BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Entrepreneurship Suryana (2003:1) menyatakan pengertian kewirausahaan adalah: Kewirausahaan adalah Kemampuan kreatifitas dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat
dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang.
Sementara Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2004:42) memberikan definisi sebagai berikut :
Kewirausahaan adalah proses dimana sesorang atau sekelompok orang menggunakan usaha dan sarana yang terorganisasi untuk mengejar peluang guna menciptakan nilai dan bertumbuh dengan memenuhi keinginan dan kebutuhan melalui inovasi dan keunikan, tanpa memandang apa sumber daya yang sekarang dikendalikannya.
Sementara Retno Dewanti (2008:1) memberikan definisi sebagai berikut :
Wirausahawan secara umum adalah orang-orang yang mampu menjawab tantangantantangan dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Ide adalah hal yang utama. kemampuan memiliki ide yang cemerlang akan dapat menentukan masa depan bangsa. Setiap orang pasti punya pikiran, tapi hanya sedikit yang punya ide. Ide, adalah buah pikiran yang punya arah atau tujuan yang bernilai tinggi untuk diri sendiri dan juga lingkungan. Sementara Peggy A. Lambing dan Charles R. Kuehl (1999), memberikan definisi sebagai berikut :
8
Kewirausahaan adalah suatu usaha yang kreatif yang membangun suatu value dari yang belum ada menjadi ada dan bisa dinikmati oleh orang banyak.
Dari beberapa pendapat yang ada tentang kewirausahaan maka dapat didefinisikan bahwa kewirausahaan adalah menciptakan peluang baru berdasarkan kreatifitas dan inovasi untuk mencapai kesuksesan dengan mengerahkan seluruh upaya dan sumberdaya yang ada pada perusahaan.
Peggy A. Lambing dan Charles R. Kuehl (1999), Setiap wirausahawan (entrepreneur) yang sukses memiliki empat unsur pokok, yaitu :
1) Kemampuan (hubungannya dengan IQ dan skill) a. dalam membaca peluang b. dalam berinovasi c. dalam mengelola d. dalam menjual
2) Keberanian (hubungannya dengan Emotional Quotient dan Mental) a. dalam mengatasi ketakutan b. dalam mengendalikan resiko c. untuk keluar dari zona kenyamanan 3) Keteguhan hati (hubungannya dengan motivasi diri) a. persistence (ulet), pantang menyerah b. determinasi (teguh akan keyakinannya) c. kekuatan akan pikiran (power of mind) bahwa anda juga bisa
4) Kreatifitas yang memerlukan sebuah inspirasi sebagai cikal bakal ide untuk menemukan peluang berdasarkan intuisi (hubungannya dengan experiences)
9
Seorang entrepreneur harus bisa melihat suatu “opportunity” atau peluang dari kacamata (perspektif) yang berbeda dari orang lain, atau yang tidak terpikirkan oleh orang lain yang kemudian bisa diwujudkan menjadi “value”.
Entrepreneur yang berhasil adalah entrepreneur yang mampu bertahan dengan segala keterbatasannya, memanfaatkan, dan meningkatkannya untuk memasarkan (tidak hanya menjual) peluang tersebut dengan baik serta terus menciptakan reputasi yang membuat perusahaan itu bisa berkembang.
Dapat kita simpulkan bahwa entrepreneur adalah suatu kemampuan untuk mengelola sesuatu yang ada dalam diri untuk dimanfaatkan dan ditingkatkan agar lebih optimal (baik) sehingga bisa meningkatkan taraf hidup Anda di masa mendatang.
2.1.1 Entrepreneurial Marketing Pemasaran adalah proses kegiatan dalam perusahaan dan manajerial di mana individu, kelompok, atau perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan atau harapkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai dengan orang lain atau kelompok yang lain. Selain itu, secara umum manajemen pemasaran dikembangkan berdasarkan proses perencanaan dan pelaksanaan suatu konsep dalam menentukan harga, promosi, distribusi barang, jasa atau gagasan untuk menciptakan suatu peraturan untuk memenuhi tujuan pelanggan. Entrepreneurial marketing berarti mengembangkan analisis, perencanaan, penerapan dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pasar sasaran dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dan meningkatkan kinerjanya. Manajemen pemasaran menangani tugas-tugas antara lain melakukan riset pemasaran, implementasi, dan pengendalian. Dalam perencanaan pemasaran, pemasar harus melakukan dan menentukan strategi pemasaran, yaitu: (Suryana,2003)
10
1. Penentuan kebutuhan dan keinginan pelanggan 2. Memilih pasar sasaran khusus (special target market) 3. Menempatkan strategi pemasaran dalam persaingan 4. Pemilihan strategi pemasaran
2.2
Relationship Marketing Relationship Marketing adalah cara usaha pemasaran pada pelanggan yang
meningkatkan pertumbuhan jangka panjang perusahaan dan kepuasan maksimum pada pelanggan. Pelanggan yang baik merupakan suatu aset di mana bila ditangani dan dilayani dengan baik akan memberikan pendapatan dan pertumbuhan jangka panjang bagi suatu perusahaan. Memahami hubungan pemasaran membutuhkan membedakan antara transaksi diskrit, yang memiliki "awal yang berbeda, durasi singkat, dan berakhir dengan kinerja," dan pertukaran relasional, yang " dengan perjanjian sebelumnya lebih panjang dalam durasi, mencerminkan sebuah proses yang berkelanjutan "(Dwyer et al, 1987., p. 13). Perusahaan berfokus pada pertukaran relasional dengan pemasok, hubungan lateral dengan pembeli, dan menciptakan kemitraan internal. Berikut ini adalah sepuluh bentuk relationship marketing (Hunt, Arnett dan Madhavaram;2006). 1. Kemitraan terjalin dalam pertukaran relasional antara produsen dan pemasok seperti dalam "just-in-time" dan "manajemen kualitas total." 2. Pertukaran relasional melibatkan penyedia layanan, seperti lembaga iklan atau lembaga penelitian pemasaran dan klien masing-masing. 3. Aliansi strategis terjalin antara perusahaan dan pesaing mereka, seperti dalam aliansi teknologi, co-marketing, dan aliansi strategis global. 4. Aliansi antara perusahaan dan organisasi nirlaba, seperti dalam kemitraan kepentingan umum. 5. Kemitraan untuk penelitian bersama dan pengembangan, seperti antara perusahaan lokal, negara, atau pemerintah nasional. 11
6. Hubungan Jangka panjang antara perusahaan dan pelanggan utama, seperti yang diterapkan dalam "program pemasaran hubungan pelanggan”, program afinitas, program loyalitas, dan pemasaran jasa. 7. Hubungan relasional kemitraan kerja, seperti dalam saluran distribusi. 8. Hubunngan relasional yang melibatkan departemen fungsional. 9. Hubungan relasional antara perusahaan dan karyawan, seperti pada orientasi pemasaran internal khususnya dan pemasaran pada umumnya. 10. Hubungan relasional melibatkan perusahaan dengan unit bisnis seperti anak perusahaan, divisi, atau unit bisnis strategis (Morgan dan Hunt, 1994). Haruskah semua kemitraan dapat dianggap sebagai bentuk relationship marketing, atau hanya harus, misalnya, yang melibatkan pelanggan utama? Pertimbangkan definisi pemasaran hubungan yang telah ditawarkan. Berry (1983, p 25) mendefinisikan pemasaran relasional sebagai: 1. Berry dan Parasuraman (1991) mengusulkan bahwa: Relationship Marketing untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan hubungan pelanggan. 2. Gummesson (1994, p 2) mengusulkan Relationship Marketing adalah pemasaran dipandang sebagai hubungan, jaringan, dan interaksi. 3. Gronroos (1996, hal 11.) Menyatakan bahwa: Relationship Marketing adalah mengidentifikasi dan membangun, memelihara, dan meningkatkan hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan dan stakeholder lainnya, sehingga tercapai tujuan terpenuhi, dan dapat dilakukan pertukaran dan janji dapat terpenuhi. 4. Sheth (1994) mendefinisikan Relationship Marketing sebagai: Pemahaman, penjelasan, dan pengelolaan hubungan bisnis yang sedang berlangsung antara pemasok dan pelanggan. 5. Sheth dan Parvatiyar (1995) melihat Relationship Marketing sebagai: Upaya untuk melibatkan dan mengintegrasikan pelanggan, pemasok, dan mitra infrastruktur lainnya dalam kegiatan pemasaran. Beberapa konseptualisasi relationship marketing yang lebih luas dari pada yang lain. 12
"Relationship Marketing mengacu pada semua kegiatan pemasaran yang diarahkan untuk membangun, mengembangkan, dan memelihara pertukaran relasional untuk mencapai sukses" (Morgan dan Hunt, 1994, p. 22). Dalam konsensus itu tidak membatasi hubungan pemasaran untuk hubungan pelanggan. (Madhavaram, Hunt and Arnett;2006)
2.2.1 Cold Call / Sales Personal Communication Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya mengetahui reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal, seperti sales perusahaan dengan pegawai mitranya, saat sales presentasi maka akan mendapatkan respon langsung dari audience yang mendengar presentasinya. Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun media lainnya. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada pihak lain untuk mendapatkan umpan balik, baik secara langsung (face to face) maupun dengan media. Berdasarkan definisi ini maka terdapat kelompok maya atau faktual. Fungsi Komunikasi interpersonal sebagai berikut: (Robbins & Coulter,2004) 1. Untuk mendapatkan respon/ umpan balik. Hal ini sebagai salah satu tanda efektivitas proses komunikasi. Bayangkan bagaimana kalau tidak ada umpan balik, saat Anda berkomunikasi dengan orang lain. Bagaimana kalau Anda kirim sms ke orang lain tetapi tidak dibalas?
