6
Bab II LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Perceived Quality
Perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Karena perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan maka perceived quality tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa (Durianto 2004: p96). Kemudian, perceived quality adalah sebuah penilaian global berdasarkan persepsi pelanggan atas apa inti dari kualitas produk dan seberapa baiknya penilaian terhadap merek. Akan lebih sulit untuk mencapai pada level satisfaction dari perceived quality bila perusahaan melakukan perbaikan dan penambahan fitur-fitur baru pada produk secara terus menerus karena hal itu membuat ekspetasi pelanggan akan naik terhadap kualitas produk (Keller, 2003).
Perceived quality dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagi perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu dengan masuk ke dalam kategori produk baru. Sebuah merek dengan perceived quality yang kuat akan sanggup meluaskan diri lebih jauh dan akan mempunyai kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan merek yang lemah (AB Susanto 2004, p130).
7
Menurut Susanto, perceived quality adalah para persepsi pelanggan terhadap dan berbeda dengan berbagai konsep yang hampir sama, seperti: 1. Kualitas aktual atau obyektif (actual or objective quality), perluasan ke suatu bagian dari produk atau jasa yang memberikan pelayanan baik. 2. Kualitas isi produk (product based quality), karakteristik dan kualitas unsur, bagian-bagian, atau pelayanan yang disertakan, 3. Kualitas proses manufaktur (manufacturing quality), kesesuaian dengan spesifikasi dan hasil akhir tanpa cacat (zero defect). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun perceived quality menurut Aaker (Durianto, 2004, p104-105), yaitu: 1. Komitmen terhadap kualitas Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya, memelihara kualitas bukan hanya basa basi tetapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi. 2. Budaya kualitas Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada pilihan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan. 3. Informasi masukan dari pelanggan Pada
ahkirnya
dalam
membangun
perceived
quality
pelangganlah
yang
mendefinisikan kualitas. Sering kali para pimpinan keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya. Untuk kartu kredit, misalnya para manajer memperkirakan bahwa kemudahan memperoleh kartu kredit adalah yang paling penting bagi pelanggan, padahal bagi pelanggan keamanan dan jaminan terhadap kartu yang hilang adalah yang terpenting. Sebaliknya pencucian dan tambahan-tambahan aksesoris
8
adalah yang dipedulikan oleh pelanggan, padahal mereka lebih peduli pada aspek kemudahan membersihkan dan penampilan mesin. Untuk itulah perusahaan perlu secara kesinambunangan melakukan riset terhadap pelanggannya sehingga memperoleh informasi yang akurat, relevan dan up to date. 4. Sasaran/standar yang jelas Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung tidak bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standard yang jelas, dapat dipahami dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan tidak mempunyai sasaran yang fokus pada akhirnya akan membahayakan kelangsungan perusahaan itu sendiri. 5. Kembangkan karyawan yang berinisiatif Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas pelayanan. Persepsi kualitas yang dilakukan oleh konsumen terhadap sebuah produk umumnya baru bisa dilakukan setelah konsumen melakukan pembelian terhadap produk, namun terkadang juga bisa dilakukan setelah konsumen benar-benar telah melihat secara langsung bukti konkret dari hal yang ditawarkan oleh produk tersebut seperti kinerjanya dsb. Manfaat dari persepsi kualitas yang baik diantaranya : 1. Kualitas memegang peranan yang sangat penting sebagai salah satu syarat seorang konsumen dalam membeli sebuah produk. Kesan kualitas yang baik terhadap sebuah merek produk akan memperbesar kemungkinan pembelian terhadap merek tersebut. 2. Persepsi kualitas juga membantu proses pembedaan merek dimata konsumen.
9
3. Kesan akan kualitas yang baik memberikan kesempatan bagi produsen untuk memberikan harga optimum terhadap produk sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. 4. Kesan kualitas juga berpengaruh penting bagi saluran distribusi produk. Pengecer, distributor, dan penjual produk akan yakin dalam mendistribusikan produk apabila memiliki kesan kualitas yang baik terhadap produk. 5. Kesan kualitas yang baik terhadap sebuah merek akan memberikan kesempatan bagi perusahaan,
apabila
ingin
melakukan
perluasan
merek.
Perusahaan
bisa
menciptakan sebuah produk baru dengan menggunakan merek yang sudah ada. Dapat disimpulkan bahwa perceived quality adalah persepsi atau kesan pelanggan yang sangat penting untuk memberi pengaruh pada keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas pada merek tersebut. Perceived quality juga mempunyai peranan penting dalam membangun merek dan perluasan merek.
2.1.2 Dimensi Perceived Quality Mengacu kepada pendapat David A. Garvin (Durianto, 2004, p98-99) dimensi
perceived quality dibagi menjadi tujuh, yaitu: •
Kinerja, melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya karakteristik operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi serta kenyamanan. Karena faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, sering kali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja ini. Kecepatan akan diberikan nilai tinggi oleh sebagian pelanggan, namun dianggap tidak relevan atau dinilai rendah oleh sebagian pelanggan yang lebih mementingkan atribut kenyamanan.
10
•
Pelayanan, mencerminkan kemampuan memberikan pelayan kepada produk tersebut. Misalnya mobil merek tertentu menyediakan pelayanan kerusakan atau service mobil 24 jam di seluruh dunia.
•
Ketahanan, mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. Misal mobil merek tertentu memposisikan dirinya sebagai mobil tahan lama walau telah berumur 12 tahun tetapi masih berfungsi tetap baik.
•
Keandalan, konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.
•
Karakteristik produk, bagian-bagian tambahan dari produk, seperti remote control sebuah video, tape deck, fasilitas WAP untuk telepon genggam. Penambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan.
