkan fiskal yan ng ditetapkan oleh Menterri Keuangan. IKU ini dihitung b berdasarkan b besaran deviiasi yaitu selissih antara anggka dalam RU UU APBN yan ng disusun berdasarkan b formula yan ng berlaku dan masukan‐masukan daari stakeholders terkait, dengan d angka dalam RUU U APBN yangg diputuskan n oleh Menteeri Keuangan untuk dimasukkan dalam Nota Keeuangan. Un ntuk tahun 2013, IKU iini menargetkan deviasi sebesar 3%, sedangkan capaiannya adalah 0% dengan d rinciaan sebagai beerikut : Tabel 3 n Deviasi Pen nyusunan Pro oyeksi Exercisse I‐account Perhitungan b Indeks Kualitas Penyussunan RAPBN b. N/RAPBNP Kuaalitas pengelo olaan anggaraan negara jugga diukur dari efektivitas/eefisiensi proses pada setiaap tahap dalaam siklus penganggaran. Adapun alat yang dipergunakan adalaah kualitas penyusunan RAPBN/RA APBNP melaalui indikato or pemenuh han prosedur penyusunan RAPBN/R RAPBNP melliputi penyusunan datab base, penggunaan modeel,
penggunaan teknologi informasi, peemenuhan ceek and balancces, pemenuh han time fram me, public heearing, sertaa sosialisasi transparanssi. Untuk skkala perhitu ungan IKU iini menggunaakan skala 1‐4 4. IKU U ini baru dite etapkan padaa tahun 2013 dengan targget yang ditettapkan sebessar 3, sedangkkan capaiannya adalah 3,4 43 dengan rin ncian sebagai berikut : Tabel 4 Capaian Per Komponen K Kualitas Penyyusunan RAPB BN/RAPBNP
c Persentasse Dana Blokir (tanda binttang) c.
Dan na blokir merupakan dana dalam RKA‐K K/L dan DIPA yang belum d dapat dicairkaan
karena be elum memen nuhi persyaraatan sesuai dengan d peratturan perund dang‐undangaan yang berlaku. Penguku uran persenttase dana blo okir ditujukan untuk men ngukur akuraasi perencanaaan anggaran n belanja yang dilakukan K K/L. Formulassi yang diperggunakan untu uk mengukurr persentase dana blokir aadalah memb bandingkan ju umlah dana d diblokir dengaan total angggaran belanja K/L dalam seetahun. Sem makin kecil persentase dana blokir berarti sem makin akuratt perencanaaan anggaran belanja dan kesiapan saatuan kerja untuk u mengeelola belanja negara secara optimal. Pelaksanaan P belanja negara yang optimal menun njukan kemampuan satuaan kerja dalaam membuat perencanaan n dan melakssanakan kegiiatan yang teelah ditatapkaan pada doku umen pelaksaanaan anggaran dengan baaik. Pen nggunaan uku uran ini mulaai dilaksanakan sejak tahun 2012. Pad da tahun 201 12 tersebut d diperoleh realisasi persenttase dana blo okir sebesar 1 1,45% dari yaang ditargetkaan sebesar 3% %. Unttuk tahun 201 13, persentasse dana blokir ditargetkan n sebesar 2% dari total paggu pagu angggaran belanjaa Kementeriaan Negara/Le embaga (K/L) sebesar Rp p603,48T. Pad da
awal tahun anggaran 2013 terdapat dana blokir sebesar Rp192,19T. Selanjutnya, hingga akhir tahun 2013 masih terdapat total dana K/L yang masih diblokir sebesar Rp1,04T (atau 0,17% dari pagu anggaran belanja K/L) dengan rincian sebagai berikut : •
Direktorat Anggaran I
Rp0,95T
•
Direktorat Anggaran II
Rp0,09T
•
Direktorat Anggaran III
Rp 0
DJA senantiasa berkomunikasi secara aktif untuk mengingatkan satuan kerja di setiap K/L agar segera melengkapi data dukung dalam rangka pembukaan dana blokirnya. Disamping itu, secara khusus juga dilakukan rapat koordinasi percepatan pembukaan blokir anggaran yang dihadiri oleh seluruh K/L dan bimbingan teknis K/L pada beberapa wilayah regional. Upaya ini dirasakan cukup efektif untuk mengurangi dana blokir yang ada dalam DIPA satuan kerja K/L. Sisa dana yang masih diblokir sampai dengan akhir tahun anggaran disebabkan karena hingga batas akhir penyampaian usulan pembukaan blokir, K/L yang bersangkutan belum menyampaikan TOR/RAB atas kegiatan tersebut. K/L besar yang menyumbang dana blokir tersebut antara lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Mahkamah Agung, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kesehatan, Sekretariat Negara, dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Capaian kinerja tersebut menunjukan bahwa bimbingan teknis yang dilakukan DJA kepada K/L cukup efektif dalam mengurangi dana blokir yang ada pada RKA‐K/L dan DIPA satuan kerja. 2. Sasaran Strategis: Kepuasan pengguna layanan yang tinggi Reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan merupakan suatu langkah strategis untuk mendukung pembangunan nasional. Alat untuk mengukur birokrasi yang baik dinilai dari indikator birokrasi yaitu efektif, efisien, kepuasan pengguna layanan, akuntabilitas, dan responsivitas. Keberhasilan sasaran strategis ini diukur melalui indikator tingkat efektivitas Standar Biaya Keluaran dan indeks kepuasan pengguna layanan. Survei kepuasan pengguna layanan Kemenkeu ditujukan untuk mengetahui kemajuan reformasi birokrasi Kemenkeu dari aspek kepuasan pengguna layanan. Survei tersebut diharapkan dapat menghasilkan
10
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
informasi kondisi pelayanan saat ini (sebagai harapan stakeholder) guna dasar pengambil kebijakan dalam rangka peningkatan kinerja layanan di masa mendatang. Dalam sasaran strategis ini terdapat 2 (dua) IKU, yaitu: a. Tingkat efektivitas Standar Biaya Keluaran (SBK) IKU ini digunakan untuk mengukur efektivitas Standar Biaya Keluaran yang dipakai oleh Kementerian/Lembaga sebagai pedoman dalam proses penyusunan anggaran. Capaian IKU diperoleh dengan membandingkan jumlah SBK yang digunakan sebagai dasar perhitungan alokasi dalam RKAKL dengan jumlah SBK yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang SBK. IKU tersebut baru dipakai pada tahun 2013 dengan target 50%. Target ini diasumsikan bahwa terdapat 50% dari SBK yang disusun pada bulan Mei 2013 dapat dipergunakan dalam proses penyusunan anggaran tahun 2014 (pada penyusunan Pagu Anggaran 2014 bulan Agustus 2013). Berdasarkan formulasi di atas, dari sebanyak 1.471 item SBK yang ditetapkan dalam PMK dan terdapat sebanyak 883 item SBK yang dapat digunakan sebagai dasar perhitungan alokasi dalam RKAKL, sehingga diperoleh realisasi capaian kinerja atas IKU ini sebesar 60,02%. Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas SBK ini akan dilakukan beberapa rencana aksi, yaitu : •
Menyederhanakan proses anggaran end to end untuk menghasilkan proses anggaran yang efektif, efisien, dan kolaboratif
•
Meningkatkan komunikasi dengan K/L agar SBK yang diusulkan realistis dan benar‐ benar dapat diimplementasikan dalam penyusunan RKA‐K/L
•
Melakukan kajian untuk merubah metodologi dalam penyusunan SBK berbasis Pagu Indikatif
b. Indeks Kepuasan Pengguna Layanan Indeks kepuasan pengguna layanan diukur berdasarkan hasil survei kepuasan pengguna layanan oleh lembaga independen. Hasil survei tersebut menunjukan sejauh mana kepuasan stakeholders terhadap pelayanan yang telah diberikan atas pelaksanaan layanan unggulan berdasarkan tugas dan fungsi masing‐masing unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Adapun jenis layanan unggulan DJA yang diukur yaitu sebagai berikut : a. Pelayanan pengesahan DIPA (target penyelesaian 15 Desember). b. Pelayanan penyelesaian revisi DIPA (Non APBN‐P) di DJA (target penyelesaian 5 hari kerja). 11
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
c. Pelayaanan penyeleesaian usulan n Standar Biaya Keluaran (target penyelesaian 5 haari kerja). d. Pelayaanan penyussunan konsep p Rancangan n Peraturan Pemerintah (RPP) tentan ng Jenis d dan Tarif atass Jenis PNBP aatau revisi yaang berlaku bagi K/L (targe et penyelesaiaan 27 harri kerja). Berrdasarkan hassil survei kep puasan penggguna layanan Kementerian n Keuangan TA T 2013 yangg dilaksanakaan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh Ind deks Kepuasaan Pengguna Layanan DJA A sebesar 3,88 8 pada skala 5 5. Indeks terssebut masih d dibawah indeks tingkat Keementerian Keuangan K sebesar 3,98. Dalam survei tersebut DJA D menempaati peringkat 9 dari 10 ese elon I di lingku ungan Kemen nterian Keuan ngan yang dilaakukan surveii. Meskipun tidak mencapai target, namun indeks kepuaasan penggun na layanan DJJA memiliki kkecenderungaan yang teruss meningkat dari tahun kee tahun. Skorr kepuasan DJJA mengalam mi peningkataan yang signiffikan pada taahun 2009 daari tahun seb belumnya yaitu dari skor 3,60 meningkat menjadi 3,78 (pada periode p terseebut skor kep puasan layanaan Kementerian Keuangaan justru m menurun). Se elanjutnya, skor s kepuasan DJA terus meningkatt ke level 3,7 79 pada tahun n 2010 dan taahun 2011 m meningkat lagi menjadi 3,8 81. Pada tahu un 2012, skor kepuasan DJA A meningkat menjadi 3,87 7. Tren kenaikan Indeks I Kepuaasan Pengguna Layanan DJA tersebut digambarkaan dalam grafik sebagai beerikut : Grafik 1 1 uasan Penggu una Layanan DJA Indeks Kepu
wa pada prakteknya perrsepsi kepuasan penggun na Perrlu diinformaasikan bahw layanan antara stakeh holders dengaan pihak Ditjen Anggaran n terdapat bias yang cuku up signifikan.. Sebagai illusstrasi, K/L meenginginkan p pelayanan prima atas penyyelesaian revvisi DIPA Non APBN‐P maksimal 5 hari kerja. Kenyyataannya banyak K/L yan ng mengajukaan MK usulan revvisi tidak dilengkapi dengaan data dukung sebagaimaana yang diattur dalam PM
tentang Tata Cara Revisi Anggaran, materi revisi mengakibatkan perubahan DIPA Petikan atas ratusan satuan kerja, serta substansi usulan revisi memerlukan keputusan pimpinan Kementerian Keuangan, dll. Di lain pihak, DJA tidak serta merta dengan mudah menyetujui usulan revisi yang diajukan K/L. DJA harus berpedoman pada peraturan dan SOP yang ada sehingga membutuhkan waktu lebih guna menjaga governance pengeluaran negara. Kekurang hati‐hatian pegawai DJA dalam memproses usulan revisi menjadi celah dan kesempatan terjadinya berbagai penyimpangan yang terjadi di K/L. Selanjutnya, untuk meningkatkan indeks kepuasan pengguna layanan ini akan dilakukan beberapa rencana aksi, yaitu : •
Mengevaluasi semua unsur layanan DJA kepada stakeholder.
•
Mengidentifikasi dan menganalisis unsur layanan yang sudah dan perlu ditingkatkan
•
Menyusun dan mengimplementasikan langkah‐langkah perbaikan untuk meningkatkan kepuasan stakeholder
3. Sasaran Strategis: Kepatuhan pengguna layanan yang tinggi Sebagai pengelola anggaran negara, DJA memiliki ekspektasi terhadap pengguna layanan (K/L) agar patuh terhadap berbagai peraturan dan kebijakan yang ditetapkan dalam bidang penganggaran. Kepatuhan tersebut salah satunya diukur dengan penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) oleh penanggung jawab program. Dalam sasaran strategis ini hanya terdapat 1 (satu) IKU yaitu persentase penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) oleh penanggung jawab program. Persentase penerapan KPJM (Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah) oleh Penanggung Jawab Program Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) adalah pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran. Dalam rangka penyusunan RKA‐K/L dengan pendekatan KPJM, K/L perlu menyelaraskan kegiatan/program dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional) danR Strategi (Renstra) K/L, yang pada tahap sebelumnya juga menjadi acuan dalam menyusun RKP dan Renja K/L. IKU ini mengukur kepatuhan penanggung jawab program dalam menyampaikan rencana kerja pemerintah jangka menengah (KPJM) dalam aplikasi RKA‐K/L. Capaian IKU ini diperoleh melalui pengisian kolom perkiraan kebutuhan anggaran sampai dengan tahun 2016 di dalam aplikasi RKAKL oleh satuan kerja. IKU ini bertujuan
13
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
untuk mengukur kepatuhan penangung jawab program dalam mengisi alokasi anggaran di kolom isian KPJM pada aplikasi RKAKL‐DIPA. Dari sekitar total 24.000 satuan kerja pada tahun 2012, sebanyak 22.265 satuan kerja telah mengisi KPJM sehingga diperoleh capaian kinerja IKU sebesar 92,77%. Adapun pada tahun 2013 ini sebanyak 319 penanggung jawab program (Direktorat Aggaran I sebanyak 132 SP DIPA, Direktorat Anggaran II sebanyak 129 SP DIPA, dan Direktorat Anggaran III sebanyak 58 SP DIPA) seluruhnya telah mengisi alokasi anggaran pada kolom KPJM di aplikasi RKAKL sehingga IKU ini terealisasi 100%. Selanjutnya, untuk meningkatkan kepatuhan K/L atas penerapan KPJM ini akan dilakukan beberapa rencana aksi, yaitu : •
Melakukan monitoring dan evaluasi penerapan KPJM oleh penanggung jawab program
•
Melakukan langkah‐langkah perbaikan
4. Sasaran Strategis: Kajian dan rumusan kebijakan yang berkualitas Yang dimaksud dengan kajian adalah proses rasionalisasi dan pembuktian empirik terhadap kepercayaan/ketidakpercayaan menjadi pemahaman/ilmu pengetahuan. Adapun rumusan adalah pernyataan atau simpulan tentang asas, ketetapan, dan sebagainya yang disebutkan dengan kalimat yang ringkas dan tepat. Sedangkan kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Kebijakan yang berkualitas mencakup kebijakan pemerintah mengenai PNBP dan penganggaran yang berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. Dalam sasaran strategis ini diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator yaitu persentase ketepatan waktu penyelesaian juknis/norma penganggaran, persentase persetujuan atas rekomendasi harmonisasi peraturan bidang penganggaran, serta persentase penyelesaian peraturan di bidang PNBP dengan penjelasan sebagai berikut. a. Persentase Ketepatan Waktu Penyelesaian Juknis/norma Penganggaran IKU ini bertujuan untuk mengukur kinerja atas capaian penyelesaian juknis/norma penganggaran, yaitu :
1) PMK Revisi Anggaran 2) PMK Standar Biaya Keluaran 3) PMK Petunjuk Penyusunan RKAKL 4) PMK Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan DIPA Pada tahun 2013 ditargetkan 100% seluruh PMK tersebut bisa diselesaikan sesuai target penyelesaian masing‐masing PMK. Pada semester I rata‐rata capaian IKU ini
14
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
hanya me encapai 78,37%, namun p pada semeste er II diperoleh rata‐rata caapaian sebessar 114,1%. Dengan demikian, berdassarkan nilai caapaian kinerja pada semeester I dan II di atas, dipeeroleh rata‐raata capaian kkinerja IKU taahun 2013 seebesar 96,23% %. Rincian deetil sebagai b berikut : Tabel 5 K Bidang Pengganggaran Ketepatan Waktu Penyeelesaian PMK
b Persentase Persetujjuan atas Rekomendaasi Harmon b. nisasi Peratturan Bidan ng Pengangggaran IKU U ini dihitun ng dengan membanding m kan rekomeendasi peraturan/kebijakaan bidang penganggaran yang disetujjui dengan reekomendasi peraturan/ke p ebijakan bidan ng pengangggaran yang diisampaikan. Pad da tahun 2013 IKU ini d ditargetkan 75% 7 rekomen ndasi yang disetujui. d Pad da Semesterr I, dari 47 usulan rekkomendasi peraturan/keb p bijakan yangg disampaikaan, seluruhnyya disetujui o oleh Menteri Keuangan (teercapai 100%)). Sedangkan pada semestter II terdapat 108 usulaan rekomendasi peraturan/kebijakan bidang penganggaran yan ng disetujui oleh Menterri Keuangan d dari total 109 9 usulan rekomendasi yangg disampaikaan. Dengan d demikian, berrdasarkan capaian kinerjaa IKU pada seemester I dan n II tahun 201 13 diperoleh h rata‐rata capaian kinerja IKU sebesar 99,55%. Ren ncana aksi yang akan ditempuh untuk meniingkatkan caapaian adalaah memperkkuat interakssi dengan sttakeholder eksternal untuk menghassilkan outcom me anggaran n yang lebih b baik. c Persentase Penyelesaaian Peraturaan Bidang PNB c. BP
IKU U ini untuk mengukur ttingkat penyyelesaian RU UU tentang PNBP sebaggai
penggantti UU No. 20 TTahun 1997 d dalam rangka optimalisasi PNBP.