13
2. Untuk melakukan antisipasi setelah mengevaluasi respon/ umpan balik. Contohnya, setelah apa yang akan kita lakukan setelah mengetahui lawan bicara kita kurang nyaman diajak berbincang. 3. Untuk melakukan kontrol terhadap lingkungan sosial, yaitu kita dapat melakukan modifikasi perilaku orang lain dengan cara persuasi. Misalnya, iklan yang arahnya membujuk orang lain Seringkali komunikasi tidak saling memahami maksud pesan atau informasi dari lawan bicaranya. Hal ini disebabkan beberapa masalah antara: (Deddy Mulyana; 2005) a. Komunikator; 1. Hambatan biologis, misalnya komunikator gagap atau gangguan dalam berbicara (kesalahan dalam ucapan, mengulang-ulang ucapan atau kata). 2. Hambatan psikologis, misalnya komunikator yang gugup perumpamaan pengulangan konsonan misalnya gangguan psikis pisiologis dan lebih banyak terjadi pada pria. 3. Hambatan gender, misalnya perempuan tidak bersedia terbuka terhadap lawan bicaranya yang laki-laki. b. Media; 1. Hambatan teknis, misalnya masalah pada teknologi komunikasi (microphone, telepon, power point, dan lain sebagainya). 2. Hambatan geografis, misalnya blank spot pada daerah tertentu sehingga signal HP tidak dapat ditangkap. 3. Hambatan simbol/ bahasa, yaitu perbedaan bahasa yang digunakan pada komunitas tertentu. Misalnya kata-kata “wis mari” versi orang Jawa Tengah diartikan sebagai sudah sembuh dari sakit sedangkan versi orang Jawa Timur diartikan sudah selesai mengerjakan sesuatu. 4. Hambatan budaya, yaitu perbedaan budaya yang mempengaruhi proses komunikasi. c. Komunikate; 1. Hambatan biologis, misalnya komunikate yang tuli. 2. Hambatan psikologis, misalnya komunikate yang tidak berkonsentrasi dengan pembicaraan. 14
3.
Hambatan gender, misalnya seorang perempuan akan tersipu malu jika membicarakan masalah seksual dengan serang lelaki.
2.2.2 Partner Relationship Management (Hubungan Mitra Pengelolaan) Ketika di datang untuk menciptakan nilai pelanggan dan membangun hubungan dengan pelanggan yang kuat, pemasar hari ini tahu bahwa mereka tidak bisa pergi sendiri. Mereka harus bekerja sama dengan berbagai mitra pemasaran. Selain menjadi baik pada hubungan manajemen pelanggan, pemasar juga harus pandai memanajemen hubungan dengan mitra. Perubahan besar yang terjadi dalam bagaimana pemasar mitra dengan orang lain di dalam dan di luar perusahaan untuk bersama-sama membawa nilai lebih kepada pelanggan.
2.2.2.1 Mitra Dalam Perusahaan Secara tradisional, pemasar telah didakwa dengan pemahaman pelanggan dan mewakili kebutuhan pelanggan untuk departemen perusahaan yang berbeda. Paradigma lama menyatakan bahwa pemasaran dilakukan hanya dengan pemasaran, penjualan, dan dukungan pelanggan orang. Namun, dalam dunia yang lebih terhubung saat ini, setiap area fungsional dapat berinteraksi dengan pelanggan, terutama elektronik. Pemikiran baru adalah bahwatidak peduli apa pekerjaan anda di perusahaan anda harus memahami pemasaran dan fokus pelanggan. David Packard, salah satu pendiri akhir HP, mengatakan dengan bijak "Pemasaran terlalu penting untuk diserahkan hanya untuk departemen pemasaran. Hari ini, daripada membiarkan setiap departemen pergi dengan caranya sendiri, perusahaan yang menghubungkan semua departemen dalam penyebab menciptakan nilai pelanggan. Daripada menetapkan hanya penjualan dan pemasaran kepada pelanggan, mereka membentuk tim pelanggan lintas fungsional. Misalnya, P&G memberikan tim pengembangan pelanggan untuk setiap akun utama pengecer. Tim-tim-yang terdiri dari penjualan dan pemasaran, spesialis, pasar dan keuangan analis operasi, dan lain-lain-mengkoordinasikan upaya banyak P&G departemen arah membantu pengecer menjadi lebih sukses.
15
2.2.2.2 Mitra Pemasaran dengan Perusahaan Luar Perubahan juga terjadi pada bagaimana pemasar terhubung dengan pemasok, jalur mitra, dan bahkan pesaing. Sebagian besar perusahaan saat ini adalah perusahaan jaringan, sangat bergantung pada kemitraan dengan perusahaan lain. Saluran
pemasaran
terdiri
dari
distributor,
pengecer,
dan
lain-lain
yang
menghubungkan perusahaan kepada pembeli. rantai pasokan menggambarkan saluran lagi, membentang dari bahan baku komponen untuk produk akhir yang dilakukan kepada pembeli akhir. Sebagai contoh, rantai pasokan untuk PC terdiri untuk pemasok chip komputer dan komponen lainnya, produsen komputer, dan distributor, pengecer, dan lain-lain yang menjual komputer. Melalui manajemen rantai pasokan, banyak perusahaan saat ini memperkuat hubungan mereka dengan mitra di sepanjang rantai pasokan. Mereka tahu bahwa nasib mereka beristirahat tidak hanya pada seberapa baik mereka lakukan. Sukses di hubungan pelanggan bangunan juga terletak pada seberapa baik seluruh rantai pasokan mereka melakukan rantai pasokan terhadap resiko pesaing. Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya memperlakukan pemasok sebagai vendor dan distributor sebagai pelanggan. Mereka memperlakukan baik sebagai mitra dalam memberikan nilai pelanggan. Di satu sisi, misalnya, Toyota bekerja sama dengan pemasok yang dipilih dengan cermat untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi operasi. Di sisi lain, ia bekerja dengan dealer waralaba untuk memberikan penjualan kelas atas dan dukungan layanan yang akan membawa pelanggan di pintu dan membuat mereka datang kembali.
2.3 Consumer Behavior 2.3.1 Social Emotion Relationship Emosi yang mendorong hubungan berkelanjutan adalah emosi yang terkait dengan moral social dan emosi sosial yang jarang diungkapkan. Namun, ada emosi yang diungkapan misalnya: keprihatinan empatik, kebanggaan, rasa malu, dan, keterikatan. Ekspresi emosi terkait moral social kebanyakan mengakibatkan permasalahan pada relationship dan dapat juga mengakhiri suatu relationship. (Shaver, 1987).
16
Yang paling sering diungkapkan dari Shaver et al (1987) dasar emosi adalah 'kesedihan' (termasuk: kekecewaan, penelantaran, dan, penyesalan); 'kemarahan' (termasuk: gangguan, kepahitan, jijik, frustrasi; permusuhan, dan, marah), dan 'sukacita' (termasuk: kegembiraan; kepuasan; kebahagiaan; optimisme, dan, lega). Takjub dan heran dikategorikan kejutan sedangkan kategori terakhir adalah rasa takut meliputi: kecemasan, kegelisahan, ketegangan, dan, ketidakpastian. Banyak analisis penelitian menunjukkan bahwa emosi yang diungkapkan ketika berbicara tentang apa yang terjadi pada permasalahan hubungan bisnis adalah obyek studi yang relevan dalam pemasaran b2b. Analisis menunjukkan bahwa emosi positif diperlukan untuk mempertahankan hubungan, dan emosi positif juga terlihat saat berakhirnya suatu hubungan. Namun demikian, seperti yang disarankan oleh Andersen dan Kumar (2006), sebagian besar emosi yang diekspresikan negatif akan mengakhiri suatu hubungan dan mempengaruhi interaksi. Melalui proses evolusi manusia dan sosial, orang telah mengembangkan sistem adaptif yang sangat berguna untuk selfregulating perilaku individu dan sosial. Salah satu sistem yang paling penting, dan yang fokus di sini, adalah sistem respons emosional, terutama selfconscious disebut atau emosi sosial. Emosi termasuk lampiran, empati, dan kebanggaan, antara emosi positif, dan malu, iri hati, rasa bersalah, cemburu, malu, dan kecemasan sosial, antara emosi negatif. Memilih emosi karena berhubungan langsung dengan hubungan interpersonal (sebagai lawan dari emosi dasar yang menyangkut personal), (Lewis, 2000; Keltner dan Haidt, 1999; Tangney dan Fischer, 1995). Kebijaksanaan emosional juga merupakan bagian dari sistem respons emosional manusia tentang emosi positif. Emosi dasar menghasilkan tanggapan yang lebih terbatas dan kaku dan kurangnya fleksibilitas dan kontrol diri. 1. Sosial emosi Positif Emosi sosial yang positif telah menerima perhatian paling banyak oleh para peneliti dalam pemasaran b2b. Verbeke et al. (2004) menemukan bahwa kesombongan manajer penjualan dalam menjual produk industri menyebabkan praktek penjualan adaptif, bekerja lebih keras, lebih tinggi self-efficacy. Tetapi penting untuk menyadari bahwa kebanggaan, seperti emosi lainnya, bisa disfungsional jika itu menjadi terlalu kuat. Memang, kebanggaan yang berlebihan atau keangkuhan dapat mengakibatkan terlalu percaya diri dan mengakibatkan menampilkan kesombongan dan perilaku egoistik, yang pada gilirannya dapat 17
merusak hubungan antara pembeli dan penjual (misalnya gangguan dalam komunikasi). Sebagai konsekuensinya, untuk menjaga hubungan yang harmonis, penting untuk mengelola kebanggaan mereka namun tidak membiarkannya . Verbeke et al. (2004) menemukan bahwa kebanggaan penjual atas pengalaman mereka dapat memperoleh keuntungan. Emosi sosial yang positif misalnya empati membutuhkan penelitian lebih lanjut. Empati melayani peran ganda. Pertama, empati dapat memfasilitasi komunikasi antara penjual dan pelanggan dengan mempromosikan keinginan interpersonal. Kedua, empati dapat memfasilitasi pemrosesan informasi dengan penjual dan pelanggan, sehingga meningkatkan akurasi informasi saat encoding dan decoding dan membantu pengambilan keputusan. Akhirnya, ditemukan penelitian berkelanjutan yang moderat tentang efek empati dari rasa bersalah untuk memperbaiki hubungan. Rasa bersalah menyebabkan upaya mendamaikan hubungan yang telah rusak. 2. Emosi sosial Negatif Emosi sosial negatif (misalnya rasa bersalah, malu, malu, iri hati, cemburu, kecemasan sosial) dapat memiliki konsekuensi positif dalam arti mempromosikan pencapaian tujuan, mendorong hubungan yang meningkatkan perubahan lingkungan. Tentu saja, jika tidak diatasi dengan efektif, emosi sosial yang negatif dapat menjadi disfungsional untuk hubungan b2b. Kecemasan sosial adalah suatu emosi, mengganggu meresap di business to business. Verbeke dan Bagozzi (2000) menunjukkan kekhawatiran tertentu atas cold call terdiri dari empat komponen yang berbeda: 1. Evaluasi diri yang negatif muncul dalam saat pertemuan khusus dengan pelanggan (misalnya tentang kegagalan masa lalu, citra negatif dalam pertemuan masa lalu, dan hal-hal lain yang bisa saja salah); 2. Membayangkan evaluasi negatif oleh pelanggan; 3. Gejala Fisiologis misalnya suara jantung, debaran, berkeringat, dan tangan gemetar. 4. Tindakan protektif, misalnya menghindar dari kontak mata, berbicara dengan cepat, bermain-main dengan satu tangan, pengungkapan yang menghindar, mengurangi katakata, mengambil napas dalam-dalam atau bernapas perlahan).
