BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Menurut Para Ahli a.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
b.
Menurut S. I. Djajadiningrat (Resmi, 2013) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
c.
Menurut Dr. N. J. Feldmann (Resmi, 2013) Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya
kontraprestasi,
dan
pengeluaran-pengeluaran umum.
semata-mata
digunakan
untuk
menutup
7
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pngertian pajak adalah: 1.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksaannya.
2.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3.
Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4.
Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.
2.1.2
Menurut Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.1.3 Jenis Pajak Menurut Resmi (2013) terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.
8
1. Menurut golongan pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a.
Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul dan ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
b.
Pajak Tidak Langsung, yaitu yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2. Menurut sifat pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a.
Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)
b.
Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
9
3. Menurut Lembaga Pemungut Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a.
Pajak Negara (Pajak Pusat) Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Pajak Negara yang masih berlaku sampai saat ini adalah: 1.
Pajak Penghasilan (PPh), ketentuan tentang pengenaan dan pemungutan PPh di Indonesia saat ini didasarkan oleh Undang-undang tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
2.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) pengenaan dan pemungutan PPN di Indonesia saat ini didasarkan pada Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa, dan pajak penjualan barang mewah sebagaimana yang telah diubah.
b.
Pajak Daerah Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (Pajak Provinsi) maupun daerah tingkat II (Pajak Kabupaten/Kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak Daerah dibagi 2 yaitu: 1.
Jenis Pajak Provinsi terdiri dari: a) Pajak Kendaraan Bermotor b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
10
d) Pajak Air Permukaan e) Pajak Rokok 2.
Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari: a) Pajak Hotel b) Pajak Restoran c) Pajak Hiburan d) Pajak Reklame e) Pajak Penerangan Jalan f)
Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan
g) Pajak Parkir h) Pajak Air Tanah i)
Pajak Sarang Burung Walet
j)
Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan
k) Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
2.1.4 Fungsi Pajak Menurut Resmi (2013) terdapat dua fungsi pajak, yaitu: 1.
Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak merupakan budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.
2.
Fungsi Regularend (Pengatur) Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
11
Contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah: a
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup mewah.
b
Pajak Penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu seperti industri semen, industri rokok, industri baja, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut
karena
dapat
mengganggu
lingkungan
atau
polusi
(membahayakan kesehatan). c
Tarif Pajak ekspor 0% untuk mendorong ekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa negara.
2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Resmi (2013) pada dasarnya terdapat 3 (tiga) cara/sistem yang digunakan untuk menentukan siapa yang menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang terutang oleh seseorang, yaitu: 1.
Official Assesment System Yaitu sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dihitung dan ditetapkan oleh aparat pajak atau fiskus. Dalam sistem ini utang pajak timbul bila telah ada ketetapan pajak dari fiskus (sesuai dengan ajaran formil tentang timbulnya utang pajak). Jadi dalam hal ini Wajib Pajak bersifat pasif.
2.
Self Assesment System Yaitu sistem pemungutan pajak dimana wewenang menghitung besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak diserahkan oleh fiskus kepada Wajib Pajak yang bersangkutan, sehingga dengan sistem ini Wajib Pajak harus aktif
12
untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sedangkan fiskus bertugas memberikan penerapan dan pengawasan. 3.
With Holding System Yaitu sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga (yang bukan Wajib Pajak dan juga bukan aparat pajak/fiskus).
2.2 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan
yang dikenal dengan
PPh sangat menunjang bagi
pembangunan, akan sama fungsinya dengan pajak-pajak yang lain. Subjek pajak tersebut adalah setiap orang (orang pribadi maupun badan) yang memperoleh atau menerima penghasilan batas terkena pajak. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau diakhiri dalam tahun pajak.
Menurut Resmi (2013) Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak.
Sedangkan menurut Priantara (2012) Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dan memberikan kontribusi signifikan kepada penerimaan negara. Kontribusi PPh kepada penerimaan negara diharapkan
13
semakin meningkat sebagai cerminan kepedulian pihak yang dianggap memiliki penghasilan yang berlebih oleh Undang-undang kepada pembiayaan negara. Kontribusi PPh pada khususnya dan penerimaan pajak pada umumnya menggantikan peran penerimaan negara dari minyak. PPh merupakan pajak langsung karena beban pajak ini langsung dipikul oleh penerimaan atau pemilik penghasilan. Oleh karena itu, PPh merupakan subjektif karena pengenaan dan beban ditujukan terhadap subjek pajak.