Pad da tahun 2013 penyelesaian RUU Perubahan UU Nomor 20 0 Tahun 199 97
ditargetkan telah sele esai diharmon nisasi oleh Keementerian Hukum dan HA AM. Sepanjan ng
tahun 20 013, telah dilaakukan seban nyak 16 kali p pembahasan RUU Perubah han UU Nomor 20 Tahun n 1997 tersebut bersamaa Kementerian Hukum daan HAM sertaa pihak terkaait lainnya. R RUU Perubahan UU Nomo or 20 tahun 1997 hasil harmonisasi telaah disampaikaan kembali o oleh Menteri Hukum dan HAM kepada Menteri Keu uangan melalui surat nomor PPE.PP.02 2.03.647 tangggal 18 Oktob ber 2013. RUU U tersebut su udah masuk d dalam priorittas prolegnass 2014, dan aakan dibahas di
DPR padaa tahun 2014 4. Sesuai den ngan formulaa dalam manu ual IKU, diperoleh capaiaan kinerja IK KU tahun 2013 3 sebesar 100 0%. 5. Sasaran Strat S tegis: Edukassi dan komunikasi yang efe ektif Dalam m upaya me emperkuat im mplementasi kebijakan d di bidang keeuangan, maka d diperlukan up paya peningkkatan pemahaaman para peegawai DJA daan K/L atas tu ugas dan funggsi DJA. Bentuk peningkatan pemahaman n para pegaw wai maupun stakeholders s DJA dilakukaan m melalui penyelenggaraan n pelatihan//sosialisasi/w workshop dan n bimtek dan d kemudiaan d dievaluasi melalui pengissian kuesioneer oleh para peserta pelatihan/sosialisasi/worksho op t tersebut. Variaabel yang diukkur dalam ku uesioner terse ebut meliputii aspek materi (bobot 75% %), a aspek kualitaas pengajar (b bobot 20%), dan aspek ku ualitas tempaat pelaksanaaan (bobot 5% %). Melalui pen nyebaran kuesioner diimaksud dih harapkan d dapat menggukur kualitas p penyelenggar raan pelatihaan/sosialisasii/workshop dan d bimtek, sekaligus menjadi m umpaan b balik untuk p enyelenggaraaan kegiatan sejenis di kem mudian hari. T Tingkat Efekt tivitas Edukassi dan Komun nikasi Pada tahun 2012 2 IKU Tingkaat Efektifitass Edukasi daan Komunikaasi ditargetkaan m mencapai sebesar 80, seedangkan reaalisasi capaiannya sebesar 77,15. Selaanjutnya, pad da t tahun 2013 I KU ditargetkan tetap sebesar 80, nam mun realisasi yyang dicapai hanya sebessar 7 79,47%. Tabel 6 dan Komunikaasi Tingkat Efektivittas Edukasi d
Belum tercapainya target IKU ini disebabkan penilaian responden atas
kedisiplinan waktu penyelenggaraan kegiatan pelatihan/sosialisasi/workshop dan bimtek yang masih rendah (kehadiran pejabat/pimpinan di lingkungan Kementerian Keuangan). Selanjutnya, untuk meningkatkan IKU ini akan dilaksanakan beberapa rencana aksi sebagai berikut : •
Mengingatkan
panitia
untuk
disiplin
waktu
dalam
penyelenggaraan
sosialisasi/bimtek •
Memperkuat dan meningkatkan interaksi dengan para stakeholder eksternal melalui penyelenggaraan sosialisasi bimtek untuk menghasilkan outcome anggaran yang lebih baik
6. Sasaran Strategis: Pengelolaan Keuangan Negara yang efektif, efisien, dan akuntabel
Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara meliputi aset negara, utang, kas
negara. Hal ini tercermin melalui pelaksanaan proses bisnis yang sesuai dengan peraturan/kebijakan yang telah dirumuskan berdasarkan prinsip good governance.
Pengelolaan dikatakan efektif apabila memenuhi output yang telah ditetapkan.
Sedangkan, efisien dapat didefinisikan sebagai pemenuhan output dengan biaya yang minimal. Sementara akuntabel diwujudkan dengan penyusunan laporan keuangan yang lengkap oleh Pemerintah Pusat.
Sasaran strategis ini diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator yaitu indeks
opini BPK atas Laporan Keuangan BA BUN (999.07 dan 999.08), persentase ketepatan waktu penyelesaian SP‐DIPA, dan persentase ketepatan waktu penyelesaian revisi anggaran Non APBN‐P dengan penjelasan masing‐masing sebagai berikut. a. Indeks opini BPK atas Laporan Keuangan BA BUN (999.07 dan 999.08) Setiap tahun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menerbitkan opini atas Laporan Keuangan BA BUN (999.07) untuk belanja subsidi dan BA BUN (999.08) untuk belanja lain‐lain. Opini tersebut dikonversi dalam indeks 1 sampai dengan 4. Indeksasi opini adalah : 1) Tidak Wajar (disclaimer opinion); 2) Tidak Memberikan Pendapat (advers opinion); 3) Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion); 4) Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Tanpa Pengecualian‐Dengan Paragraf Penjelas atau Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion). Pada tahun 2012, Laporan Keuangan BA BUN (999.07 dan 999.08) mendapat indeks opini 4. Artinya, pemerintah telah mendapat opini unqualified opinion atau Wajar
17
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
Tanpa Pengecualian (W WTP). Selanjjutnya, pada tahun 2013 3 pemerintah h menargetkaan capaian maksimal m atas Laporan Keuangan BA BUN dan hasil penilaian n BPK kembaali (WTP). Bebeerapa upaya yang menghasillkan opini Wajar W Tanpa Pengecualian P y dilakukaan DJA pada ttahun 2013 u untuk mempeertahankan op pini tersebut,, antara lain : a. Melakkukan inventtarisasi DIPA A untuk selu uruh belanja yang meru upakan subsiidi pemerintah dan masuk kategori belanja lain‐‐lain. b. Melakkukan verifikaasi dan konso olidasi laporan keuangan K K/L atas belan nja subsidi daan belanjja lain‐lain. c. Melakkukan rekonssiliasi data paagu dan realisasi belanja dengan Direkktorat Jenderral Perbendaharaan. d. Melakkukan rekonsiiliasi data aseet dengan Dire ektorat Jendeeral Kekayaan n Negara. Unttuk memperttahankan preedikat tersebu ut, DJA meniingkatkan kualitas verifikaasi dan konso olidasi laporan n keuangan K K/L. b Persentasse ketepatan waktu penyeelesaian SP‐D b. DIPA Surat pengesahaan DIPA (SP DIPA) merup pakan bagian dari DIPA yaang ditetapkaan oleh DJA atas nama Menteri M Keuan ngan, yang memuat m dasar hukum pen ngesahan DIP PA, kode dan uraian identtitas unit, pagu anggaran DIPA, penyaataan syarat dan ketentuaan (disclaimeer), dan tandaa tangan Direktur Jenderall Anggaran attas nama Men nteri Keuangaan untuk SP DIPA Induk. TTarget waktu u Penyelesaian SP‐DIPA inii adalah 20 D Desember 201 13 (100%). Selaanjutnya, dip peroleh capaaian kinerja IKU untuk tahun 2013 sebesar s 100% %, dengan rin ncian jumlah dokumen seb bagai berikut: Tabel 7 Dokumen DIP PA 2014 Ketepattan Waktu Peenyelesaian D c Persentasse ketepatan waktu penyeelesaian revissi anggaran N c. Non APBN‐P Pen nyelesaian revvisi anggaran Non APBN‐P merupakan ssalah satu layyanan unggulaan DJA dengaan target waaktu penyelessaian 5 hari kerja k (sepanjang dokumen data dukun ng diterima lengkap). IKU ini dilakukan n oleh Direkttorat Anggaraan I, Direktorat Anggaran II,
dan Direkktorat Anggarran III sesuai dengan mitrra kerja K/L masing‐masin ng. Konsolidaasi data untuk IKU ini adalah rata‐rata ccapaian dari ttriwulan I hingga triwulan IV. Pad da tahun 201 13 ditargetkaan capaian IK KU ini sebesaar 100% usu ulan revisi bisa dikerjakan n rata‐rata 5 hari kerja. Dalam D realisaasinya ternyaata mencapaii nilai 105,56 6% yang beraarti rata‐rata revisi bisa d dikerjakan ku urang dari 5 hari kerja. Adapun A rinciaan masing‐masing triwulan sebagai berrikut : Tabel 8 Waktu Penyelesaian Revissi Anggaran N Non APBN‐P Ketepatan W
URAIAN
Q‐1
Q‐2
Q‐3
Q Q‐4
RATA‐ RATA
• TARGET
00,00% 100,00% 100,00% 100,00% 10
00% 100,0
• REALISASI
06,33% 105,26% 104,29% 106,34% 10
105,5 56%
Grafik 2 Grafik Penyeleesaian Revisi Per Triwulan G n Grafik 3 Grafik Jumlah Revisi Selam ma Tahun 2013
DJA dalam rangka memenuhi IKU ini secara intensif melakukan bimbingan teknis kepada K/L dan mempercepat proses usulan revisi yang diajukan K/L sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 7. Sasaran Strategis: PNBP yang optimal
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan seluruh penerimaan
pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Penerimaan PNBP ditargetkan sebesar 100% sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang‐Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013. Jumlah PNBP Nasional Mengingat porsi PNBP yang signifikan dalam menyumbang penerimaan negara, maka diperlukan ukuran kinerja guna mengukur capaian perolehannya. Melalui penyusunan jumlah PNBP nasional ini diharapkan dapat menjamin upaya pencapaian jumlah PNBP dengan cara sebagai berikut : 1)
Mengamankan pendapatan negara dari PNBP melalui optimalisasi pendapatan negara
2)
Memantau tingkat pencapaian penerimaan PNBP agar sesuai dengan tingkat pencapaian pada tiap tahapannya Total realisasi PNBP pada tahun 2012 berdasarkan Buku Merah adalah sebesar
Rp345 triliun (101,13% dari target PNBP dalam APBN‐P sebesar Rp341,142 triliun). Pada tahun 2013 ditargetkan penerimaan PNBP dalam APBN sebesar Rp332,195 triliun. Sampai dengan akhir tahun 2013, diperoleh total realisasi PNBP sebesar Rp349.95 triliun (100,22% dari target PNBP dalam APBN‐P 2013 sebesar Rp349,16 triliun). Realisasi PNBP tersebut antara lain berasal dari : a. Penerimaan Sumber Daya Alam sebesar Rp226,70 triliun; b. Bagian Pemerintah atas Laba BUMN sebesar Rp33,82 triliun (berdasarkan catatan Dit. PNBP diketahui realisasi sebesar Rp34,02 triliun); c. PNBP Lainnya sebesar Rp69,82 triliun; d. Pendapatan BLU sebesar Rp19,60 triliun (belum termasuk pengesahan setelah tanggal 31 Desember 2013).
20
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
Beberapa upaya yang dilakukan DJA untuk meningkatkan pencapaian target PNBP tersebut dilakukan dengan cara : 1. Mengawal program prolegnas RUU PNBP 2. Mengintensifkan koordinasi dengan instansi terkait dalam perhitungan migas dan panas bumi, penyelesaian piutang migas dan deviden BUMN, serta monitoring realisasi PNBP K/L 8. Sasaran Strategis: Monitoring dan evaluasi yang efektif Instruksi Presiden yang perlu ditindaklanjuti adalah seluruh aksi dan keluaran dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2013 yang harus dilaksanakan atau dihasilkan pada periode tahun berjalan dan menjadi tanggung jawab langsung DJA. Pelaksanaan aksi serta monitoring dan evaluasi keluaran Inpres dilaksanakan oleh unit eselon I yang memiliki tugas, fungsi, dan kewenangan terkait atau unit yang ditunjuk langsung oleh Menteri Keuangan. Monitoring dan evaluasi yang efektif atas Inpres dapat dilakukan dengan mengamati, mengecek dengan cermat, memantau pekerjaan maupun laporan agar pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku. Inpres dinyatakan telah selesai ditindaklanjuti apabila "ukuran keberhasilan target antara aksi" dalam Inpres telah dilaksanakan. Target antara aksi dalam Inpres adalah target turunan dalam periode triwulanan setelah pembahasan dengan UKP4 untuk mencapai keluaran dan target penyelesaian sebagaimana ditetapkan dalam Inpres. Indeks Ketepatan Waktu Penyelesaian Tindak Lanjut Instruksi Presiden Target antara aksi dalam Inpres adalah target turunan dalam periode triwulanan setelah pembahasan dengan UKP4 untuk mencapai keluaran dan target penyelesaian sebagaimana ditetapkan dalam Inpres. Target waktu untuk perhitungan capaian IKU adalah batasan waktu "ukuran keberhasilan target antara aksi" yang ditetapkan oleh Itjen. Penetapan target waktu ini mempertimbangkan pencapaian target penyelesaian sebagaimana ditetapkan dalam Inpres. Pada tahun 2012, rata‐rata indeks capaian kinerja IKU atas 16 rencana aksi mencapai 84,86 melebihi dari target yang telah ditetapkan sebesar 80. Adapun pada tahun 2013 terdapat 7 (tujuh) ukuran keberhasilan yang harus dicapai DJA, yaitu : 1. Percepatan penyelesaian PP/revisi PP Tarif dan Jenis PNBP; 2. Pemantauan tindak lanjut temuan BPK;
21
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
3. Sosialisasi regulasi PNBP, baik aturan lama ataupun aturan baru; 4. Penerapan Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) dan penyempurnaan proses bisnis; 5. Pengembangan peran strategis standar biaya dalam sistem penganggaran; 6. Pemantapan implementasi PBK dan KPJM; 7. Penyusunan aplikasi penelaahan RKAKL online. Pada tahun 2013 ditargetkan IKU ini mencapai 80. Dalam realisasinya ternyata mencapai nilai 88,39 yang berarti penyelesaian inpres bisa dilaksanakan melebihi target (meskipun tidak tepat waktu). Adapun rincian masing‐masing triwulan sebagai berikut : Tabel 9 Ketepatan Waktu Penyelesaian Tindak Lanjut Inpres URAIAN Q‐1 Q‐2 Q‐3 Q‐4 RATA‐RATA TARGET 80 80 80 80 80 REALISASI 80 86,33 86,67 88,39 88,39 9. Sasaran Strategis: Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi SDM yang berkompetensi tinggi adalah pejabat/pegawai DJA yang mempunyai kompetensi, baik kompetensi perilaku (soft competency) maupun kompetensi teknis (hard competency) yang dipersyaratkan sehingga mampu menjadi pengelola anggaran yang profesional, kredibel, transparan, dan akuntabel. Pembentukan SDM adalah upaya untuk menyiapkan SDM DJA yang berkompetensi tinggi untuk kepentingan jangka panjang. Dalam sasaran strategis ini terdapat 2 IKU, yaitu: a. Persentase Pejabat yang Telah Memenuhi Standar Kompetensi Jabatannya Standar Kompetensi Jabatan (SKJ) adalah jenis dan tingkat/level kemahiran kompetensi khususnya kompetensi perilaku (soft competency) yang dipersyaratkan agar pemangku jabatan dapat menjalankan tugas/pekerjaannya secara efektif. Pejabat dinilai telah memenuhi SKJ apabila nilai kesesuaian antara level kompetensi pejabat dengan SKJ‐nya minimal 72%. Ukuran ini dipergunakan untuk mengukur tingkat kompetensi masing‐masing pejabat Eselon II, III, IV DJA melalui assessment center guna mengetahui kesesuaian kompetensi pejabat dengan persyaratan kompetensi yang harus dimiliki dalam melaksanakan tugasnya. Tingkat kompetensi dimaksud menjadi bahan evaluasi untuk menentukan karir pada seorang pejabat dan diklat yang harus diikuti untuk menunjang kompetensi pejabat yang bersangkutan. Berdasarkan hasil assessment center yang dilakukan terhadap pejabat eselon II sampai dengan IV, persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi 22
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
jabatannya pada tahun 2013 adalah sebanyak 195 orang atau sebesar 97,50% dengan rincian sebagai berikut : Tabel 10 Hasil Assessment Center 1.
Eselon II
JUMLAH PEJABAT YANG MEMENUHI SKJ 5
2.
Eselon III
37
38
3.
Eselon IV
153
157
195
200
NO.