•
Kesesuaian dengan spesifikasi, merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah teruji. Misalnya pada sebuah mobil pada kelas tertentu dengan spesifikasi yang telah ditentukan jenis dan kekuatan mesin, pintu, material untuk pintu mobil, ban, sistem pengapain dan lainnya.
•
Hasil, mengarah kepada kualitas yang dirasakan melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak mendapatkan “hasil akhir” produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting.
11
2.1.3 Perceived Quality Menghasilkan Nilai
Perceived quality mempunyai peranan penting dalam membangun suatu merek, dalam banyak konteks perceived quality sebuah merek dapat dijadikan alasan yang penting pembelian serta merek mana yang akan dipertimbangkan pelanggan pada gilirannya akan mempengaruhi pelanggan dalam memutuskan merek mana yang dibeli. Secara umum perceived quality dapat menghasilkan nilai-nilai sebagai berikut gambar dibawah ini :
Alasan untuk membeli
Diferensiasi/posisi
Persepsi kualitas
Harga optimum
Minat saluran disribusi
Perluasan merek Gambar 2.1 Nilai-Nilai Persepsi Kualitas Sumber: Darmadi Durianto at al, Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek, Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Penjelasan mengenai perceived quality dapat menghasilkan nilai-nilai adalah sebagai berikut:
12
•
Alasan untuk membeli Keterbatasan informasi, uang dan waktu membuat keputusan pembelian seorang pelanggan sangat dipengaruhi oleh perceived quality suatu merek yang ada di benak konsumen, sehingga sering kali alasan keputusan pembeliannya hanya didasarkan kepada perceived quality dari merek yang akan dibeli.
•
Diferensiasi atau Posisi dan Harga premium Salah satu keuntungan dari perceived quality adalah memberikan ruang pilihan dalam menentukan premium price (harga premium). Premium price dapat meningkatkan laba yang secara langsung dapat meningkatkan profitabilitas.
•
Perluasan saluran distribusi
Perceived quality mempunyai arti penting bagi pengecer, distributor dan saluran distribusi lainnya. Para pengecer dan distributor akan termotivasi untuk menjadi penyalur produk atau merek dengan perceived quality yang tinggi, yang berarti dapat memperluas distibusi dari merek produk tersebut. •
Perluasan merek Suatu merek produk dengan perceived quality kuat dapat dieksploitasi ke arah perluasan merek. Merek dengan perceived quality kuat dapat digunakan untuk memperkenalkan kategori
produk baru, yang beraneka macam. Produk dengan
merek yang perceived quality-nya kuat akan mempunyai kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan merek yang perceived quality-nya lemah sehingga perluasan prosuk dari merek yang perceived quality yang kuat memungkinkan perolehan pangsa pasar yang lebih besar lagi.
13
2.1.4 Perceived quality atas produk Konsumen seringkali menilai kualitas dari suatu produk berdasarkan pada beragam isyarat informasi yang mereka asosiasikan dengan produk tersebut beberapa merupakan isyarat intrinsik (intrinsic cues) atas produk dan sisanya adalah isyarat ekstrinsik (extrinsic
cues). Isyarat-isyarat tersebut memberikan dasar bagi pembentukan persepsi antara kualitas produk bagi konsumen. Syarat intrinsik mencakup karakteristik fisik dari produk itu sendiri, seperti ukuran, warna, rasa/aroma dalam beberapa kasus, konsumen menggunakan karakteristik fisik (misalnya rasa es krim/kue) untuk menilai kualitas produk tersebut. Konsumen biasanya mendasarkan evaluasi merek akan perceived quality pada isyarat intrinsik, sebab isyarat intrinsik memungkinkan mereka untuk membenarkan keputusan produk mereka (baik positif/negatif) sebagai suatu keputusan pemilihan produk yang “rasional”/”objektif”. Namun disamping itu. konsumen juga terkadang menggunakan karakteristik ekstrinsik untuk menilai kualitas ketika konsumen tidak memilki actual experience dengan suatu produk mereka seringkali mengevaluasi kualitas berdasarkan isyarat eksternal dari produk itu sendiri, seperti harga, brand image, image, dari manufaktur yang memproduksi produk tersebut retail store
image, atau bahkan country of origin (Schiffman&Kanuk, 2007).
2.2 Brand association Menurut Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2004, p69) Brand association atau asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi yang menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki
14
oleh merek tersebut. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image atau hal ini disebut juga dengan kepribadian merek (brand personality).