18
Empat komponen dalam kecemasan cold call pada gilirannya, menyulitkan sehingga mempengaruhi kinerja dan mengganggu, atau merusak, aspek komunikasi dengan pelanggan. Dalam sebuah studi tindak lanjut dari kecemasan kunjungan dalam penjualan, Belschak et al. (2006) meneliti lebih mendalam tentang mengatasi kecemasan sosial. Inisiasi tindakan protektif tergantung pada penerapan dua taktik yakni konsentrasi dan ketekunan penjualan yang efeknya dimoderatori oleh kekuatan fisiologis dan harapan negatif serta pikiran tenaga penjual . Emosi negatif yang sering terjadi dan penting dalam konteks business-to-business adalah rasa malu, yang didefinisikan sebagai respon reaktif yang timbul dari peristiwa menjengkelkan tapi muncul tiba-tiba dan dengan rasa kejutan (Miller, 1996). Efektif mengatasi malu ditunjukkan dengan meningkatkan kinerja, komunikasi, dan hubungan dengan pelanggan. Verbeke dan Bagozzi (2002) menemukan bahwa kurang mampu untuk mengatasi rasa malu menghasilkan kinerja yang lebih rendah dan menghasilkan hubungan yang kurang optimal. Malu merupakan emosi negatif yang bervariasi dan diatasi dengan cara yang berbeda oleh orang-orang dalam budaya yang berbeda.
2.3.1.1Empathic Concern Dalam ekspresi emosional terkait dengan peristiwa yang mereka alami saat ini serta peristiwa berikutnya. Dengan demikian emosi diposisikan ada dalam interaksi dan mempengaruhi interaksi. Biasanya CEO menghindar dari hubungan yang berakhir tidak baik. Keprihatinan empatik juga bisa dipicu oleh penilaian situasi. Misalnya, jika terjadi suatu kegagalan, si pembicara menghubungkan atas kegagalan tersebut dengan suatu alasan misalnya: karena telah ditempatkan pada posisi di luar pengetahuan dan kemampuannya, hal itu dapat memicu keprihatinan empatik bagi pendengarnya meskipun kegagalan itu sendiri akan menimbulkan masalah bagi pembicara. Keprihatinan empatik menjelaskan bahwa mereka memahami masalah dan melakukan segala sesuatunya demi melanjutkan hubungan. Data menunjukkan bahwa rasa malu dihasilkan ketika pelaku melihat perilaku mereka sendiri dan merasa bahwa itu tidak pantas dalam situasi itu, sehingga akan menciptakan 19
kesulitan dalam hubungan. Contoh lainnya mengungkapkan situasi di mana tindakan pemasok dalam hubungan subkontraktor dipengaruhi oleh hubungan dengan pelanggan mereka, karena subkontraktor bekerja dengan pelanggan. Dengan demikian, ketika pemasok menyadari adanya suatu kesalahan maka mereka merasa malu dan mengambil tindakan korektif dengan biaya sendiri. Penilaian empatik berlaku dalam situasi demikian. (Tahtinen dan Bois;2011) Untuk mendapatkan pemahaman awal antara emosi kemarahan pelanggan, ekspresi dan perilaku, seperti emosi marah yang berbeda muncul untuk dihubungkan dengan berbagai jenis ekspresi. Tampaknya ada hubungan positif yang signifikan antara emosi kemarahan penuh benci dan Non-verbal Expression Rage. Data menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara emosi kemarahan yang penuh benci dan Ekspresi kemarahan Fisik. Selain hubungan positif yang signifikan antara emosi menahan kemarahan dan Ekspresi kemarahan Verbal, ada juga hubungan positif yang signifikan antara Ekspresi kemarahan fisik dan Ekspresi kemarahan peralihan (membuat orang lain marah, berteriak pada orang lain, membuat orang lain marah di kemudian hari). Ada hubungan negatif yang signifikan antara emosi kemarahan Penahanan balasan dan Ekspresi kemarahan konstruktif. Bentuk kemarahan cenderung menghasilkan Ekspresi Kemarahan Verbal, emosi kemarahan penuh benci cenderung berhubungan dengan Non-verbal Expressions Rage (seperti menggeleng– gelengkan kepala, rolling mata, dan memberikan terlihat kotor). Sebaliknya, emosi kemarahan dengan membalas cenderung berhubungan dengan Ekspresi kemarahan Fisik (mencoba untuk secara fisik membahayakan kerja karyawan, mencoba untuk menyebabkan kerusakan properti dan mengancam akan kerusakan properti) dan Ekspresi kemarahan Pengungsi (membuat orang lain marah, berteriak pada orang lain, membuat orang lain marah di kemudian hari). Dalam pengertian ini, keinginan balas dendam tampaknya mengarah ke ekspresi lebih terlihat agresif dibandingkan Marah penuh benci. Secara keseluruhan, ekspresi verbal cenderung dihubungkan dengan perilaku lebih pasif-agresif, seperti keluar dan menyebarkan berita negatif dari mulut ke mulut, sementara ekspresi fisik (seperti mencoba untuk fisik membahayakan kerja karyawan, mengancam untuk melakukan kerusakan fisik pada kerja karyawan, mencoba untuk menyebabkan kerusakan properti organisasi, mengancam untuk melakukan kerusakan properti organisasi) terkait dengan perilaku agresif membalas dendam. Secara khusus, dua bentuk ekspresi, Verbal (bersumpah / mengutuk keras, membuat komentar negatif tentang organisasi kerja karyawan keras, membuat komentar menghina, berteriak pada karyawan, mengangkat suara 20
saya di karyawan) dan Konstruktif (berkata pada diriku sendiri untuk mendapatkan lebih dari itu dan melanjutkan, berkata pada diriku sendiri untuk tenang) terkait dengan keluar. Verbal dan Non-verbal (menggeleng, memutar mataku, memberikan terlihat kotor dan memelototi karyawan) ekspresi yang terkait dengan kata negatif dari mulut ke mulut. (Kennedy et al;2009)
2.3.1.2Pride Kebanggaan untuk melakukan yang terbaik menghasilkan nilai yang baik untuk pelanggan, yang memperkuat hubungan. Adakalanya kebanggaan ini muncul karena kepuasan pelanggan atas pekerjaan sebelumnya, sehingga pelanggan melanjutkan hubungan dan merasa tidak ingin kehilangan. Prinsip simpati dan perbandingan untuk menjelaskan mengapa kebanggaan berlebihan adalah wakil. Jenis orang yang ada dalam pikiran kebanggaan pameran dibenarkan, orangorang yang melebih-lebihkan kualitas yang mereka miliki, atau mengaku memiliki kualitas mereka tidak memiliki. Dia memeriksa kondisi di mana kita baik bersimpati dengan orang bangga dan senang dengan kesenangan mereka, atau membandingkan kesenangan kita dengan kesenangan mereka, dan menjadi terluka. Dapat disimpulkan bahwa kita bersimpati ketika kita percaya orang telah menyebabkan untuk kebanggaan tetapi membandingkan diri kita dengan orang lain ketika kita tidak percaya bahwa mereka memiliki kualitas yang mereka miliki. Wajar atau tidak, kecenderungan untuk mengevaluasi diri kita sendiri dengan perbandingan bukan oleh nilai intrinsik adalah kualitas asli dari sifat manusia dan menjelaskan mengapa kita menghakimi, tapi kita tidak bisa menghilangkan kecenderungan untuk membandingkan diri kita dengan orang lain. Mengapa, kemudian, kita menghilangkan harga diri dengan membandingkan diri kita dengan orang yang tidak layak untuk bangga? Keyakinan orang memiliki cara menyindirkan diri pada orang lain. Kami tidak merespon bahkan acuh tak acuh terhadap apa yang orang lain percaya, dan apa pun kepercayaan kami, kita tidak bisa membantu tetapi bersimpati dengan keyakinan bahwa orang lain mengungkapkan kepada kita, dan menerima mereka seolah-olah mereka sendiri. Ini adalah satu-satunya alasan dapat menemukan yang menjelaskan keributan ketika kita dihadapkan oleh keyakinan seseorang tegas menyatakan menentang keyakinan kita. Jika kita hanya membayangkan seseorang memegang keyakinan, gagasan kami isinya akan terlalu 21
lemah untuk menjadi obyek simpati, dan itu tidak akan memiliki kekuatan untuk memicu penilaian perbandingan. Sebuah benda yang terlalu kecil tidak bisa membuat sebuah objek besar tampak lebih besar daripada itu, dan jika ide orang lain memiliki tingkat kelincahan terlalu rendah, kelincahan yang menyertai ide kami tidak akan menjadi berkurang. Seperti kerinduan orang untuk keamanan di pantai, ide kami akan terlalu lemah untuk mengurangi rasa kebanggaan kita hanya dengan membayangkan seseorang dengan kualitas yang tidak kita miliki.