ESELON
TOTAL PEJABAT 5
Untuk meningkatkaan persentase pejabat agar memenuhi nilai SKJ akan dilakukan
beberapa upaya, antara lain: •
Menugaskan para pejabat yang memiliki gap competency untuk mengikuti diklat/training berbasis kompetensi
•
Melakukan evaluasi atas pelaksanaan diklat/training yang diikuti pejabat dikaitkan dengan gap competency pejabat yang bersangkutan
b. Persentase Pegawai yang Memenuhi Standar Jam Latihan Standar jamlat adalah jumlah minimal jam pelatihan yang harus dipenuhi oleh setiap pegawai pada level jabatan tertentu dalam waktu satu tahun. Lingkup pelatihan adalah diklat yang diselenggarakan di BPPK maupun di luar BPPK, meliputi seminar, sosialisasi, internship/on the job training, basic training (DTSD), workshop, bimbingan teknis, sharing session, in‐house training. Untuk bimbingan teknis, sharing session dan in‐house training harus yang melibatkan narasumber eksternal satker penyelenggara. IKU ini bertujuan untuk mengukur upaya yang dilaksanakan DJA dalam pengembangan SDM melalui alokasi waktu kerja yang digunakan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. IKU ini bermanfaat untuk mencermati kebutuhan pengembangan SDM dan menempatkanya dalam program kerja pengembangan SDM melalui diklat secara proporsional. Pada tahun 2013 ini DJA menargetkan 50% dari total pegawai sebanyak 774 orang mengikuti diklat. Realisasinya ternyata pegawai yang mengikuti diklat mencapai 100% dengan rincian sebagai berikut :
23
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
Tabel 11 Pejabat/Pegawai Yang Memenuhi Standar Jamlat NO.
ESELON
1. 2. 3. 4. 5.
JUMLAH PEJABAT/PEGAWAI
Eselon I Eselon II Eselon III Eselon IV Pelaksana
1 9 54 156 571 774
JUMLAH PEJABAT/PEGAWAI YANG TELAH MEMENUHI STANDAR JAMLAT 1 9 54 156 571 774
Dalam rangka memenuhi kompetensi pejabat/pegawai DJA, maka akan dilakukan
evaluasi atas penyelenggaraan diklat/training guna meningkatkan peran DJA yang lebih strategis dan analisis. 10.Sasaran Strategis: Organisasi yang adaptif
Organisasi yang adaptif adalah organisasi baik tingkat pusat, instansi vertikal
maupun unit pelaksana teknis yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan pelaksanaan tugas dan tuntutan masyarakat.
Dalam sasaran strategis ini diukur dengan menggunakan 4 (empat) indikator yaitu
persentase penyempurnaan proses bisnis, nilai reformasi birokrasi, persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjut, serta tingkat kematangan penerapan manajemen risiko dengan penjelasan sebagai berikut. a. Persentase Penyempurnaan Proses Bisnis Penyempurnaan proses bisnis DJA, meliputi penyempurnaan SOP lama dan penyusunan SOP Baru di lingkungan DJA. Dari 188 SOP yang ditargetkan, 188 SOP telah selesai disusun dan disempurnakan (100%). Penyempurnaan SOP yang dilakukan sepanjang tahun 2012 ialah penyempurnaan terhadap SOP yang sudah ada dengan penyesuaian nomenklatur yang terdapat dalam peraturan perundang‐undangan yang berlaku. Selain itu, terdapat tambahan beberapa SOP baru yang dipandang perlu untuk disusun dalam rangka mendukung pelaksanaan pekerjaan di lingkungan DJA. Pada tahun 2013, juga ditetapkan target 100% untuk proses penyusunan SOP sesuai dengan usulan dari unit eselon II DJA terutama untuk proses bisnis utama. Realisasinya hingga triwulan IV terdapat dari 65 SOP yang ditargetkan untuk direview, sebanyak 65 SOP yang telah selesai direview bersama dengan unit eselon II pemilik SOP, dengan rincian sebagai berikut: 1. SOP DJA = 32 buah 2. SOP SPAN = 13 buah
24
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
3. SOP Link = 5 buah 4. SOP Fasilitatif = 15 SOP b. Nilai Reformasi Birokrasi Indeks reformasi birokrasi adalah skor yang dihasilkan dari penilaian atas pelaksanaan program‐program reformasi birokrasi di DJA. Adapun penilaiannya dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal berdasarkan Permen‐PANRB Nomor 1 tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB). PMPRB mencakup penilaian terhadap dua komponen yaitu pengungkit (enablers) dan hasil (results). Komponen pengungkit adalah seluruh upaya yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam menjalankan fungsinya, Komponen pengungkit meliputi kriteria kepemimpinan, perencanaan strategik, SDM aparatur, kemitraan dan sumber daya, serta proses. Sedangkan komponen hasil adalah kinerja yang diperoleh dari komponen pengungkit. Komponen Hasil meliputi komponen hasil untuk kriteria hasil pada masyarakat/pengguna layanan, hasil pada SDM aparatur, hasil pada komunitas lokal, nasional, dan internasional, serta hasil kinerja utama. Pada tahun 2012, berdasarkan penilaian yang telah dilakukan oleh Itjen, diperoleh capaian indeks sebesar 93,56. Adapun tahun 2013 ditargetkan IKU ini sebesar 92. Dalam realisasinya ternyata DJA mendapatkan nilai 94,72 yang merupakan rata‐rata dari nilai komponen pengungkit sebesar 94,48 dan komponen hasil sebesar 94,96. Untuk meningkatkan nilai reformasi birokrasi ini DJA akan fokus meningkatkan kualitas unsur‐unsur yang masuk dalam komponen pengungkit dan komponen hasil. c. Persentase Policy Recommendation Hasil Pengawasan yang Ditindaklanjuti Policy recommendation adalah langkah tindak yang diusulkan oleh Itjen kepada Direktorat Jenderal Anggaran untuk melakukan perubahan, penambahan dan/atau penyempurnaan
peraturan,
kebijakan,
maupun
sistem
dan
prosedur
administrasi/operasi. Output policy recommendation dapat berupa: a. Usulan strategis (berupa poin‐poin penting dari suatu ketentuan) yang disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Anggaran dalam rangka merubah, menambah, dan atau menyempurnakan kebijakan; atau b. Rancangan/konsep keputusan, instruksi peraturan, surat edaran, atau surat pada level pemerintah, presiden, Kemenkeu maupun pada level Direktorat Jenderal Anggaran (tanggung jawab implementasi rekomendasi ada di Direktorat Jenderal Anggaran dan Itjen memonitor penyelesaiannya).
25
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
Yang dimaksud ditindaklanjuti adalah telah dilakukannya seluruh langkah tindak oleh DJA sesuai usulan strategis dalam policy recommendation. Keberhasilan pencapaian policy recommendation diukur dari pencapaian 100% terhadap output yang ditetapkan dan mendapat persetujuan tertulis dari Itjen atas capaian tersebut. Pada Tahun 2012, DJA mendapat 6 policy recommendation dari Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Sampai akhir tahun 2012, telah selesai ditindaklanjuti 6 policy recommendation, sehingga realisasi kinerja IKU mencapai 100%. Sedangkan pada tahun 2013 DJA mendapat 5 (lima) policy recommendation dengan target capaian 90% yaitu : a. Tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan belanja subsidi dan belanja lainnya tahun 2009 dan 2010; b. Usulan revisi PMK Nomor 15/PMK.03/2012 tentang Penatausahaan dan Pemindahbukuan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pertambangan minyak bumi, gas bumi dan panas bumi; c. Penyempurnaan ketentuan tentang pagu/target dan izin penggunaan PNBP Kementerian Negara/Lembaga serta keterkaitannya dengan proses penganggaran; d. Usulan penyempuraan PMK Nomor 194/PMK.02/2012 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam pengadaan barang/jasa pemerintah; e. Penyelesaian temuan BPK atas permasalahan PNBP jenis PNBP Lainnya. d. Tingkat Kematangan Penerapan Manajemen Risiko Tingkat Kematangan Penerapan Manajemen Risiko (TKPMP) dinilai dengan mengevaluasi empat komponen yaitu (1) Kepemimpinan (2) Proses manajemen risiko (3) Aktivitas penanganan risiko dan (4) Hasil penerapan manajemen risiko. Penilaian TKPMP dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Tingkat kematangan penerapan manajemen risiko ditetapkan dengan indeksasi sebagai berikut: •
Level 1
: 0 ‐ 29,99 Risk Naïve
• Level 2 : 30 ‐ 54,99
Risk Aware
• Level 3 : 55 ‐ 74,99
Risk Defined
• Level 4 : 75 ‐ 89,99
Risk Managed
• Level 5 : 90 – 100
Risk Enabled
Berdasarkan hasil penilaian oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, diperoleh capaian kinerja IKU untuk tahun 2013 sebesar 56,85 yang masih masuk dalam kategori risk defined.
26
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
Untuk meningkatan nilai TKPMP ini DJA akan meningkatkan kualitas unsur‐unsur yang masuk dalam komponen kepemimpinan, proses manajemen risiko, aktivitas penanganan risiko, dan hasil penerapan manajemen risiko.
11.Sasaran Strategis: Perwujudan TIK yang terintegrasi
Sistem informasi dikoordinir secara terpusat untuk menjamin bahwa data yang
diproses dapat dioperasikan secara terencana dan terkoordinasi. Semuanya untuk menjamin bahwa informasi melewati dan menuju subsistem yang diperlukan serta menjamin bahwa sistem informasi bekerja secara efisien.
Dalam sasaran strategis ini diukur dengan menggunakan 4 (empat) indikator yaitu
persentase akurasi data SIMPEG, persentase penyelesaian pembangunan sistem informasi yang mendukung proses bisnis, persentase pertukaran data oleh unit eselon I, serta persentase penyempurnaan desain sistem modul SPAN terkait DIPA dan Revisi DIPA dengan penjelasan sebagai berikut. a. Persentase akurasi data SIMPEG SIMPEG merupakan aplikasi kepegawaian yang berfungsi untuk menyimpan data pribadi atau data kepegawaian di lingkungan Kementerian Keuangan. Yang dimaksud dengan akurasi data adalah kelengkapan dan kebenaran komponen data pegawai yang terdapat pada aplikasi meliputi : 1)
Nama Lengkap;
2)
Nomor Induk Pegawai;
3)
Pangkat (golongan/Ruang);
4)
Tempat Tanggal Lahir;
5)
Jabatan (dirinci sampai unit terendah); dan
6)
Pendidikan Terakhir. Jika salah satu komponen data seorang pegawai tidak lengkap atau tidak benar,
maka data tersebut dinyatakan tidak akurat. Pengukuran akurasi dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan bekerja sama dengan DJA. Pada tahun 2012, realisasi capaian kinerja IKU persentase akurasi data SIMPEG sebesar 100% yang berasal dari pengujian terhadap sampel data 520 pegawai DJA. Adapun pada tahun 2013, realisasi capaian kinerja IKU persentase akurasi data SIMPEG sebesar 100% yang berasal dari pengujian terhadap sampel data yang diukur sebanyak 394 sampel data dari 815 pegawai DJA.
27
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
b Persentasse penyelesaaian pemban b. ngunan sistem informasi yang mend dukung proses bisnis Pro oses bisnis adaalah serangkaaian proses yyang saling terkait di (unit Eselon I) untu uk
mendukun ng bisnis utam ma organisassi. Proses bisn nis DJA yang akan didukung oleh sisteem informasi adalah prosees bisnis yang terdapat pad da Renstra Dittjen Anggaran tahun 2013 3.
Pem mbangunan sistem informasi meliputi pembangu unan atau pengembanga p an
sistem infformasi sesuaai Renstra attau sesuai tahapan pengeembangan Sisstem Informaasi sebagai beerikut: 1. Analisis Kebutuhan (20%); 2. Perancaangan (20%); 3. Pengem mbangan (20% %); 4. Pengujian (20%); dan n 5. Implem mentasi (20%)..
Pad da tahun 2013 ditarget IKU ini tercapai 80%. Realisasinya R s seluruh sisteem
informasi yang diban ngun tercapaai 100%. Ad dapun realisaasi sistem in nformasi yan ng dibangun//dikembangkan pada tahu un 2013 adalaah : Tabel 12 nformasi yan ng Dibangun//Dikembangkkan Tahun 201 13 Sistem In c Persentasse Pertukaran c. n Data oleh U Unit Eselon I
Pen nyelenggaraan pertukaran n data elekttronik dilaku ukan melalui pemanfaataan
sistem pertukaran dataa elektronik. Pemilik data adalah Unit Eselon I yangg menghasilkaan data dan//atau memilliki kewenan ngan terhadaap data terssebut. E‐Audit BPK adalaah Pengembaangan dan Pe engelolaan SSistem Inform masi untuk akses data pada Kementeriaan Keuangan dalam rangkka pemeriksaaan dan tanggung jawab p penyelenggarraan Keuangaan Negara. Data D yang dikkirim oleh peemilik data ad dalah data yaang dikirimkaan sesuai tab bel data sebaagaimana terrdapat dalam m kamus dataa yang disep pakati untuk dipertukarkaan, termasuk untuk pelaksanaan e‐audiit BPK.
Perrmintaan dataa oleh unit peengguna dataa adalah perm mintaan data sesuai dengaan
kamus daata yang dissepakati unttuk dipertukaarkan dan h hak akses yaang diberikaan, termasuk untuk pelaksanaan e‐audiit BPK. Adapu un yang dimakksud persentase pertukaraan
data adalah persentasse kesesuaian n data yang dikirimkan o oleh pemilik data terhadaap kamus datta dan waktu yang disepakkati. Waktu p pengiriman yaang disepakatti adalah wakktu data yangg dikirimkan sesuai dengaan retensi daata dalam kamus data daan cut‐off daata (data output terakhir)). Persentasee pertukaran data yang disediakan oleh o Direktorrat Jenderal Anggaran berasal b dari Data Intercchange dan e‐audit BPK‐Kementeriaan Keuangan.
Pad da tahun 2013 ditarget IKU U ini sebesarr 90%. Realisaasinya IKU inii sebesar 100 0%
dengan rin ncian sebagaii berikut: Tabel 13 n I Pertukaaran Data oleh Unit Eselon d Persentasse Penyempurnaan Desain d. n Sistem Mod dul SPAN Terkkait DIPA dan n Revisi DIPA A
IKU U ini untuk mengukur m tinggkat penyelessaian desain sistem modu ul SPAN terkaait
DIPA dan n Revisi DIP PA. Pada tahun 2013 ditargetkan d ssebesar 100 0%, sedangkaan realisasinyya tercapai 10 00% yaitu pen nyelesaian modul sebagai berikut : 1. Bussin ness Requirem ment Documeent (BRD) Initiial DIPA 2. Appliccation Functio onal Documen nt (AFD) Initia al DIPA 3. Bussin ness Requirem ment Documeent (BRD) Revisi DIPA 4. Appliccation Functio onal Documen nt (AFD) Revissi DIPA 12.Sasaran Strat S tegis: Pelaksaanaan anggarran yang optiimal
Sasaran strateggis ini diuku ur dengan menggunakan m n 2 (dua) indikator yaitu
p persentase p enyerapan D DIPA (non belanja pegawai) dan persen ntase penyeleesaian kegiataan b belanja moda al dalam DIPA A dengan penjelasan masin ng‐masing seb bagai berikutt.
a Persentasse Penyerapan DIPA (non belanja pegaawai) a.
IKU U ini mengukur kesesuaian realisasi Belanja Barang dan Belanjja Modal yan ng
dilaksanakkan dibandin ngkan dengan pagu Belaanja Barang dan Belanjaa Modal yan ng ditetapkan n dalam DIPA DJA (B BA 015). Be elanja Pegaw wai tidak diukur d karen na penyerapaannya relatif mudah tercapai. Reaalisasi penyerrapan DIPA D DJA tahun 20 012 adalah seebesar Rp 80,91 miliar ataau 87,97% dari pagu seb besar Rp 91,97 miliar dengan target capaian 95% %. Selanjutnyya, persentase penyerapaan DIPA (non belanja peegawai) pada tahun 201 13 ditargetkaan sebesar 95% (Rp80,55 M) dari paggu anggaran DIPA D (non beelanja pegawai) tahun 201 13 sebesar Rp84,71M, R deengan realisaasi pada Q4 sebesar 93,1 17% ( Rp78,9 92 M), dengaan rincian: Tabel 14 Target d dan Realisasi Belanja Baraang dan Modal dalam DIPA Pada sisa pagu di atas terdapat efisiensi belanjaa barang seb besar Rp3,03M M dan efisien nsi belanja modal m sebesarr Rp0,4M. Naamun terdap pat juga danaa yang tidak terserap pad da kegiatan d dukungan manajemen seb besar Rp2,34M M. b Persentasse Penyelesaian Kegiatan Belanja Modal dalam DIPA b.
IKU U persentasee penyelesaian kegiatan belanja m modal dalam DIPA adalaah
perbandin ngan antara output o yang d dihasilkan paada suatu pellaksanaan kegiatan, dengaan output yang direncanaakan dikalikan n dengan bobot tertimbang. Adapun yang y dimaksu ud dengan ou utput adalah output yang ttercantum daalam DIPA.
Pad da laporan capaian periodiik harus disajikan informassi:
1. Hasil optimalisasi,, yaitu hasil lebih atau u sisa dana yang dipeeroleh setelaah pelakssanaan dan/aatau penandaatanganan ko ontrak dari suatu paket pekerjaan p yan ng targett sasarannya ttelah dicapai termasuk haasil lebih atau u sisa dana yaang berasal daari paket pekerjaan yaang dilaksanakan secara sw wakelola. 2. Kemajjuan fisik kegiatan/proyekk yang anggarannya belum terserap. DJA A pada tahun n 2013 menargetkan penyyelesaian keggiatan belanjaa modal dalaam DIPA sebeesar 98%. Adaapun realisassinya ternyata tercapai peenyelesaian ssebesar 99,99 9% dengan peenjelasan seb bagai berikut :
Tabel 15 Targett dan Realisassi Kegiatan Belanja Modal dalam DIPA A
erja Lainnya C. Kine Selaama tahun 20 013 terdapatt beberapa keeberhasilan d dalam pelaksaanaan tugas dan fungsi DJJA yan ng cukup men nonjol di luar kinerja yang p pengukurann nya menggunaakan BSC, anttara lain: 1.
Keterbukaaan Pembahasan Usulan An nggaran di DP PR Sesuaai amanat pasal p 23 Un ndang‐Undangg Dasar 194 45 Amendem men keempaat, Pemerintah h menyusun n dan men ngajukan Rancangan U Undang‐Undaang Anggaraan Pendapatan n dan Belanjaa Negara (RU UU APBN) 20 014 beserta Nota Keuanggannya kepad da Dewan Perw wakilan Rakyyat (DPR) pad da tanggal 16 6 Agustus 20 013. Setelah melalui proses pembahasan yang inten nsif antara Peemerintah daan DPR, padaa tanggal 25 Oktober 201 13 DPR RI dalaam Sidang Paripurna mengesahkan RUU R tentang Anggaran Pe endapatan daan Belanja Neggara 2014 me elalui UU nom mor 23 Tahun 2013. Sesuaai ketentuan UU Nomor 17 7 Tahun 2003 3 tentang Keu uangan Negarra, penyusunaan RAPBN 2014 berpedomaan kepada (1 1) Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tah hun 2014 yan ng merupakan bagian dari Rencana P Pembangunan n Jangka Meenengah Nassional (RPJMN) tahun 2010 0–2014, sertaa (2) Kerangka Ekonomi Makro M dan Po okok‐pokok Kebijakan K Fiskkal tahun 2014 4, sesuai kesepakatan dalam pembicaraaan pendahuluan antara P Pemerintah daan DPR RI tangggal 24 Juni 2 2013 s.d. 1 Ju uli 2013. Selain itu, proses dan mekanissme penyiapaan, penyusunan n, dan pembaahasan RAPBN N Tahun Angggaran 2014, juga dilaksanaakan sesuai U UU Nomor 27 Tahun T 2009 tentang MPR R, DPR, DPD, dan DPRD. Proses penyu usunan samp pai dengan pen netapan APBN N 2014 dapat diikuti pada bagan berikut ini.
Mem mperhatikan perkembanggan perekonomian global dan dom mestik terkin ni, tantangan dan d masalah yang dihadaapi, serta memerhatikan capaian c kinerrja dan poten nsi yang dimiliki, serta saasaran‐sasaran pembangu unan yang d direncanakan n, maka tem ma pembangun nan nasional dalam RKP tahun 2014 adalah: “Meemantapkan Perekonomiaan Nasional baagi Peningkattan Kesejahteeraan Rakyat yang BerkeaadilanMempeerkuat”. Sejalaan dengan tem ma tersebut, arah kebijakkan fiskal ditetapkan sebaagai berikut: “Memperku uat Pertumbuhan Ekonomi Yang Inklusiff, Berkualitas dan Berkelanjutan melalui Pelaksanaaan Kebijakan Fiskal F yang Sehat S dan Efektif Mendo orong”. Strattegi yang dittempuh dalaam perumusan kebijakan fisskal diarahkaan untuk tetap memberikaan ruang baggi ditempuhnyya kebijakan stimulus fiskal secara terukur guna mendorong upaaya akselerasi pertumbuhaan ekonomi seekaligus perb baikan pemeerataan hasil pembangun nan nasional dengan tetaap menjaga keesinambungaan fiskal. Seh hubungan deengan itu, laangkah‐langkkah yang akaan ditempuh adalah a (1) memberikan m in nsentif fiskal untuk kegiaatan ekonom mi strategis; (2) ( mendorongg pembangu unan infrastrruktur; (3) meningkatkaan kinerja BUMN dalaam mendukungg pembangun nan infrastrukktur, pemberd dayaan koperrasi, usaha m mikro, kecil, daan menengah (KUMKM); seerta (4) memaanfaatkan utaang untuk belanja produkttif. Dalam m proses peenyusunan N Nota Keuangaan dan RUU U APBN 2014, pemerintaah melakukan perbaikan‐peerbaikan yan ng meningkattkan kualitas RUU dibandingkan dengaan tahun‐tahun sebelumnyya diantaranyya (1) pengaalihan daftarr rincian yan ng sebelumnyya terdapat paada penjelasaan pasal dipin ndahkan ke dalam d lampirran, hal ini diilakukan sesu uai dengan rekkomendasi Keementerian Hukum dan HA AM dan (2) p pengalihan peenjelasan passal tentang pen nerimaan perrpajakan yangg menyebutkan besaran angka ke dalam m pasal batan ng ke tubuh yangg sebelumnyya tercantum m dalam pen njelasan bataang tubuh dipindahkan d
batang tubuh, hal ini dilaksanakan untuk memudahkan menemukan norma‐norma pokok dalam undang‐undang APBN dan efektifitas dari substansi norma. Selain itu, pada pembahasan RUU APBN yang tahun‐tahun sebelumnya dilaksanakan (hanya) dalam bentuk Tim Perumus RUU, pada pembahasan RUU APBN 2014 dilaksanakan dalam bentuk Panitia Kerja (Panja) Draft RUU. 2.
Peningkatan Peran Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dalam Review Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA‐K/L) Dalam proses perencanaan penganggaran sebagaimana diamanatkan dalam Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Keuangan Negara, reformasi dalam bidang penganggaran diawali dengan menerapkan tiga pendekatan sistem penganggaran baru, yaitu pendekatan: Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework). Amanat UU No.17/2003 selaku tonggak awal dalam pelaksanaan reformasi penganggaran tersebut selanjutnya diturunkan ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA‐K/L) yang menyebutkan bahwa dokumen RKA‐K/L disusun dengan menggunakan tiga pendekatan penganggaran tersebut diatas. Pada proses implementasi penerapan ketiga pendekatan penganggaran baru tersebut diatas, khususnya dalam penyusunan dokumen RKA‐K/L sampai dengan saat ini masih terdapat beberapa permasalahan yang bersifat sangat mendasar, dimana masih terdapat RKA‐K/L yang belum disusun dengan baik dan tepat sesuai dengan kaidah‐kaidah penganggaran berlaku, sehingga penuangan informasi dalam dokumen RKA‐K/L kerapkali sulit untuk diukur. Selain itu, terdapat kendala atas implementasi dokumen Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang masih belum siap untuk dilaksanakan pada awal tahun anggaran direncanakan (Januari) meskipun DIPA tersebut telah ditetapkan sebelum tahun anggaran (Desember). Sehingga perencanaan penganggaran belanja yang belum optimal berdampak kepada pelaksanaan atau penyerapan anggaran yang tidak maksimal. Hal ini terlihat dari adanya kecenderungan penyerapan anggaran yang dimaksimalkan pada akhir tahun, kualitas belanja Negara masih belum optimal dalam mendukung sasaran pembangunan (seperti peningkatan pertumbuhan, pengurangan pengangguran, dan kemiskinan), kebijakan fiskal (APBN) menjadi tidak dapat maksimal dalam memacu pembangunan. Oleh karena itu, dalam proses perencanaan penganggaran dituntut untuk menghasilkan RKA‐K/L yang berkualitas dan sesuai dengan kaidah‐kaidah penganggaran yang berlaku.
33
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
Mengacu kepada arahan Wakil Presiden Republik Indonesia pada lokakarya Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga (APIP K/L) pada tanggal 22 Februari 2012, adanya tuntutan bahwa peran APIP K/L sebaiknya tidak hanya terkait dengan masalah ex post tetapi juga diharapkan dapat mendukung kinerja dari instansi sebagai quality assurance. Dengan demikian, APIP K/L seharusnya sudah mulai berperan sejak tahap perencanaan penganggaran. Peran ini semakin diperkuat dengan adanya Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Pengawasan dalam rangka Penghematan Penggunaan Belanja Barang dan Belanja Pegawai di Lingkungan Aparatur Negara, antara lain menyatakan bahwa Pimpinan Instansi memberi tugas APIP K/L untuk melakukan peningkatan pengawasan dalam rangka penyusunan rencana kerja anggaran. Di samping itu, Menteri Keuangan mendukung positif inisiatif untuk reviu RKA‐K/L oleh APIP K/L sebelum RKA‐K/L disahkan, sesuai dengan surat Menteri Keuangan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor S‐ 453/MK.02/2013 tanggal 5 Juli 2013. Melalui keterlibatan APIP K/L dalam proses perencanaan penganggaran akan semakin dipertegas pemisahan tugas dan peran antara Menteri Keuangan sebagai Chief Financial Officer (CFO) dan Kementerian Negara/Lembaga selaku Chief Operational Officer (COO). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa adanya peran APIP K/L dalam proses perencanaan penganggaran adalah untuk mendorong K/L semakin meningkatkan kualitas perencanaan penganggaran melalui pelaksanaan reviu RKA‐K/L dan menjamin kepatuhan terhadap kaidah‐kaidah penganggaran sebagai quality assurance, serta sebagai bentuk pemantapan prinsip let the manager manages dalam Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting). Dengan mengacu kepada penjelasan yang melatarbelakangi keterlibatan APIP K/L dalam proses perencanaan penganggaran, dapat disebutkan bahwa tujuan dari keterlibatan APIP K/L didalam proses penyusunan RKA‐K/L adalah untuk: 1. Menyempurnakan ketentuan terkait tata cara penyusunan dan penelaahan RKA‐K/L dengan mengacu pada pemisahan tugas dan peran antara Menteri Keuangan sebagai Chief Financial Officer (CFO), Kementerian Perencanaan sebagai Chief Planning Officer (CPO) dan Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Chief Operational Officer (COO). 2. Meningkatkan kualitas RKA‐K/L dan DIPA dalam rangka meningkatkan kualitas belanja serta menjamin tersedianya data anggaran yang valid melalui penyederhanaan dokumen penelaahan dan meminimalisir blokir.
34
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
3. Menyederhanakan proses penelaahan RKA‐K/L di Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan agar menjadi lebih sederhana dan bersifat lebih strategis dengan fokus pada level Output dan Outcome. Reviu RKA‐K/L merupakan penelaahan atas penyusunan dokumen rencana keuangan yang bersifat tahunan, yakni RKA‐K/L oleh auditor APIP K/L yang kompeten dan tergabung dalam Tim Reviu RKA K/L, untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa dokumen RKA‐K/L telah disusun berdasarkan RKP, Renja‐K/L dan Pagu Anggaran serta kelayakan anggaran terhadap sasaran kinerja yang direncanakan, dalam upaya membantu menteri/pimpinan lembaga untuk menghasilkan RKA‐KL yang berkualitas dan sesuai dengan kaidah‐kaidah penganggaran yang berlaku. Secara khusus, tujuan reviu RKA‐K/L oleh APIP K/L adalah untuk memberi keyakinan terbatas mengenai akurasi, keandalan, dan keabsahan, bahwa informasi yang dituangkan dalam dokumen RKA‐K/L telah sesuai dengan RKP, Renja‐K/L, Pagu Anggaran, standar biaya, dan telah sesuai dengan kaidah‐kaidah penganggaran lainnya, serta telah dilengkapi dengan dokumen pendukung RKA‐K/L. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka apabila dalam proses reviu RKA‐K/L ditemukan kelemahan dan/atau kesalahan dalam penyusunan RKA‐K/L, maka pereviu berkewajiban untuk menyampaikan kepada unit penyusun anggaran untuk segera dilakukan perbaikan/penyesuaian. Dengan demikian, secara garis besar dapat dikatakan bahwa adanya keterlibatan APIP K/L dalam meneliti RKA‐K/L adalah untuk meningkatkan kualitas perencanaan K/L dan menjamin kepatuhan terhadap kaidah‐kaidah penganggaran sebagai quality assurance. Reviu RKA‐K/L dilaksanakan oleh auditor APIP K/L yang kompeten dan tergabung dalam Tim Reviu RKA‐K/L dari masing‐masing APIP K/L. Tim Reviu RKA‐K/L harus obyektif dalam melaksanakan kegiatan reviu RKA‐K/L. Prinsip obyektivitas mensyaratkan agar Tim Reviu RKA‐K/L melaksanakan reviu terhadap RKA‐K/L dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas RKA‐K/L. Tim Reviu RKA‐K/L harus membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan. Untuk mendukung dan menjamin efektivitas reviu atas RKA‐K/L, perlu dipertimbangkan kompetensi Tim Reviu RKA‐K/L yang akan ditugaskan. Sesuai dengan tujuan reviu RKA‐K/L, maka Tim Reviu RKA‐K/L secara kolektif seharusnya memenuhi kompetensi sebagai berikut: •
memahami Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
•
memahami tata cara penyusunan RKA‐K/L;
•
memahami bagan akun standar;
35
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
•
memah hami perencan naan pengadaan barang/jaasa pemerinttah di lingkungan K/L;
•
memah hami penyusunan SIMAK‐B BMN;
•
memah hami proses b bisnis atau tuggas dan fungssi unit yang diiteliti;
•
menguaasai teknik ko omunikasi; dan
•
memah hami analisis b basis data.
Berdasarkan n standar kom mpetensi seb bagaimana telah disebutkaan diatas, maka dibentuklaah Tim Reviu RKA‐K/L pada tiap‐tiap Kementerian K Negara/Lemb baga. Standar kompenten nsi dan obyektifitas pereviu u tersebut meerupakan hal penting yangg sangat men ndasar sebelu um dibentuknya Tim Reviu RKA‐K/L. Deengan adanya standar ko ompetensi daan obyektifitas pereviu dihaarapkan dapaat menghasilkkan hasil reviu u RKA‐K/L yan ng berkualitas. Seteelah Tim Reviu RKA‐K/L diibentuk berdaasarkan kriteria standar kompetensi daan obyektifitass, maka tim m Reviu RKA A‐K/L APIP K/L K melakukkan persiapan dan proses pelaksanaan n reviu RKA‐K K/L dengan m melewati tiga tahapan besaar, yang terdiri atas: 1. Tahap perenc T canaan reviu RKA‐K/L anaan reviu R 2. Tahap pelaks T RKA‐K/L 3. Tahap pelapo T oran reviu RKA A‐K/L Secara umu um, tahapan‐ttahapan atau proses reviu RKA‐K/L oleh h APIP K/L seb bagaimana dapat diilusstrasikan padaa gambar berrikut ini: Pad da tahap perrencanaan reeviu RKA‐K/LL, APIP K/L perlu memp persiapkan daan memamahaami beberapaa instrument yang akan digunakan dalam pelaksanaan reviu RKA‐ K/L, diantaranya: dokum men RKP, Renja K/L, stan ndar biaya yaang berlaku (SBM ( dan/ataau
SBK), data SIMAK‐BMN, kebijakan pemerintah, serta beberapa peraturan terkait dengan tugas dan fungsi K/L. Kemudian Tim Reviu RKA‐K/L APIP K/L menyusun Program Kerja Reviu RKA‐K/L untuk digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pada saat reviu RKA‐K/L dan menyusun jadwal reviu RKA‐K/L. Selanjutnya, APIP K/L melakukan kegiatan‐kegiatan sebagai berikut: a. APIP K/L berkoordinasi dengan unit eselon I sebagai penyusun RKA‐K/L dan Sekretariat Jenderal/Sekretariat Utama/Sekretariat c.q. Biro Perencanaan/Unit Perencanaan K/L dengan tujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penyusunan RKA‐K/L. Melalui koordinasi tersebut diharapkan akan menghasilkan pelaksanaan reviu RKA‐K/L yang efektif. b. APIP K/L melakukan pemahaman terhadap objek reviu RKA‐K/L dan peraturan terkait penyusunan RKA‐K/L. Objek reviu adalah unit penyusun RKA‐K/L tingkat eselon I. Pemahaman tersebut antara lain dilakukan dengan memahami: 1) RKP dan Renja‐K/L; 2) hasil reviu atas RKA‐K/L sebelumnya; 3) tugas dan fungsi unit eselon I; 4) penyusunan RKA‐K/L; dan 5) peraturan dan ketentuan yang terkait dengan penyusunan RKA‐K/L dan perencanaan penganggaran. c. APIP K/L melakukan pemilihan prosedur bertujuan untuk menentukan langkah‐ langkah reviu RKA‐K/L yang tepat dengan mempertimbangkan faktor risiko, materialitas, signifikansi, dan ketersediaan sumber daya manusia. Tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan reviu RKA‐K/L oleh APIP K/L, dimana Reviu RKA‐K/L dilaksanakan sesuai dengan program kerja reviu RKA‐K/L yang telah ditentukan pada tahap perencanaan dan persiapan reviu RKA‐K/L. Pelaksanaan reviu RKA‐ K/L dikoordinasikan dengan unit penyusun RKA‐K/L tingkat eselon I dan Sekretariat Jenderal/Sekretariat Utama/Sekretariat c.q. Biro Perencanaan/Unit Perencanaan K/L. Pengembangan prosedur reviu RKA‐K/L dapat dilakukan oleh Tim Pereviu RKA‐K/L sepanjang disetujui oleh pimpinan APIP K/L. Hasil pelaksanaan prosedur reviu dituangkan dalam Kertas Kerja Reviu (KKR) dan dilakukan reviu secara berjenjang oleh Ketua Tim dan Pengendali Teknis. Pada tahap pelaporan hasil reviu RKA‐K/L, Tim Reviu RKA‐K/L selanjutnya menyusun Laporan Hasil Reviu (LHR) dan Catatan Hasil Reviu (CHR), serta mendokumentasikan selurh Kertas Kerja Reviu (KKR) dengan baik.