Brand association dimana merupakan akibat dari brand awareness secara positif berhubungan dengan ekuitas merek karena mereka dapat menjadi isyarat dari kualitas dan komitmen dan membantu pelanggan untuk menentukan pilihan mereka dimana dipastikan melalui perilaku yang menyenangkan terhadap merek (Yoo, et al., 2000). Asosiasi merek bisa jadi adalah situasi atau konteks, dependen dan variasi tergantung pada apa yang konsumen ingin dapatkan dalam pembelian tersebut atau keputusan konsumsi. Sebuah asosiasi mungkin dapat dinilai dalam satu situasi tapi tidak dalam situasi lain. Contoh, asosiasi FedEX adalah cepat, dapat diandalkan, nyaman dalam paket berwarna kuning-ungu. Warna mungkin berpengaruh tak banyak dalam memilih paket pengiriman, walaupun hal itu memainkan fungsi penting kesadaran merek, servis cepat, dapat diandalkan, nyaman mungkin lebih penting, tapi hanya karena itu merek dibutuhkan. Konsumen yang tingkat urgensinya tidak terlalu tinggi mungkin mempertimbangkan jasa pengiriman yang lebih murah (Keller, 2008: p59). Asosiasi merek menurut Aaker (1991:109) adalah segala sesuatu yang melekat dalam ingatan akan suatu merek. Contohnya McDonalds , asosiasi yang melekat pada merek tersebut adalah karakter Ronald McDonalds, Big Mac, dan lain sebagainya. Brand association selain sangat rumit dan saling berhubungan juga terdiri atas beberapa ide, episode, contoh, dan fakta yang membentuk sebuah jejaring dari brand knowledge. Asosiasi-asosiasi itu akan semakin kuat ketika pengalaman pelanggan bertambah pula. Menurut AB Susanto (2004, p132-133) asosiasi merek adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi tidak hanya mempunyai sebuah kekuatan. Kaitan pada merek akan lebih mempunyai kekuatan jika pengalaman atau
15
penampakan untuk mengkomunikasikan merek tersebut cukup banyak apalagi bila mempunyai keterkaitan dalam sebuah jaringan. Asosiasi dapat membantu merangkum sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggan. Sebuah asosiasi dapat menciptakan informasi yang padat bagi pelanggan, memenuhi interpretasi terhadap fakta-fakta dan memenuhi pengingatan kembali atas fakta tersebut pada saat pengambilan keputusan. Asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang akhirnya merembet ke merek. Asosiasi terhadap seorang tokoh dalam konteks yang tepat dapat pula menjalar kedalam sebuah merek. Beberapa asosiasi menciptakan perasaan positif selama pengalaman menggunakan dan mengubah pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain dari yang lain. Suatu asosiasi bisa menghasilkan landasan bagi perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sence of fit) antara merek dan produk baru atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut (AB Susanto, 2004 p133). Asosiasi merek umumnya akan semakin banyak dan juga semakin kuat sejalan dengan semakin banyaknya pengalaman yang dialami konsumen terkait dengan merek. Semua pengalaman yang dialami konsumen, nantinya akan membentuk sebuah citra terhadap merek. Suatu merek yang memiliki citra yang baik akan sulit disaingi, karena untuk meniru sebuah produk bukanlah hal yang sulit, namun menciptakan citra positif-lah yang sulit. Asosiasi memiliki beberapa manfaat antara lain : 1. mempercepat proses penyaringan informasi konsumen tehadap merek 2. asosiasi merek membantu konsumen membedakan suatu merek produk dengan merek lainnya 3. pengalaman dan asosiasi yang positif terhadap suatu merek mempengaruhi keputusan pembelian sebuah merek produk tertentu.
16
Dengan
demikian
brand
association
atau
asosiasi
merek
dapat
diartikan
mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain yang akan berpengaruh pada keputusan pembelian.
2.2.1 Atribut-atribut Brand Association
Aaker (Durianto, 2004:9-15) menyatakan bahwa atribut-atribut dari brand association adalah sebagai berikut : 1. Perceived value (nilai yang dirasakan pelanggan) Salah satu peranan brand identity adalah membentuk value proposition yang biasanya melibatkan manfaat fungsional yang merupakan dasar bagi merek dalam hampir semua kelas produk. Jika merek tidak menghasilkan value, biasanya mudah diserang oleh pesaing. Ukuran nilai menghasilkan indikator tentang sukes suatu merek dalam menciptakan
value proposition. Dengan berfokus pada nilai lebih manfaat fungsional, suatu pengukuran dapat diaplikasikan pada berbagai kelas produk. Brand value dapat diukur dengan memperhatikan suatu merek membuktikan bahwa nilainya sesuai dengan uang yang dikeluarkan konsumen, apakah ada alasan untuk memilih merek ini dibandingkan merek yang lain. Hal ini penting dalam persepsi nilai adalah bahwa konsep ini berbeda dengan persepsi kualitas (perceived quality); persepsi nilai dalam beberapa konteks diartikan sebagai persepsi kualitas diabgi harga. Beberapa bukti dari studi Total Research berdasarkan data
Equitrend
mereka menunjukkan bahwa rata-rata perceived quality menerangkan 80%
variasi dalam perceived value. Dan untuk kebanyakan merek, perceived quality merupakan alat prediksi sejarah penjualan yang lebih baik dibandingkan nilai. Perceived quality (secara umum) berhubungan dengan prestise dan penghargaan terhadap suatu merek. Sebaliknya,
17
nilai berkaitan erat dengan manfaat fungsional, praktek pembelian, dan penggunaan merek tersebut (Durianto, 2004: p9). Terdapat lima penggerak utama pembentukan perceived value yang terkait erat dengan kepuasan pelanggan yaitu: •
Dimensi kualitas produk
Menurut Gazpers dalam Umar (2000:37) bahwa kualitas produk merupakan kepuasan pelanggan yang pertama. Ada beberapa dimensi untuk mengukur kualitas produk, antara lain: performance, features, reliability, conformance, durability, serviceability, aesthetics dan
fitand finish. •
Dimensi harga
Bagi pelanggan yang sensitif biasanya harga yang terjangkau adalah sumber kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan value for money yang tinggi dan sebaliknya. Pada setiap kelas produk terdapat tingkatan harga yang bervariasi dan seringkali hal ini mempersulit perusahaan untuk memposisikan merek produknya untuk ditempatkan pada kategori atau tingkatan harga yang tepat. Kadangkala ada beberapa perusahaan yang menempatkan mereknya pada tingkatan harga yang tinggi, bahkan mungkin level premium. Mereka beranggapan bahwa dengan cara ini dapat meningkatkan prestice merek tersebut yang tentu saja hal ini didukung dengan menawarkan kualitas yang premium pada merek tersebut. •
Dimensi kualitas layanan
Kualitas layanan sangat bergantung pada tiga hal yaitu sistem, teknologi dan manusia. Faktor manusia memegang kontibusi terbesar sehingga kualitas layanan relatif lebih sulit ditiru dibandingkan kualitas produk dan harga. Ada beberapa elemen yang mengukur kualitas layanan/jasa (Zeithaml, dkk., 1996:38) antara lain: reliability, responsiveness,
assurance, emphaty, dan tangibles.
