BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 LANDASAN TEORI 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian kinerja Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2004) bahwa istilah kinerja berasal dari kata
job
performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja (output) secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Rivai
(2005) kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Mangkunegara (2004) kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan 20
atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas dan ketepatan waktu. Kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi.
2.1.2 Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja Kinerja merupakan perwujudan kerja dari karyawan atau organisasi yang bersangkutan. Kinerja dapat diukur dengan pengukuran tertentu (standar) dimana kualitas adalah berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan, sedangkan kwantitas adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun
waktu tertentu, dan bertepatan waktu adalah
kesesuaian waktu yang telah direncanakan. Hersey dan Blanchard (1993) kinerja merupakan suatu
fungsi
dari
motivasi
menyelesaikan tugas atau
dan
kemampuan,
untuk
pekerjaan seseorang harus 21
memiliki derajat kesediaan dan tingkat kesediaan tertentu, kesediaan dan keterampilan seseorang sangatlah tidak cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Berdasarkan definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa kinerja adalah kemampuan melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan atau merupakan catatan perolehan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu.
2.1.3 Pengukuran kinerja Tidak semua kriteria pengukuran kinerja dipakai dalam penilaian kinerja karyawan, tentu hal ini harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai. Menurut Mahmudi (2005) terdapat tiga variabel penting yang
22
harus dipertimbangkan dalam pengukuran kinerjanya yaitu pelaku (input), perilaku (proses) dan hasil kerja (output). 1) Kinerja berbasis pelaku Lebih menekankan pada pegawai pelaksana kinerja, Penilaian kineja difokuskan pada pelaku dengan atributatribut,
karakteristik
dan
kualitas
personal
yang
dipandang sebagai faktor utama kinerja. 2) Kinerja berbasis perilaku Tidak semata-mata berfokus pada faktor pegawai, namun berkonsentrasi pada perilaku yang dilakukan seseorang dalam melakukan kerja. 3) Kinerja berbasis hasil kerja Kinerja berbasis hasil kerja difokuskan pada pengukuran hasil. Selain memfokuskan pada hasil juga harus tetap memperhatikan faktor perilaku dan kualitas personal. Mangkunegara (2004) menyatakan, kinerja dapat diukur dengan mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut. 1)
Kualitas yaitu mutu pekerjaan sebagai output yang dihasilkan. 23
2)
Kuantitas yaitu mencakup jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan.
3)
Ketepatan waktu, menyangkut tentang kesesuian waktu
yang
telah
direncanakan
untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan.
2.1.4 Penilaian kinerja Penilaian kinerja menurut Gorda (2006) adalah. 1) Penilaian kinerja menyediakan berbagai informasi untuk keperluan pengambilan keputusan tentang promosi, mutasi, demosi, pelatihan dan penetapan kebijaksanaan kompensasi 2) Penilaian kinerja merupakan media antara pimpinan dan bawahan untuk bersama-sama
mengevaluasi
bawahan
yang
berkaitan dengan pekerjaan. Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan, hambatan dan dorongan atau berbagai faktor sukses bagi kinerja seseorang 24
atau institusi, maka terbukalah jalan menuju profesionalisme yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama itu. Penilaian kinerja memiliki
sejumlah tujuan
dalam berorganisasi (Robbins, 2006) adalah sebagai berikut. 1) Penilaian
dipergunakan
untuk
pengambilan
keputusan personalia yang penting seperti dalam hal promosi, transfer atau pemberhentian 2) Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan 3) Penilaian kinerja
dapat dipergunakan sebagai
kriteria untuk program seleksi dan pengembangan 4) Penilaian kinerja untuk memenuhi tujuan umpan balik
yang
bagaimana
ada
terhadap
karyawan
organisasi/perusahaan
tentang
memandang
kinerja mereka Penilaian kinerja harus dilakukan secara sistematis dan konsisten ke arah obyektifitas yang tinggi. Penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk menentukan penghargaan. Penilaian kinerja adalah mengukur efektivitas pemanfaatan 25
sumber daya manusia dalam organisasi. Penilaian yang efektif harus mengidentifikasikan kinerja yang sesuai dengan standar, mengukur kriteria-kriteria yang harus diukur dan selanjutnya memberi feedback kepada karyawan.
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Penilaian kinerja (performance appraisal) menurut Simamora (2004) adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja karyawan adalah: a. karakteristik situasi, b. deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan dan standar kinerja pekerjaan, c. tujuan-tujuan penilaian kinerja, d. sikap para karyawan dan manajer terhadap evaluasi. Secara
teoritikal
berbagai
metode
dan
teknik
mempunyai sasaran yang sama, yaitu menilai prestasi kerja para karyawan secara obyektif untuk suatu kurun waktu 26
tertentu dimasa lalu yang hasilnya bermanfaat bagi organisasi atau perusahaan, seperti untuk kepentingan mutasi pegawai maupun bagi pegawai yang bersangkutan sendiri dalam rangka pengembangan karirnya Menurut Simamora (2004) kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut . 1)
Faktor individual yang terdiri dari: kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi.
2)
Faktor psikologis yang terdiri dari; persepsi, attitude, personality, pembelajaran, motivasi.
3)
Faktor organisasi yang terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, job design.
Mahmudi (2005) menyatakan faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut. 1) Faktor
yang
pengetahuan,
dipersonal/individual, keterampilan,
meliputi:
kemampuan,
kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu. 27
2) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader. 3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang di berikan oleh rekan dalam suatu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan tim. 4) Faktor system, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau insfrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses
organisasi
dan
kultur
kinerja
dalam
organisasi 5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
Berbagai faktor manajemen Sumber Daya Manusia yang memiliki pengaruh terhadap kinerja adalah sebagai berikut. 1.
Kepemimpinan, Hasibuan (2002) menyatakan kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku 28
bawahannya, agar mau bekerja secara produktif untuk
mencapai
tujuan
organisasi.
Tipe
kepemimpinan dalam organisasi akan berpengaruh terhadap
kinerja
karyawan,
karena
pimpinan
memiliki wewenang yang sangat tinggi dalam mengatur jalannya organisasi. 2.
Pendidikan, Merupakan suatu proses pemerdayaan yaitu proses untuk
mengungkapkan
potensi
yang
dimliki
manusia, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada keberdayaan masyarakat, atau merupakan suatu proses jangka panjang untuk membentuk manusia seutuhnya. 3.
Kompensasi Menurut Handoko (2001) adalah sesuatu yang duterima karyawan sebagai balas jasa untuk kinerja mereka yang dibedakan antara kompensasi langsung berupa gaji atau upah, dan kompensasi tidak langsung berupa pemberian pembagian keuntungan 29
atau manfaat di luar gaji atau upah. Kompensasi dipandang penting bagi karyawan, karena besarnya kompensasi yang diberikan merupakan serminan ukuran nilai pekerjaan karyawan itu sendiri.
4.
Situasi kerja Situasi kerja dalam organisasi juga mempengaruhi dalam melaksanakan dan menyeleasikan pekerjaan, karena situasi kerja yang baik berdampak positif terhadap kinerja karyawan. Situasi kerja dimaksud adalah hubungan antar karyawan, hubungan antar atasan dengan bawahan, kelengkapan sarana dan prasarana kerja, dan dukungan lingkungan kerja.
5.
Kedisiplian, Menurut Hasibuan (2002) adalah fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber Daya Manusia. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting karena semakin disiplin karyawan, semakintinggi prestasi 30
kerja yang dapat dicapai. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang optimal.
2.1.6 Kompensasi Salah satu kegiatan manajemen sumber daya manusia adalah membuat keputusan untuk menentukan besarnya upah atau gaji yang akan diberikan kepada karyawan, yang merupakan penghargaan atas pelaksanaan pekerjaan yang telah dilakukan. Menurut Martoyo (2000), kompensasi adalah pengaturan keseluruhan pemberian balas jasa bagi pimpinan dan karyawan, baik yang langsung berupa uang maupun tak langsung tidak berupa uang. Handoko (2001) menyatakan kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Menurut Nawawi (2005), kompensasi berarti penghargaan atau ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuan melalui 31
kegiatan yang disebut bekerja. Dengan demikian kompensasi dimaksudkan sebagai balas jasa (reward) organisasi terhadap pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran yang telah diberikan oleh karyawan kepada organisasi baik berupa uang maupun tidak berupa uang. Menurut Robbins (2006), balas jasa yang pantas diberikan kepada karyawan adalah sesuai dengan sistem dan kebijakan yang adil dan segaris dengan harapan karyawan. Menurut Nawawi (2005), penghargaan atau ganjaran sebagai kompensasi dibedakan menjadi tiga, yaitu : (1) kompensasi langsung, disebut gaji atau upah yang dibayarkan secara tetap dengan tenggang waktu yang tetap; (2) kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian keuntungan bagi para pekerja di luar gaji atau upah tetap, dapat berupa uang atau barang, misalnya tunjangan hari raya; dan (3) insentif adalah penghargaan yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitasnya tinggi, yang sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu. Menurut Umar (1999) kompensasi dibagi menjadi dua yaitu: (1) kompensasi yang bersifat finansial, sesuatu yang diterima oleh karyawan 32
dalam bentuk gaji, upah, bonus, premi, pengobatan, asuransi yang dibayar organisasi; dan (2) kompensasi non finansial, kompensasi untuk mempertahankan karyawan dalam jangka panjang, seperti program pelayanan rekreasi, kafetaria, koperasi, dan tempat ibadah. Macam balas jasa yang diterima oleh karyawan dari perusahaan tempat bekerja dapat dibedakan dalam bentuk uang kontan, material, dan fasilitas. Untuk uang kontan misalnya gaji atau upah, tunjangan, dan insentif. Gaji merupakan bagian dari balas jasa yang diberikan kepada karyawan secara periodik biasanya sebulan sekali dan mereka biasanya sudah menjadi pegawai tetap. Menurut Mulyadi (2001) gaji adalah pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan yang mempunyai jenjang pendapatan jabatan jasa yang dilakukan oleh administrasi, supervisor dan lain-lain, dan pada umumnya gaji dibayarkan secara tetap setiap bulan. Upah adalah sejenis balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan yang bersifat tidak tetap dan besarnya telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak. Upah 33
dibayarkan setelah pekerjaan selesai dikerjakan dan hasilnya diterima dengan baik oleh pemberi kerja. Upah dibayarkan secara mingguan atau bulanan tergantung kesepakatan bersama yang dibuat sebelumnya. Tunjangan merupakan balas jasa tambahan yang diberikan oleh organisasi atau perusahaan kepada karyawannya, karena karyawan tersebut dianggap telah berpartisipasi dengan baik dalam mencapai tujuan
perusahaan.
tunjangan
ada
bermacam-macam,
misalnya tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan transportasi, tunjangan perumahan, tunjangan kesehatan, tunjangan kemahalan, dan tunjangan hari raya. Selain tunjangan terdapat juga balas jasa berupa insentif, yaitu tambahan penghasilan yang diberikan kepada karyawan yang didasarkan atas prestasi yang dicapai oleh karyawan. Insentif diberikan benar-benar dimaksudkan untuk merangsang dan mendorong kinerja karyawan yang lebih baik. Balas jasa yang berbentuk fasilitas adalah balas jasa yang disediakan oleh
perusahaan
berupa
kemudahan-kemudahan
dan
merupakan pelengkap dari bentuk balas jasa. Fasilitas adalah 34
tambahan gaji pokok yang tidak berupa uang tunai, yang diberikan dengan tujuan antara lain: (1) untuk menarik minat dan mempertahankan karyawan yang berkemampuan baik; (2) untuk memastikan bahwa organisasi dapat bersaing dalam memberikan fasilitas dengan organisasi lain; (3) untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan; (4) untuk memenuhi kebutuhan nyata karyawan; dan (5) untuk memberikan bentuk pengupahan yang efesien terhadap pajak (Cushway, 1996). Bentuk fasilitas yang umum disediakan adalah mobil/transport, rumah, pensiun, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, kantin dan koperasi, fasilitas olah raga, cuti hamil/melahirkan, dan cuti yang berhubungan dengan keagamaan. Pemberian kompensasi harus sesuai dengan tujuan dan sistem pemberian kompensasi. Menurut Dessler (1997), kompensasi yang baik adalah sistem kompensasi yang dapat memenuhi syarat keadilan dan kelayakan. Keadilan merupakan salah satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kompensasi, baik keadilan internal maupun eksternal. Untuk menjamin adanya 35
keadilan internal dan eksternal ada lima langkah yang perlu dilakukan dalam penentuan kompensasi yaitu: (1) melakukan evaluasi pekerjaan/job evaluation untuk menjamin adanya keadilan internal; (2) melaksanakan survei gaji/upah; (3) mengelompokkan pekerjaan yang sama kedalam tingkat gaji/upah; (4) menetapkan harga tiap kelas gaji/upah dengan menggunakan garis gaji/upah; dan (5) menyesuaikan tingkat gaji/upah. Wether dan Davis (1996), mengatakan apabila kompensasi tidak dikelola dengan baik, maka akan mengakibatkan peningkatan ketidakpuasan,
perpindahan menurunkan
tenaga
kerja,
semangat
absensi,
kerja
dan
produktivitas serta gagalnya pencapaian rencana strategis. Demikian juga menurut Notoatmojo (1998), kompensasi sangat penting sebagai karyawan sebagai individu, karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai pekerjaan yang dilaksanakan oleh karyawan. Program kompensasi penting bagi organisasi karena
mencerminkan upaya
organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusianya. 36
Kompensasi dalam bentuk upah, gaji dan balas jasa lain merupakan komponen biaya yang paling besar bagi organisasi dan mempengaruhi semangat kerja para karyawan untuk bekerja lebih efektif. Menurut Handoko (2001), pemberian kompensasi kepada karyawan diperoleh banyak manfaat, antara lain penarikan lebih efektif, peningkatan semangat kerja
dan kesetiaan,
penurunan perputaran
karyawan dan absensi, hubungan masyarakat yang lebih baik, pemuasan kebutuhan karyawan, dan mengurangi ancaman intervensi pemerintah. Menurut Ruky (2001) beberapa bentuk kompensasi yang dijalankan oleh perusahaan meliputi beberapa jenis, antara lain 1. Gaji Gaji merupakan pemberian kompensasi yang diberikan oleh pihak perusahaan dengan sejumlah uang dan cenderung dilaksanakan secara berkala setiap satu bulan sekali dengan besarnya kompensasi adalah tetap 37
2. Upah Lembur Upah yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada karyawan bagi yang menjalankan kerja tambahan pemberian sejumlah uang dan besarnya disesuaikan dengan lamanya menjalankan pekerjaan dalam persatuan waktu 3. THR THR adalah sejumlah kompensasi yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada karyawan atas suatu tanda pengharrgaan dalam rangka memperingati hari besar agama yang diberikan berupa bahan makanan dan diberikan sebelum yang bersangkutan merayakan hari besar.
Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi prestasi kerja, motivasi, kepuasan, dan semangat kerja karyawan. Pada dasarnya tujuan pemberian kompensasi adalah untuk memberikan kepuasan kepada karyawan, sehingga
karyawan
dapat
memenuhi
kebutuhannya. 38
Pemberian kompensasi yang mencukupi kebutuhan hidup karyawan, maka karyawan akan merasa tenang dan dapat berkonsentrasi untuk bekerja dengan penuh semangat, sehingga tidak terpikirkan olehnya mencari tambahan penghasilan
di
tempat
kerja
yang
lain.
Pemberian
kompensasi yang adil sesuai dengan kemampuan kontribusi karyawan, dapat memelihara semangat kerja yang tinggi. Variabel kompensasi dalam penelitian ini digunakan indikator gaji pokok, tunjangan, insentif, dan fasilitas.
2.1.7 Komunikasi Dalam hubungan kerja karyawan harus mengadakan komunikasi dengan semua pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam situasi formal atau informal. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi kelancaran pelaksanaan tugas-tugas kantor, karena pengurusan informasi akan dapat berjalan dengan baik bila dalam kantor terdapat komunikasi yang efektif. Wursanto (2003), menyatakan komunikasi merupakan proses 39
penyampaian informasi dari suatu pihak kepada pihak lain dalam usaha mendapatkan saling pengertian. Komunikasi sebagai proses untuk membangkitkan perhatian orang lain yang bertujuan untuk menjalin kembali ingatan, dan untuk mencapai pikiran-pikiran yang dimaksud orang lain. Dengan komunikasi berarti ada proses pemberian informasi dari pimpinan
kepada
bawahan,
sehingga
para
bawahan
mengetahui apa yang harus dikerjakan dalam usaha kerjasama untuk mencapai tujuan. Sebaliknya, bawahan akan menyampaikan informasi kepada atasan mengenai apa yang telah dan belum dilaksanakan sebagai pertanggung jawaban bawahan dalam melaksanakan tugas. Salah satu faktor yang seringkali menjadi kendala adalah kurangnya
komunikasi yang efektif, sehingga
pekerjaan
lebih
menjadi
lamban
dan
tidak
lancar.
Komunikasi dalam organisasi memiliki peranan penting, karena memberikan dampak positif terhadap semangat dan mental kerja karyawan, sehingga pada akhirnya dapat
40
mendukung karyawan dalam mencapai prestasi kerja secara memuaskan. Disadari bahwa ketidaklancaran komunikasi sangat tidak menguntungkan dalam hubungan kerja. Sebab, banyak waktu yang terbuang sia-sia, perbaikan yang tak perlu hanya informasi yang salah, kekeliruan bawahan melaksanakan perintah, atau kurang pengertian bawahan terhadap instruksi yang diberikan oleh pimpinan membuat pekerjaan menjadi tidak efisien. Komunikasi yang efektif menciptakan iklim kerja yang sehat yang dapat meningkatkan semangat kerja. Anoraga (2001) menyatakan komunikasi yang sehat dan terbuka adalah bersifat dialogis, yang berlangsung dua arah, sehingga memberi kesempatan untuk sumbang saran akan memberikan kepuasan tersendiri bagi bawahan. Disamping itu, mengakui dan menghargai pendapat bawahan secara tidak langsung membuat bawahan merasa terlibat dengan pekerjaan, merasa senang melaksanakan tugas, dan semakin menghayati dirinya sebagai bagian dari unit kerjanya. 41
Menurut
Wursanto
(2003),
bahwa
dalam
komunikasi administrasi ada dua, yaitu komunikasi formal dan komunikasi informal. Komunikasi formal meliputi berita yang secara resmi diakui organisasi, seperti perintah, instruksi, dan petunjuk dari atasan kepada bawahan, dan komunikasi informal merupakan komunikasi tidak resmi. Dalam meningkatkan kinerja, komunikasi formal dan komunikasi
informal
sama-sama
penting,
karena
keterbatasan komunikasi ada pada anggota organisasi dalam menjalankan tugas; dan pemberian pujian kepada anggota organisasi yang telah berhasil melaksanakan pekerjaan. Komunikasi ke atas, adalah informasi yang mengalir dari bawahan
kepada
pimpinan,
yang
bermanfaat
untuk
memberikan informasi yang diperlukan dalam mengambil keputusan; untuk meningkatkan partisipasi bawahan; dan untuk mengukur efektivitas kerja bawahan. Komunikasi ke atas dalam bentuk laporan, keluhan dan pendapat. Mengenai hubungan komunikasi dengan kinerja, bahwa melalui komunikasi memungkinkan sesuatu ide tersebar dan dihayati 42
anggota organisasi, karena komunikasi adalah merupakan darahnya organisasi. Menurut Wursanto, formal dalam memecahkan masalah dapat didekati dengan komunikasi informal. Komunikasi juga dibedakan antara komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal. Komunikasi vertikal ada dua arus, yaitu arus ke bawah dan arus ke atas. Komunikasi ke bawah adalah arus informasi dari pimpinan kepada bawahan dalam bentuk petunjuk bagi bawahan dalam melaksanakan tugas; pemberian keterangan umum yang tidak tegas menyangkut bidang pekerjaan tertentu; pemberian perintah yang secara autoritative menunjukkan keadaan bawahan mengenai apa yang harus dikerjakan dalam kedudukan resmi; pemberian teguran yang dilakukan pimpinan untuk menunjukkan kesalahan atau kekurangan yang dilakukan oleh bawahan, komunikasi
kantor
sangat
penting
sebab: (1)
dapat
menimbulkan rasa kesetiakawanan, saling pengertian dan loyalitas; (2) meningkatkan semangat kerja pegawai; (3)
43
meningkatkan
disiplin
yang
tinggi;
(4)
alat
untuk
meningkatkan kerjasama dan rasa tanggung jawab. Masmuh (2010) menyatakan bahwa komunikasi dalam organisasi dapat digolongkan menjadi komunikasi formal dan komunikasi informal. a.