2.3.1.3Guilt, Shame Guilt atau Rasa bersalah dipahami sebagai kesadaran kognitif dan perasaan negatif yang berhubungan dengan suatu standar moral. Menurut Ausubel (1955), rasa bersalah adalah salah satu mekanisme paling penting bagi individu dalam melakukan sosialisasi. Sementara Buss (1980) menjelaskan perbedaan antara rasa bersalah dan malu terletak pada kesadaran diri (self-consciousness) publik dan diri sendiri (privat atau pribadi). Pada sisi lain, rasa bersalah merupakan kesadaran diri publik. Buss mengartikan rasa malu sebagai emosi sosial lanjutan dari shyness, embarressment dan kecemasan audiens.
Konsep Mosher (1961,1966,1968) yang berdasar pada teori pembelajaran sosial (social learning theory), mendefinisikan rasa bersalah sebagai ekspektasi general pada media hukuman diri terhadap pelanggaran (atau antisipasi pelanggaran) dari standar moral perilaku. Shame atau Rasa Malu adalah suatu kondisi psikologis dan bentuk kontrol agama, keadilan politik, dan sosial, yang terdiri dari ide, kondisi emosional, fisiologis seseorang dan seperangkat perilaku yang disebabkan oleh pengetahuan atau kesadaran atas suatu rasa malu. Terapis John Bradshaw mengkonsepkan rasa malu sebagai "emosi yang memungkinkan kita tahu bahwa kita terbatas". Malu merupakan keadaan emosional ketidaknyamanan dalam diri sendiri, dialami karena tindakan sosial tidak dapat diterima oleh orang lain. Biasanya kehilangan kehormatan atau martabat, digolongkan sebagai situasi yang memalukan. Hal ini mirip dengan rasa malu yang diketahui oleh umum, kecuali rasa malu yang mungkin dialami karena suatu perbuatan yang hanya diketahui oleh diri sendiri. Rasa malu lebih terkait dengan konotasinya yang disebabkan oleh tindakan yang diterima secara sosial, namun bukan salah secara moral.
22
Dua faktor telah diusulkan sebagai sumber utama motivasi moral. Pertama, nilai-nilai individu, dan prinsip-prinsip moral yang berdasarkan nilai-nilai, telah dilihat sebagai dasar motivasi bagi moralitas (Istirahat 1984). Kedua, beberapa peneliti telah menekankan peran empati, rasa bersalah, dan rasa malu dalam perkembangan moral (Eisenberg 2000; Hoffman 2000; Tangney dan Dearing 2002). Emosi ini dipandang sebagai pusat motivasi moral, dan karena itu sering disebut sebagai emosi moral. Emosi lain juga telah dikaitkan dengan moralitas, misalnya, marah, jijik, dan penghinaan (Rozin et al. 1999). Namun, emosi ini diarahkan pelanggaran moral orang lain, dan untuk alasan itu, mereka dapat dianggap sebagai kurang penting ketika berfokus pada sumber-sumber motivasi moral yang individu. Hubungan antara nilai-nilai dan emosi moral yang telah dipelajari sangat sedikit, dan penelitian dua tradisi tetap cukup terpisah. Namun, ada alasan teoritis untuk mengharapkan bahwa nilai-nilai dan emosi moral terkait, dan oleh karena itu penelitian topik akan meningkatkan pemahaman kita tentang sifat motivasi moral. Nilai yang mengacu pada hal-hal orang yang menginginkan kepercayaan hidup dan layak. Nilai-nilai termasuk kognitif, komponen afektif, dan perilaku; nilai-nilai yang diinginkan dari emosi mendorong dan memotivasi perilaku. Nilai-nilai dipandang sebagai ''kriteria yang digunakan orang untuk memilih dan membenarkan tindakan dan mengevaluasi orang dan peristiwa''. Nilai adalah tujuan hidup umum bahwa panduan perilaku dan evaluasi perilaku diri dan orang lain. Oleh karena itu, nilai-nilai dapat dilihat sebagai pendahulu yang penting untuk sadar diri dari emosi, rasa bersalah, rasa malu, dan kebanggaan. Misalnya, seseorang yang menghargai tradisi cenderung merasa bersalah atas pelanggaran norma tradisional. Menggambarkan nilai diri yang ideal (misalnya, jujur) atau sebuah negara yang ideal urusan (misalnya, kesetaraan), dan mereka peringkat dalam hal kepentingan relatif mereka. Nilai mencerminkan kebutuhan dasar manusia: kebutuhan biologis, syarat interaksi sosial yang terkoordinasi, dan kelangsungan hidup dan kesejahteraan kelompok. Dibandingkan dengan nilai-nilai, kecenderungan arah empati, rasa bersalah, dan rasa malu yang, dalam beberapa hal, konstruksi yang berbeda. Mereka mengacu pada kecenderungan terhadap reaksi emosional yang spesifik dalam konteks situasional tertentu. Nilai adalah tujuan sadar dalam kehidupan yang dapat menimbulkan emosi, namun reaksi emosional yang tidak termasuk dalam definisi nilai. Sementara kognisi tertentu dapat memicu pengalaman empati, rasa bersalah, atau malu, proses memicu juga bisa kurang sadar dan tidak berada di bawah kontrol sukarela. Ini berarti bahwa prioritas nilai sadar seseorang dan kecenderungan terhadap reaksi emosional tertentu mungkin tidak selalu kongruen. Oleh 23
karena itu, kita mendefinisikan nilai-nilai dan kecenderungan emosional sebagai konsep terpisah namun saling terkait. Istilah 'Empati' telah digunakan dalam beberapa cara yang berbeda dalam penelitian psikologis. Pendekatan terbaru mendefinisikan empati sebagai konstruksi yang memiliki komponen yang berbeda tetapi ada beberapa yang terkait (Davis 1994). Eisenberg (1986) menekankan membedakan perspektif-taking dan reaksi emosional. Pengambilan perspektif, membayangkan bagaimana orang lain mengalami hal, dan dapat menyebabkan reaksi emosional empatik, tetapi belum tentu: perspektif-taking dapat dilihat sebagai alat yang juga dapat digunakan untuk tujuan jahat. Selanjutnya, menurut Eisenberg, reaksi emosional dapat mengambil dua bentuk yang berbeda, simpati atau personal distress. Ketika merasa simpati, seseorang merespon emosi orang lain dengan perasaan yang mirip, tapi tidak identik dengan, apa yang orang lain rasakan. Sebagai contoh, seseorang mungkin merasa keprihatinan bagi seseorang yang sedih atau tertekan. Personal distress berarti bereaksi terhadap keadaan emosi orang lain dengan perasaan, negatif self-oriented yang tidak termasuk kepedulian terhadap yang lain. Eisenberg berpendapat bahwa itu adalah penting untuk membedakan antara simpati dan personal distress, karena simpati kemungkinan salah satunya untuk memotivasi perilaku prososial, di mana distress merupakan pribadi yang sering menyebabkan perilaku avoidant. Ada banyak penelitian yang mendukung pandangan ini (Batson 1991; Davis 1994; Eisenberg et al, 2001;. Litvak-Miller dan McDougall 1997). Beberapa studi menunjukkan bahwa kecenderungan. Nilai dan isinya oleh Schwartz (nilai tunggal item) Power: status sosial dan prestise, kontrol atau dominasi atas orang dan sumber daya (kekuatan sosial, kekuasaan, kekayaan, menjaga citra publik saya) Prestasi: Keberhasilan pribadi melalui menunjukkan kompetensi sesuai dengan sosial standar (sukses, mampu, ambisius, berpengaruh) Hedonism: kesenangan dan kepuasan sensual untuk satu-diri (kesenangan, menikmati hidup, memanjakan diri) Stimulasi: kegembiraan, hal baru dan tantangan dalam kehidupan (berani, kehidupan yang beragam, kehidupan yang menarik) pengarahan diri sendiri: pemikiran independen dan memilih-tindakan, menciptakan, mengeksplorasi (kreativitas, kebebasan, mandiri, penasaran, memilih tujuan sendiri) Universalisme: pemahaman, apresiasi, toleransi dan perlindungan bagi kesejahteraan semua orang dan untuk alam (berwawasan luas, kebijaksanaan, keadilan sosial, kesetaraan, dunia damai, sebuah dunia kecantikan, kesatuan dengan alam, melindungi lingkungan) Kebajikan: pelestarian dan peningkatan kesejahteraan rakyat dengan siapa satu di kontak pribadi sering (membantu, pemaaf, jujur, setia, bertanggung jawab ) Tradisi: hormat, komitmen, dan penerimaan dari kebiasaan dan ide 24
bahwa budaya tradisional atau agama memberikan Kesesuaian (rendah hati, menerima bagian hidup saya, taat, menghormati tradisi, moderat) diri: menahan diri dari tindakan, kecenderungan, dan impuls mungkin kesal atau merugikan orang lain, dan melanggar normanorma sosial atau harapan (kesopanan, patuh, disiplin diri, orang tua dan menghormati tetua) Keamanan: keamanan, harmoni, dan stabilitas masyarakat, hubungan, dan diri (keamanan keluarga, keamanan nasional, sosial Agar, bersih, maju mundurnya nikmat). (silfver et al;2008)
2.3.1.4Pelengkap Hubungan Diadik Pola hubungan yang mengungkapkan emosi akan memicu respon emosional yang mempengaruhi hubungan berikutnya. Sifat hubungan diad didefinisikan dalam hal variabel relasional umum (Heide, 1994; Rinehart, Eckert, Handfield, Page, & Atkin, 2004) diidentifikasi dari hubungan antar organisasi dan sastra IOS. Three relational mendefinisikan variabel yang merupakan kepercayaan yang paling sering dikutip dan diselidiki dalam literatur adalah, keselarasan tujuan, dan ketergantungan. Ini dijelaskan di bawah ini: (Ali, Kurnia dan Johnston;2009).
a) Kepercayaan Hubungan interpersonal dan teori negosiasi termasuk kepercayaan sebagai prediktor peningkatan hubungan antara organisasi (Ring & Van de Ven, 1992). Dari perspektif teori hubungan (Anderson & Narus, 1990), kepercayaan didefinisikan sebagai "keyakinan perusahaan bahwa perusahaan lain akan melakukan tindakan yang akan menghasilkan hasil yang positif bagi perusahaan, serta tidak mengambil tindakan tak terduga yang akan menghasilkan
hasil
negatif
untuk
perusahaan"(hal.
