BAB II
LANDASAN
TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Bank Syari’ah
2.1.1 Pengertian Bank Syari’ah
Bank adalah salah satu bentuk kegiatan muamalah manuasia yang merupakan
suatu lembaga bergerak dalam bidang keuangan. Pada dasarnya, Bank adalah lembaga perantara dan penyaluran dana antara pihak yang berlebihan dengan pihak yang kekurangan. Pada perekonomian modern, Bank telah menunjukan peranan penting dan berhasil dengan baik dalam penyaluran dana masyarakat. Didirikannya perbankan dengan sistem bagi hasil didasarkan pada dua alasan utama, yaitu: (1) adanya pandangan bahwa bunga pada Bank konvensional hukumnya haram karena termasuk dalam kategori riba yang dilarang dalam agama islam (2) dalam aspek ekonomi, penyerahan risiko usaha terhadap salah satu pihak di nilai melanggar norma keadilan (Patrawijaya, 2009). Bank Syari’ah merupakan lembaga keuangan yang beroperasi untuk memperlancar kegiatan ekonomi di sektor rill melalui kegiatan usaha (investasi, perdagangan) yang sesuai dengan hukum Syari’ah menurut ajaran Islam antara Bank dan pelanggannya dalam pendanaan dan pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lain yang sesuai dengan nilai-nilai makro dan mikro islam (Ascarya, 2005). Nilai makro meliputi nilai keadilan, menguntungkan masyarakat (maslahah), sistem zakat, bebas dari riba atau bunga, bebas dari kegiatan-kegiatan spekulatif, bebas dari ketentuan dan kondisi yang tidak jelas (gharar), bebas dari cacat dan melanggar hukum transaksi (bathil), sedangkan nilai mikro yang harus tertanam dalam praktek Bank syari’ah meliputi sifat terpuji yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW, yaitu jujur (shiddiq), mengulurkan tangan (tabligh), dapat dipercaya (amanah) serta 1
kompeten dan professional (fathonah). Selain itu, keberhasilan Bank-Bank Islam yang termasuk sukses di dunia (yang berorientasi jangka pendek) dan di akhirat (yang berorientasi jangka panjang), dimana memperhatikan kemurnian sumber, ketepatan
proses dan manfaat dari hasil. Secara konsep, Bank Syari’ah adalah Bank yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip Islam, yang mana mengedepankan keadilan, kemitraan, keterbukaan,
dan universalitas bagi seluruh kalangan (Laksamana, 2009). Pada
beropera
sionalnya, konsep tersebut yang mana dipraktekan sebagai berikut :
1) Keadilan: diwujudkan dalam mekanisme dalam bagi hasil guna memberikan keuntungan bagi para penabung dan deposan. Selain itu, juga pembiayaan memberikan bagi hasil dari pendapatan usahanya kepada Bank atau memberikan margin keuntungan dari pembelian barang yang dibiayai Bank. 2) Kemitraan:
mekanisme bagi hasil mengandung unsur kemitraan, yaitu
kepercayaan dan keselarasan antara Bank dan nasabah. Hubungannya, pembiayaan antara Bank dan nasabah yang dibiayai tidak diposisikan sebagai kreditur (pemberi pinjaman) dan debitur (penerima pinjaman), tetapi Bank adalah mitra Bank dalam bekerja sama untuk suatu usaha dan apabila diperoleh hasil dari usaha bersama tersebut, akan dibagi sesuai kesepakatan, porsi dari masing-masing pihak di dalam usaha 3) Keterbukaan: dalam melaksanakan usahanya, Bank Syari’ah dituntut untuk terbuka terhadap seluruh stakeholders (pemangku kepentingan). Salah satu wujudnya adalah Bank Syari’ah memberikan laporan keuangan mengenai kinerjanya kepada stakeholders secara rutin, tidak hanya mengetahui kemampuan Bank dalam mengelola usaha dan mendapatkan keuntungannya. 4) Universalitas: keberadaan Bank Syari’ah tidak hanya ditunjukan untuk kalangan tertentu, tetapi harus bisa dinikmati dan dimanfaatkan oleh seluruh kalangan tanpa melihat latar belakang individu dan keyakinan.
2
Tabel 2.1
Perbedaan antara Bank Syari’ah dan Bank Konvensional
Bank Syari’ah
a. Melakukan
Bank Konvensional investasi-investasi a. Investasi yang halal dan haram.
yang halal saja. b. Berdasarkan bagi hasil, jual beli b. Memekai perangkat bunga. sewa. atau c. Profit dan falah oriented.
d. Hubungan dalam
dengan bentuk
nasabah c. Profit oriented hubungan d. Hubungan dengan nasabah dalam
kemitraan.
bentuk hubungan debitor-kreditor.
e. Menghimpun dan menyalurkan e. Tidak adanya terdapat dewan sejenis. dana harus sesuai dengan fatwa dewan pengawas Syari’ah. Sumber: Muhammad Syafi’i Antonio (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik
Untuk menjalankan operasinya, fungsi Bank syari’ah terdiri: 1) Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi Bank. 2) Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik dana/shahibul maal sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini Bank bertindak sebagai manajer investasi). 3) Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip Syari’ah. 4) Sebagai pengelola fungsi sosial seperti pengelolaan dana zakat dan penerimaan serta penyaluran dana kebajikan (fungsi optimal).