2.2.1 Subjek Pajak Penghasilan Subjek pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Pengelompokkan tersebut diatur dalam Pasal 2 Ayat 2 UU Nomor 36 Tahun 2008. 1. Subjek Pajak Dalam Negeri a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1) Pembentukannya
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan; 2) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah;
14
3) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah; dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. 2. Subjek Pajak Luar Negeri a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
2.2.2 Bukan Subjek Pajak Penghasilan Yang tidak termasuk subjek pajak berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 36 Tahun 2008 adalah: 1. Kantor perwakilan negara asing 2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat:
15
a. bukan warga negara Indonesia b. tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut c. negara besangkutan memberikan perlakuan timbal balik 3. Organisasi-organisasi Internasional dengan syarat: a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota 4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional sebagaimana dimaksud pada nomor 3, dengan syarat: a. Bukan warga negara Indonesia b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan lain di Indonesia Organisasi Internasional yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud nomor 3 ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 5. Organisasi-organisasi Internasional yang terbentuk kerjasama teknik dan/atau kebudayaan dengan syarat: a. kerja sama teknik tersebut memberi manfaat pada negara/pemerintah Indonesia b.
tidak menjalankan usaha/kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
6. Dalam hal terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam perjanjian Internasional yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang diatur dalam
16
UU PPh, perlakuan perpajakannya didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai dengan berakhirnya perjanjian dimaksud, dengan syarat perjanjian tersebut telah sesuai dengan undang-undang perjanjian Internasional.
2.2.3 Objek Pajak Penghasilan Berdasarkan Pasal 4 UU Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan yang termasuk objek pajak adalah: 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini; 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3. Laba usaha; 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang 7. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi 8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 10. Premi asuransi
17
2.2.4 Bukan Objek Pajak Penghasilan Berdasarkan Pasal 4 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 penghasilan yang tidak termasuk objek pajak adalah: 1. a. Bantuan atau sumbangan b. harta hibahan 2. warisan; 3. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 1 huruf b UU PPh sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 4. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh; 5. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; 6. deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a. deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
18
b. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor; 7. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
2.3 Pajak Penghasilan Final 2.3.1 Pengertian Pajak Penghasilan Final Menurut Resmi (2013) pajak penghasilan bersifat final merupakan pajak penghasilan yang pengenaannya sudah final (berakhir) sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun pajak. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, pajak penghasilan yang bersifat final terdiri atas: 1.
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2.
Penghasilan berupa hadiah undian;
3.
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
19
4.
Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;
5.
Penghasilan tertentu lainnya (penghasilan dari pengungkapan ketidakbenaran, penghentian penyidikan tindak pidana, dan lain-lain). Jenis penghasilan yang PPh-nya final sebagaimana dipotong PPh berdasar Pasal 4 ayat (2) UU PPh dapat dilihat pada SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Pajak-pajak tersebut selanjutnya dinamakan PPh Pasal 4 ayat (2) UU PPh.
Pajak penghasilan bersifat final selain yang disebut di atas adalah: 1.
PPh Final Pasal 17 Ayat (2) c UU PPh yaitu atas deviden yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi.
2.
3.
PPh final Pasal 15, terdiri atas: a.
PPh atas jasa pelayanan dalam negeri;
b.
PPh atas pelayanan dan/atau penerbangan luar negeri;
c.
PPh atas penghasilan perwakilan dagang luar negeri;
d.
PPh atas pola bagi hasil;
e.
PPh atas kerjasama bentuk BOT.
PPh final Pasal 19 yaitu PPh atas revaluasi aset tetap.
2.3.2 Pajak Penghasilan Final Atas Sewa Tanah Dan Bangunan Penghasilan berupa sewa atas tanah dan bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final
20
2.3.3 Subjek Dan Objek Pajak Penghasilan Final Atas Sewa Tanah Dan Bangunan Subjek PPh Final adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari persewaan atas tanah dan bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan industri. Objek PPh Final adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan industri.
2.3.4 Pemotong Atas PPh Final Atas Sewa Tanah Dan/Atau Bangunan Yang menjadi pemotong PPh final Pasal 4 Ayat (2) atas sewa tanah dan bangunan adalah penyewa (pihak yang menyewa/ yang membayar biaya sewa), merupakan: 1. Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; 2. Orang pribadi yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak.
2.3.5 Tarif PPh Final Atas Sewa Tanah dan/atau Bangunan PPh yang wajib dipotong atau dibayar sendiri adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final, jika penyewa dan yang menyewakan Wajib Pajak Badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap maupun Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.
21
2.3.6 Saat Penyetoran Dan Pelaporan PPh Final Atas Sewa Tanah dan/atau Bangunan 1. Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa; 2. Penyetoran PPh paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dan disetorkan ke Bank Persepsi Atau Kantor Pos Dan Giro; 3. Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh yang terutang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa.
2.3.7 Dasar Hukum a. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan b. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 394/KMK.04/1996 Tentang Pelaksanaan Pembayaran Dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan d. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/KMK.04/2002 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 e. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep – 227/Pj./2002 Tentang Tata Cara Pemotongan Dan Pembayaran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan.