8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak
Definisi pajak menurut Soemitro, S.H (1990) dalam Resmi (2013) adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan mendapat jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Sedangkan Hukum Pajak atau juga disebut hukum fiskal, adalah “keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar negara & orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak)”..
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut Peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali.
9
Pengertian Pajak menurut Undang-Undang KUP Pasal 1 adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarbesarnya kemauan rakyat. Inti dari definisi-definisi diatas adalah : a.
Pajak merupakan iuran
b.
Dapat dipaksakan karena terdapat Undang-Undang yang mengatur
c.
Tidak mendapat kontra prestasi langsung
d.
Digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Pemerintah.
2.1.2 Pungutan Lain Selain Pajak
Menurut Resmi (2013) ada beberapa pungutan lain yang serupa dengan pajak tetapi mempunyai perlakukan dan sifat yang berbeda dengan pajak, yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya, pungutan tersebut antara lain: (Bea materai, Bea masuk dan Bea keluar, Cukai, Retribusi, Iuaran, Pungutan lain).
a Bea materai, yaitu pungutan yang dikenakan atas dokumen dengan menggunakan benda materai ataupun benda lain. b Bea masuk dan Bea keluar Bea masuk dan Bea keluar adalah pungutan atas barang-barang yang dimasukkan kedalam daerah pabean berdasarkan harga/nilai barang itu atau dasarkan tarif yang sudah ditentukan. Bea keluar adalah pungutan yang dilakukan atas barang yang dikeluarkan dari daerah pabean berdasarkan tarif yang sudah ditentukan bagi masing-masing golongan barang.
10
c Cukai, yaitu pungutan yang dikenakan atas barang-barang tertentu yang sudah ditetapkan untuk masing-masing jenis barang tertentu. Contoh: tembakau, gula, bensin, minuman keras, dan lain-lain. d Retribusi, yaitu pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar. Contoh: parkir, pasar, jalan tol, dan lain-lain. e Iuran, yaitu oungutan yang dikenakan sehubungan dengan sutu jasa atau fasilitas yang diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada kelompok. f Pungutan lain yang sah/legal berupa sumbangan wajib.
2.2 Peran dan Fungsi Pajak dalam Pembangunan
APBN yang dibuat oleh pemeritah terdapat tiga sumber penerimaan yang menjadi tokok andalan, yaitu: a.
Penerimaan dari sektor pajak
b.
Penerimaan dari sektor migas (Minyak dan Gas Bumi), dan
c.
Penerimaan dari sektor bukan pajak.
Menurut Ilyas dan Burton (2001), Dari ketiga sumber di atas, penerimaan dari sektor pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara dan selalu dikatakan merupakan primadona dalam membiayai pembangunan nasional.
Menurut Ilyas dan Burton (2001), Peran penerimaan pajak dalam mengisi kas APBN dalam rangka pembangunan nasional amat penting dan sangat
11
strategis. Besarnya peranan pajak yang demikian kiranya perlu ditanamankan dalam diri setiap pembayaran pajak yang telah dilakukan dapat menjadi satu kebanggaan tersendiri karena telah memberikan kontribusinya dalam pembangunan nasional. Dalam literatur pajak sering disebutkan bahwa fungsi pajak ada dua yaitu fungsi pajak Budgeter dan fungsi Regulerend. Menurut Resmi (2013), Fungsi Budgeter adalah fungsi pajak yang merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara eksetensifikasi maupun intensifikasi pemungutan Pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan(PBB) dan lain-lain.
Sedangkan Menurut Resmi (2013) fungsi Regulerend adalah suatu fungsi yang mempunyai pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah : 1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Makin mewah suatu barang maka tarif pajaknya makin tinggi sehingga barang tersebut makin mahal harganya.
12
Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengomsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup). 2. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan: dimaksud agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.
2.3 Pemungutan Pajak
a Official Assessment System Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
b Self Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak yangmemberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
c With Holding System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yangterutang oleh Wajib Pajak.
2.4
a.
Pengelompokan Pajak
Berdasarkan golongannya pajak dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh Pajak Penghasilan (PPh).
13
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: pajak pertambahan nilai (PPN), dan bea meterai. b.
Menurut sifatnya pajak dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Pajak Subjektif, yaitu adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan wajib pajak. Dalam hal ini penentuan besarnya pajak harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan kemampuan membayar wajib pajak. Contoh : PPh 2) Pajak Objektif, yaitu adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPN, PBB, PPn-BM.
c.
Menurut lembaga pemungutnya pajak dibedakan menjadi: 1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak pusat merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Contoh : PPh, PPN, PPn dan Bea Materai. 2) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintahan daerah. Contoh : Pajak tontonan, pajak reklame, PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) PBB, Iuran kebersihan, Retribusi terminal, Retribusi parkir.