37
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
3. Penyederhanaan Revisi Dokumen Anggaran Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.02/2012 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun 2013, maka pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Anggaran yang berkaitan dengan pelayanan penyelesaian revisi anggaran Kementerian/Lembaga telah mengalami banyak perubahan. Baik dari sisi kewenangan maupun proses bisnisnya. PMK dimaksud mengatur mekanisme dan tata cara penyelesaian revisi anggaran pemerintah pusat yang telah dituangkan dalam DIPA untuk Tahun Anggaran 2013. Dalam PMK tersebut Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/Pengguna Anggaran (PA) diberi kewenangan yang lebih besar dalam rangka penyelesaian revisi anggaran kepada masing‐ masing, khususnya dalam hal pagu tetap. Adapun peran Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Anggaran dan Ditjen Perbendaharaan, lebih difokuskan pada pemberian fasilitas atas pengesahan revisi anggaran yang telah dituangkan dalam dokumen RKAKL dan DIPA. Penyederhanaan proses bisnis tersebut didukung dengan pemanfaatan teknologi informasi yang handal. Beberapa perubahan terkait penyederhanaan proses rivisi anggaran antara lain. Pertama, Subdit teknis tidak meneliti TOR/RAB karena kewenangan tersebut telah dilimpahkan ke Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sebagai bentuk penguatan terhadap quality assurance penganggaran K/L, Kedua, Subdit teknis hanya menelaah sampai pada level komponen saja terhadap alokasi anggaran K/L, Ketiga, Dalam proses pengesahan revisi anggaran oleh pejabat eselon II Ditjen Anggaran telah menggunakan sistem checklist sebagai kontrol keakuratan dokumen syarat revisi. Keempat, Proses bisnis penyelesaian berkas revisi anggaran yang diajukan K/L melalui Pusat Layanan DJA semakin memperpendek rantai birokrasi. Pusat Layanan DJA melakukan filter atas beberapa jenis revisi. Apabila terdapat usulan revisi yang tidak dapat diselesaikan Pusat Layanan DJA akan langsung dikirim ke kasubdit teknis (tanpa melalui direktur jenderal anggaran/direktur). Dukungan aplikasi SIMPLe membuat proses penyelesaian revisi anggaran K/L termonitor secara detil, sekaligus memastikan quick win DJA dapat tercapai. 4. Pemantapan Penerapan Kerangka Pembangunan Jangka Menengah (KPJM) dalam Reviu Baseline Penyusunan Resource Envelope dan Pagu Indikatif KPJM merupakan pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan sebagai amanat Undang‐undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran. Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan
38
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
yang bersangkutan pada tahun berikutnya. Dalam prakteknya, penulisan angka KPJM (dikenal dengan nama prakiraan maju) dituangkan dalam Aplikasi RKAKL‐DIPA. Angka tersebut berisi proyeksi pengeluaran untuk tahun berikutnya, sebagai bentuk penuangan rencana fiskal tahunan, yang disertai dengan prakiraan maju tiga tahun berikutnya. Selanjutnya, nilai prakiraan maju tersebut dituangkan ke dalam Lampiran III Keputusan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. Kebenaran penuangan angka prakiraan maju dalam proyeksi penganggaran jangka menengah berimplikasi pada tingkat kepastian proyeksi kebutuhan alokasi anggaran di masa mendatang. Baik dari sisi penyediaan kebutuhan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan prioritas baru, maupun untuk menjamin keberlangsungan kebijakan prioritas yang tengah berjalan (on going policies). Dengan demikian, pembuat kebijakan dapat menyajikan perencanaan penganggaran yang berorientasi kepada pencapaian sasaran secara utuh, komprehensif dan dalam konteks yang tepat, sesuai dengan kerangka perencanaan kebijakan yaang telah ditetapkan. Selama ini penyusunan baseline penyusunan resouce envelope dan pagu indikatif lebih banyak menggunakan exercise mengacu realisasi penyerapan dana pada masing‐ masing K/L. Namun, sejak 2 (dua) tahun belakangan ini Ditjen Anggaran memberikan prioritas untuk meningkatan kualitas angka prakiraan maju yang dituangkan dalam aplikasi RKAKL‐DIPA. Bahkan untuk mendorong K/L menerapkan kebijakan tersebut, Ditjen Anggaran menjadikan hal tersebut sebagai IKU Kemenkeu One yaitu persentase penerapan KPJM oleh penanggung jawab program. Hasilnya, K/L pada saat menuangkan angka prakiraan maju sudah memperhatikan keberlangsungan program/kegiatan pada tahun‐tahun berikutnya. Sebagai illustrasi, K/L sudah memperhatikan periode pembangunan fisik suatu gedung dan harus berhenti pada tahun tertentu sehingga harus dihentikan pendanaannya sebagai baseline. Demikian pula, K/L telah memperhitungkan cost table persetujuan multiyears contract dalam tahun yang akan datang dalam perhitungan alokasi anggarannya. Kualitas angka prakiraan maju yang semakin baik tersebut senantiasa dilakukan reviu sepanjang tahun oleh pegawai Ditjen Anggaran. Bilamana terdapat ketimpangan dan dirasakan tidak tepat, pegawai Ditjen Anggaran akan menghubungi K/L yang bersangkutan untuk meminta klarifikasi atas angka prakiraan maju yang telah tertulis. Selanjutnya, hasil klarifikasi dimaksud dituangkan kembali dalam aplikasi RKAKL‐DIPA. Berdasarkan angka prakiraan maju yang diambil dari database aplikasi RKAKL‐DIPA, Ditjen Anggaran menjadikan baseline untuk penyusunan resource envelope dan pagu indikatif TA 2015. Adapun angka dari database diambil dengan menggunakan beberapa formulasi
39
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
sebagai berikut. Pertama, Formulasi perhitungan prakiraan maju untuk kegiatan/output layanan perkantoran. Kedua, Formulasi perhitungan prakiraan maju untuk kegiatan/output multiyears. Ketiga, Formulasi perhitungan prakiraan maju untuk kegiatan nonmultiyears. Keempat, Penerapan indeks untuk perhitungan biaya operasional dan nonoperasional, komponen berlanjut/berhenti, dan komponen utama/pendukung. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah perhitungan baseline tersebut tetap harus disinkronisasikan dengan proyeksi fiskal dalam rangka menghimpun sumber‐ sumber pendapatan. Melalui upaya memusatkan perhatian pada kebijakan‐kebijakan prioritas yang dapat dibiayai, niscaya disiplin fiskal tercapai. Hal itu merupakan kunci bagi efektivitas penggunaan sumber daya publik, sekaligus diharapkan akuntabilitas pemerintah dalam penyelenggaraan kebijakan fiskal secara makro dapat tercapai. 5. Penyederhanaan Proses Usulan Revisi Dokumen Anggaran di Kementerian Pertahanan Semenjak terbitnya Peraturan Bersama antara Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan tanggal 27 Maret 2013 Nomor 67/PMK.05/2013 dan Nomor 15 Tahun 2013, Kementerian Pertahanan harus melakukan perubahan dari semula sebagian belanja barang operasional menjadi seluruhnya belanja barang operasional pada TA 2013. Implementasi Peraturan Bersama Menteri tersebut ternyata berdampak pada bertambahnya jumlah satker di Kementerian Pertahanan. Satker di lingkup Kementerian Pertahanan yang semula 260 satker bertambah menjadi 1.070 satker. Dengan demikian, DIPA Petikan Kementerian Pertahanan dan TNI jumlahnya berubah dari semula 260 DIPA menjadi 1.070 DIPA. Perubahan tersebut harus ditindaklanjuti dengan pengajuan usulan revisi. Namun pengajuan usulan revisi ke Ditjen Anggaran memunculkan masalah lain. Kebijakan internal di lingkungan Kementerian Pertahanan/TNI dikenal dengan istilah one gate policy. Artinya, setiap usulan revisi dari masing‐masing‐masing unit organisasi Kementerian Pertahanan dan angkatan diajukan oleh Dirjen Renhan Kementerian Pertahanan. Padahal alokasi anggaran pada Kementerian Pertahanan/TNI masih terpusat pada 5 (lima) unit organisasi di atas. Dengan demikian, proses pengajuan usulan revisi internal Kementerian Pertahanan dan TNI ternyata memerlukan waktu yang cukup lama. Hal tersebut terjadi karena setiap usulan revisi harus memperoleh persetujuan dari unit organisasi angkatan dan unit organisasi Markas Besar TNI (sebelum disetujui Panglima TNI dan ditindaklanjuti pengusulannya oleh Dirjen Renhan Kementerian Pertahanan). Oleh karena itu, dapat dipahami apabila realisasi anggaran tertunda sampai dengan 3 (tiga) bulan. Hal tersebut semata‐mata disebabkan proses internal di Kementerian Pertahanan
40
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
yang cukup lama. Terlebih Dirjen Renhan memerlukan ekstra kehati‐hatian untuk menghindari pagu minus pada saat revisi sebagian belanja barang operasional ke satker‐ satker daerah. Di lain pihak, proses dimaksud akan menambah waktu proses penyelesaian revisi dokumen anggaran di Ditjen Anggaran. Berdasarkan data Ditjen Anggaran, apabila proses revisi satker Kementerian Pertahanan disetujui maka keseluruhan proses usulan dimaksud diselesaikan dalam waktu ± 20 (duapuluh) hari kalender. Waktu penyelesaian tersebut di luar proses pencetakan dan pendistribusian DIPA untuk satker baru di daerah. Padahal sesuai SOP harusnya proses revisi yang dilakukan Ditjen Anggaran memerlukan waktu maksimal 5 (lima) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap. Memperhatikan kendala yang dialami Kementerian Pertahanan tersebut, Ditjen Anggaran berupaya mempercepat proses pengalokasi anggaran pada Kementerian Pertahanan dan TNI yang selama ini terpusat pada 5 (lima) unit organisasi. Dari kebijakan sentralisasi diubah menjadi desentralisasi ke satker‐satker daerah sebagaimana yang diatur dalam PMK Nomor 112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA‐K/L TA 2013. Selanjutnya, secara bertahap diberlakukan untuk seluruh alokasi anggaran pada tahun‐tahun anggaran berikutnya dengan mempertimbangkan karakteristik (kekhususan) Kementerian Pertahanan dan TNI. Hal tersebut ditempuh sembari mendorong percepatan proses internal di Kementerian Pertahanan dan TNI. Dengan demikian, apabila terjadi revisi segera dapat diusulkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) satker daerah langsung ke Kementerian Keuangan, baik ke Ditjen Anggaran maupun Kanwil Ditjen Perbendaharaan sesuai kewenangannya. 6. Implementasi Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) Setelah sepuluh tahun berlalu, cita‐cita untuk memiliki sistem jaminan kesehatan yang terintegrasi akhirnya terwujud. Tanggal 1 Januari 2014, Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan efektif mulai berjalan. Sistem ini pada dasarnya merupakan implementasi dari UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang memberi amanat kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan lima jaminan sosial. Yaitu jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Sehubungan dengan amanat ini, sesuai dengan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dibentuk dua BPJS yaitu BPJS Kesehatan (yang
41
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
melaksanakan jaminan kesehatan) dan BPJS Ketenagakerjaan (yang menyelenggarakan jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian). BPJS Kesehatan merupakan transformasi dari PT. Askes (Persero) dan beroperasi mulai tanggal 1 Januari 2014. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari PT. Jamsostek (Persero). Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2014, PT. Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan namun tetap melaksanakan program‐ program yang selama ini diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero) selain jaminan pemeliharaan kesehatan yang telah diserahkan ke BPJS Kesehatan. Selanjutnya, paling lambat 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan akan beroperasi sepenuhnya menyelenggarakan empat program jaminan sosial. Terkait dengan pelaksanaan jaminan kesehatan, pada tahap awal, JKN mengintegrasikan jaminan kesehatan yang diberikan kepada peserta Jamkesmas, Askes, Jamsostek, dan anggota TNI/Polri yang selama ini dikelola secara terfragmentasi ke dalam satu wadah yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Selanjutnya, sesuai road map kepesertaan, diharapkan pada tahun 2019 peserta jaminan kesehatan akan mencakup seluruh penduduk Indonesia atau yang biasa dikenal dengan istilah universal coverage. Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan JKN yang tepat waktu dan dapat berjalan dengan baik, Kementerian Keuangan khususnya Ditjen Anggaran telah melakukan beberapa langkah sebagai berikut: Pertama, Menyediakan modal awal bagi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan pada APBN 2013 masing‐masing sebesar Rp 500 Miliar. Kedua, Mengalokasikan anggaran dalam APBN 2014 sebagai berikut: Tabel 1 ALOKASI ANGGARAN BPJS KESEHATAN DAN BPJS KETENAGAKERJAAN (Dalam Milyar Rupiah)
NO. 1. 2. 3. 4.
TERTANGGUNG Penerima Bantuan Iuran (PBI) *) PNS Aktif, Pensiunan, & Veteran TNI/Polri Aktif Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Total
ALOKASI ANGGARAN 2014 (Miliar Rupiah) 19.932,48 3.679,97 1.037,10 153,60 24.803,15
Sumber : Direktorat Jenderal Anggaran *)
PBI adalah penduduk miskin dan orang tidak mampu yang untuk pelaksanaan JKN 2014 ditetapkan berjumlah 86,4 juta jiwa.