45).
Pentingnya
kepercayaan
interorganisasional juga telah ditekankan dalam literatur (Hart & Saunders, 1997, Ibbott & Keefe, 2004, Ibrahim & Ribbers, 2006; Karahannas & Jones, 1999; Nagy, 2006, Ratnasingam, 2000). Kepercayaan diukur dengan keandalan, kompetensi, dan keterbukaan dari mitra dagang (Ibrahim & Ribbers).
25
b) Ketergantungan (Power) Organisasi terbatas dalam kemampuan mereka untuk mendapatkan atau memproduksi semua sumber daya, membuat mereka tergantung pada pasangan mereka dan orang lain dalam lingkungan untuk mendapatkan beberapa sumber (Pfeffer & Salancik, 1978). Ketergantungan merupakan karakteristik penting dari suatu hubungan dan mempengaruhi orientasi jangka panjang (Anderson & Narus, 1990). Sifat ketergantungan terkait erat dengan masalah kekuasaan, yang sering diselidiki (Lusch & Brown, 1996). Dalam hubungan diad, ketidakseimbangan hubungan listrik terjadi ketika salah satu organisasi yang lebih kuat dalam hal sumber daya seperti fasilitas, tenaga kerja, atau penjualan, yang tidak mudah diganti (Emerson, 1962). Dalam hubungan asimetris, ketika ada pihak yang berkuasa yang dominan dengan mudah dapat mempengaruhi pihak yang kurang kuat untuk mematuhi persyaratan dan kondisi serta memaksa untuk mengadopsi sistem. Ketika ada hubungan kekuasaan yang seimbang dan salah satu pihak tidak bersedia untuk melaksanakan, organisasi yang melakukannya dapat mengimplementasikan sistem dengan saingan organisasi. Hal ini dapat memberikan tekanan kompetitif pada organisasi dan memaksa untuk menerapkan sistem. Dalam literatur, jenis ini tekanan sering disebut sebagai tekanan mimesis (DiMaggio & Powell, 1983). Lebih khusus lagi, tekanan mimesis terjadi ketika sebuah organisasi dipaksa untuk mengubah tindakan dari waktu ke waktu untuk menjadi serupa dengan para pesaingnya (DiMaggio & Powell, 1983). Teo et al. (2003) menemukan bukti empiris hubungan antara keputusan organisasi dan tekanan mimesis. Daya diukur dalam hal bagaimana perusahaan mahal menemukan untuk beralih ke implementasi organisasi lain, kekritisan penjualan atau volume pembelian, pentingnya menjaga hubungan sosial, dan kebutuhan untuk menjaga hubungan baik dengan mitra-mitranya (Heide, 1994; Kumar & Van Dissel, 1996; Kumar et al, 1998;. Teo et al). c) Tujuan Kongruensi Tujuan keselarasan mengacu pada komponen yang berbeda dari sebuah organisasi. Dalam konteks rantai pasokan atau diad, keselarasan tercapai ketika tujuan sebuah perusahaan bertepatan dengan tujuan mitra dagangnya. Tujuan keselarasan dianggap sebagai kunci komponen dalam membangun sukses hubungan mitra-dagang (Jap, 2001; Lejeune & Yakova, 2005). Studi juga mengakui pentingnya keselarasan dalam membangun kemitraan dengan mempertimbangkan keselarasan organisasi dan ukuran budaya (Chen & Williams, 1998), tujuan kompatibilitas (Bensaou, 1998; Ham & Johnston, 2007), dan IT kompatibilitas 26
(Hendon, Nath, & Basu, 1995; Kearns & Lederer, 2001; Lu, Huang, & Heng, 2006). Dalam studi ini, kita mendefinisikan tujuan keselarasan sejauh mana tujuan dari dua mitra dagang yang selaras satu sama lain, dengan kata lain, tujuan keselarasan ditentukan oleh sejauh mana dua organisasi mendukung tujuan masing-masing, dan kompatibilitas dan kesamaan tujuan (Jap, 1999; Jap & Anderson, 2003). Tingkat hubungan diad didasarkan pada derajat kepercayaan, ketergantungan, dan tujuan keselarasan. Dengan kata lain, semakin tinggi derajat kepercayaan, tujuan keselarasan, dan ketergantungan, semakin tinggi tingkat keintiman hubungan diad dari dua organisasi. (Ali, Kurnia dan Johnston;2009)
2.4 Sistem Informasi Retno Dewanti (2008:161) menyatakan pengertian system informasi adalah : Sistem diartikan sebagai sekelompok elemen yang saling berhubungan dan membentuk kesatuan dimana sekelompok elemen tersebut bekerjasama menuju tujuan yang sama dengan menerima input dan menghasilkan output melalui metode, prosedur, atau teknik dalam transformasi yang teratur. Informasi adalah data yang ditempatkan dalam konteks yang berarti dan berguna untuk pemakai akhir. Sistem informasi adalah kombinasi orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumberdaya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.
2.4.1 Network Contact Pengertian jaringan usaha adalah bentuk koordinasi dalam organisasi yang dimanfaatkan untuk mengatur dan mewujudkan kerjasama antar unsur di dalam organisasi. Unsur-unsur tersebut pada umumnya berupa unit-unit usaha. Dapat juga berupa non unit usaha, tetapi merupakan unsur dalam rangkaian yang memfasilitasi penyelenggaraan unit usaha. (Matthew T. Seevers, Steven J. Skinner, Robert Dahlstrom,2010)
27
Namun, motivasi utama untuk mempelajari jaringan telah sering untuk memahami lebih baik penyebaran kontak. Jaringan menyebar melalui interaksi yang sangat terstruktur yang ada di antara hidup sosial, dengan demikian, meskipun kemajuan teknologi (Meyers 2007;. Newman et al 2006) telah memberikan dasar pengelolaan kontak jaringan pada jaringan yang kurang, sebagian besar karena kekurangan sistem jaringan.
2.4.1.1Contact Diversity Ritel buyer mencari banyak sumber informasi untuk membantu pengambilan keputusan mereka. Sumber antarpribadi termasuk mitra internal maupun eksternal, seperti tenaga penjual dan mitra bisnis yang akan membantunya dalam pengambilan keputusan dalam memilih produk dan jasa yang akan dibelinya. Keanekaragaman kontak (Contact Diversity) menggambarkan sejauh mana individu memanfaatkan jaringan meliputi kontak eksternal yang menawarkan variasi dalam hal informasi, pengetahuan, atau pengalaman. Keanekaragaman kontak berkembang menawarkan koneksi ke individu untuk peningkatan perusahaan pribadi. Keanekaragaman kontak memengaruhi kemampuan seseorang untuk mencapai hubungan yang mendalam dengan individu pemegang posisi tinggi berdasarkan prestise, otoritas, atau kekuatan ekonomi. Tingkat keragaman kontak meningkatkan jaringan seseorang, akses ke pengetahuan dan informasi. Membangun hubungan dengan orang lain yang beragam membutuhkan usaha yang cukup besar, tekad individu dan tujuan yang diarahkan untuk membentuk hubungan yang memberikan kesempatan akses pengetahuan dan sumber daya lainnya. (Matthew T. Seevers, Steven J. Skinner, Robert Dahlstrom,2010) Dalam literatur pendidikan, menemukan tiga studi bahwa secara langsung meneliti bagaimana pengalaman tentang keragaman kontak. Dari jumlah tersebut, dua berfokus pada keanekaragaman ras dan etnis, wilayah utama kami. Hijau dan Wong (2008) menggunakan teori kontak untuk menginformasikan penelitian mereka tentang sikap rasial toleran di kalangan remaja Putih mengikuti kursus Outward Bound. Peserta secara acak ditugaskan untuk kelompok rasial heterogen atau homogen diwawancarai satu bulan setelah program tersebut. Peserta dalam kelompok heterogen (mayoritas Putih dengan> 3 pemuda African American) menunjukkan tingkat yang lebih besar dari toleransi dibandingkan kelompok homogen. Namun, para peneliti tidak secara sistematis menguji apakah ada atau tidak 28
program Outward Bound memenuhi kriteria utama yang digariskan oleh teori kontak, sehingga mereka hanya bisa berspekulasi mengenai hubungan antara kondisi program tertentu dan hasil. Juga, karena penulis tidak mewawancarai peserta African American, pengalaman mereka dari program ini adalah tidak diketahui. Wright dan Tolan (2009) mengevaluasi dan menemukan keuntungan dalam identitas pribadi, pengalaman kelompok, kesadaran keberagaman, dan hasil pengurangan prasangka. Penelitian ini memperluas kerja Wright dan Tolan oleh lebih substantif menghubungkan kegiatan pengalaman dan teori antar kontak kelompok. Penelitian akhir dicatat dalam hal itu juga digunakan teori kontak untuk memeriksa kegiatan petualangan (Hersman, 2007). Namun, fokus pada kecacatan, bukan pada ras, sehingga tidak dibahas di sini. Studi-studi menunjukkan potensi teori kontak untuk menginformasikan penelitian di masa depan yang berhubungan dengan hasil dalam keragaman kontak. Artikel tambahan meneliti perbedaan ras dan etnis di hasil lainnya dari program pendidikan. Orren dan Werner (2007) dan Rodriguez dan Roberts (2005) menemukan peserta Putih mencetak lebih tinggi daripada peserta minoritas pada pengukuran konsep diri dan kualitas yang dirasakan dari pengalaman masing-masing, mengikuti partisipasi dalam program padang gurun dan konservasi / jasa. Sebaliknya, Kaca dan Benshoff (2002) melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara Putih, Hitam, dan Latino / pemuda Latina pada ukuran kohesi kelompok mengikuti tantangan, menyimpulkan bahwa ras tidak signifikan mempengaruhi hasil program. Demikian pula, beberapa studi yang ditemukan pada program keragaman dirancang terutama di keragaman kontak. Dalam satu studi, keragaman kontak menunjukkan perbaikan yang signifikan dalam pengetahuan lintas-ras, sikap, dan perilaku dibandingkan dengan teman sebaya, nonparticipating 2.010 Volume 32, Nomor 3 209 (Muthuswamy, Levine, & Gazel , 2006). Atau, ringkasan penelitian program Layanan Nasional melaporkan tidak ada hasil positif yang signifikan dan beberapa hasil negatif pada pengukuran sikap dan perilaku terhadap keanekaragaman budaya dan etika (Jastrzab, et al., 2007). Hasil ini menunjukkan bahwa campuran poin penelitian saat ini terhadap manfaat dari kegiatan pengalaman terstruktur bagi peserta dari latar belakang ras dan etnis yang beragam, namun pengetahuan tentang kemampuan kegiatan ini untuk secara positif mempengaruhi apresiasi peserta untuk keanekaragaman masih muncul. Selain itu, isu-isu yang lebih dalam beberapa semakin mempersulit upaya untuk merancang dan mengevaluasi program kegiatan 29