18
•
Dimensi emosional
Dimensi emosional terdiri atas: aesthetic, brand personality, self expresive value. •
Dimensi kemudahan
Dimensi kemudahan merupakan penggerak yang kelima. Pelanggan akan semakin puas apabila mereka merasa relatif mudah, nyaman, dan efisien dalam menggunakan produk. 2. Kepribadian merek (Brand Personality) Kepribadian (personality) menghubungkan ikatan emosi merek tersebut dengan manfaat merek tersebut itu sendiri sebagai dasar untuk diferensiasi merek dan customer
relationship. Pendekatan yang umum dilakukan untuk mengasosiasikan kepribadian sebuah merek adalah berdasarkan pada : •
Tipe pengguna atau pelanggan produk tersebut
Rokok Marlboro misalnya, yang dalam iklannya diperlihatkan seorang cowboy yang sangat lihai menjinakkan kuda, macho, berani, kuat dan seolah-olah mengindikasi bahwa orang yang mengkonsumsi rokoknya adalah laki-laki sejati. •
Demografi
Meliputi hal-hal yang berhubungan dengan demografi, misalnya usia, jenis kelamin, sosial ekonomi, dan ras. •
Gaya hidup
Meliputi hal-hal yang menyangkut aktifitas, kegemaran, pendapat, pandangan hidup, dan lain-lain. •
Ciri pembawaan kepribadian seseorang
Meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian atau sifat yang dimilki seseorang, misalnya tertutup, ketergantungan, agreeableness. •
Iklan
19
Iklan dapat digunakan sebagai media untuk membentuk kepribadian suatu merek. Iklan yang baik adalah yang mudah dipahami dan menarik untuk disimak, sehingga dapat melekat dalam benak konsumen. •
Tagline (slogan)
Seperti halnya iklan, tagline juga dapat membentuk kepribadian suatu merek. Tagline harus dibuat seunik mungkin, mudah dipahami, dan juga mudah diucapkan, sehingga mudah diingat dan melekat dibenak konsumen. 3. Asosiasi Organisasi (Organization Association) Asosiasi organisasi akan menjadi faktor yang penting jika merek yang kita miliki serupa dalam hal atribut dengan merek lainnya, atau jika organisasi merupakan hal yang penting untuk dilihat (seperti dalam bisnis barang yang tahan lama atau dalam bisnis jasa), atau jika memang corporate brand sebagai berikut gambar dibawah ini:
terlibat. Unsur-unsur dari asosiasi organisasi adalah
20
Society/community orientation
Perceived quality
Organizational Association
Innovation
Concern for customers
Presense & success
Local vs global Gambar 2.2.1. Unsur-unsur Organizational Associations Sumber: Darmadi Durianto at al, BRAND EQUITY TEN Strategi Memimpin Pasar, Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004
•
Orientasi pada masyarakat/komunitas
Asosiasi organisasi sangat diperlukan dalam mengembangkan asosiasi yang berorientasi pada komunitas dan tentu saja mempertinggi loyalitas konsumen walaupun sangat sulit untuk menyatakan besaran loyalitas itu. Program peduli lingkungan adalah cara lain untuk menjadi perusahaan yang baik, seperti pengunaan kemasan atau komposisi yang dapat didaur ulang sehingga ramah lingkungan. •
Persepsi kualitas
21
Persepsi kualitas hampir selalu menjadi pertimbangan pada setiap pilihan konsumen. Kualitas dapat dikomunikasikan secara langsung dengan demonstrasi atau argumen bahwa sebuah atribut produk lebih unggul dibanding dengan yang dimiliki pesaing. Banyak perusahaan berkomitmen pada kualitas atau ingin menjadi yang terbaik. •
Inovasi
Inovasi bisa menjadi asosiasi merek kunci bagi perusahaan. Inovasi juga merupakan hal penting bagi perusahaan terutama persaingan didalam kelas produk dimana tekhnologi dan inovasi menjadi penting bagi konsumen, misalnya kategori Intel di kategori Mikroprosesor. Pada suatu waktu selalu ada konsumen yamg merasa tidak sesuai atau tidak yakin sehinggan kualitas pada dimensi yang tidak berwujud seperti inovasi akan memberikan keuntungan. Inovasi juga dapat menjadi sarana untuk membuat merek produk tampil lebih modern dan up to date. •
Perhatian pada pelanggan
Banyak perusahaan selalu menempatkan konsumen pada tempat pertama sebagai niali inti. Beberapa merek perusahaan melihat konsep persahabatan sebagai elemen identitas merek perusahaan. Hal ini mengimplikasikan bahwa merek tersebut akan memberikan yang diinginkan oleh konsumen, seperti kejujuran, perhatian, dapat dipercaya, dan rasa hormat. •
Keberadaan dan keberhasilan
Berbisnis dengan organisasi yang mempunyai sumber daya yang mendukung produk dan sejarah penting dalam berbisnis dapat memberikan rasa aman. Sukses yang diindikasikan dengan penjualan dan atau pertumbuhan penjualan, juga menciptakan rasa percaya diri bagi konsumen yang telah memiliki merek tersebut. •
Lokal vs global
Satu pilihan strategi diferensiasi adalah membuat satu merek dipersepsikan sebagi merek lokal dari perusahaan lokal. Menjadi lokal terutama efektif bila program pemasaran pesaing
22
global tidak peka atau tidak sejalan dengan selera lokal. Usaha yang serius untuk berlaku lokal juga dapat menghasilkan pengertian yang lebih baik mengenai kebutuhan dan kebiasaan lokal. Sebuah merek global memberikan sinyal umur panjang, sumber daya untuk investasi merek, dan komitmen terhadap masa depan merek. Sebuah merek global akan dianggap lebih maju secara tekhnologi dan dianggap mempunyai prestice karena ia mampu berkompetisi secara sukses dalam pasar yang berbeda.