Ketiga, Menyediakan anggaran untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasional Kemenhan/TNI/Polri. Alokasi ini diberikan untuk mendukung 42
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
kegiatan TNI/Polri yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan seperti penyembuhan akibat kegiatan latihan atau operasi penertiban/tempur. Jumlah yang dialokasikan dalam APBN 2014 sebesar Rp 303,8 miliar untuk TNI/Kemenhan dan sebesar Rp 387,6 miliar untuk Polri. Keempat, Menyediakan anggaran untuk memperkuat supply side yang pada APBN 2014 besarnya mencapai Rp. 8.856,3 miliar. Anggaran ini digunakan untuk: Penambahan kapasitas tempat tidur kelas III, peningkatan fasilitas kesehatan dasar (Puskesmas), peningkatan sarana prasarana RS Pemerintah Pusat, pengadaan dan pemenuhan gaji dan insentif tenaga kesehatan. Disamping menyiapkan dukungan keuangan, Ditjen Anggaran juga terlibat aktif dalam penyusunan regulasi yang merupakan aturan pelaksanaan dari UU SJSN dan UU BPJS. Aturan‐aturan yang telah berhasil diselesaikan sebanyak 9 (sembilan) peraturan pemerintah, 5 (lima) peraturan presiden, dan 3 (tiga) peraturan menteri keuangan. Namun demikian, meskipun sebagian regulasi sudah berhasil dituntaskan, masih ada beberapa regulasi BPJS Ketenagakerjaan seperti PP mengenai program jaminan hari tua dan pensiun yang harus segera diselesaikan dalam waktu dekat. Dalam rangka menundukung program SJSN juga dilakukan serangkaian kegiatan sosialisasi program SJSN ke beberapa kota di Indonesia. Diawali tanggal 2‐4 Oktober 2013 di kota Bandung, dilanjutkan tanggal 16‐18 Oktober 2013 di kota Semarang, dan terakhir tanggal 30 Oktober hingga 1 Nopem‐ber 2013 di kota Surabaya. Kegiatan sosialisasi tersebut dikemas dalam bentuk seminar dan diskusi dengan nara sumber para pembuat kebijakan di Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta praktisi PT Askes (Persero). 7. Optimalisasi Peran Standar Biaya Keluaran (SBK) Pelaksanaan reformasi penganggaran berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara perlu dijaga konsistensi dan kelanjutannya untuk menjamin terwujudnya penganggaran yang efektif dan efesien. Dalam kerangka pengelolaan penganggaran, pendiri reformasi keuangan telah mengamanatkan adanya tiga instrumen penganggaran yaitu: Performance‐Based Budgeting, KPJM, dan Unified Budget. Seiring dengan adanya reposisi peran DJA selaku pelaksana CFO, maka penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) memerlukan dukungan aturan main yang memadai, khususnya untuk mendukung terwujudnya efisiensi dan efektifitas penganggaran. Saat ini Ditjen Anggaran terus melakukan pembinaan yang intens dalam sisi input dalam proses perencanaan. Nantinya, seiring dengan fase pemantapan implementasi PBK,
43
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
reposisi peran DJA adalah mendorong proses “pengawalan” target kinerja penganggaran dengan pendekatan output sesuai prinsip implementasi PBK. Pada fase pemantapan PBK tersebut, upaya efisiensi dilakukan dengan pergeseran dari peran Standar Biaya Masukan (SBM) semata menjadi optimalisasi peran SBK dan menggeser dari domain Menteri Keuangan menjadi domain Kementerian/Lembaga (K/L). Untuk menjaga terlaksananya check and balance antara CFO dan COO, pemantapan implementasi PBK dan reposisi peran Ditjen Anggaran tersebut dilakukan melalui instrumen standar biaya dan instrumen lainnya, yaitu indikator kinerja, monitoring evaluasi, dan optimalisasi IT. Standar biaya yang selama ini lebih ditekankan penggunaannya sebagai alat efisiensi belanja yaitu sebagai instrument dalam proses penelaahan. Selanjutnya, standar biaya disamping dioptimalkan penggunaannya sebagai alat alokasi, juga sebagai alat reviu/monev efisiensi kinerja penganggaran berkenaan, khususnya untuk reviu baseline. Revitalisasi SBK dalam sistem penganggaran diwujudkan melalui a) Pemanfaatan SBK sebagai alat efisien alokasi anggaran oleh K/L; b) Menggunakan SBK sebagai salah satu instrumen dalam proses monitoring kinerja penganggaran, khususnya dalam pelaksanaan reviu baseline; c) Menjadikan SBK sebagai instrumen penerapan PBK, untuk menjamin efisiensi dan standar kualitas layanan/output; d) Mewajibkan penyusunan SBK kepada K/L untuk output yang berlanjut/berulang secara bertahap. Revitalisasi SBM diarahkan untuk mengoptimalkan peran strategis SBM dalam proses penganggaran yang meliputi : a) Penyempurnaan prosedur untuk menghasilkan SBM yang lebih kredibel, akuntabel dan berdaya guna; b)Perluasan cakupan output SBM agar makin bisa memayungi kebutuhan di lapangan; c) Percepatan proses penyelesaian SBM agar hubungannya makin berdaya guna dalam pengambilan keputusan; d) shifting peran K/L dalam memanfaatkan SBM dan memantau pelaksanaannya di lapangan untuk menjamin efisiensi pelaksanaan penganggaran (operasional efisiensi); e) Mekanisme penyusunan SBM dengan melibatkan stakeholder yang lebih luas agar terjadi proses transparansi dan sinergi antar lembaga; f) Pelaksanaan kerjasama dengan instansi terkait dan institusi profesi yang relevan untuk meningkatkan efektifitas pengumpulan data primer dan pengolhan data dalam proses formulasi kebijakan standar biaya. Disamping itu, perlu penekanan kebijakan tentang SBM khususnya yang terkait dengan honorarium yang harus sejalan dengan kebijakan remunerasi. Disamping standar biaya, alat efisiensi alokasi dan reviu kebijakan alokasi akan diperkenalkan penerapan pengaturan struktur pembiayaan. Sejalan dengan implementasi KPJM di level mikro, maka untuk memperbaiki kualitas prakiraan maju perlu penguatan
44
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
indeksasi KPJM. Selanjutnya, untuk mewujudkan prinsip good governance terkait transparansi dan kepastian hukum, maka seluruh instrument terkait standar biaya dan teknik pembiayaan perlu dituangkan dalam suatu peraturan hukum yang lebih bersifat jangka panjang. Dengan demikian, kerangka strategis standar biaya dalam mewujudkan efisiensi dalam alokasi anggaran (allocative efficiency) dan efisiensi pelaksanaan anggaran (operational efficiency) makin jelas pedomannya baik untuk Menteri Keuangan selaku CFO, maupun bagi K/L selaku COO. 8. Penelaahan Online Pelaksanaan reformasi penganggaran berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara perlu dijaga konsistensi dan kelanjutannya untuk menjamin terwujudnya penganggaran yang efektif dan efisien. Melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 293/KMK.2/2012, maka penyusunan dan pengesahan DIPA dilakukan oleh Ditjen Anggaran. Disamping dilakukan penyatuan proses penyelesaian RKA‐K/L dan DIPA ke dalam satu eselon I, juga mulai diterapkan sistem aplikasi yang terintegrasi dan single database. Melalui penyatuan ini waktu penyelesaian RKA‐K/L dan DIPA menjadi lebih cepat (penyerahan DIPA ke Pemerintah Daerah dan K/L menjadi lebih awal), efisiensi atas kebutuhan biaya produksi RKA‐K/L dan DIPA, serta data anggaran yang dihasilkan lebih valid dan akurat. Seiring dengan itu, pada tahun 2013 mulai dilakukan penelaahan online melalui aplikasi RKAKP‐DIPA online dalam bentuk upload data RKAKL‐DIPA (initial), penelaahan online, download data (ADK dan Pdf DIPA Petikan), serta update referensi secara online. Untuk tahun 2013 dilakukan pilotting penelaahan online di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Beberapa latar belakang yang mendasari aplikasi penelaahan online ini harus segera diterapkan antara lain. Pertama, Penelaahan RKA‐K/L yang dilaksanakan di Ditjen Anggaran selama ini mengharuskan pihak K/L dan penelaah Ditjen Anggaran bertemu di suatu tempat sesuai surat undangan yang ditandatangani pejabat Ditjen Anggaran. Kedua, Hampir semua penelaahan berjalan lebih dari satu kali kesempatan karena harus dilakukan perbaikan dan diajukan kembali pada kesempatan berikutnya (boros waktu dan biaya). Ketiga, Hingga saat ini tidak ada yang dapat menjamin proses penelaahan RKA‐K/L yang dilaksanakan secara tatap muka benar‐benar menghilangkan moral hazard. Terakhir, Proses penelaahan dokumen dari satker yang berjumlah lebih dari 23 ribu tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan tempat yang representatif.
45
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
Aplikasi penelaahan RKA‐K/L online merupakan hal yang baru dan membutuhkan lompatan mindset (baik bagi pihak Ditjen Anggaran maupun pihak K/L). Pihak‐pihak yang selama ini merasa nyaman karena bertemu dan bisa jalan‐jalan ke Jakarta, nantinya atas nama “efisiensi” mau tidak mau hanya bisa duduk di depan komputer PC/laptop di unit kerjanya masing‐masing. Untuk itu, proses edukasi melalui capacity building yang masif harus segera disusun oleh pihak pengembangan SDM Ditjen Anggaran agar proyek besar ini bisa berjalan. Demikian pula, semua pihak harus menyadari bahwa implementasi aplikasi penelaahan RKA‐K/L online pada awalnya membutuhkan pendanaan yang tidak kecil. Butuh prasarana PC berikut scannernya untuk setiap satker serta kapasitas bandwidth yang besar agar komunikasi data dapat berjalan dengan lancar. Akan tetapi, manfaatnya akan dirasakan berlipat kali sekian tahun kemudian tatkala seluruh proses penganggaran mulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban ternyata bila dilaksanakan serba otomatis (computerize) hanya di depan meja kerja masing‐masing. 9. Bimbingan Teknis ke Kementerian Negara/Lembaga Ditjen Anggaran memiliki tugas dan fungsi merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penganggaran, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, hingga saat ini DJA masih terus melakukan upaya untuk mengembangkan dan memperbaiki sistem penganggaran tersebut. Berbagai upaya perbaikan yang dilakukan, khususnya dalam sistem penganggaran telah banyak membawa perubahan yang mendasar, yang ditandai dengan dimulainya penerapan pendekatan penganggaran terpadu (unified Budget), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), dan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK), dimana ketiga pendekatan penganggaran tersebut secara bersama dituangkan ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran yaitu Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA‐K/L), dan dokumen Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Demikian pula berbagai aspek pendukung dalam penerapan sistem penganggaran juga masih terus diupayakan penyempurnaannya. Aspek itu meliputi petunjuk teknis penyusunan RKA‐K/L, Petunjuk Teknis penyusunan Standar Biaya Masukan, Standar Biaya Keluaran, Tata Cara Revisi Anggaran, penyusunan Inisiatif baru, kebijakan Reward and Punishment, dan masih banyak kebijakan lain di bidang penganggaran yang telah dikeluarkan. Tools tersebut semuanya masih mencari bentuk yang sesuai dengan sistem
46
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
penganggaran yang saat ini dikembangkan, sehingga masih dimungkinkan terjadinya perubahan dan perbaikan atas kebijakan tersebut. Permasalahan yang muncul dengan diterapkannya sistem penganggaran yang baru dan dikeluarkannya berbagai kebijakan pendukung tersebut adalah bagaimana cara menyampaikannya kepada Kementerian Negara/Lembaga agar mereka dapat memahami dan mengerti dengan berbagai peraturan dan perubahan kebijakan yang telah ditetapkan tersebut. Selama ini cara yang sering ditempuh untuk menyampaikan peraturan/kebijakan baru kepada Kementerian Negara/Lembaga adalah dengan mengadakan sosialisasi kepada
perwakilan
Kementerian
Negara/Lembaga.
Namun,
penyampaian
peraturan/kebijakan baru dengan metode ini dirasa kurang efektif karena jumlah peserta yang banyak sementara waktu yang tersedia tidak cukup. Untuk itu perlu diadakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta dari Kementerian/Lembaga melakukan diskusi dan tanya jawab lebih intensif dengan narasumber dari Direktorat Jenderal Anggaran selaku pembuat kebijakan, sehingga para peserta dapat memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap materi yang disampaikan. Kegiatan dimaksud dikemas dengan nama kegiatan bimbingan teknis. Bimbingan Teknis ini dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara (3 Juli 2013), Provinsi Bali (14 Juni 2013), dan Provinsi Sulawesi Selatan (10 Oktober 2013). Melalui kegiatan tersebut diharapkan para pejabat/pegawai perencana dari Kementerian/Lembaga memiliki kompetensi dan pemahaman yang lebih baik terhadap berbagai kebijakan di bidang penganggaran yang telah dikeluarkan Ditjen Anggaran. Dengan meningkatnya kompetensi dan pemahaman yang lebih baik terhadap berbagai kebijakan penganggaran tersebut nantinya diharapkan perencanaan yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga, juga menjadi lebih baik. Alhasil, akan diperoleh Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA‐K/L) yang dihasilkan lebih berkualitas. Sebaliknya, melalui kegiatan tersebut Ditjen Anggaran dapat mengetahui secara langsung apa permasalahan yang dihadapi K/L dalam penyusunan RKA‐KL sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk perbaikan di masa yang akan datang. 10. Soft Launching Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) DJA secara terus‐menerus berupaya memperbaiki sistem pengadministrasian penerimaan Negara dalam rangka mewujudkan good governance serta dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Pada tahun 2013, telah disosialisasikan sistem pembayaran dan penyetoran PNBP yang lebih efisien (efficient), aman (safe), sederhana (simple) dan mudah digunakan (user friendly). Sistem tersebut dikenal dengan
47
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
nama Sistem Informasi PNBP Online (Simponi). Acara soft launching SIMPONI berupa peragaan sistem billing MPN G‐2 telah dialkukan di hadapan Menteri Keuangan dan jajaran pimpinan unit eselon I pada tanggal 27 November 2013. Dalam soft launching SIMPONI tersebut, dilakukan peragaan mulai dari pendaftaran user billing, pembuatan billing, sampai pembayaran billing. Peragaan seluruh jenis billing SIMPONI berjalan sukses. Artinya, sistem ini siap diimplementasikan pada tahun 2014. SIMPONI mendorong Wajib Bayar/Wajib Setor untuk beralih dari pembayaran/ penyetoran PNBP secara manual dengan menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) atau melalui pemindahbukuan langsung ke Rekening Kas Negara di Bank Indonesia menuju
pembayaran/penyetoran
melalui
system
Penerimaan
Negara.
Pembayaran/penyetoran PNBP melalui SIMPONI akan difasilitasi melaui Sistem billing. Sistem billing yang merupakan bagian dari Sistem Informasi PNBP Online (Simponi) berfungsi memfasilitasi penerbitan kode billing dalam rangka pembayaran/penyetoran penerimaan Negara melalui berbagai saluran pembayaran yang disediakan oleh Bank/Pos Persepsi yaitu Teller (Over The Counter), Automatic Teller Machine (ATM), Electronic Data Capture (EDC), dan Internet Banking.
Ada beberapa keunggulan pembayaran/penyetoran PNBP secara elektronik
melalui SIMPONI antara lain. Pertama, Aksesibilitas. SIMPONI merupakan aplikasi berbasis web (web based), sehingga dapat diakses dimana dan kapan saja sepanjang terdapat koneksi internet. Kedua, Mudah dan akurat. Mempermudah dan menghindari human error dalam proses perekaman data dalam rangka penerbitan kode billing. Ketiga, Fleksibilitas. Dengan menggunakan kode billing, Wajib Bayar/Wajib Setor PNBP dapat melakukan pembayaran/penyetoran PNBP menggunakan beberapa alternatif saluran pembayaran/ penyetoran PNBP. 11. RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2014 Revisi UU PNBP diharapkan mampu menjawab permasalahan pengelolaan PNBP saat ini, sekaligus dapat mengantisipasi tantangan pengelolaan PNBP di masa yang akan datang. Revisi UU PNBP diarahkan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, memastikan dan menjaga ruang lingkup PNBP sesuai UU Keuangan Negara, serta mengoptimalkan pendapatan negara dari PNBP guna mewujudkan kesinambungan fiskal.
48
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
Sesuai Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 41A/DPR RI/I/2009‐2010 tentang Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2010‐ 2014 DPR RI, penyusunan RUU Revisi atas UU 20/1997 tentang PNBP telah ditetapkan dalam Prolegnas 2010‐2014. RUU PNBP merupakan satu dari 259 RUU yang ditetapkan sebagai Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2010‐2014. Setelah melalui serangkaian tahapan koordinasi dengan internal Kementerian Keuangan dan beberapa Kementerian/Lembaga terkait, pada pertengahan tahun 2013 RUU PNBP telah memasuki tahapan harmonisasi. Harmonisasi RUU PNBP di Kementerian Hukum dan HAM melibatkan beberapa Kementerian/Lembaga teknis, antara lain Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kepolisian Negara RI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kehutanan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Pertanahan Nasional, dan Kejaksaan Agung. Setelah proses harmonisasi selesai, RUU PNBP telah memenuhi persyaratan teknis sebagai RUU Prioritas 1 sehingga dapat diusulkan menjadi salah satu RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2014. Dari hasil inventarisasi dan verifikasi yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Negara terhadap RUU usulan Kementerian/Lembaga, RUU PNBP menjadi satu dari 35 RUU yang diusulkan untuk menjadi RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2014 Prakarsa Pemerintah. Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 03A/DPR RI/II/2013‐2014 tanggal 17 Desember 2013 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang‐Undang Prioritas Tahun 2014, RUU PNBP telah ditetapkan sebagai RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2014. Meskipun tahun 2014 merupakan tahun politik, namun RUU PNBP tetap diharapkan dapat segera dibahas dan diundangkan. 12. Evaluasi Pemberian Izin Penggunaan Sebagian Dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh Kementerian Negara/Lembaga Dalam Pasal 8 UU PNBP disebutkan bahwa sebagian dana dari jenis PNBP dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian alokasi pembiayaan atas kegiatan tertentu yang berkaitan dengan PNBP. Sebagian dana dari jenis PNBP tersebut dapat digunakan oleh unit atau instansi yang menghasilkan yang penggunaannya dilakukan secara selektif. Adapun usulan penggunaan PNBP diajukan ke Menteri Keuangan.