menggunakan pengalaman untuk mencapai keragaman yang berhubungan dengan hasil. Kesulitan-kesulitan yang saling terkait program, konseptual, dan metodologis. (seaman et al;2009)
2.4.1.2 Contact Position Pembeli eceran dengan kontak yang lebih tinggi akan lebih beruntung dari sisi modal sosial dibanding rekan-rekan mereka yang memiliki hubungan yang lemah karena dengan modal sosial tersebut dapat menunjukkan keunikan hubungan dalam kelompok sosial yang menghasilkan ketepatan waktu dan unik. Kontak yang berkualitas memberikan peluang otoritas pengambilan keputusan yang lebih baik dan akses yang lebih luas terhadap informasi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas perusahaan. Kontak berkualitas dengan mitra industri cenderung menghasilkan informasi pasar yang berharga, dan dapat meningkatkan kualitas hubungan kemitraan. Adanya jaringan hubungan antar individu yang kuat akan menunjukkan kepercayaan tinggi bahwa antar individu mempertahankan kontak hubungan yang berkelanjutan. Jaringan hubungan pada ritel, mempertimbangkan hal-hal berikut: •
Akses pembeli terhadap informasi pasar
•
Word of mouth
•
Persepsi terhadap kinerja ritel
(Matthew T. Seevers, Steven J. Skinner, Robert Dahlstrom,2010) Dalam studi ini, kami telah memilih untuk memeriksa perusahaan yang menjual jasa mereka kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di bidang teknologi informasi dan industri bioteknologi. Sektor-sektor yang dianggap sesuai untuk penelitian karena pelaku baik dalam bioteknologi dan teknologi informasi industri "pertukaran untuk memperoleh manfaat dari kompetensi khusus (pengetahuan dan keterampilan)" (Vargo dan Lusch, 2004, hal. 7). Lebih khusus, kami memilih perusahaan yang menawarkan berbagai layanan, termasuk konsultasi, pengembangan produk, studi pra-klinis, manajemen uji klinis, penelitian kontrak, dukungan teknis, proses bisnis dan teknologi informasi outsourcing, perangkat lunak dan pengembangan aplikasi, dan pelatihan. Dalam konteks layanan bisnis-ke-bisnis, manajemen 30
hubungan antar organisasi cenderung menjadi sangat penting ketika layanan kompleks dan aktor dihadapkan dengan tingkat tinggi ketidakpastian lingkungan (Kohli dan Jaworski, 1990). Layanan perusahaan yang beroperasi di industri teknologi informasi dan bioteknologi sering harus mengelola persaingan yang ketat dan tingkat perubahan yang tinggi dalam komposisi pelanggan dan preferensi mereka. Selanjutnya, kedua industri bioteknologi dan teknologi informasi yang ditandai dengan tingginya tingkat turbulensi teknologi. Dalam lingkungan bisnis-ke-bisnis, jasa perusahaan harus terus menerus memodifikasi penawaran layanan mereka dalam rangka untuk memenuhi perubahan preferensi konsumen. Demikian pula, persaingan yang meningkat kemungkinan akan menaikkan tingkat inovasi dan eksplorasi produk layanan baru yang diperlukan untuk bertahan hidup. Akhirnya, tingginya tingkat perubahan teknologi cenderung meningkatkan kebutuhan perusahaan untuk mengintegrasikan teknologi yang baru lahir dalam produk layanan mereka untuk profitabilitas dan berkelanjutan. Dengan demikian, akses ke informasi yang berharga dan sumber daya dapat menjadi sumber penting dari keunggulan kompetitif dalam bisnis-kebisnis pada konteks layanan. Dihadapkan dengan ketidakpastian lingkungan, perusahaan jasa sering tidak yakin sumber daya mana yang strategis untuk mengumpulkan dan menyebarkan. Satu hubungan yang menghubungkan pertukaran mitra dengan informasi dan kemampuan yang berbeda, bagaimanapun,
menyediakan intelijen bisnis yang memungkinkan untuk manajer
perdagangan pada ambiguitas dan dapat berkontribusi untuk kreativitas aktor dan inovasi (Pelled et al, 1999.). Dalam rangka mengembangkan layanan baru, perusahaan pertama harus mengumpulkan organisasi intelijen yang berguna mengenai peluang potensi dan ancaman. Kami mengidentifikasi pengelolaan hubungan yang kuat dengan pertukaran mitra yang ada dan keterbukaan kepada pelaku baru sebagai strategi penting untuk mengatasi bisnis-kebisnis di perusahaan jasa. (Eisingerich dan Bell;2008).
2.5 Access Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi oleh pihak pelanggan atau penerima jasa.
31
Penerimaan informasi pasar yang unik dan tepat waktu melalui kontak industri berdampak positip pada pembeli. Akses informasi melalui ikatan sosial harus menjamin ketidakpastian dan mengarah pada kinerja yang lebih tinggi. Informasi yang diterima melalui jaringan antar pribadi juga terbukti memberikan kontribusi pada awareness pembeli dan memberi pertimbangan alternatif yang lebih banyak serta evaluasi pilihan pembelian, pengurangan resiko, dan pengurangan ketidakpastian. Informasi yang diterima antar pribadi juga dapat memungkinkan pembeli untuk beradaptasi terhadap kebutuhan spesifik dari interaksi dengan vendor. (Matthew T. Seevers, Steven J. Skinner, Robert Dahlstrom,2010) Perusahaan domestik di sektor swasta di garis depan kegiatan ekonomi, sementara sektor publik (dengan partisipasi negara yang lebih besar) menjadi kurang dan kurang menonjol. Dengan sektor swasta sebagai mesin utama untuk pertumbuhan, peningkatan substansial dan signifikan dalam investasi swasta dan kewirausahaan penting dalam mencapai pertumbuhan yang banyak diinginkan dan pengembangan untuk pengurangan kemiskinan. Akses perusahaan ke pasar yang lebih besar dan menguntungkan, oleh karena itu, menjadi penting. Access yang lebih baik ke pasar yang lebih besar, seperti pasar internasional untuk ekspor dan investasi, merupakan salah satu faktor kunci dalam memungkinkan pertumbuhan ekonomi. "Para pembuat kebijakan dan pengembangan masyarakat menyadari kebutuhan bukan hanya untuk pertumbuhan ekonomi tetapi untuk mendukung pertumbuhan yang meningkatkan standar hidup orang miskin dan kemampuan mereka untuk melaksanakan hakhak dasar mereka sebagai manusia (UNIDO, 2006). Akibatnya, kebijakan yang mempromosikan luas dan berbasis pertumbuhan bisnis yang menggabungkan usaha mikro dan kecil ke dalam agenda pertumbuhan yang berpihak pada penduduk miskin. Pendekatan ini sangat diperlukan bagi perekonomian, usaha kecil dan menengah (UMKM, di sini juga disebut sebagai usaha kecil atau sektor usaha kecil) membentuk tulang punggung perekonomian. Diperkirakan bahwa usaha kecil memberikan kontribusi sekitar 70 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dan untuk account sekitar 92 persen dari bisnis. Sektor ini juga menyediakan sekitar 85 persen dari lapangan kerja manufaktur. (Aborsi & Quartey, 2010). Mendapatkan akses ke pasar internasional dapat menjadi instrumen strategis bagi daya saing dan pengembangan lebih lanjut dari UKM. Sebagai contoh, perusahaanperusahaan yang memiliki akses ke pasar global mampu memanfaatkan peluang seperti pasar 32
baru dan memanfaatkan skala ekonomi, volume ruang lingkup, dan keunggulan teknologi. Mereka juga dapat meng-upgrade kemampuan teknologi mereka dan membayar peningkatan akses ke keuangan (OECD, 2004). Oleh karena itu, UKM, yang aktif secara internasional, melaporkan omset yang lebih tinggi dan pertumbuhan lapangan kerja lebih tinggi (European Commission, 2010). Selain itu, meningkatkan akses pasar untuk negara-negara berkembang merupakan kebutuhan tak terelakkan untuk pertumbuhan di negara-negara dan penting untuk mendukung pertumbuhan global jangka menengah. Akibatnya, berbagai pihak telah membentuk mekanisme untuk memperjuangkan akses yang lebih baik berupa barang dan jasa dari negaranegara berkembang ke pasar internasional. Contohnya adalah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), pengaturan Utara-Selatan seperti Economic Partnership Agreement (EPA) dan African Growth and Opportunity Act (AGOA). Masyarakat Ekonomi Negara Afrika Barat (ECOWAS) dan Koridor Pembangunan Afrika Selatan (SADAC) adalah beberapa contoh dari pengaturan perdagangan seperti di Sub-Sahara Afrika (SSA). Ini terlepas dari pengaturan perdagangan, akses ke pasar internasional sangat rendah. Akibatnya, pemerintah selama bertahun-tahun telah berusaha untuk meningkatkan access sektor usaha kecil terhadap pasar internasional melalui beberapa kebijakan lembaga. Misalnya, Ghana UMKM Proyek 2006-2013 bertujuan untuk meningkatkan access usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk kedua pasar domestik dan internasional sebagai salah satu prioritas utama. Tantangan utama adalah bahwa akses terbatas UMKM telah dikaitkan dengan beberapa faktor untuk kebijakan. Namun, telah ditetapkan bahwa kebijakan mencapai sedikit atau tidak sama sekali ketika pembuat kebijakan disajikan dengan daftar reformasi yang diperlukan dan telah mencoba untuk memperbaiki semua masalah baik sekaligus atau dimulai dengan reformasi yang tidak penting pada potensi waktu yang diberikan untuk pertumbuhan negara. Dalam situasi seperti ini, reformasi, lebih sering daripada tidak, mendapatkan cara satu sama lain, dengan reformasi di satu daerah menciptakan distorsi tak terduga di daerah lain '(Hausmann, Rodrik & Velasco, 2006, hal. 13). Akibatnya, studi ini dilakukan sebagai kasus dan premis untuk belajar tentang akses terbatas yang umumnya dirasakan UMKM terhadap pasar dan menginformasikan kebijakan pada alasan satu atau dua yang mendasari (s) untuk situasi yang berlaku.