Komunikasi Formal Komunikasi formal terjadi di antara karyawan melalui garis kewenangan yang telah ditetapkan oleh manajemen. Komunikasi formal juga menetapkan saluran dimana komunikasi ke atas berlangsung, misalnya bawahan dapat didorong untuk menyatakan ide-ide, sikap, dan perasaan mereka sendiri, pekerjaan mereka, kebijaksanaan perusahaan, dan masalahmasalah sejenis yang melibatkan mereka. Menurut Masmuh (2010) Proses komunikasi struktur formal pada hakekatnya dapat dibedakan atas tiga dimensi sebagai berikut :
44
• Dimensi vertikal, adalah dimensi komunikasi yang mengalir dari atas ke bawah dan sebaliknya dari bawah ke atas. • Dimensi
horizontal,
yakni
pengiriman
dan
penerimaan berita atau informasi yang dilakukan antara berbagai pejabat yang mempunyai kedudukan sama. Tujuan dari komunikasi ini untuk melakukan koordinasi. Komunikasi yang berdimensi horizontal ini sebagian dapat dilakukan dengan tertu lis dan sebagian lain dilakukan secara lisan. • Dimensi luar organisasi, dimensi komunikasi ini timbul sebagai akibat dari kenyataan bahwa suatu organisasi tidak bisa hidup sendirian. Karena itu organisasi
membutuhkan
berbicara
atau
berkomunikasi dengan pihak luar yang berada dalam lingkungannya tersebut.
45
b. Komunikasi Informal Komunikasi informal terjadi di antara karyawan dalam suatu organisasi yang dapat berinteraksi secara bebas satu sama lain terlepas dari kewenangan dan fungsi jabatan mereka. Biasanya komunikasi informal dilakukan
melalui
tatap
muka
langsung
dan
pembicaraan lewat telepon. Komunikasi informal terjadi sebagai perwujudan dari keinginan manusia untuk bergaul (sosialisasi) dan keinginan untuk menyampaikan
informasi
yang
dipunyainya
dan
dianggap tidak dipunyai oleh rekan sekerjanya. Dengan mempelajari komunikasi informal dapat dilakukan penyesuaian-penyesuaian dalam organisasi formal guna mendukung
komunikasi
dan
pencapaian
tujuan
organisasi. Fungsi utama dari komunikasi informal adalah
memelihara
hubungan
sosial
seperti
persahabatan dan kelompok informal dan penyebaran informasi yang bersifat pribadi, gosip, dan desas-desus. Di samping itu, komunikasi informal dapat bersifat 46
hubungan penugasan atau kedinasan (task related). Dalam
penelitian
mempengaruhi
ini
kinerja
variabel karyawan
komunikasi dilihat
dari
komunikasi, baik secara formal maupun informal.
2.1.8 Lingkungan Kerja Manajemen yang baik adalah memikirkan tentang lingkungan kerja yang baik dan menyenangkan, karena sangat dibutuhkan oleh tenaga kerjanya. Secara umum lingkungan
kerja
dalam
suatu
organisasi
merupakan
lingkungan dimana para karyawan melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting
untuk
diperhatikan
manajemen.
Meskipun
lingkungan kerja tidak melaksnakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh
langsung
terhadap
para
karyawan
yang
melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan 47
kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksnakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang efisien. Beberapa ahli mendefinisikan lingkungan kerja antara lain sebagai berikut : Nitisemito, A.S , (2000) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut : “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan”. Sedarmayati (2001) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut : 48
“Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”.
Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.
2.1.8.1. Jenis Lingkungan Kerja Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik. A.
Lingkungan kerja Fisik Menurut Sedarmayanti (2001), “Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung. 49
Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni : 1.
Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya)
2.
Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya :temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.
Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.
50
B.
Lingkungan Kerja Non Fisik Menurut Sedarmayanti (2001) Lingkungan kerja non
fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Nitisemito, A.S, (2000) menyatakan perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Kondisi seperti inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme untuk bersatu dalam organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan
51
2.1.8.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, Keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang
efisien.