49
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
Pada tahun 2013 Ditjen Anggaran melakukan kajian terhadap ijin penggunaan PNBP. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, pemberian ijin penggunaan sebagian dana PNBP memiliki beberapa permasalahan, antara lain: 1. Pedoman Standar Tidak adanya pedoman standar atau petunjuk teknis sebagai standar dalam penyusunan persetujuan penggunaan PNBP menyebabkan besaran persentase penggunaan PNBP yang disetujui untuk kegiatan yang sama atau sejenis dapat berbeda‐beda. 2. Kaitan dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) Dokumen pendukung usulan penggunaan dana PNBP kurang sejalan dengan konsep KPJM dalam penganggaran. 3. Persentase persetujuan penggunaan PNBP yang tinggi Banyak Kementerian/Lembaga dengan persentase pengguna an PNBP cukup tinggi (>90%) sehingga menambah beban APBN, di antaranya untuk menyediakan dana pendidikan 20% dari APBN. 4. Penggunaan PNBP untuk belanja Modal Tingginya besaran persentase penggunaan PNBP sebagian besar disumbangkan oleh adanya penggunaan untuk investasi atau belanja modal. Sementara itu, belanja modal dimaksud tidak bersifat periodik terjadi setiap tahun. 5. Prinsip Penggunaan PNBP Sesuai ketentuan, PNBP hanya dapat digunakan oleh instansi penghasil PNBP untuk kegiatan yang menghasilkan PNBP. Namun demikian, dalam praktiknya, saat ini PNBP digunakan oleh instansi nonpenghasil dan/atau untuk kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan yang menghasilkan PNBP. Rekomendasi atas permasalahan tersebut adalah perlunya dilakukan revisi atas PP No. 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu dan penyempurnaan pada format KMK persetujuan penggunaan dana PNBP. Sejalan dengan kajian yang telah dilakukan, policy recommendation hasil pengawasan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan di antaranya meminta agar Ditjen Anggaran untuk melakukan penyempurnaan regulasi terkait ijin penggunaan PNBP Kementerian/ Lembaga, berupa petunjuk teknis yang dapat dijadikan pedoman untuk menjaga standardisasi (keseragaman) pekerjaan. Adapun hal yang perlu dilakukan standardisasi antara lain menyangkut: a. Pengelompokan ijin penggunaan; b. Besaran persentase ijin penggunaan;
50
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
c. Perlakukan atas perubahan data pembahasan dari proposal ijin penggunaan; d. Pihak yang terlibat dalam pembahasan ijin penggunaan. Menindaklanjuti policy recommendation tersebut, Ditjen Anggaran telah menyusun regulasi berupa draft Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Penetapan Penggunaan PNBP pada K/L. Sejalan dengan hal tersebut, selama tahun 2013 permohonan ijin penggunaan dievaluasi secara lebih ketat. Hampir semua permohonan ijin penggunaan yang baru dan permohonan penambahan besaran persentase dana PNBP yang dapat digunakan untuk sementara ditunda sampai regulasi terkait ditetapkan. Sementara permohonan yang disetujui bersifat terbatas, antara lain yang terkait dengan perubahan organisasi maupun nomenklatur. 13. Penyusunan Undang‐undang Tentang Aparatur Sipil Negara Pembaharuan birokrasi sebagai salah satu tuntutan reformasi dirasakan masih sangat kurang oleh masyarakat. Hal ini ditunjukkan antara lain dari masih rendahnya indikator‐indikator penurunan tingkat korupsi dan perbaikan pelayanan publik. Menyadari akan tantangan birokrasi tersebut, Pemerintah menjadikan pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi sebagai salah satu prioritas pembangunan jangka menengah 2010‐ 2014. Salah satu langkah konkrit dari pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi adalah penyiapan infrastruktur perundangan pembaharuan birokrasi. Payung hukum birokrasi yang ada saat ini adalah Undang‐Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok‐Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang No. 43 Tahun 1999. Guna memantapkan reformasi birokrasi payung hukum yang saat ini ada tersebut perlu disempurnakan, salah satunya melalui penyusunan Rancangan Undang‐Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN). Rancangan Undang‐Undang Aparatur Sipil Negara merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Penyelesaian RUU ASN sendiri masuk sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU sejak Tahun 2012 dan berlanjut pada Tahun 2013. Latar belakang inisiasi RUU ASN antara lain: (i) pengaturan kepegawaian muncul di berbagai undang‐undang, (ii) Pegawai Negeri Sipil (PNS) belum dianggap sebagai sebuah profesi, (iii) penetapan formasi PNS belum seluruhnya melalui analisis jabatan, analisis beban kerja, dan perencanaan SDM, (iv) penempatan dan pengangkatan dalam jabatan belum berbasis kompetensi, (v) terbatasnya mobilitas PNS, (vi) sebagian PNS tidak pernah diberi kesempatan untuk mengembangkan diri, (vii) kualifikasi dan kompetensi PNS tidak sesuai dengan kebutuhan, (viii) beban kerja yang tidak merata, (ix)
51
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
desentralisasi pengadaan PNS yang berpotensi menyuburkan semangat kedaerahan dan memperlemah negara kesatuan, (x) budaya kinerja PNS yang masih lemah, (xi) sistem remunerasi dan tunjangan yang bervariasi antar instansi, (xi) remunerasi yang masih belum terkait dengan pencapaian kinerja, dan (xii) penerimaan pegawai masih belum obyektif dan transparan. Dalam penyusunan UU ASN, mengingat Kementerian Keuangan bukan merupakan pengemban amanat Presiden untuk pembahasan RUU ASN dengan DPR, pada awalnya Kementerian Keuangan hanya dilibatkan dalam pembahasan yang terkait dengan substansi mengenai penggajian dan kesejahteraan pegawai ASN. Namun demikian, dalam perjalanan pembahasan, mengingat beberapa substansi pengaturan yang dapat berpotensi membebani fiskal, seperti mekanisme pengendalian jumlah pegawai ASN dan pembentukan lembaga baru yaitu Komite Aparatur Sipil Negara. Terkait hal tersebut selanjutnya diterbitkan amanat Presiden baru yang melibatkan Kementerian Keuangan untuk mewakili Pemerintah melakukan pembahasan RUU ASN dengan DPR bersama kementerian lainnya yang ditunjuk. Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam pembahasan juga dimaksudkan untuk memberikan pandangan operasional kebijakan manajemen ASN, mengingat Kementerian Keuangan selama ini telah lebih dahulu menerapkan prinsip‐prinsip reformasi birokrasi. Setelah melalui pembahasan yang panjang, UU ASN berhasil dirampungkan dengan diundangkannya Undang‐Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pada tanggal 15 Januari 2014. Diundangkannya UU ASN merupakan sebagian perjalanan dari penyiapan landasan hukum pelaksanaan reformasi birokrasi. Saat ini Pemerintah termasuk Kementerian Keuangan tengah menyiapkan peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam UU ASN. Dalam UU ASN diamanatkan 19 (sembilan belas) Peraturan Pemerintah, 1 (satu) Peraturan Presiden, dan 1 (satu) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Kesemua peraturan pelaksanaan tersebut harus sudah diselesaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak UU ASN diundangkan, yang berarti paling lambat 15 Januari 2016. 14. Pengaturan Kembali Kontrak Tahun Jamak (Multiyears Contract) Pedoman operasional mengenai Kontrak Tahun Jamak (Multiyears Contract) berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mulai ditetapkan pada tahun 2010, yakni melalui PMK Nomor 56/PMK.02/2010. Dalam perkembangannya, guna pelaksanaan ketentuan Pasal 16 ayat (1) Keppres 42/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Perpres Nomor 53/2010 dan
52
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
ketentuan Pasal 52 ayat (2) Perpres Nomor 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa pemerintah, maka PMK Nomor 56/PMK.02/2010 perlu disesuaikan. Selanjutnya keluarlah PMK Nomor 194/PMK.02/2011 sebagai pengganti PMK Nomor 56/PMK.02/2010. Dalam perkembangan selanjutnya, Pemerintah menetapkan PP Nomor 45 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan APBN dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagai norma hukum yang didalamnya mengatur ketentuan umum mengenai Kontrak Tahun Jamak. Oleh karena itu, aturan operasional berupa PMK juga perlu diselaraskan dengan ketentuan baru dimaksud, sehingga untuk menindaklanjuti ketentuan Pasal 61 ayat (2) dan (3) PP Nomor 45 Tahun 2013 dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012, ditetapkanlah PMK Nomor 157/PMK.02/2013 sebagai perangkat peraturan teknis operasional terkini yang mengatur tata cara pengajuan persetujuan Kontrak Tahun Jamak (Multi Years Contract) dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. PMK inilah yang sampai sekarang harus dipedomani oleh DJA maupun Kementerian/Lembaga dalam
rangka proses Kontrak Tahun Jamak.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 PMK Nomor 157/PMK.02/2013, yang dimaksud dengan Kontrak adalah perjanjian tertulis antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan penyedia barang/jasa atau pelaksana swakelola. Sedangkan Kontrak Tahun Jamak merupakan kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya membebani dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran. Kewenangan dan ruang lingkup pemberian persetujuan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan secara Kontrak Tahun Jamak diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 157/PMK.02/2013 sebagai berikut: (1) Kontrak Tahun Jamak untuk kegiatan yang nilai kontraknya sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) bagi kegiatan penanaman benih/bibit, penghijauan, pelayanan perintis darat/ laut/ udara, makanan dan obat di rumah sakit, makanan untuk narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, pengadaan pita cukai, layanan pembuangan sampah, dan pengadaan jasa cleaning service dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan. (2) Kontrak Tahun Jamak untuk kegiatan yang nilainya di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar
rupiah)
dan
kegiatan
yang
nilainya
sampai
dengan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) yang tidak termasuk dalam kriteria kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
53
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
Sedangkan untuk Kontrak Tahun Jamak yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) tidak mengikuti aturan di atas, yang berarti tidak perlu terlebih dahulu mendapat persetujuan. Secara substansi hal tersebut bisa dipahami apabila melihat karakteristik pembiayaan PHLN itu sendiri yang didasari sebuah naskah perjanjian, yang notabene di dalamnya terdapat kesepakatan tentang jangka waktu PHLN. Hal tersebut bisa diartikan bahwa dalam jangka waktu tersebut (termasuk yang berjangka waktu lebih dari satu tahun) ada jaminan ketersediaan dana dari lembaga/Negara donor untuk menunjang pelaksanaan kegiatan. Selanjutnya Pasal 3 PMK Nomor 157/PMK.02/2013 mengatur mengenai syarat‐ syarat pengajuan permohonan persetujuan Kontrak Tahun Jamak kepada Menteri Keuangan, yaitu permohonan persetujuan Kontrak Tahun Jamak tersebut harus diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan bersamaan dengan penyampaian Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA‐KL) Tahun Anggaran bersangkutan, dan dilengkapi dengan dokumen‐dokumen: a.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari Pengguna Anggaran yang menyatakan bahwa: 1)
pekerjaan Kontrak Tahun Jamak yang akan dilaksanakan telah memenuhi kelayakan teknis berdasarkan penilaian/rekomendasi dari instansi/ tim teknis fungsional yang kompeten.
2)
ketersediaan dana bagi pelaksanaan Kontrak Tahun Jamak yang bukan merupakan tambahan pagu (on top)
b.
surat pernyataan dari Pengguna Anggaran yang menyatakan bahwa: 1)
sisa dana yang tidak terserap dalam tahun bersangkutan tidak akan direvisi untuk digunakan pada Tahun Anggaran yang sama.
2)
pengadaan/pembebasan lahan/tanah yang diperlukan untuk mendukung pembangunan infrastruktur sudah dituntaskan. Selain kedua dokumen tersebut di atas, permohonan persetujuan Kontrak Tahun
Jamak kepada Menteri Keuangan juga harus dilengkapi dengan cakupan jenis dan tahapan kegiatan/pekerjaan secara keseluruhan, jangka waktu pekerjaan akan diselesaikan, dan ringkasan perkiraan kebutuhan anggaran per tahun, namun tidak diperbolehkan terdapat dokumen yang menunjukkan nama calon peserta dan/atau calon pemenang lelang.
Meskipun dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
157/PMK.02/2013 dinyatakan bahwa permohonan persetujuan Kontrak Tahun Jamak diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan bersamaan dengan penyampaian RKA‐KL Tahun Anggaran bersangkutan, namun dalam keadaan tertentu
54
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
permohonan tersebut boleh diajukan tidak bersamaan dengan penyampaian RKA‐KL Tahun Anggaran bersangkutan asal memenuhi persyaratan sesuai Pasal 3 ayat (3), yaitu: • terjadi keadaan kahar • dalam rangka melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat • untuk memenuhi amanat peraturan perundang‐undangan • menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap Beberapa Kontrak Tahun Jamak yang dilakasanakan oleh K/L mungkin memiliki kompleksitas
dalam
pengadaan/pembebasan
lahan/tanah,
seperti
pekerjaan
pembangunan infrastruktur untuk bandara, pelabuhan, jalan, irigasi, transmisi listrik, dan rel kereta api. Oleh karena itu, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 157/PMK.02/2013 Pasal 4 diatur bahwa pengadaan/pembebasan lahan/tanah tersebut boleh dilakukan secara bersamaan dengan pekerjaan pembangunan infrastruktur dalam periode Kontrak Tahun Jamak, yang artinya pekerjaan sudah bisa mulai dilakukan meskipun proses pengadaan/pembebasan lahan/tanah belum selesai sepenuhnya. Untuk tetap menjaga good governance, maka apabila hal tersebut terjadi, Pengguna Anggaran harus melampirkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang menyatakan: a.
Pengguna Anggaran akan menyelesaikan pengadaan/ pembebasan lahan/tanah secara simultan dengan pekerjaan pembangunan infrastruktur dalam periode Kontrak Tahun Jamak;
b.
Pengguna Anggaran akan menjaga pelaksanaan kegiatan sesuai rencana; dan
c.