3
2.1.2 Konsep Operasional Bank Syari’ah
Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam ditentukan
oleh hubungan akad yang terdiri dari lima konsep dasar akad. Bersumber dari kelima
konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk bank syariah. Kelima konsep
tersebut yaitu (Muhammad dan Dwi, 2009): simpanan murni (al-wadiah) 1. Prinsip
Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Islam
untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berlebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentukal-wadiah. Fasilitas al-wadiah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al-wadiah identik dengan giro. 2. Bagi hasil (syirkah) Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan. 3. Prinsip jual beli (at-tijarah) Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
4
4. Prinsip sewa (al-ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi atas dua jenis, pertama ijarah, sewa
murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating
lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang
dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah. Kedua, bai al takjiri atau ijarah al muntahiyah bit tamlik
merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk
memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease).
5. Pinsip fee/jasa (al-ajr walumullah) Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk-bentuk yang berdasarkan prinsip ini antara lain bank garansi, kliring, inkaso, jasa transfer, dan lain-lain. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al ajr walumulah. Secara garis besar, pengembangan produk bank syariah dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu (Muhammad, 2009): 1. Produk Penghimpunan Dana a. Prinsip Wadi’ah Prinsip wadi’ah implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai yang peminjam. b. Prinsip Mudharabah Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib. Dana ini digunakan bank untuk melakukan pembiayaan akad jual beli maupun syirkah. Jika terjadi kerugian maka bank bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi.
5
2. Produk Penyaluran Dana Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:
a. Prinsip Jual Beli
Mekanisme jual beli adalah upaya yang dilakukan untuk transfer of property
dan tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi harga jual barang.
Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk- bentuk pembiayaan sebagai
berikut: i. Pembiayaan Murabahah Bank syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan segera dan pembayaran dilakukan secara tangguh. ii. Salam Salam adalah akad jual beli barang dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Sekilas transaksi salam mirip dengan transaksi ijon. Namun
secara keseluruhan salam tidak sama dengan transaksi ijon, dan karena itu
dibolehkan oleh syariah karena tidak ada gharar. Walaupun barang baru
diserahkan
dikemudian hari, harga, spesifikasi, karakteristik, kualitas, kuantitas dan waktu penyerahannya sudah ditentukan dan disepakati ketika akad terjadi. iii. Istishna’ Akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual (pembuat).
6
b. Prinsip Ijarah (sewa)
Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi, pada dasarnya
prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Jika pada jual beli objek transaksinya jasa atau manfaat barang.
c. Prinsip Syirkah
i. Musyarakah
Akad musyarakah merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Musyarakah merupakan akad kerjasama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, para mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja bersama mengelola usaha tersebut. Modal yang ada harus digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau dipinjamkan pada pihak lain tanpa seijin mitra lainnya. ii. Mudharabah Akad mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau violation oleh pengelola dana. 3. Produk jasa
7
a. Al-Hiwalah (alih utang-piutang)
Dalam praktek perbankan fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk
membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya.
Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
b. Rahn (gadai)
Digunakan untuk memberikan jaminan pembiayaan kembali kepada bank
dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria,
diantaranya milik nasabah sendiri; jelas ukuran, sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar; dan dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. c. Al-Qardh (pinjaman kebaikan) Al-Qardh digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana qardh yang diberikan kepada nasabah diperoleh dari dana zakat, infak dan shadaqah. d. Wakalah Nasabah memberi kuasa kepada bank syariah untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti jasa transfer. e. Kafalah (bank garansi) Digunakan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank syariah dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank syariah dapat pula menerima dana tersebut dengan wadi’ah. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa yang diberikan.
8
2.1.3 Laporan Keuangan Bank Syariah
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.
Laporan keuangan yang lengkap meliputi laporan keuangan atas kegiatan komersial
dan/atau sosial. Laporan keuangan kegiatan komersial meliputi neraca, laporan laba
rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan perubahan ekuitas), catatan
dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari
laporan keuangan. Laporan keuangan atas kegiatan sosial meliputi laporan sumber
dan penggunaan dana zakat, dan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan. Disamping itu juga termasuk, skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis (PSAK Akuntansi Syariah, par 7). Definisi laporan keuangan dalam akuntansi bank syariah adalah laporan keuangan yang menggambarkan fungsi bank Islam sebagai investor, hak dan kewajibannya, dengan tidak memandang tujuan bank Islam itu dari masalah investasinya, apakah ekonomi atau social (Muhammad, 2005). Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (pengguna laporan keuangan) dalam pengambilan keputusan ekonomi yang rasional, seperti (Muhammad, 2005): 1. Shahibul maal/pemilik dana 2. Pihak-pihak yang memanfaatkan dan menerima penyaluran dana 3. Pembayar zakat, infak, dan shadaqah 4. Pemegang saham 5. Otoritas pengawasan
9
6. Bank Indonesia 7. Pemerintah
8. Lembaga penjamin simpanan
9. Masyarakat Tujuan utama laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi,
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas
syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Beberapa tujuan lainnya adalah (Nurhayati dan Wasilah, 2008): 1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha. 2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi aset, kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan bagaimana perolehan dan penggunaannya. 3. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak. 4. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam Modal dan pemilik dana syirkah temporer; dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban fungsi sosial entitas syariah termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf.