Banyak
faktor
yang
mempengaruhi
terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja. Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti
(2001)
yang
dapat
mempengaruhi
terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah :
52
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Penerangan/cahaya di tempat kerja Temperatur/suhu udara di tempat kerja Kelembaban di tempat kerja Sirkulasi udara di tempat kerja Kebisingan di tempat kerja Getaran mekanis di tempat kerja Bau tidak sedap ditempat kerja Tata warna di tempat kerja Dekorasi di tempat kerja Musik di tempat kerja Keamanan di tempat kerja Sedarmayanti (2001) menguraikan masing-masing
faktor tersebut dikaitkan dengan kemampuan manusia, sebagai berikut :
1.
Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi
karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada skhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai. 53
Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat yaitu : a. Cahaya langsung b. Cahaya setengah langsung c. Cahaya tidak langsung d. Cahaya setengah tidak langsung
2.
Temperatur di Tempat Kerja Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia
mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu
sistem
tubuh
yang
sempurna
sehingga
dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. 54
Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di daerah bagaimana karyawan dapat hidup.
3.
Kelembaban di Tempat Kerja Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung
dalam
udara,
Kelembaban temperatur
biasa
ini
dinyatakan
berhubungan
udara,
dan
secara
dalam
atau
persentase.
dipengaruhi
bersama-sama
oleh antara
temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan
tubuh
manusia
pada
saat
menerima
atau
melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besarbesaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya 55
peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh
manusia
selalu
berusaha
untuk
mencapai
keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya.
4.
Sirkulasi Udara di Tempat Kerja Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk
hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metaboliasme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan sukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja. 56
5.
Kebisingan di Tempat Kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar
untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan
kesalahan
komunikasi,
bahkan
menurut
penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan
dapat
dilakukan
dengan
efisien
sehingga
produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentuikan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : a.
Lamanya kebisingan
b.
Intensitas kebisingan
c.
Frekwensi kebisingan
57
Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang.
6.
Getaran Mekanis di Tempat Kerja Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh
alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan.
Getaran
mekanis
pada
umumnya
sangat
menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal :
a.
Konsentrasi bekerja
b.
Datangnya kelelahan
58
c.
Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap : mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,lain.
7.
Bau-bauan di Tempat Kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat
dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus
dapat
mempengaruhi
kepekaan
penciuman.
Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja.
8.
Tata Warna di Tempat Kerja Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan
direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh
59
besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadangkadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia.
9.
Dekorasi di Tempat Kerja Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik,
karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.
10.
Musik di Tempat Kerja Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai
dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagulagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.
60
11.
Keamanan di Tempat Kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap
dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM).
2.1.8.3. Indikator-indikator Lingkungan Kerja Yang menjadi indikator-indikator lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2001:46) adalah sebagai berikut : 1.
Penerangan
2.
Suhu udara
3.
Suara bising
4.
Penggunaan warna
5.
Ruang gerak yang diperlukan
6.
Keamanan kerja
7.
hubungan karyawan
61
Beberapa penelitian yang meneliti tentang beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dapat disebutkan sebagai berikut.
1) Tjatur (2005), judul penelitiannya Pengaruh Lingkungan Kerja, Teladan Pimpinan dan Kompensasi Terhadap Disiplin Kerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli. Hasil penelitian menyatakan bahwa lingkungan kerja, teladan pimpinan dan kompensasi, secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap disiplin kerja karyawan.
Bahwa
lingkungan
kerja
mempunyai
pengaruh dominan terhadap disiplin kerja karyawan di Dinas Kesehatan Kab. Bangli. 2) Kristina (2007), dengan judul penelitiannya pengaruh lingkungan kerja dan stres kerja dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini mengkaji pengaruh langsung dan tidak langsung lingkungan kerja, stres kerja dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa lingkungan 62
kerja, stres kerja dan konflik kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Begitu juga secara parsial masing-masing variabel berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. 3) Penelitian yang dilakukan oleh Mawar (2007). Peneliti mencoba menguji pengaruh kompensasi , pelatihan, kepemimpinan, dan lingkungan kerja Terhadap Kinerja Pegawai di PT Askes (Persero) Kantor Cabang Denpasar secara statistik dan menjelaskan secara deskriktif maupun kuantitatif. Peneliti mengungkapkan betapa pentingnya
mengelola
Sumber
Daya
manusia
menunjukkan pula bahwa sukses atau tidaknya sebuah organisasi sangat tergantung pada tenaga kerja yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa
kompensasi,
pelatihan,
kepemimpinan dan lingkungan kerja secara simultan mempengaruhi kinerja pegawai PT Askes (Persero) Kantor Cabang Denpasar.