2.2.2 Fungsi Brand association Asosiasi merek (brand association) memiliki nilai-nilai asosiasi yang dapat memberikan lima fungsi bagi asosiasi merek tersebut. Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image) menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya pada merek tersebut. Kelima fungsi nilai-nilai asosiasi merek dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Membantu proses/ penyusunan informasi
Diferensiasi/posisi
Asosiasi merek
Alasan untuk membeli
Menciptakan sikap/perasaan positif
Basis perluasan
23
Gambar 2.2 Nilai-Nilai Asosiasi Merek Sumber: Freddy Rangkuti, The Power Of Brand, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Berbagai fungsi asosiasi adalah sebagai berikut : 1. Help process/retrieve information (Membantu proses penyusunan informasi) 2. Differentiate (Membedakan) Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lain. 3. Reason to buy (Alasan pembelian)
Brand association membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen (customer benefit) yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli
dan menggunakan merek tersebut.
4. Create positive attitude/feelings (Menciptakan sikap atau perasaan positif) Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merembet
ke
merek
yang
bersangkutan.
Asosiasi-asosiasi
tersebut
dapat
menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman mereka sebelumnya serta pengubahan pengalaman
tersebut menjadi suatu yang lain daripada yang lain.
5. Basic for extensions (Landasan untuk perluasan) Suatu asosiasi dapat menghasilakan landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sence of fit) antara merek dan sebuah produk baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.
24
2.2.3 Tiga Aspek Brand association Menurut Dacin & Smith (1994) ada tiga aspek dari brand association yang perlu diperhatikan yaitu: •
Consumer’s confidence toward brand (Kepercayaan konsumen terhadap suatu merek) Kepercayaan konsumen terhadap suatu merek merupakan suatu fungsi dari
seberapa besar tingkat kepercayaan mereka dengan menggunakan asosiasi merek terhadap suatu produk. Merek yang kuat adalah suatu merek yang konsumennya mempunyai kepercayaan tinggi terhadap merek tersebut. •
Brand Abstractness (Keabstrakan Merek) Maksud keabstrakan disini adalah seberapa besar kemampuan konsumen dalam
mengasosiasikan sebuah merek dengan kategori produk tertentu. Asumsi awal dari kategorisasi sebagaimana diaplikasikan kepada perluasan merek adalah konsumen akan mencoba menghubungkan merek yang sudah ada ke produk baru lain yang tergabung dalam merek tersebut (Aaker dan Keller, 1990). •
Brand Favorability (Kesukaan akan Merek) Kefavoritan dipandang dari segi apakah produk baru memberikan nilai tambah bagi
suatu merek, sehingga menyebabkan konsumen mempunyai perasaan positif terhadap merek tersebut. Perasaan positif timbul dengan semakin seringnya suatu produk berinteraksi dengan konsumen.
2.2.4 Acuan Brand association Menurut Durianto (2004, p70-72), asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut: 1. Product attributes (Atribut produk)
25
Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi
positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. Misalnya apa yang tercermin dalam kata mobil
Mercedes pasti berbeda dari kata yang tercermin dalam kata mobil Suzuki. 2. Intangibles atributes (Atibut tak berwujud) Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif. 3. Customer’s benefit (Manfaat bagi pelanggan) Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antarkeduanya. Contoh, mobil Mercedes sangat nyaman dan aman
dikendarai
mengemudi pada
(suatu
karakteristik
produk)
dan
memberikan
kepuasan
pelanggan (suatu manfaat bagi pelanggan). Manfaat bagi pelanggan
dapat dibagi dua, yaitu rational benefit (manfaat rasional) dan physicological benefit (manfaat psikologis). Manfaat
rasional berkaitan erat dengan atribut dari produk
yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat psikologis sering kali merupakan konsekuensi ekstrem dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. Misalnya dalam merek produk Intel Inside terkandung manfaat processor komputer yang cepat. 4. Relative price (Harga relatif) Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga. 5. Application (Aplikasi)
26
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan suatu merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu. 6. User/customer (Pengguna/pelanggan) Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. Misalnya Dimension Kiddies dikaitkan dengan pemakaianya yang adalah anak-anak. 7. Celebrity/person (Orang terkenal/khalayak) Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.
8. Life style/personality (Gaya hidup/kepribadian) Asosiasi sebuah merek dengan gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama. Misalnya ‘Nagat’ mencerminkan kepribadian yang maskulin, kuat, dan berani.
9. Product class (Kelas produk) Mengasosiasikan
sebuah merek
menurut
kelas
produknya.
Misalnya, Volvo
mencerminkan nilai berupa prestise, performa tinggi, keamanan dan lain-lain.
10. Competitor (Para pesaing) Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.
11. Country/geographic area (Negara/wilayah geografis) Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Contoh, Prancis diasosiasikan dengan mode pakaian dan parfum. Asosiasi tersebut dapat dieksploitasi dengan mengaitkan
27
merek pada sebuah negara. Contoh lain, mobil Mercedes mencerminkan budaya Jerman yang berkualitas tinggi, konsisten tinggi, dan keseriusan tinggi.
2.2.5 Pendekatan Brand association Menurut Aaker, asosiasi merek dapat diketahui dengan 2 pendekatan, yaitu: 1. Indirect approach, yaitu pendekatan secara tidak langsung dan bersifat kualitatif. Tehniktehnik yang digunakan adalah sebagai berikut: •
Free association, yaitu dengan menyuruh konsumen untuk mengeluarkan secara spontan hal atau kata-kata yang terbesit ketika sebuah merek disebutkan.
•
Picture interpretation, yaitu dengan menyuruh konsumen untuk menginterpertasikan sebuah gambar dengan skenario tertentu dan memuat merek produk.