segala biaya yang timbul sebagai akibat dari keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang disebabkan oleh keterlambatan penyelesaian pengadaan/pembebasan lahan/tanah tidak dapat dibebankan pada APBN, kecuali berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pemrosesan penyelesaian persetujuan Kontrak Tahun Jamak dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Anggaran, dan dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap. Dalam kondisi tertentu, jangka waktu multiyears contract yang disebutkan dalam surat persetujuan dapat diperpanjang oleh Menteri Keuangan. Kondisi tertentu yang dimaksud disini adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 PMK Nomor 157/PMK.02/2013, yakni: a. keadaan kahar, meliputi bencana alam, bencana non alam, pemogokan, kebakaran, dan/atau gangguan industri lainnya sebagaimana dinyatakan melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan menteri teknis terkait. 55
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
b. keadaan non kahar, meliputi antara lain perubahan desain karena faktor yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya (unforeseen conditions/factors), dan penyesuaian ketentuan yang berlaku di negara lain. Substansi pengaturan KONTRAK TAHUN JAMAK yang masih tetap dipertahankan dari PMK sebelumnya di dalam PMK 157/PMK.02/2013 adalah hal‐hal yang mengatur mengenai: a. Perubahan komposisi pendanaan antar tahun. b. Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab penuh atas kebenaran formil dan materil atas segala sesuatu yang terkait dengan permohonan persetujuan Kontrak Tahun Jamak kepada Menteri Keuangan. c. Persetujuan Kontrak Tahun Jamak oleh Menteri Keuangan bukan merupakan pengakuan/pengesahan (endorsement) atas kebenaran dan keabsahan proses pengadaan barang/jasa dan/atau penunjukan pemenang penyedia barang/jasa. d. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dikontrakkan secara tahun jamak, termasuk dalam menyediakan alokasi anggaran pada tiap‐tiap tahun dari masa kontrak, berdasarkan pagu belanja yang telah ditetapkan dalam Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan. e. Sisa anggaran pekerjaan Kontrak Tahun Jamak pada Tahun Anggaran tertentu tidak dapat diluncurkan pada Tahun Anggaran berikutnya dan tidak dapat dijadikan sebagai usulan anggaran belanja tambahan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara‐Perubahan (APBN‐P) pada Tahun Anggaran tersebut. f. Dalam rangka menjaga kesinambungan kualitas, efisiensi, dan efektivitas serta menjaga kesatuan proses dan akuntabilitas pelaksanaan pekerjaan, Menteri Keuangan dapat menetapkan persetujuan Kontrak Tahun Jamak terhadap pekerjaan‐pekerjaan antara lain pengadaan layanan informasi, penjualan surat berharga, layanan/lisensi perangkat lunak/keras, pengembangan perangkat lunak, dan sewa jaringan/bandwith. g. Menteri Keuangan dapat mempertimbangkan untuk memberikan persetujuan Kontrak Tahun Jamak atas pekerjaan yang telah dituangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA‐KL) dan merupakan kebijakan prioritas Pemerintah, yang karena kondisi tertentu dalam pelaksanaannya tidak dapat diselesaikan dalam 1 (satu) Tahun Anggaran. h. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan laporan prestasi kerja secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur
56
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
Jenderal Anggaran untuk persetujuan Kontrak Tahun Jamak yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan/atau Menteri/Pimpinan Lembaga. Akankah PMK 157/PMK.02/2013 dapat memenuhi harapan semua pihak dan tidak menimbulkan kendala/persoalan dalam proses Kontrak Tahun Jamak. Jawaban atas pertanyaan tersebut masih harus dilihat pada saat PMK tersebut sudah diimplementasikan dan umpan balik atas kondisi dimaksud nantinya dan seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi upaya perbaikan kedepan. 15. Pemberian Tunjangan Kinerja pada Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka Reformasi Birokrasi Dalam rangka melaksanakan program Reformasi Birokrasi yang telah tercantum dalam RPJMN 2010‐2014, Presiden RI telah menetapkan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010‐2014 melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010. Selanjutnya, untuk operasonalisasi Grand Design Reformasi Birokrasi tersebut, Menteri Pendayagunaan Aaparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menetapkan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi. Salah satu dari 8 area perubahan tersebut adalah penataan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang termasuk di dalamnya adalah penataan sistem tunjangan kinerja. Pada prinsipnya, tunjangan kinerja merupakan fungsi dari keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi dan diberikan sesuai dengan progress (kemajuan) capaian pelaksanaan reformasi birokrasi. Prinsip‐prinsip kebijakan penganggaran yang diterapkan dalam rangka pemberian tunjangan kinerja (remunerasi) dalam rangka reformasi birokrasi antara lain: 1. Equal pay for equal work, artinya pemberian besaran tunjangan kinerja sesuai dengan harga jabatan dan pencapaian kinerja 2. Pola remunerasi mengacu pada Kementerian/Lembaga yang sudah terlebih dahulu melaksanakan reformasi birokrasi. 3. Sumber dana untuk pembayaran tunjangan kinerja diutamakan dari optimalisasi pagu belanja Kementerian/Lembaga terkait. Kebijakan pemberian tunjangan kinerja dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi bagi suatu Kementerian/Lembaga ditetapkan melalui proses yang cukup panjang. Kementerian/Lembaga yang melaksanakan reformasi birokrasi akan diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian PAN dan RB. Berdasarkan hasil verifikasi dan validasi tersebut, Menteri PAN‐RB menyampaikan daftar Kementerian/Lembaga yang diusulkan untuk mendapatkan tunjangan kinerja. Lalu berdasarkan usulan tersebut, Kementerian
57
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
Keuangan melakukan simulasi perhitungan kebutuhan anggaran dengan menyiapkan beberapa alternatif besaran tunjangan kinerja dan menyampaikannya kepada Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) yang diketuai Wakil Presiden dan salah satu anggotanya adalah Menteri Keuangan. Setelah KPRBN menetapkan kebijakan pemberian tunjangan kinerja serta menetapkan besarannya untuk masing‐masing KL, selanjutnya Menteri Keuangan meminta persetujuan DPR atas kebijakan pemberian tunjangan kinerja tersebut. Berdasarkan persetujuan DPR tersebut, selanjutnya Menteri Keuangan menyampaikan surat persetujuan prinsip kepada Menteri PAN dan RB yang di dalamnya berisi besaran tunjangan kinerja untuk masing‐masing grade (peringkat jabatan) pada setiap Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. Selanjutnya, berdasarkan persetujuan prinsip tersebut, Kementerian PAN dan RB mengkoordinasikan penyusunan Peraturan Presiden
(Perpres)
tentang
Tunjangan
Kinerja
untuk
masing‐masing
Kementerian/Lembaga. Dalam proses penyusunan Perpres tersebut, Ditjen Anggaran c.q. Direktorat HPP juga dilibatkan bersama dengan instansi terkait lainnya seperti Badan Kepegawaian Negara, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Sekretariat Negara. Pelaksanaan reformasi birokrasi yang diikuti dengan pemberian Tunjangan Kinerja di lingkungan Kementerian/Lembaga telah dimulai pada tahun 2008. Peran Ditjen Anggaran dalam proses penetapan Tunjangan Kinerja tersebut cukup strategis. Secara garis
besar,
peran
tersebut
meliputi
memberikan
pemahaman
bagi
Kementerian/Lembaga agar mengoptimalisasikan pagu belanjanya semaksimal mungkin untuk membayar Tunjangan Kinerjanya, membuat beberapa simulasi alternatif besaran Tunjangan Kinerja untuk direkomendasikan kepada Menteri Keuangan dan Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN), menghitung kebutuhan anggarannya, dan turut serta mengawal penyusunan dan penetapan Peraturan Presiden tentang Tunjangan Kinerja untuk masing‐masing Kementerian/Lembaga. Pada tahun 2013, terdapat 27 Kementerian/Lembaga yang diberikan Tunjangan Kinerja sebagai bagian dari pelaksanaan reformasi birokrasi yang dijalankannya. Atas keputusan DPR‐RI, 1 (satu) Kementerian/Lembaga yaitu Sekretariat Jenderal DPR‐RI ditunda pemberian Tunjangan Kinerjanya ke Tahun 2014. Dengan demikian, terhitung sejak tahun 2008 (mulai diterapkannya tunjangan kinerja dalam rangka reformasi birokrasi), terdapat 63 Kementerian/Lembaga yang telah diberikan Tunjangan Kinerja dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi.
58
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
16. Transformasi Kelembagaan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas Penerimaan Minyak Bumi dan Gas Alam (Migas) merupakan kontributor terbesar dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sebanyak 58% bagian dari PNBP Pada tahun 2013 disumbang dari Penerimaan Migas. Hal tersebut tidak lepas dari peranan Kementerian Keuangan yang telah menempuh langkah‐langkah strategis untuk mengamankan iklim bisnis kegiatan hulu migas pasca dibubarkannya BPMIGAS pada tanggal 13 November 2012. Salah satu peran penting Kementerian Keuangan pasca dibubarkannya BPMIGAS adalah memberikan stimulus finansial berupa dana awal tahun 2013 untuk Satuan Kerja Khusus Migas (SKK Migas), sebuah lembaga yang menggantikan peran BPMIGAS. Dukungan pendanaan pada awal tahun 2013 ditambah dengan pemberian jaminan biaya operasional SKK Migas sepanjang tahun 2013 mempunyai arti tersendiri bagi kegiatan usaha hulu migas khususnya, dan perekonomian nasional secara umum. Beroperasinya kembali kegiatan usaha hulu migas pada tahun 2013 antara lain pemerintah telah memberikan kepastian kepada industri migas dan investasi di Indonesia. Kepastian hukum pasca pembubaran BPMIGAS tersebut sangat penting guna memberikan keyakinan pada dunia usaha dan ekonomi internasional bahwa situasi perekonomian nasional tetap dapat terjaga dan berjalan dengan normal. Di samping itu, dukungan finansial dari Kementerian Keuangan kepada SKK Migas turut memberikan hak‐hak negara dapat diterima secara tepat waktu dan tepat jumlah serta tidak tertundanya pembayaran dari KKKS atas migas bagian negara. Selanjutnya, Kementerian Keuangan mendorong pula terbitnya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaran Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Gas Bumi yang memberikan penegasan terhadap eksistensi SKK Migas untuk mengelola kegiatan usaha hulu migas pada masa mendatang. Dalam rangka meningkatkan governance pengelolaan keuangan SKK Migas, pada akhir tahun 2013, Kementerian Keuangan bersama‐sama dengan instansi terkait menyusun draft revisi Perpres 9/2013 yang antara lain memuat ketentuan bahwa biaya operasional SKK Migas mulai TA 2015 akan menggunakan mekanisme APBN.
59
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
D. Akuntabilitas Keuangan Realisasi Belanja Direktorat Jenderal Anggaran pada Tahun Anggaran 2013 adalah sebesar Rp 126.499.137.388,‐ atau 94,33% dari pagu anggaran Direktorat Jenderal Anggaran sebesar Rp 134.101.327.000,‐. Tabel 16 Pagu dan realisasi anggaran DJA pada tahun 2013 NO. 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7.
KODE
PAGU
1649 Pengelolaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 1650 Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain‐lain 1651 Penyusunan Rancangan APBN 1652 Pengelolaan PNBP dan Subsidi 1653 Pengembangan Sistem Penganggaran 1654 Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya 5095 Harmonisasi Peraturan Penganggaran
60
URAIAN
REALISASI
%
7.202.000.000 7.038.437.900
97,73%
1.972.000.000 1.843.347.800
93,48%
3.607.000.000 3.520.385.036 4.742.000.000 4.592.395.850 12.154.272.000 11.584.754.395
97,60% 96,85% 95,31%
100.749.055.000 94.396.307.295
93,69%
3.675.000.000 3.523.509.112
95,88%
134.101.327.000 126.499.137.388
94,33%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
BAB IV PENDAHULUAN A. Keberhasilan dan Kegagalan 1. Keberhasilan Kinerja DJA tahun 2013 yang dapat dinilai sebagai sebuah prestasi, antara lain: a) Nilai Kinerja Organisasi DJA pada tahun 2013 yang diukur berdasarkan pengelolaan kinerja berbasis balanced scorecard (BSC) mencapai 111,01%. Dari total 27 IKU, hanya terdapat 4 (empat) IKU yang tidak mencapai target yang telah ditetapkan, dengan rata‐ rata indeks keempat IKU tersebut sebesar 97,84%. b) Keterbukaan pembahasan usulan anggaran di DPR Rapat‐rapat pembahasan anggaran yang terdapat dalam siklus penyusunan APBN yang telah disepakati oleh rapat Paripurna DPR RI bersifat terbuka dan dapat diikuti oleh siapa saja sehingga proses terbentuknya angka maupun kebijakan dapat diakses oleh publik c) Peningkatan Peran Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dalam Review RKA‐K/L Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 diatur bahwa Menteri Keuangan selaku Chief Financial Officer (CFO) dan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Chief Operational Officer (COO). Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme check and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Salah satu tugas selaku COO adalah menyusun RKA‐K/L dari kementerian/lembaga yang dipimpinnya. APIP K/L sudah mulai berperan sejak tahapan perencanaan anggaran dengan melakukan review RKA‐K/L. Dengan adanya peran APIP K/L dalam mereview RKA‐K/L tersebut diharapkan dapat mendorong K/L untuk semakin meningkatkan kualitas perencanaan angggaran dan menjamin kepatuhan terhadap kaidah‐kaidah penganggaran. Selain itu, review RKA‐K/L oleh APIP K/L juga memberikan quality assurance mengenai akurasi, keandalan, dan keabsahan, bahwa informasi yang dituangkan dalam dokumen RKA‐K/L telah sesuai dengan RKP, Renja K/L, Pagu Anggaran, dan standar biaya.
61
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
d) Penyederhanaan Revisi Dokumen Anggaran Beberapa perubahan terkait penyederhanaan proses revisi anggaran, antara lain: a)
Subdit teknis tidak meneliti TOR/RAB karena wewenang tersebut telah dilimpahkan ke APIP K/L
b)
Subdit teknis hanya menelaah sampai pada level komponen saja terhadap alokasi anggaran K/L
c)
Dalam proses pengesahan revisi anggaran oleh pejabat eselon II DJA telah menggunakan sistem checklist sebagai kontrol keakuratan dokumen syarat revisi
d)
Proses bisnis penyelesaian berkas revisi anggaran yang diajukan K/L melalui Pusat Layanan DJA guna memperpendek rantai birokrasi
e) Penelaahan Online Pada tahun 2013 mulai dilakukan penelaahan online melalui aplikasi RKA‐K/L – DIPA .online dalam bentuk upload data RKA‐K/L – DIPA (initial), penelaahan online, download data (ADK dan DIPA Petikan format PDF), serta update referensi secara online. Untuk tahun 2013 telah dilakukan pilotting penelaahan online di Komisi Pemberantasan Korupsi dan Mahkamah Konstitusi. f) Soft launching Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) Dalam rangka mewujudkan good governance serta dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas, pada tahun 2013 telah disosialisasikan sistem pembayaran dan penyetoran PNBP yang lebih efisien, aman, sederhana dan mudah digunakan. Sistem tersebut dikenal dengan Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI). SIMPONI telah tergabung dalam Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua (MPN G‐2) bersama modul penerimaan pajak dan modul penerimaan bea dan cukai yang telah lebih dulu bergabung dalam MPN. Dalam soft launching SIMPONI tersebut, diperagakan tata cara penyetoran/pembayaran PNBP yang dilakukan melalui automatic teller machine (ATM), Electronic Data Capture (EDC), internet banking, dan Teller. 2. Kegagalan Pada tahun 2013, terdapat 4 (empat) IKU yang tidak dapat mencapai target yang telah ditetapkan, yaitu: a) Indeks kepuasan pengguna layanan b) Persentase ketepatan waktu penyelesaian juknis/norma penganggaran c) Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi d) Persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai)
62
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
B. Permasalahan Permasalahan yang dihadapi oleh DJA dalam mencapai target IKU, antara lain sebagai berikut: 1. Indeks kepuasan pengguna layanan Berdasarkan hasil indepth interview dalam survei layanan unggulan DJA terdapat beberapa hal yang menjadi keluhan untuk mendapat perhatian dalam perbaikan yaitu: a)
Syarat kelengkapan sering terlambat, dengan batas waktu penyelesaian mendesak (singkat) bagi K/L. Selain itu prosedur DJA juga bertele‐tele serta informasi yang diberikankurang jelas
b)
Aplikasi yang disediakan di website DJA sering menyulitkan K/L dan sering kali berubah dengan informasi yang terbatas dan waktu perubahan yang mendesak dengan proses pembahasan
c)
Batas waktu pelayanan pendek, terutama untuk pembahasan anggaran
d)
Masih adanya perbedaan persepsi di lingkungan DJA (antara staf dengan atasannya/pejabat eselon) tentang syarat dan aturan serta prosedur dalam pengurusan PNBP
e)
Aplikasi untuk PNBP masih sangat kurang
f)
Ada aturan yang dikeluarkan oleh DJA kontradiktif dengan aturan DJPB. Hal ini sangat membingungkan dan menyulitkan K/L sebagai pengguna layanan
g)
Terkait dengan pengenaan sanksi/denda, tidak penting dan tidak pas untuk diberlakukan, karena belum ada aturan tertulis dari DJA dan jenis pelanggaran yang seperti apa. Begitu pula dengan keamanan lingkungan dan layanan, tidak terlalu penting, karena di DJA hanya untuk sosialisasi atau rapat dan biasanya tidak memakan waktu yang lama
h)
Tenggang waktu yang diberikan DJA kepada K/L untuk menyiapkan dokumen terlalu pendek (hanya 2 hari)
2. Persentase ketepatan waktu penyelesaian juknis/norma penganggaran a)
Kompleksitas aspek/permasalahan yang harus diatur dalam suatu juknis/norma penganggaran
b)
Pembahasan juknis/norma penganggaran sulit mencapai kesepakatan sehingga memerlukan waktu pembahasan yang cukup panjang
3. Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi Ketidakdisiplinan waktu dalam penyelenggaraan workshop/pelatihan/sosialisasi/bimbingan teknis menjadi kendala dalam pencapaian efektivitas edukasi dan komunikasi kepada stakeholders DJA.
63
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
4. Persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai) Penyerapan DIPA (non belanja pegawai) masih menyisahkan saldo sebesar Rp5,77 miliar, yang berasal dari: a)
Efisiensi belanja barang Rp3,03 miliar
b)
Efisiensi belanja modal Rp0,4 miliar
c)
Dana yang tidak terserap dalam kegiatan dukungan manajemen Rp2,34 miliar
C. Strategi Strategi yang akan ditempuh oleh DJA sebagai pemecahan masalah yang terkait dengan pencapaian target IKU, antara lain: 1. Indeks kepuasan pengguna layanan a)
Mengevaluasi semua unsur layanan DJA kepada stakeholders
b)
Mengidentifikasi dan menganalisis unsur layanan yang sudah dan perlu ditingkatkan
c)
Menyusun dan mengimplementasikan langkah‐langkah perbaikan untuk meningkatkan kepuasan stakeholders
2. Persentase ketepatan waktu penyelesaian juknis/norma penganggaran Meningkatkan koordinasi yang lebih intensif dengan unit terkait dalam pembahasan juknis/norma penganggaran 3. Tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi Meningkatkan koordinasi dengan pihak‐pihak yang terkait dalam penyusunan jadwal bagi pejabat/pimpinan yang akan menjadi narasumber/pembicara dalam kegiatan workshop/sosialisasi/pelatihan/bimbingan teknis. 4. Persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai) a)
Mempertajam penyusunan dan pengawasan rencana umum pengadaan (RUP) dan disbursement plan atas belanja barang dan modal
b)
Monitoring dan evaluasi atas realisasi anggaran dan disbursement plan dengan para pemilik kegiatan, PPK, dan SPK
64
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Anggaran 2013
L A M P I R A N