63
4) Penelitian oleh Choiri, dkk (2000). Penelitian ini dilakukan di PT Pal Surabaya. Penelitian ini dilakukan pada tiga divisi produksi yaitu General Enginering, Pemeliharaan dan Perbaikan Kapal, serta Kapal Niaga. Teknik analisis data menggunakan regresi ganda dan linier sederhana. Adapun hasil penelitiannya adalah bahwa faktor individu dan faktor lingkungan yang diwakili oleh variabel-variabel Biografis, Kemampuan, Psikologis Karyawan, lingkungan tempat kerja, serta lingkungan diluar
tempat kerja secara bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. Sedangkan secara parsial hanya variabelvariabel kemampuan dan psikologis karyawan serta lingkungan luar tempat kerja yang mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. Adapun variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap motivasi kerja karyawan adalah variabel psikologis karyawan. Dan berdasarkan hasil analisis
64
regresi linier sederhana, motivasi kerja juga berpengaruh secara signifikan terhadap hsil kerja karyawan. 5) Penelitian oleh Varma (2007). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara lingkungan psikologi terhadap kinerja karyawan di India dengan perilaku organisasi (Organization Citizenship Behavior) dan kepuasan kerja sebagai variabel perantara. Hasil penelitian terhadap
menunjukkan perilaku
bahwa
orbanisasi
persepsi
dan
individu
kepuasannkerja.
Selanjutnya perilaku organisasi dan kepuasan kerja mempunyai
pengaruh
signifikan
terhadap
kinerja
karyawan. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel bebas dan menggunakan variabel perantara yaitu kepuasan kerja yang diduga dapat mempengaruhi variabel terikat yaitu kinerja karyawan. 6) Penelitian oleh Marifah (2004). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah motivasi kerja dan budaya organisasi berpengaruh tehadap kinerja pekerja sosial baik secara parsial maupun simultan. Hasil 65
penelitian menunjukkan motivasi kerja dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja pekerja sosial secara parsial dan simulta. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti kinerja karyawan, sedangkan
perbedaannya
terletak
pada
variabel
bebasnya, teknik analisanya, responden dan lokasi penelitian. 7) Penelitian yang dilakukan oleh Krisna (2008). Hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa lingkungan kerja, stress
kerja
dan
konflik
kerja
secara
simultan
berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT. Bank Sri Partha Kantor Pusat Denpasar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung pada tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar variabel bebas yang dimasukkan dalam model penelitian mempunyai kontribusi terhadap kinerja pegawai. Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang kinerja karyawan. Sedangkan perbedannya terletak pada variabel terikatnya 66
dan teknik alisis data yang digunakan, dimana pada penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik induktif yaitu teknik analisis Struktural Equation Model (SEM). Dan teknik analisis kualitatif yaitu deskriptif kualitatif. 8) Penelitian oleh Arnami (2009). Penelitian ini mengkaji pengaruh langsung lingkungan kerja, stress kerja dan kompensasi terhadap motivasi. Penelitian ini juga mengkaji pengaruh langsung dan tidak langsung lingkungan kerja, stress kerja dan kompensasi terhadap kinerja karyawan. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel eksogen yaitu lingkungan kerja, stres kerja dan kompensasi, sedangkan varibel endogen adalah motivasi dan kinerja karyawan. Alat analisis yang dipergunakan adalah Structural Equation Model (SEM). Responden dalam penelitian ini adalah 125 orang karyawan PT. Wijaya Tribuwana Internasional. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa lingkungan kerja, stres kerja dan kompensasi tidak berpengaruh signifikan 67
terhadap motivasi kerja. Tetapi lingkungan kerja, stres kerja dan kompenasasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti
tentang
kinerja
karyawan.
Sedangkan
perbedannya terletak pada variabel terikat dan variabel antara, teknik analisis data yang digunakan. Berdasarkan teori, studi, empiric dan karakteristik pekerjaan yang ada pada Hotel Nikki Denpasar serta mengacu pada hasil observasi, maka dalam penelitian ini yang dipengaruhi kinerja karyawan adalah: kepemimpinan, lingkungan kerja dan disiplin. Kepemimpinan , lingkungan kerja dan disiplin diharapkan berpengaruh langsung terhadap kinerja serta kepemimpinan dan lingkungan kerja diperkirakan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja.
68
2.2 Kerangka Pemikiran dan Model Penelitian Adanya tuntutan peningkatan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing dalam era globalisasi, maka peranan pimpinan dalam meningkatkan kinerja karyawan sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam usaha meningkatkan kinerja kerja karyawan ada beberapa hal yang dapat mempengaruhinya. Pemberian kompensasi atau balas jasa yang tidak adil membuat karyawan malas bekerja, komunikasi kurang kondusif mengganggu informasi yang dapat mengundang konflik, dan lingkungan kerja yang kurang baik mendorong karyawan tidak betah dan tidak senang dalam bekerja.
2.2.1 Hubungan Antara Kompensasi dan Kinerja Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan kepuasan kerja para karyawan adalah melalui kompensasi. Secara sederhana kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan untuk balas jasa kerja mereka. 69
Simamora (2004) mengatakan bahwa kompensasi dalam bentuk finansial adalah penting bagi karyawan, sebab dengan
kompensasi
kebutuhannya
ini
secara
mereka
langsung,
dapat
memenuhi
terutama
kebutuhan
fisiologisnya. Namun demikian, tentunya pegawai juga berharap agar kompensasi yang diterimanya sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikan dalam bentuk non finansial juga sangat penting bagi pegawai terutama untuk pengembangan karir mereka.