•
In-depth look at the use experience, yaitu dengan cara menyuruh konsumen menceritakan tentang perilaku mereka di dalam mengonsumsi merek produk tertentu.
•
Dissecting the decision process, yaitu dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan menjadi pertimbangan konsumen untuk memilih sebuah produk.
•
Describing the brand user, yaitu dengan menganalisis perbedaan karakteristik antara konsumen yang mengkonsumsi suatu merek produk dan konsumen yang justru mengkonsumsi merek produk pesaingnya.
•
How brand are perceived differently, yaitu dengan menganalisis mengapa suatu merek produk dipersepsikan berbeda dengan pesaingnya, misalnya dengan memberikan konsumen sepasang merek produk dan menanyakan kepadanya dalam segi apakah kedua merek produk tersebut berbeda satu sama lain.
28
•
Personal value driving choice, yaitu dengan melacak personal value apakah yang didapatkan konsumen dari suatu merek produk dengan cara menanyakan alasan mereka di dalam mengkonsumsi produk tersebut.
2. Scaling approach, yaitu mengetahui asosiasi dengan cara menilai dimensi (atribut, keuntungan, dsb) suatu produk berdasarkan atas skala penilaian (penilaian secara kuantitatif).
2.3 Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty) Menurut Griffin (2004) yang dikutip oleh Hurriyati (2005,p129) ”Loyalty is defined as
non random purchase expressed over time by some decision making unit” berdasarkan definisi tersebut dapat di jelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih. Menurut Griffin (2005) Definisi customer (pelanggan) berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai ”membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa” dan ”mempraktikkan kebiasaan.” Pelanggan yang loyal dicirikan sebagai berikut: •
Makes regular repeat purchase (melakukan pembelian ulang secara teratur)
•
Purchases across product and service lines (melakukan pembelian lini produk yang lainnya dari perusahaan anda)
•
Refers others; and (memberikan referensi pada orang lain)
•
Demonstrates in immunity to the pull of the competition (menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing/ tidak mudah terpengaruh oleh bujukan pesaing). Menurut Das Narayandas (2005, p136), “manager define loyalty as a commitment to
continue buying a product or service, what ever the circumstances.” Manajer mendefinisikan
29
loyalitas sebagai suatu komitmen/janji untuk melakukan pembelian berulang pada produk atau jasa, apapun kondisi sekitarnya. Sedangkan menurut Oliver (1996, p392), loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai komitmen untuk membeli ulang atau berlangganan produk dan jasa yang dipilih secara konsisten di masa mendatang. Mowen dan Minor (2001, p210), mendefinisikan loyalitas sebagai suatu tingkat dimana pelanggan memilki sikap positif terhadap suatu merek, memiliki komitmen terhadapnya, dan cenderung untuk melakukan pembelian di masa mendatang. Menurut Ujang (2004, p236), mendefinisikan loyalitas pelanggan sebagai sikap positif seorang konsumen terhadap suatu merek, konsumen memiliki keinginan kuat untuk membeli ulang merek yang sama pada saat sekarang maupun masa datang. Keinginan yang kuat dibuktikan dengan selalu membeli merek yang sama (DeReMa Jurnal Manajemen Vol. 2 No. 2, Mei 2007). Dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan adalah seseorang yang melakukan pembelian berulang pada suatu produk. Dengan adanya loyalitas pelanggan maka perusahaan akan mendapatkan laba yang besar.
2.3.1 Tingkatan loyalitas pelanggan Hermawan Kartajaya (2004:78) menyatakan pendapatnya bahwa tingkat loyalitas pelanggan adalah proses terus berkembang sejak 1970-an. Dalam perkembangannya, ada 4
school of thougts loyalitas pelanggan, yaitu berturut-turut Customer satisfaction, Customer retention, Customer migration, dan Customer Enthusiasm. 1. Pada School of thought yang pertama muncul pada tahun 1970, customer satisfaction,
perusahaan
mencoba
mengukur
dan
pelanggan mereka sebagai indikasi tingkat loyalitasnya.
mengelola
kepuasaan
30
2. Kemudian dilanjutkan Customer Retention yang mengukur tingkat perpindahan pelanggan dan menyelidiki penyebabnya. 3. Customer Migration perusahaan mulai melihat customer wallet share satu persatu. 4. Customer Enthusiasm adalah pelanggan yang antusias ini akan menunjukkan komitmen yang kuat kepada produsen.
2.3.2 Manfaat dari loyalitas pelanggan Menurut Griffin (2005, p11), ada beberapa manfaat dari loyalitas pelanggan yang tinggi bagi suatu perusahaan: •
Biaya pemasaran jadi berkurang (biaya pengambil-alihan pelanggan lebih tinggi dari biaya mempertahankan pelanggan);
•
Biaya
transaksi
menjadi
lebih
rendah,
seperti
negoisasi
kontrak
dan
pemprosesan pesanan; •
Biaya perputaran pelanggan (customer turn over) menjadi berkurang (lebih sedikit pelanggan hilang yang harus digantikan);
•
Keberhasilan cross-selling menjadi meningkat, menyebabkan pangsa pasar pelanggan yang lebih besar;
•
Pemberitahuan dari mulut ke mulut menjadi lebih positif;
•
Biaya kegagalan menjadi menurun (pengurangan pengerjaan ulang, klaim garansi, dan sebagainya)
2.3.3 Karakteristik pelanggan yang loyal Menurut Das Narayandas (2005), pelanggan yang loyal memperlihatkan beberapa karakteristik perilaku, yaitu:
31
•
Menumbuhkan persahabatan (grow the relationship) :
Pelanggan ingin membeli lebih banyak produk atau jasa pada tingkatan ini dan mengembangkan cakupan persahabatan dengan penjual. •
Memberikan promosi melalui komunikasi mulut ke mulut (provide word of mouth
endorsement) : Pelanggan akan mempromosikan perusahaan dengan membicarakan hal-hal yang positif. •
Tahan terhadap bujukan pesaing (resist competitor’s blandishment) :
Dengan berjalannya waktu, pelanggan akan merasa segan untuk berpindah ke pesaing, terlebih produk-produk pesaing itu lebih superior, sebab ekspetasinya terhadap penjual akan mengembangkan produk-produk yang sejenis. •
Membayar harga premium (pay premium) :
Pelanggan yang loyal akan bersedia membayar harga lebih tinggi untuk penjual produk dan jasa. •
Bekerjasama (collaborate) :
Pelanggan percaya bahwa umpan balik memberikan perbaikkan di masa depan dan keinginan pelanggan untuk membantu supplier mengembangkan produk dan jasa baru. •
Investasi (invest) :
Pelanggan yang loyal sering berinvestasi kepada penjual, dalam hubungannya untuk menciptakan hambatan keluar, seperti mengurangi risiko investasi penjual.