10
Laporan keuangan entitas syariah terdiri atas (Nurhayati dan Wasilah, 2008): 1. Posisi Keuangan Entitas Syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan tentang sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan informasi
solvabilitas serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Laporan
ini berguna untuk memprediksi kemampuan perusahaan di masa yang akan datang. 2. Informasi Kinerja Entitas Syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini
diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin
dikendalikan di masa depan. 3. Informasi Perubahan Posisi Keuangan Entitas Syariah, yang dapat disusun berdasarkan definisi dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, aset likuid atau kas. Kerangka ini tidak mendefinisikan dana secara spesifik. Akan tetapi, melalui laporan ini dapat diketahui aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan. 4. Informasi lain, seperti Laporan Penjelasan tentang Pemenuhan Fungsi Sosial Entitas Syariah. Merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tetapi relevan bagi pengambilan keputusan sebagian besar pengguna laporan keuangan. 5. Catatan dan Skedul Tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan termasuk pengungkapan tentang risiko dan ketidakpastian yang mempengaruhi entitas. Informasi tentang segmen industry dan geografi serta pengaruh perubahan harga terhadap entitas juga dapat disajikan. Menurut Baydoun dan Willet, bentuk laporan keuangan perusahaan yang lebih cocok dengan akuntansi Islam adalah value added statement bukan laporan laba rugi konvensional. Menurut beliau value added statement cenderung kepada prinsip-prinsip pertanggungjawaban sosial. Dalam value added statement informasi yang disajikan meliputi laba bersih yang diperoleh perusahaan sebagai nilai
11
tambah yang kemudian didistribusikan secara adil kepada kelompok yang terlibat dengan perusahaan dalam menghasilkan nilai tambah (Harahap, 2006).
2.2 Rentabilitas Dana Bank Syari’ah Sebagaimana Bank-Bank lainnya, Bank Syari’ah juga perlu melakukan pengelolaan (manajemen) yang baik terhadap dana yang diterima dari aktivitas
funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan Bank yang
bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya (Muhammad, 2002). Pokok-pokok permasalahan manajemen dana Bank pada umumnya dan Bank Syari’ah pada khususnya adalah: 1) Bagaimana Memperoleh Dana. Yaitu permasalahan seputar kemampuan Bank dalam menghimpun dana dari masyarakat. 2) Bagaimana Menyalurkan Dana untuk Memperoleh Pendapatan Optimal. Yaitu permasalahan seputar kemampauan Bank mendapatkan keuntungan dari bagi hasil (profit and lost sharing) melalui kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana (intermediary). 2) Berapa besar deviden yang dibayarkan yang dapat dirumuskan pemilik/pendiri dan laba ditahan yang memadai untuk pertumbuhan Bank Syari’ah. Dari permasalahan tersebut, maka manajemen dana mempunyai tujuan sebagai berikut: 1) Memperoleh profit yang optimal (pendapatan bagi hasil) 2) Menyediakan aktiva cair yang memadai 3) Menyimpan cadangan 4) Melakukan pengelolalaan secara optimal atas dana yang diterima. 5) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan
12
Keberhasilan pihak manajemen Bank dalam melakukan manajemen dana akan tercermin pada tingkat kesehatan Bank yang dapat dilihat dalam beberapa indikator (Arifin, 2002), yaitu:
1) Kecukupan modal Bank Syari’ah Penentuan berapa besar kebutuhan modal minimum yang dibutuhkan oleh
Bank Syari’ah didasarkan pada aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). ATMR adalah faktor pembagi (denominator) dari CAR, sedangkan modal adalah faktor yang dibagi (numerator) untuk mengukur kemampuan modal menanggung risiko aktiva tersebut.
2) Tingkat Likuiditas Likuiditas Bank adalah kemampuan Bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek. Alat ukur dalam pengelolaan teru tama kewajiban dana jangka pendek. Pada umumnya kebutuhan likuiditas Bank ditentukan oleh adanya beberapa faktor yang meliputi: (1) Kewajiban reserve. Kewajiban reserve ditetapkan dalam bentuk Gito Wajib Minimum, sesuai dengan ketentuan dari Bank Indonesia bahwa jumlah cadangan wajib minimum yang harus disediakan oleh Bank Syari’ah adalah sebesar 8 % dari total dana pihak ketiga. Rumus perhitungan GWM tersebut adalah: GWM rupiah = 5% x DPKt-2 GWM valas = 3% x DPKt-2 Keterangan : GWM = Giro Wajib Minumum DPKt-2 = Rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam masa laporan (2) Tipe Dana yang ditarik Bank. Tipe dana yang ditarik Bank merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan estimasi likuiditas Bank.
13
(3) Komitemen Bank dalam Pembiayaan atau Investasi.
Komitmen Bank kepada nasabah atau pihak lain dalam memberikan pembiayaan atau melakukan investasi menimbulkan konsekuensi kewaji ban bagi Bank untuk merealisisasikannya.