33
Untuk memandu studi terhadap pencapaian tujuannya, ada sejumlah pertanyaan penelitian. (A) Sampai sejauh mana perusahaan memiliki akses ke pasar dalam hal kemampuan mereka untuk mencapai target penjualan dan target pelanggan? (B) Apakah kendala perusahaan dalam upaya mereka untuk mengakses pasar? (C) Apa faktor yang paling mendesak yang membatasi perusahaan yang memiliki akses ke pasar?. (Mensah;2012).
2.6 Referral Referral adalah kepemimpinan bisnis, maksudnya adalah bisnis yang harus diawali dari diri sendiri dengan memiliki komitmen, kerja keras serta motivasi dari dalam diri sehingga nantinya orang-orang yang diajak untuk bergabung bisa meniru apa yang telah dikerjakan. Sebagai contoh saat Anda memiliki semangat yang tinggi maka referral Anda pun akan menjadi acuan bagi orang sekitar anda, begitu pula sebaliknya. Kemudian teori yang kedua dalam bisnis referral adalah rasio 10 : 1 yaitu rasio yang dipakai untuk menjawab pertanyaan seputar berapa jumlah referral yang harus Anda rekrut untuk mencapai jumlah pendapatan tertentu yang ingin dicapai. Rasio 10 : 1 maksudnya adalah setiap Anda memiliki 10 referral BISA DIPASTIKAN bahwa akan ada 1 orang yang sangat serius menjalani bisnis yang Anda tawarkan. Ada kemungkinan rasionya akan membesar menjadi 10 : 4 dan itu adalah angka maksimal. Kemudian bagaimana dengan 9 orang yang lain. Kemungkinan mereka sedang tidak bisa fokus, sedang sibuk, sedang menangani pekerjaan yang lebih penting, atau sebab-sebab yang lain. Mereka suatu saat aktif dan mungkin menggantikan orang di rasio 10 : 1 tersebut karena 1 orang di rasio 1 tersebut suatu saat gantian sibuk dan tidak bisa serius. Referral memberikan kekuatan positif untuk usaha mendatang dalam jaringan. Money et al. (1998), misalnya, menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan word of mouth sebagai jaringan rujukan untuk mencari mitra baru. Dahlstrom dan Ingram (2003) mengandaikan bahwa jaringan hubungan dapat digunakan untuk menyaring calon mitra dan dengan demikian mengurangi biaya transaksi terkait dengan seleksi calon mitra. Dukungan langsung dari kontak industri mitra akan mengurangi biaya yang terkait dengan hubungan. Dwyer dan walker (1981) menemukan bahwa perilaku rujukan menunjukkan hasil untuk meningkatkan kinerja.
34
Meskipun tujuan bersama berbagi informasi lebih lanjut untuk membantu pencarian konsumen, layanan rujukan ini juga berbeda dalam beberapa aspek lainnya. Seperti disebutkan di atas, setidaknya ada dua bentuk dalam toko rujukan: yang "direct referral" di mana pengecer menampilkan item pengecer lain secara langsung di website sendiri, dan "pihak ketiga rujukan" di mana pengecer menampilkan rujukan link yang diberikan oleh biro iklan pihak ketiga untuk pengecer lain. Selanjutnya, arahan tersebut dapat berupa satu arah atau dua arah. Strategi rujukan ini meresap dan tampaknya menimbulkan sejumlah pertanyaan penelitian yang berbeda dan menarik. Ketika pengecer harus mengadopsi arahan? Bagaimana tarif rujukan langsung dibandingkan dengan rujukan pihak ketiga? Bagaimana rujukan memengaruhi kompetisi pengecer dan keuntungan? Apakah rujukan merupakan satu-cara yang tampaknya tidak adil dan menguntungkan? Perhatikan bahwa dalam praktek transaksi dan kontrak antara pengecer online dan pihak ketiga lembaga rujukan mungkin cukup rumit, dan kategorisasi dapat berubah dari waktu ke waktu. Melalui kerangka sederhana dan mudah diperpanjang, kami berharap dapat menyoroti interaksi strategis antara pengecer bersaing, perilaku konsumen, dan keseimbangan pasar di bawah layanan rujukan. Sesuai dengan tujuan ini, kita juga akan abstrak masalah yang jauh membosankan mengenai kebijakan distribusi, kembali konsumen, dan setoran tunai atau transfer langsung antara merujuk dan pengecer yang dimaksud. Hal ini mungkin terdengar agak disengaja, sebagai kebijaksanaan konvensional dapat membawa kita untuk percaya bahwa pengecer lebih baik mempertahankan kekuatan monopoli
lokal
mereka
dan
harus
menghindari
pengungkapan
informasi
yang
mengintensifkan kompetisi. Saluran utama untuk memfasilitasi rujukan ini adalah penyelarasan insentif pengecer '. Di satu sisi, menampilkan arahan langsung dapat menciptakan informasi lebih lengkap untuk konsumen sehingga konsumen lebih mudah untuk membuat keputusan pembelian mereka dengan membandingkan harga. Di sisi lain, bagi hasil terkait memungkinkan pengecer untuk menyelaraskan tujuan mereka dengan lebih baik, seperti pengecer merujuk juga mengumpulkan beberapa pendapatan dari konsumen. Kedua kekuatan ekonomi yang saling bertentangan mendorong harga di arah yang berlawanan. Ketika pembagian pendapatan yang signifikan (yaitu, pengecer memperoleh merujuk pada sebagian besar pendapatan yang diciptakan melalui referral), kekuatan kedua adalah begitu kuat bahwa pengecer mengacu juga manfaat melalui rujukan satu-cara yang 35
tampaknya tidak adil. Ini saling menguntungkan juga menunjukkan bahwa jika bagian bagi hasil endogen ditentukan melalui negosiasi, setiap bagian berbagi cukup besar dapat muncul sebagai hasil. Dibandingkan dengan rujukan satu-cara, namun, pengecer awalnya disebut mungkin menolak beralih ke rujukan dua arah meskipun keuntungan bersama mungkin jelas lebih tinggi di bawah rujukan dua arah. Hasil yang sama diperoleh di bawah arahan pihak ketiga. Kami juga dapat mengartikulasikan perbandingan antara arahan langsung dan arahan pihak ketiga. Sementara memvariasikan pembagian pendapatan antara pengecer, preferensi pengecer lebih dari satu arah arahan langsung dan pihak ketiga yang justru sebaliknya. Ingat bahwa di bawah pihak ketiga rujukan, sebagian dari pendapatan pergi ke pihak ketiga, akibatnya, perubahan proporsi bagi hasil memiliki dampak yang kurang signifikan di bawah rujukan pihak ketiga dari pada di bawah arahan langsung. Selain itu, pada prinsipnya kenaikan tingkat bagi hasil memunculkan hasil yang lebih tinggi untuk pengecer, tetapi hasil yang lebih rendah memunculkan hasil yang lebih rendah untuk pengecer.