2.2.2 Hubungan Antara Komunikasi dan Kinerja Suatu perusahaan dituntut untuk memaksimalkan kinerjanya dalam bekerjasama dengan orang lain untuk berbagai keperluan seperti keperluan bisnis, profesi, sosial dan berbagai macam keperluan lainnya. Mereka bekerjasama menentukan tujuan yang ingin dicapai menyusun rencana kerja,
mengelola
organisasinya.
dan
Untuk
menjalankan
mewujudkan
itu
operasi semua,
bisnis maka
diperlukan suatu kebersamaan dari anggotanya, yaitu pihak 70
internal di dalam perusahaan, apabila pihak-pihak internal didalam perusahaan itu memiliki kerjasama yang baik, kompak, dan mengutamakan kepentingan perusahaan, maka hal ini menciptakan suatu iklim kerja yang konduksif dalam perusahaan dan sudah tentu kinerja perusahaan tersebut akan menjadi lebih baik pula. Dengan berkomunikasi mereka saling bertukar informasi, pendapat dan saran.
2.2.3 Hubungan Antara Lingkungan Kerja dan Kinerja Karyawan. Lingkungan kerja sebagai sumber informasi dan lingkungan kerja yang baik harus dicapai agar karyawan merasa betah diruangan
untuk
menyelesaikan
pekerjaan
sehingga
mendapat efisiensi yang tinggi. Manusia akan mampu melaksanakan kegiatan dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat,aman, dan nyaman. 71
2.2.4
Hubungan Antara Komunikasi, Kompensasi, Lingkungan Kerja, terhadap Kinerja Karyawan Menurut Robbins (2006) motivasi merupakan
proses yang berperan pada intensitad, arah, dan lamanya berlangsung upaya individu ke arah pencapaian sasaran. Sehingga apabila seorang karyawan menganggap bahwa kompensasi yang diberikan oleh perusahaan sesuai dengan yang karyawan harapkan, maka akan dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Komunikasi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kinerja karyawan, karena dengan adanya komunikasi yang baik tersebut suasana kerja menjadi nyaman dan akhirnya karyawan dapat menjalankan tugasnya dengan baik, jika hasil kerja sesuai dengan harapan atau bahkan melebihi suatu harapan. Maka hal ini dapat menciptakan kerja karyawan yang baik. Manusia akan mampu melaksanakan kegiatan dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan 72
yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia melaksanakan kegiatannya secara optimal,
sehat,aman,
dan
nyaman.
Ketidaksesuaian
lingkungan kerja dapat dilihat akibat dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehya rancangan sistem kerja yang
efisien.
Dengan
motivasi
yang
tinggi
akan
menyebabkan seseorang memiliki kinerja yang baik sehingga setiap target yang telah ditentukan oleh perusahaan dapat tercapai. Hasil pengamatan menunjukkan ternyata dari unitunit yang ada di Universitas Widyatama interaksi antara pimpinan dengan bawahan banyak yang kurang kondusif, tidak didukung dengan sistem komunikasi dan informasi yang terbuka. Hal ini tentu sangat mempengaruhi kinerja karyawan, terutama bagi karyawan yang memiliki kerjasama dan ada koordinasi antar unit kerja, yang harus selalu menunggu perintah dari atasan dalam menyelesaikan tugas. 73
Gellerman (1984) menyatakan bahwa berbagai informasi mengenai pekerjaan yang dikomunikasikan secara terbuka dan kondusif dinilai sebagai suatu dukungan yang paling besar pengaruhnya terhadap semangat kerja karyawan. Informasi yang dinilai mempunyai pengaruh jelas terhadap keberuntungan psikologis, terutama mengenai keputusankeputusan manajemen, mampu mempengaruhi peranan dan aspirasi seseorang dalam menyelesaikan tugas.
2.2 Model Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir yang diuraikan diatas maka
dapat disusun model penelitian yang dapat
digambarkan seperti terlihat pada Gambar 2.1
74
VARIABEL BEBAS Kompensasi (X1) 1. Gaji 2. Tunjangan 3. Insentif TERIKAT 4. Fasilitas
VARIABEL TERIKAT
Komunikasi (X2) Kinerja (Y)
1. Komunikasi formal 2.
Kualitas kerja Kuantitas Hasil kerja Pengetahuan Kerjasama
Komunikasi informal
Lingkungan Kerja Fisik (X3) 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7.
Ruang gerak Penataan peralatan kantor Ventilasi Kebisingan Kebersihan Kenyamanan Keamanan
Keterangan Pengaruh secara Pengaruh secara parsial Gambar 2.1 Model Penelitian Pengaruh Kompensasi,Komunikasi, Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Universitas Widyatama
75
2.3 Hipotesis Berdasarkan pada pokok permasalahan, kajian teori dan empirik yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1)
Variabel kompensasi, berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
2)
Variabel komunikasi , berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
3)
Variable lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
4)
Variable kompensasi, komunikasi, lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
76