3) Tingkat Rentabilitas Untuk mengukur tingkat kinerja keuangan (rentabilitas) Bank Syari’ah dapat menggunkan rasio yaitu: (1) Return On Assets (ROA)
ROA adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata aktiva (average assets). (2) Return On Equity (ROE) ROE didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan bersih dengan rata-rata modal (acerage equity) atau investasi para pemilik Bank. Keuntungan bagi para pemilik Bank merupakan hasil dari tingkat keuntungan (profability) dari asset dan tingkat leverage yang dipakai. Hubumgan antara ROA dan leverage dapat digambarkan sebagai berikut: ROA x Leverage multiplier = ROE
Apabila Bank dapat menghasilkan pendapatan bersih dari assetnya (ROA) sebesar 1 %, sedangkan leverage-nya adalah 15 maka: ROE = 1% x 15= 15 % Bagi Bank Syari’ah, sumber yang paling dominan bagi pembiayaan asetnya adalah dana investasi, yang dapat dibedakan antara investasi jangka panjang dan investasi jangka pendek dari para nasabah (rekening mudharabah). Hanya sebagian kecil saja yang merupakan kewajiban (liabilitas) kepada pihak ketiga, yaitu berupa dana-dana titipan (rekening 14
wadi’ah). Jika dana-dana investasi itu dapat disamakan dengan equity
maka apabila peranan dana wadi’ah mencapai sepertiga, yang berarti leverage multiplier adalah 1,5 maka ROE akan mencapai 15 % apabila ROA mencapai 10%. ROE = ROA x leverage multiplier
= 10 % x 1,5 = 15 %
Secara lengkap indikator kinerja dan kesehatan perbankan Syari’ah dapat dilihat dalam tanel 2 berikut:
15
Tabel 2.2
No
1.
Indikator Kinerja dan Kesehatan Bank Syari’ah Indikator
Komponen
Struktur Modal
Rasio modal total terhadap dana sim panan pihak ketiga
2.
3.
Likuiditas
Rasio Dana Lancar terhadap Dana
Simpanan Pihak Ketiga Rasio Total
Pembiayaan terhadap DPK Efisiensi
Rasio Total Pembiayaan terhadap pend apatan operasional Rasio Nilai Inven taris terhadap Total Modal
4.
Rentabilitas
Rasio Laba Bersih terhadap Total Aset Rasio Laba bersih Terhadap Total Modal Rasio laba bersih terhadap total aktiva produktif
5.
Aktiva Produktif
Rasio total pembiayaan bermasalah terhadap
total
pembiayaan
yang
diberikan Sumber : Muhammad, 2002 Hal: 231.
1. Laporan Laba Rugi Seperti halnya neraca, laporan laba rugi juga mencerminkan peran Bank Syari’ah selaku investor dan manajer investasi. Peran Bank Syari’ah selaku investor bisa dilihat dari adanya pos pendapatan bagi hasil mudharabah dan musyarakah. Sedangkan peran Bank Syari’ah sebagai manajer investasi berkaitan dengan adanya pos hak pada pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat. Pos inilah yang membedakan laporan laba rugi menurut PSAK No. 59 dengan laporan laba rugi yang
16
digunakan Bank Syari’ah sebelum adanya PSAK No 59, pos tersebut ditujukan untuk pemilik investasi tidak terikat dan tidak dapat dipergunakan sebagai beban.
2. Catatan-catatan laporan keuangan Catatan laporan keuangan adalah berisi uraian yang mengungkapkan semua informasi yang perlu untuk menjadikan laporan keuangan tersebut memadai, relevan
dan bisa diperacaya (andal) bagi para pemakainya. Terbitnya PSAK No. 59 tak lepas
dari adanya tuntutan yang semakin men desak kebutuhan akan standar akuntansi
untuk perbankan Syari’ah di Indonesia. PSAK No. 59 dalam penyusunannnya banyak mereferensi metode yang digunakan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Insti tutions) yaitu Accounting and Auditing Standars for Islamic Financial Institutions. PSAK No. 59 dalam penyajian dan pengungkapan dan pelaporan keuangan Bank Syari’ah masih menggunakan elemen-elemen yang tidak jauh berbeda dengan akuntansi konvensional. Meskipun terdapat elemen laporan keuangan tambahan seperti Laporan Peru bahan Dana Investasi Tidak Terikat, Laporan Dana Infak, Zakat dan Shodaqoh serta Laporan Dana Qardhul Hasan. Namun demikian PSAK No. 59 dipandang masih sarat dengan dengan nilai-nilai kapitalisme (Triyuwono, 2002). Karena orientasi dari akun tansi Bank Syari’ah saat ini masih berorientasi pada pemilik modal. Kondisi ini belakangan mendorong para pakar akuntansi Syari’ah mengungkapkan pentingnya konsep Nilai Tambah dalan laporan keuangan Bank Syari’ah. Lahirnya konsep Nilai Tambah tidak lepas dari peran para pakar akuntansi syari’ah antara lain; Gambling, Karim, Baydoun, Willeet, Triyuwono, Hamed dan Harahap. Mereka yang telah melakukan ijtihad yaitu pengerahan segala upaya dengan sebuah pandangan untuk membentuk sebuah pendapat (judgement) yang independen tentang suatu permasalahan. Lahirnya konsep Nilai Tambah bersumber dari adanya perbedaan tujuan akuntansi, dan konsep kepemilikan yang dirumuskan oleh pakar akuntansi Syari’ah dengan tujuan yang ada pada PSAK No. 59 saat ini.
17
Berkaitan dengan tujuan akuntansi Syari’ah Hanifah dan Hudaib (2000),
mengungkapkan bahwa tujuan akuntansi Syari’ah adalah untuk membantu keadilan sosial dan ekonomi serta mengakui pemenuhan kewajiban kepada stakeholders, sosial
dan Allah. Pendapat ini didasarkan pada Al Qur’an surat al Hadid ayat 24: Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami denga membawa bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan Neraca (Keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan (Q.S. Al Hadid: 24) Sedangkan berkaitan dengan pemenuhan kewajiban (akuntabilitas) dapat
dilihat konsep kepemilikan dalam islam pada Surat Thaha ayat 6: Kepunyaan-Nyalah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang ada di antara keduanya, dan semua yang ada di bawah tanah (Q.S. Thaha: 6) Berkaitan dengan konsep pemilikan, bahwa kepemilikan mutlak adalah di tangan Allah, maka manusia diberi tugas oleh Allah untuk menjadi khalifah (wakil Allah) dalam mengelola bumi, sehingga karena tugas ini manusia akan dimintai pertanggung jawaban (akuntabilitas) dalam pelaksanaannya. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan (manusia) khalifah di muka bumi…(Q.S. Al Baqarah: 30).Sesungguhnya aku yakin bahwa aku akan menemui hisab terhadap diriku (Q.S. Al Haqqah: 20) Adanya ayat tersebut menjelaskan posisi manusia sebagai khalifah, sehingga konsep pertanggungjawaban begitu ditekankan dengan perintah Allah melalui istilah “hisab” atau perhitungan/ akuntabilitas di hari pembalasan. Konsep pertanggung jawaban (akuntabilitas) ini yang mendasari Haniffa dan Hudaib (2001), merumuskan Kerangka Konseptual Akuntansi yang berdasarkan prinsip-prinsip islam:
18
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Akuntansi Syari’ah
Syari’ah Moral Sosial Ekonomi Politik
Akuntansi Syari’ah Tujuan (pemenuhan kewajiban kepada Allah, lingkungan sosial, individu oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan ekonomi dan membantu mencapai keadilan)
Teknik Akuntansi a. pengukuran (measurement) keutamaan untuk: zakaat Purpose yaitu menentukan zakat yang wajib dikeluarkan dari labadan pendistribusian b. pengungkapan
Faktor Manusia Otoritas dan Pelaksanaan Landasan Moral dan etika yang dilandasi hukum Allah dengan tujuan untuk: 1 Ketaqwaan 2 Kebenaran 3 Pertanggungjawaban
1 mengungkap informasi yang terkaitan dengan hukum Syari’ah 2 mengungkap informasi keuangan yang terkait dengan interest free 3 zakat infaq dan shodaqoh 4 gaji dan hak pegawai 5 mengungkap informasi kualitatif yang berkaita dengan tujuan perusahaan 6 mengungkap informasi kualitatif yang berkaita dengan tujuan perusahaan Sumber: Haniffaa, Ross, 2001
19
2.3 Syari’ah Enterprise Theory (SET)
Syari’ah Enterprise Theory (SET) menurut Triyuwono (2007) stakeholders
meliputi Tuhan, manusia, dan alam. Tuhan merupakan pihak paling tinggi dan men
jadi satu-satunya tujuan hidup manusia. Dengan menempatkan Tuhan sebagai stake
holders tertinggi, maka tali penghubung agar akuntansi syari’ah tetap bertujuan pada “membangkitkan kesadaran keTuhanan” para penggunanya tetap terjamin. Konse
kuensi menetapkan Tuhan sebagai stakeholders tertinggi adalah digunakannya sun
natuLLah sebagai basis bagi konstruksi akuntansi syari’ah. Intinya adalah bahwa
dengan sunnatuLLah ini, akuntansi syari’ah hanya dibangun berdasarkan pada tataaturan atau hukum-hukum Tuhan. Stakeholders kedua dari Syari’ah Enterprise Theor adalah manusia. Di sini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu direct-stakeholders dan indirect–stake holders. Direct-stakeholders adalah pihak-pihak yang secara langsung memberikan kontribusi pada perusahaan, baik dalam bentuk kontribusi keuangan (financial contribution) maupun non-keuangan (non-financial contribution). Karena mereka telah memberikan kontribusi kepada perusahaan, maka mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kesejahteraan dari perusahaan. Sementara, yang dimaksud dengan indi rect-stakeholders adalah pihak-pihak yang sama sekali tidak memberikan kontri busi kepada perusahaan (baik secara keuangan maupun non-keuangan), tetapi secara syari’ah mereka adalah pihak yang memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan dari perusahaan. Golongan stakeholders terakhir dari Syari’ah Enterprise Theory adalah alam. Alam adalah pihak yang memberikan kontribusi bagi mati-hidupnya perusahaan sebagai mana pihak Tuhan dan manusia. Perusahaan eksis secara fisik karena didirikan di atas bumi, menggunakan energi yang tersebar di alam, memproduksi dengan mengguna kan bahan baku dari alam, memberikan jasa kepada pihak lain dengan menggunakan energi yang tersedia di alam, dan lain-lainnya. Namun
20
demikian, alam tidak menghen daki distribusi kesejahteraan dari perusahaan dalam bentuk uang sebagaimana yang diinginkan manusia. Wujud distribusi kesejahteraan berupa kepedulian perusahaan terhadap kelestarian alam, pencegahan
pencemaran, dan lain-lainnya.