2.7 Organizational Organisasi berasal dari kata organ (sebuah kata dari Yunani) yang berarti alat. Adanya satu alat produksi saja belum menimbulkan organisasi. Setelah diatur dan dikombinasikan dengan sumber-sumber ekonomi lainnya seperti manusia, bahan-bahan dan sebagainya, timbullah keharusan untuk mengadakan kerjasama secara efisien, efektif dan dapat hidup sebagaimana mestinya. Organisasi sebagai suatu bentuk dan hubungan yang mempunyai sifat dinamis, dalam arti dapat menyesuaikan diri kepada perubahan, pada hakekatnya merupakan suatu bentuk yang dengan sadar diciptakan manusia untuk mencapai tujuan yang sudah diperhitungkan. Retno Dewanti (2008:153) Organisasi Pengaturan dan pengembangan orang-orang secara sengaja dalam struktur skematis untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi berkembang sesuai dengan perubahan oleh karena itu pengembangan orang-orang juga selalu dilakukan agar dapat mengikuti perubahan yang terjadi. Perubahan ekonomi, sosial, politik, budaya, teknologi menciptakan
36
lingkungan baru yang dengannya orang-orang didalam organisasi akan menempuh cara baru untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Kemampuan organisasi, sebagai akibatnya, dianggap sebagai unsur yang sangat penting untuk membangun daya saing perusahaan. Mereka telah ditandai sebagai intangible sebagian besar sumber daya perusahaan dan aspek yang paling penting dari elemen keberhasilan (Spanos & Prastacos, 2004, Tomer, 1987). Dari sudut pandang manajemen strategis, kemampuan organisasi dapat dianggap sebagai sumber kekuatan dan keunggulan kompetitif (Barney, 1991). Kemampuan organisasi dapat dipandang sebagai landasan di mana organisasi memanfaatkan kekuatan mereka untuk meningkatkan daya saing, memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan, dan meningkatkan kinerja organisasi. Dalam persaingan yang ketat saat ini di mana pada waktu pengiriman, kecepatan, kualitas, dan biaya bahan dianggap penting untuk merespon kebutuhan pelanggan, kemampuan organisasi yang dianggap penting untuk semua perusahaan yang ingin sukses. Oleh karena itu, membangun kemampuan organisasi yang dianggap sebagai faktor kunci keberhasilan dalam berbisnis. Namun, penelitian sebelumnya telah ditawarkan relatif sedikit dalam hal penjelasan rinci mengenai kemampuan organisasi. (Boonpattarakan;2012)
2.7.1 Organizational Performance Kinerja organisasi adalah: ”hasil kerja yang secara akumulatif dicapai oleh organisasi berdasarkan sasaran yang ditetapkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya”. (morales et al,2007) Penelitian empiris sebelumnya telah meneliti dampak dari variabel organisasi berbagai identifikasi organisasi, seperti kekhasan organisasi, kompetisi organisasi intra (Mael dan Ashforth, 1992), kepemimpinan (van Knippenberg dan Hogg, 2003; God dan Brown, 2004), keadilan (Blader , 2007), kontrak psikologis (Epitropaki, 2003;. Kreiner dan Ashforth, 2004), iklim komunikasi (Bartels et al, 2007) dan identitas organisasi dirasakan (Dutton et al, 1994). Demikian pula, beberapa sarjana telah menunjukkan bahwa PEP (Perceived External Practise) memengaruhi identifikasi organisasi (Mael dan Ashforth, 1992; Dutton et al, 1994;. Smidts et al, 2001;. Riketta, 2005; Carmeli et al, 2006;. Fuller et al, 2006a, b; Bartels et al, 2007;. Carmeli dan Freund, 2009; Cohen-Meitar et al, 2009). Semakin positif karyawan
37
berpikir bahwa prestise, reputasi dan status organisasi dinilai oleh orang luar maka akan semakin kuat mereka teridentifikasi dengan organisasi (Bartels et al., 2007). Maret dan Simon (1958) berpendapat bahwa individu cenderung teridentifikasi kuat dengan organisasi ketika mereka merasa bahwa organisasi mereka dihargai lebih tinggi oleh orang-orang di luar organisasi. Semakin positif citra kelompok sosial yang dimiliki, identitas sosial akan lebih positif (Smidts et al, 2001;. Cohen-Meitar et al, 2009). Kassem (2010) mengemukakan bahwa kinerja organisasi adalah prestasi manajer 'tujuan beragam pekerjaan. Perusahaan-perusahaan memiliki tujuan yang diharapkan ketika mengimplementasikan strategi baru. Hanya pengukuran terhadap kinerja organisasi dapat menunjukkan efektivitas dari strategi bisnis. Dalton, Todor, Spendolin, Fielding dan Porter (2010) mengusulkan bahwa kinerja organisasi dapat dibagi menjadi kinerja lunak dan kinerja keras. Kinerja lunak berarti evaluasi pengawas ', kesadaran diri dan beberapa indikator yang sama. Kinerja Hard volume penjualan, laba kotor, produksi, komisi dan jasa. Brouthers (2008) berpendapat bahwa kinerja berarti prestasi manajer 'tujuan dari pekerjaan. Mengatakan penelitian menunjukkan bahwa kinerja adalah 'pemenuhan tugas dan menunjukkan bahwa karyawan karyawan pemenuhan persyaratan kerja. Prestasi kerja berarti efek bersih dari karyawan usaha dan dipengaruhi oleh karyawan 'kemampuan dan kesadaran peran. Mengenai pengukuran kinerja organisasi, Venkatraman dan Ramanujam (2006) menunjukkan bahwa kerangka kerja konseptual harus mencakup kinerja keuangan, kinerja bisnis dan efektivitas operasional: 1. Kinerja keuangan: artinya tujuan ekonomi bisnis, seperti pertumbuhan penjualan, tingkat keuntungan dan laba per saham, yang biasa digunakan oleh penelitian strategi tradisional. 2. Kinerja Bisnis: selain kinerja keuangan, juga termasuk kinerja bisnis yang berarti nonkeuangan indikator seperti pangsa pasar, produk baru di pasar, kualitas produk dan efektivitas pemasaran. 3. Khasiat Operasional: selain kinerja keuangan dan kinerja bisnis, juga termasuk pencapaian tujuan konflik bervariasi dan kepuasan tujuan stakeholder internal dan eksternal.
38
Berdasarkan literatur di atas, dimensi kinerja organisasi Venkatraman dan Ramanujam (2006) yang diadopsi oleh penelitian ini adalah kinerja keuangan, kinerja bisnis dan efektivitas operasional. (Lai;2012)
2.7.2 Organizational Prestige Prestise Organisasi diukur berdasarkan pada 3-item skala adaptasi dari Bhattacharya, Rao, dan Glynn (1995). Salah satu contoh item adalah, "Orang-orang dalam masyarakat saya berpikir tinggi mengenai fasilitas yang berkualitas”. Pengalaman dalam industri diukur dengan menanyakan kepada setiap pembeli terhadap prestise organisasi. Citra organisasi terdiri dari sebuah konsep yang menyajikan asosiasi penting dengan hasil perilaku dan sikap (Carmeli et al., 2006). Meskipun kurangnya konsensus mengenai definisi (Whetten dan Mackey, 2002), ada tiga konsep utama citra organisasi, yaitu identitas organisasi, reputasi perusahaan dan PEP (Carmeli et al., 2006). PEP menggambarkan cara seorang karyawan menafsirkan dan berpikir tentang pandangan orang luar 'tentang organisasi, berdasarkan eksposur informasi (Smidts et al, 2001;. Herrbach dan Mignonac, 2004). PEP terbentuk karena mereka merasakan bagaimana orang luar memandang organisasi mereka (Kim et al, 2010.). Studi empiris sebelumnya telah memeriksa efek dari PEP terhadap kepuasan kerja, komitmen, dan niat untuk berpindah serta kinerja keuangan (Carmeli, 2004, Carmeli dan Freund, 2009; Kamasak, 2011). Namun, pengembangan penelitian telah menekankan hubungan antara PEP dan identifikasi organisasi. (Gkorezis e al,2012). Meskipun diferensiasi konseptual penulis, penelitian ini mendalilkan bahwa persepsi prestise organisasi karyawan adalah jenis khusus atau wajah / sisi reputasi perusahaan. Dengan demikian penelitian ini diasumsikan bahwa prestise eksternal dirasakan juga digambarkan sebagai persepsi reputasi karyawan tentang bekerja organisasi. Fombrun didefinisikan reputasi perusahaan sebagai gambar agregat perusahaan antara pemangku kepentingan kunci (Fombrun dan Shanley 1990). Menurut pendekatan stakeholder, sebuah organisasi tidak hadir satu gambar, melainkan beberapa gambar (Thompson, 1967). Setiap kelompok pemangku kepentingan berbagai berkaitan berbeda terhadap organisasi dan dengan demikian mereka memiliki persepsi yang berbeda berkaitan dengan organisasi (Freeman, 1984). Dengan demikian masing-masing stakeholder memiliki berbagai transaksi, 39
kepentingan dan harapan sehingga hubungan yang berbeda dengan perusahaan yang sama. Karyawan memiliki hubungan pertukaran berbasis dengan organisasi yang digunakan kriteria yang berbeda untuk mengevaluasinya. Jadi mereka bisa memiliki persepsi yang berbeda tentang prestise organisasi dari pelanggan, pesaing atau pemasok (Riordan et al, 1997;. Carmelli et.al., 2006; Dowling, 2001). Prestise organisasi Dirasakan telah dikonsep oleh penelitian Dutton (1991, 1994) sebagai membangun citra eksternal, yang merupakan bentuk khusus dari citra organisasi dan didefinisikan sebagai anggota organisasi 'penilaian tentang apa yang orang lain berpikir tentang organisasi mereka (Dutton dan Duckerich, 1991;. Dutton et al , 1994). Dalam peneliti literatur terkait menyebutkan bahwa prestise persepsi positif tentang organisasi yang bekerja merupakan perasaan positif tentang hal itu. Ashforth dan Meal menemukan bahwa persepsi prestise menyediakan identifikasi organisasi (Mael dan Ashforth, 1992) yang hasil diulangi oleh peneliti lain (Cole dan Brunc 2006, Bhattacharya et.al., 1995; Smitdts et.al., 2001; Dukerich et.al , 2002;. Liponnen et.al., 2005). Seperti juga dalam beberapa penelitian empiris nya Carmeli dan lain-lain melaporkan bahwa persepsi prestise juga memiliki pengaruh pada komitmen karyawan Herrbach organisasi et.al. 2004, Carmeli dan Freund, 2002; Carmeli, 2005a, 2005b Carmeli, Freund 2006). Dengan demikian penelitian ini mendalilkan bahwa PEP memiliki pengaruh positif pada identifikasi karyawan dan komitmen organisasi. (Aydem Ciftcioglu;2012)
40
2.8
Kerangka Pemikiran Untuk memperjelas pelaksanaan penelitian dan sekaligus untuk mempermudah dalam
pemahaman, maka perlu dijelaskan suatu kerangka pemikiran. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
PENGARUH SOCIAL EMOTIONAL RELATIONSHIP TERHADAP NETWORK CONTACT DAN DAMPAKNYA PADA ORGANIZATIONAL PRESTIGE DENGAN ACCESS DAN REFERRAL SEBAGAI VARIABEL PERANTARA
Eksternal
Internal
Kekuatan
Peluang
Kelemahan
Tahap I Metode Deskriptif
Tahap II Uji Validitas
Uji Reliabilitas
Uji Skala Likert
Path Analysis
Hasil Analisis : Variabel yang memengaruhi antar variabel lainnya
41
Ancaman