2.3.4 Loyalitas dan Siklus Pembelian Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian. Pembelian pertama kali akan bergerak melalui 5 langkah yaitu: A. Langkah pertama: kesadaran
32
Langkah pertama menuju loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan akan produk. Pada tahap inilah mulai terbentuk “pangsa pikiran” yang dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam pikiran calon pelanggan bahwa produk atau jasa lebih unggul dari pesaing. B. Langkah kedua: Pembelian awal Pembelian pertama kali merupakan langkah penting dalam memelihara loyalitas. Baik itu dilakukan secara online maupun offline, pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan: perusahaan dapat menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan dengan produk atau jasa yang diberikan. 3. Langkah ketiga: Evaluasi pasca-pembelian Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan mengevaluasi tranksaksi. Bila pembeli merasa puas, atau ketidakpuasannya tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan beralih ke pesaing. 4. Langkah keempat: Keputusan membeli kembali Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi loyalitas bahkan lebih penting dari kepuasan. Singkatnya tanpa pembelian berulang, tidak ada loyalitas. Motivasi untuk membeli kembali berasal dari lebih tingginya sikap positif yang ditunjukkan terhadap produk atau jasa tertentu, dibandingkan sikap positif terhadap produk atau jasa alternatif yang potensial. Keputusan membeli kembali seringkali merupakan langkah selanjutnya yang terjadi secara alamiah apabila pelanggan telah memiliki kekuatan emosional yang kuat dengan produk tertentu. 5. Langkah kelima: Pembelian kembali Langkah akhir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali yang aktual. Untuk dapat dianggap benar-benar loyal, pelanggan harus terus membeli kembali dari perusahaan yang sama, mengulangi langkah ketiga sampai kelima (lingkaran pembelian
33
kembali) berkali-kali. Pelanggan yang benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali dari perusahaan yang sama kapan saja item itu dibutuhkan.
2.3.5 Tahapan Loyalitas Pelanggan Menurut Griffin (2005, p35), tahapan loyalitas dibagi menjadi sebagai berikut: •
Tahap satu: suspect
Tersangka adalah orang yang mungkin membeli jasa anda. Disebut tersangka karena dipercaya atau menyangka mereka akan membeli tetapi masih belum cukup yakin. •
Tahap dua: prospek
Prospek adalah orang yang membutuhkan produk atau jasa anda dan memiliki kemampuan membeli. •
Tahap tiga: prospek yang didiskualifikasi
Prospek yang didiskualifikasi adalah prospek yang telah cukup dipelajari untuk mengetahui bahwa mereka tidak membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan membeli produk. •
Tahap empat: pelanggan pertama kali
Pelanggan pertama kali adalah orang yang telah membeli produk satu kali. Orang tersebut bisa jadi merupakan pelanggan dan juga sekaligus pesaing. •
Tahap lima: pelanggan berulang
Pelanggan berulang adalah orang-orang yang telah membeli produk dari dua kali atau lebih. Mereka mungkin telah membeli produk yang sama dua kali atau membeli produk atau jasa yang berbeda pada dua kesempatan atau lebih. •
Tahap enam: klien
34
Klien membeli apapun yang dijual dan dapat digunakan. Orang ini membeli secara teratur, memiliki hubungan kuat dan berlanjut, yang menjadikannya kebal terhadap tarikan pesaing. •
Tahap tujuh: penganjur (advocate)
Seperti klien, pendukung membeli apa pun yang dijual dan dapat digunakan serta membelinya secara teratur. Tetapi, penganjur juga mendorong orang lain untuk membeli, melakukan pemasaran dan membawa pelanggan. Tahapan loyalitas yang diungkapkan Griffin tersebut dikenal dengan istilah profit
generator system. Cara kerja profit generator system adalah pertama, seluruh suspect masuk kedalam sistem pemasaran, kemudian akan tersaring menjadi qualified prospects dan disqualified prospect. Dalam hal ini, disqualified prospect tidak menguntungkan bagi perusahaan, maka disqualified prospect keluar dari sistem, sementara qualified prospects masuk ke proses selanjutnya. Semakin cepat menentukan disqualified prospect, semakin menguntungkan bagi perusahaan karena proses ini menghabiskan uang dan waktu yang dimiliki. Kemudian seluruh qualified prospects difokuskan menjadi first time buyers, setelah itu di dorong menjadi repeat customer, loyal clients dan paling akhir menjadikan mereka sebagai advocates bagi perusahaan dimana para advocates ini akan mempengaruhi orang lain agar membeli produk dari perusahaan.