2.4 Penyajian laporan Keuangan Bank Syari’ah Berdasarkan Nilai Tambah
Senada dengan Haniffa, Gray (1988) dalam Ratmono, (2003), akuntabilitas
dipandang lebih sesuai dengan tujuan akuntansi berdasarkan Syari’ah. Gray mengang gap bahwa adanya akuntabilitas akan membuat perusahaan lebih memperhatikan kepentingan sosial. Adanya akuntabilitas menuntut perusahaan lebih memperhatikan stakeholders dan lingkungan daripada stakeholders semata. Semen tara Triyuwono (2002), berpendapat tujuan akuntansi Syari’ah bersifat materi yaitu pemberian infor masi untuk pengambilan keputusan ekonomi dan bersifat spirit yaitu akunta bilitas. Berbeda dengan Harahap (2001),dimana tujuan akuntansi Syari’ah adalah muamalah yaitu Amar Ma’ruf Nahi Munkar, keadilan dan kebenaran, masla hat sosial, kerja sama, menghapus riba, dan mendorong zakat. Sehingga dengan demikian tujuan akun tansi Syari’ah lebih menekankan pentingnya memberikan infor masi bagi peng hitungan zakat, pelaksanaan keadilan dan melaporkan kegiatan yang bertentangan dengan Syari’ah. Tujuan-tujuan tersebut perlu dilakukan dalam rangka memenuhi tanggungjawab Bank kepada direct stakeholders maupun indirect stake holders. Sementara itu berkaitan dengan konsep kepemilikan (equity), pakar akuntansi Syari’ah antara lain; Harahap (1997), Adnan (1999), Triyuwono (2000), dan Baydo un dan Willeet (2000), berpendapat mengingat tujuan akuntansi Syari’ah mencakup aspek sosial dan pertanggung jawaban, maka teori enterprise lebih sesuai dengan akuntansi Syari’ah. Mereka berpendapat akuntansi Syari’ah dipandang tidak saja sebagai bentuk akuntabilitas kepada stakeholders dan Allah.
21
Pandangan ini yang mendasari Baydoun dan Willet (2000) mengusulkan Laporan Nilai Tambah (Value Added Statement) sebagai komponen Laporan Keua ngan Islami yang memberikan perhatian dengan memberikan informasi secara jelas
berupa laba yang dihasilkan untuk didistribusikan kepada pihak-pihak yang memberikan kontribusi kepada perusahaan (karyawan, masyarakat, sosial, dan pemerintah). Akuntasi Syari’ah seharusnya memberikan perhatian tidak hanya sebatas pada pemilik modal tetapi juga kepada pihak-pihak lain.
Berdasarkan kajian yang dilakukan terhadap para pakar akuntansi Syari’ah
(Gambling dan Karim, 1994), (Baydoun dan Willet, 2000), Triyuwono 2001), (Hamed, 2000) dan (Harahap, 2001) dapat dirangkum format penyajian dan pengungkapan pelaporan keuangan yang merekomendasikan tiga komponen laporan keuangan tambahan bagi perusahaan-perusahaan islami yaitu: 1. Neraca Nilai Sekarang Neraca Nilai Sekarang ditujukan untuk memenuhi prinsip full disclosure yaitu dintaranya nilai perusahaan dalam perhitungan bagi hasil mudharabah lebih transparan dan juga untuk menghitung kewajiban zakat. 2. Laporan Nilai Tambah (Value Added Statement) Laporan Nilai Tambah (Value Added Statement) dipandang sesuai dengan akuntansi Syari’ah karena menyajikan share dari nilai tambah yang diberikan oleh pihak-pihak yang terkait yaitu diantaranya karyawan, pemerintah, pemilik, kreditur dan lingkungan sosialnya dengan mendistribusikan kekayaan yang diciptakan oleh perusahaan. Laporan Nilai Tambah memberikan informasi yang sangat jelas berapa bersar nilai tambah yang dihasilkan perusahaan dan kepada siapa saja nilai tambah itu akan didistribusikan (Morley, 1997). Oleh kerena itu Nilai Tambah dipandang sesuai dengan etika bisnis dalam islam yaitu keadilan dan kerjasama. Konsep Nilai Tambah
22
juga sejalan dengan penekanan tujuan memaksimalkan profit kepada pemilik modal ke memaksimalkan nilai tambah kepada stakeholders.
3. Laporan Petanggungjawaban Sosial (Social Responsibility Report)
Laporan Pertanggungjawaban Sosial (Social Responsibility Repor) dipandang
sesuai
dengn
nilai-nilai
Islam
karena
menekankan
pertanggungjawaban
(akuntabilitas) yang selaras dengan tujuan akuntansi Syari’ah.
Berdasarkan analisis permikiran para pakar akuntansi Syari’ah tersebut Ratmono (2003), merumuskan format ketiga elemen tambahan dalam laporan keua ngan Bank Syari’ah, yang sudah disesuaikan dengan ketetentuan yang ada dalam PSAK 59, rumusan format tambahan laporan keuangan Bank Syari’ah tersebut dua diantaranya adalah sebagai berikut:
23
1. Laporan Nilai Tambah
Tabel 2.3
Laporan Nilai Tambah
Pendapatan Pendapatan Operasi Utama: Pendapatan dari jual beli: Pendapatan margin murabahah Istishna Pendapatan sewa: Pendapatan sewa ijarah Pendaptan dari bagi hasil: Pendapatan dari bagi hasil mudharabah Musyarakah Pendapatan dari operasi utama yang lainnya Pendapatan operasi lainnya Pendapatan non operasi Total pendapatan : Haraga Pokok Input Depresiasi Total Nilai Tambah : distribusi Niali Tambah Nasabah (Bagi Hasil) Karyawan (Gaji) Sosial (Zakat) Pemerintah (Pajak) Pemilik (Deviden) Laba ditahan Total Nilai Tambah
Sumber : Ratmono, (2003)
XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX (XXX) (XXX) XXX (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) (XXX) XXX
Keterangan : 1. Laporan Nilai Tambah tersebut disusun dengan metode nilai tambah bersih demana depresiasi diperlakukan seperti halnya harga pokok input sebagai pengurang pendapatan 2. Harga pokok input (bought in cost) diperoleh dari beban operasional lainnya (selain beban gaji dan depresiasi).
24
2.5 Perbedaan Laporan Nilai Tambah Dengan Laporan Laba Rugi
Tabel 2.4
Perbedaan Laporan Nilai Tambah Dengan Laba Rugi
No.
Laporan Nilai Tambah
Laporan Laba-rugi
1.
mencerminkan informasi yang jelas berapa
Tidak mencantumkan kepada
besar nilai yang dihasilkan perusahaan dan
siapa nilai laba yang dihasilkan
kepada siapa nilai itu akan di distribusikan.
akan di distribusikan.
memberikan informasi total produktivitas.
2.
dari setiap stakeholders atau anggota tim
Tidak memberikan informasi
yang ikut dalam proses manajemen yaitu:
total produktivitas dari setiap
pemegang saham, kreditur, pegawai dan
stakeholders atau anggota tim
pemerintah.
yang ikut dalam proses manajemen yaitu: pemegang saham, kreditur, pega
3.
Mengarah pada kepentingan lebih luas dalam bentuk distribusi pada seluruh stakeholders.
wai dan pemerintah. Mengarah pada pemilik modal saja.
Sumber : Hotman Tohir Pohan, 200.
25
2.6 Penelitian Terdahulu
Terdapat penelitian terdahulu tentang konsep kinerja keuangan Syari’ah,
: antara lain
1. Penelitian wahyudi (2005) tentang analisis kinerja keuangan dengan menggunakan
pendekatan laba rugi dan nilai tambah. Hasil penelitian membuktikan bahwa kinerja keuangan Bank Syari’ah yang dihitung dengan menggunakan pendekatan nilai
tambah menghasilkan nilai rasio yang lebih besar jika dibandingkan dengan
menggunakan pendekatan laba rugi. Ha ini disebabkan adanya perbedaan konsep dari teori akuntansi dari kedua pendekatan tersebut 2. Penelitian rindawati (2007) tentang analisis perbandingan kinerja keuangan perbankan Syari’ah dan perbankan konvensional. Hasil penelitian membuktikan bahwa rasio ROA, ROE, LDR dan BOPO antara perbankan Syari’ah dan perbankan konvensional terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini dibuktikan bahwa kualitas ROA, dan ROE perbankan Syari’ah lebih rendah dibanding perbankan konvensional, yang artinya kemampuan perbankan Syari’ah dalam memperoleh laba berdasarkan asset dan modal yang dimiliki masih dibawah perbankan konvensional. Selain itu kinerja perbankan Syari’ah lebih buruk dibanding kinerja perbankan konvensional. 3. Penelitian sulastri (2009) tentang analisis rasio keuangan untuk menilai kinerja keuangan perbankan Syari’ah tahun 2003-2006. Hasil penelitian menunjukan bahwa perbankan Syari’ah mempunyai nilai yang lebih baik jika ditinjau dari rasio likuiditas dan rentabilitas, sedangkan dilihat dari rasio CAMEL kinerja keuangan perbankan Syari’ah masih menunjukan kondisi yang tidak sehat
26
Table 2.5
Perbandingan Penelitian Sebelumnya
Nama
Wahyudi
Judul
Tahun
Variabel
Metode
Hasil
analisis -ROA
Kinerja keuangan perBankan sya
perbandingan
-ROE
ri’ah tahun 2003 dan 2004 yang
kinerja
-laba
keuangan
per
Bank Syari’ah
aktiva
hasilkan nilai rasio yang lebih
dengan
produktif
besar jika diban dingkan dengan
Analisis
2005
besih
dihitung Dengan meng gunakan
total
pendekatan nilai tam bah meng
menggunakan
mengguna kan pendekatan laba
pendekatan
rugi. Hal ini disebabkan adanya
laba rugi dan
perbe daan kontruksi dan konsep
nilai tambah
dari teori akuntansi kedua pende katan tersebut.
Rindawati
Analisis
2007
- CAR
Uji
Dilihat
dari
keenam
rasio
Perbandingan
- NPL
beda t- keuangan tersebut menun juk
Kinerja
- ROA
test
Keuangan
- ROE
syari’ah dan perbankan Kon
Perbankan
- BOPO
vensional terdapat perbedaan
Syari’ah dan
- LDR
yang sigifikan.
-likuiditas
Ditinjau dari rasio likuiditas dan
Keuangan
-rentabilitas
rentabilitas, perbankan syari’ah
Untuk Menilai
-CAMEL
kan bahwa antara perbankan
Perbankan Konvensional Sulastri
Analisis Rasio
2009
Kinerja
27
2.7 Kerangka Pemikiran
Analisis kinerja keuangan Bank Syari’ah merupakan sarana untuk mengetahui
besar kemampuan Bank Syari’ah mampu member ikankeuntungan bagi seberapa
pihak-pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung terhadap operasional
Bank yang bersangkutan. Analisis kinerja keuangan Bank Syari’ah dapat ditinjau dari aspek besar atau kecilnya rasio kinerja keuangan Bank Syari’ah yang terdiri dari
1. Return On Asset (ROA)
Yang mana digunakan untuk mengukur efektifitas Bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan Dalam penelitian Rindawati (2007) kualitas ROA Bank syari’ah lebih rendah jika dibandingkan dengan Bank konvensional. Akan tetapi, jika mengacu pada ketentuan BI, maka perbankan syari’ah masih berada pada kondisi ideal. Berbeda dengan penelitian Rahmawati (2008) yang membuktikan kinerja ROA Bank syari’ah tergolong cukup baik meskipun mengalami penurunan. Wahyudi (2005) juga membuktikan rasio ROA dengan menggunakan pendekatan laba rugi pada kondisi yang sehat. Sedangkan rasio ROA dengan menggunakan pendekatan nilai tambah menun jukkan peningkatan, hal ini dikarenakan dalam perhitungan nilai tambah dipengaruhi adanya harga pokok input dan depresiasi. 2. Return on Equity (ROE) Untuk mengukur kemampuan Bank memperoleh laba dan efisiensi secara keseluruhan operasional melalui penggunaan modal sendiri Rasio ini diperoleh dengan cara membagi laba tahun berjalan dengan total modal. Semakin tinggi ROE maka semakin tinggi pula laba yang diperoleh perusahaan sehingga rentabilitas Bank semakin baik (Rahmawati, 2008). Dalam penelitian Rindawati (2007) kualitas ROE Bank syari’ah lebih rendah jika dibandingkan dengan Bank konvensional. Akan tetapi, jika mengacu pada keten tuan BI, maka perbankan syari’ah masih berada pada kondisi ideal. Berbeda dengan
28
penelitian Rahmawati (2008) yang membuktikan kinerja ROE Bank syari’ah tergolong
cukup
baik
meskipun
mengalami
penurunan.
Wahyudi
(2005)
membuktikan rasio ROE dengan menggunakan pendekatan laba rugi pada kondisi
yang sehat. Wahyudi (2005) juga membuktikan rasio ROE dengan menggunakan pendekatan nilai tambah menunjukkan peningkatan. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan Harahap (2007) yaitu ROE Bank syari’ah dikejar sampai akhirat, sedangkan sistem akuntansi konvensional ROE-nya hanya dikejar untuk tahun ini kesim pulannya, ekonomi Islam itu menguntungkan dalam dua hal yakni saja. Jadi
rentang waktunya berdimensi dunia akhirat, dan juga menguntungkan buat keadilan kepada rakyat secara keseluruhan. 3. Total laba bersih dengan total aktiva produktif Value Added Statement yang kalau dalam akuntansi konvensional disebut Laporan Laba Rugi. Akan tetapi, dari keduanya terdapat perbedaan. Value Added Statement lebih menekankan pada distribusi nilai tambah yang diciptakannya kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya (Muhammad,2005). Laba merupakan kelebihan penghasilan di atas biaya selama satu periode akuntansi (Harahap, 2002). Nilai tambah tidak sama dengan laba. Laba menunjukkan pendapatan bagi pemilik saham sedangkan nilai tambah mengukur kenaikan kekayaan bagi seluruh stakeholders (Harahap, 2006). Pengertian aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar Bank, penyertaan, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif (Rindawati, 2007). Rasio perbandingan total laba bersih dengan total aktiva produktif digunakan untuk mengetahui kemampuan Bank dalam mengelola dana yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva produktif. Analisis kinerja keuangan Bank Syari’ah didasarkan pada laporan keuangan, yang meliputi neraca dan laporan laba rugi yang disajikan oleh manajemen Bank Syari’ah. Neraca dan Laporan Laba Rugi Bank Syari’ah disusun menggunakan
29
pedoman PSAK No. 59 yang dijabarkan ke dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Syari’ah Indonesia (PAPSI). Jika ditinjau secara seksama PSAK No. 59 tidak sepenuhnya sesuai dengan karakteristik Bank Syari’ah. Hal ini nampak pada laporan
keuangan Bank Syari’ah yang masih bersifat stakeholders oriented. Kondisi ini tidak selaras dengan pendapat para pakar akuntansi Syari’ah, bahwa tujuan laporan keuangan lembaga bisnis Syari’ah tidak sebatas pada direct stakeholders saja melainkan kepada indirect stakeholers. Hal ini untuk memenuhi tujuan dari akuntansi yaitu pemenuhan kewajiban kepada Allah, lingkungan sosial, individu oleh Syari’ah
pihak yang terlibat dalam kegiatan ekonomi dan membantu mencapai keadilan. Oleh sebab itu pakar akuntansi Syari’ah merekomdasikan adanya penambahan Laporan Nilai Tambah, Neraca Nilai Sekarang, dalam laporan keuangan yang diterbitkan oleh lembaga ekonomi islami termasuk dalam hal ini adalah Bank Syari’ah. Oleh sebab itu upaya untuk mengetahui kinerja keuangan lembaga ekonomi Syari’ah termasuk dalam hal ini adalah PT. Bank Syari’ah Madiri (PT. BSM), tidak cukup hanya didasarkan pada laporan Laba Rugi saja tetapi juga perlu didasarkan pada laporan Nilai Tambah, agar diketahui secara riil kinerja keuangan yang telah dihasilkan. Secara lengkap kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat dislihat dalam gambar berikut:
30
Gambar. 2.2
Kerangka Pemikiran Kinerja keuangan PT BSM (ROA, ROE, total laba bersih/total aktiva produktif)
Income Statement Approach
Value Added Statement
Uji beda
2.8 Hipotesis Hipotesis merupakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variable atau lebih yang dapat di uji secara empiris. Sebagai hasil kesimpulan sementara dari penelitian ini, maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: Ada per bedaan antara kinerja keuangan PT BSM Tahun 2002 - 2011, jika dianalisis dengan menggunakan pendekatan Laba Rugi dan Nilai Tambah.
31