2.3.6 Empat Jenis Loyalitas Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul bila kerterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi dapat diuraikan sebagai berikut: •
Tanpa loyalitas
35
Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. •
Loyalitas yang lemah
Ketertarikan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyalty). Pelanggan ini akan membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor nonsikap dan faktor situasi merupakan alasan utama membeli. •
Loyalitas tersembunyi
Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty). •
Loyalitas premium
Loyalitas premium, jenis loyalitas yang dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat ketertarikan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi.
2.4 Hubungan antara perceived quality, brand association dan customer loyalty Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh David A. Aaker (1997:124) yang dikutip oleh Durianto, persepsi kualitas atau perceived quality merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian dan loyalitas merek. Menurut Durianto et al (2004), brand association atau asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek.
36
Menurut David A. Aaker (2000), perceived quality merupakan tipe yang khusus dari asosiasi terhadap merek sebagian karena hal itu mempengaruhi brand association di berbagai keadaan dan sebagian karena secara empiris mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang dapat diukur oleh ROI dan stock return (Usahawan NO.04 TH XXXVI APRIL 2007 ). Menurut Durianto (2004), dalam kenyataanya perceived quality dan brand
association dapat mempertinggi kepuasan konsumen. Sementara itu, dalam studinya terhadap 16 merek berbeda di enam kategori produk, Richard G. Netemeyer bersama 7 rekannya (2004) mengukur aspek-aspek primer/inti CBBE dan menguji hubungannya variabel asosiasi merek terkait dan respon merek. Kesimpulannya adalah bahwa perceived quality, perceived value for the cost, dan brand
uniqueness merupakan pra-kondisi langsung potensial bagi kesediaan untuk membayar harga premium bagi merek spesifik, dan kesediaan membayar harga premium tersebut merupakan pra-kondisi langsung potensial bagi perilaku merek. Semakin banyak asosiasi yang berhubungan akan dapat membentuk brand image, akan semakin kuat perceived
quality terhadap merek tersebut. Sedangkan menurut David A. Aaker (1996, 17), persepsi kualitas adalah asosiasi merek yang meningkatkan status dari aset merek untuk beberapa alasan: •
Diantara
semua
asosiasi
merek,
hanya
persepsi
kualitas
yang
telah
mempertunjukkan untuk mengemudikan pekerjaan finansial. •
Persepsi kualitas besar sering (bila tidak penting) mendorong strategi dalam bisnis.
•
Persepsi kualitas menghubungkan dan sering dikemudikan oleh beberapa aspek bagaimana sebuah persepsi merek.
Konsumen akan menggunakan asosiasi untuk memproses, mengorganisir, dan menyimpan informasi dalam ingatannya. Salah satunya dengan konsumen dapat membuat
37
asosiasi merek berdasarkan atribut produk yang berhubungan dengan produk misalnya warna, ukuran, desain dan fitur-fitur lain. Hal ini tak lepas dari peran perceived quality dimana perceived quality yang dirasakan oleh konsumen secara tidak langsung akan menimbulkan segala kesan atau memori dibenaknya yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Hal tersebut akan dapat memberikan nilai bagi perusahaan. Menurut Durianto, perceived quality dan brand association akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas pada produk tersebut. Maka, loyalitas konsumen dipengaruhi oleh kedua hal tersebut dimana perceived quality yang positif akan berdampak baik pada proses pembelian berulang jika perceived quality pelanggan negatif maka produk tidak akan disukai dan tidak akan lama bertahan di pasar. Sedangkan brand
association salah satu indikatornya menurut Durianto, asosiasi organisasi sangat diperlukan dalam mengembangkan asosiasi yang berorientasi pada komunitas dan tentu saja mempertinggi loyalitas konsumen walaupun sangat sulit untuk menyatakan besaran loyalitas itu. Brand association berpengaruh pada pemberian kesan yang ada pada suatu merek yang dapat menyimpulkan sejumlah fakta dan spesifikasi yang dapat di kenal oleh konsumen.
38
2.5 Kerangka pemikiran
PT.YUMMY FOOD UTAMA
Perceived Quality (X) • • • • • •
•
Customer Loyalty (Z) •
kinerja pelayanan ketahanan keandalan karakteristik produk kesesuaian dengan spesifikasi
• • •
hasil
Brand association (Y) perceived value • • brand personality •
Sumber : Hasil pengolahan data, 2009
asosiasi organisasi
pembelian ulang secara teratur pembelian lini produk memberikan referensi pada orang lain menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing
39
2.6
Hipotesis Berdasarkan tujuan-tujuan penelitian, maka rancangan uji hipotesis yang dapat
dibuat adalah: Tujuan 1 (Sub-struktur 1) •
Hipotesis pengujian secara individual kontribusi antara X terhadap Y
Ho : Tidak ada kontribusi yang signifikan antara variabel perceived quality terhadap variabel brand association.
Ha : ada kontribusi yang signifikan antara variabel perceived quality terhadap variabel brand association.
Tujuan 2 (Sub-struktur 2) •
Hipotesis pengujian secara individual kontribusi antara Y terhadap Z
Ho : Tidak ada kontribusi yang signifikan antara variabel brand association terhadap customer loyalty. Ha : ada kontribusi yang signifikan antara variabel brand association terhadap variabel customer loyalty.
Tujuan 3 (Sub-struktur 2) •
Hipotesis pengujian secara individual kontribusi antara X terhadap Z
Ho : Tidak ada kontribusi yang signifikan antara variabel perceived quality terhadap customer loyalty. Ha : ada kontribusi yang signifikan antara variabel perceived quality terhadap variabel customer loyalty.
40
Tujuan 4 (Sub-struktur 2) •
Hipotesis pengujian secara simultan antara X dan Y terhadap Z
Ho : Tidak ada kontribusi antara variabel perceived quality dan brand association secara simultan dan signifikan terhadap variabel customer loyalty.
Ha : ada kontribusi antara variabel perceived quality dan brand association secara simultan dan signifikan terhadap variabel customer loyalty.