2.5 Pengertian pemeriksaan pajak
Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6
14
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dijelaskan mengenai definisi Pemeriksaan Pajak.
Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan pajak dilakukan oleh pegawai Direktorat Jendral Pajak, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah memiliki keahlian sebagai pemeriksa pajak.Selain itu, pemeriksa pajak bisa merupakan tenaga ahli yang ditunjuk oleh DirekturJendral Pajak (DJP) dan diberi wewenang, tugas dan tanggung jawab sebagai pemeriksa pajak. Tenaga ahli yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal pajak adalah pegawai Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan (Itjen Depkeu), pemeriksa dari Kantor Akuntan Publik (KAP).
2.6 Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak
Landasan Hukum Pemeriksaan Pajak adalah Pasal 29 , Pasal 29 A dan pasal 31 UU No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah dirubah terakhir dengan UU No. 16 tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan . Pasal 29 ayat (1) UU KUP “Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
15
Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan” Pasal 31 ayat (1) UU KUP “Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan”. Dan tata cara Pemeriksaan terbaru adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Pemeriksaan Pajak, yang telah diperbaharui di tahun 2011.
2.7 Tujuan Pemeriksaan Pajak
Tujuan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak yang menyatakan bahwa tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk : 1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak yamg dilakukan dalam hal: a. Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak,termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Menunjukkan Rugi; c. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak padawaktu yang telah ditetapkan; d. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yangditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; e. Ada indikasi kewajiban pajak yang tidak dipenuhi.
16
2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka: a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; c. Wajib Pajak mengajukan keberatan; d. Pencocokan data atau alat keterangan; e. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.
Berdasarkan hukum tersebut, tujuan utama pemeriksaan adalah untuk menguji dan membina Wajib Pajak agar memenuhi kewajiban perpajakannya (Tax Compliance). Tujuan ini diimplementasikan berdasarkan prinsip tidak ada satupun Wajib Pajak baik Badan maupun Orang Pribadi yang tidak dapat diperiksa, semua mempunyai kesempatan yang sama untuk diperiksa karena secara yuridis Direktorat Jenderal Pajak harus memperlakukan hal yang sama (Equal Treatment) terhadap semua Wajib Pajak.
Berdasarkan pada amanat Undang-Undang Perpajakan dan Keputusan Menteri Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak menata kegiatan pemeriksaan untuk mewujudkan tujuan pemeriksaan dengan mengeluarkan kebijakankebijakan agar pelaksanaan pemeriksaan menjadi selaras dan terarah sesuai dengan misi yang ditetapkan.
Kebijakan pemeriksaan yang digariskan mencakup penata laksanaan dan mekanisme pemeriksaan termasuk sistem dan prosedur penentuan Wajib Pajak yang akan diperiksa, dan tata cara pelaksanaan pemeriksaannya.
17
2.8 Ruang Lingkup Pemeriksaan
Penataan kegiatan pemeriksaan dilakukan dengan memperbaiki tata cara dan kebijakan pemeriksaan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007. Secara garis besar ketentuan tersebut telah menata prasarat dilakukannya pemeriksaan. Ruang lingkup pemeriksaan telah diklasifikasikan menjadi pemeriksaan lapangan dan kantor, dengan uraian sebagai berikut : 1. Pemeriksaan Lapangan dilakukan di tempat Wajib Pajak yang dapat meliputi kantor wajib Pajak, pabrik, tempat usaha atau tempat tinggal atau tempat lain yang diduga ada kaitannya dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak atas satu, beberapa atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun tahun sebelumnya.Pemeriksaan Lapangan dapat dibedakan menjadi: a Pemeriksaan Lengkap (PL) adalah Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk kerja sama operasi dan konsorsium atas seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya, yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan. b Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) adalah Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak untuk satu, beberapa atau seluruh
18
jenis pajak secara terkoordinasi antar seksi oleh Kepala Kantor dalam tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya, yang yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang dipandang perlu menurut keadaan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan. 2. Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di kantor Unit Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak. Pemeriksaan kantor meliputisuatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya. Pemeriksaan Kantor hanya dapat dilaksanakan dengan Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK). PSK dilaksanakan dalam jangka waktuempat minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu.
2.8.1 Jangka Waktu Pemeriksaan
1.
Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
2.
Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka
19
Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal LHP. 3.
Dalam hal Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor dilakukan berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2 harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
2.9 Tahapan Pemeriksaan
Secara garis besar pemeriksaan pajak dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu (1) Persiapan pemeriksaan, (2) Pelaksanaan pemeriksaan, (3) Pembuatan laporan pemeriksaan pajak
(1) Persiapan Pemeriksaan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka persiapan pemeriksaan adalah : a) Mempelajari berkas wajib pajak / berkas data. b) Menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak. c) Mengidentifikasi masalah. d) Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak. e) Menentukan ruang lingkup pemeriksaan.
20
f) Menyusun program pemeriksaan. g) Menentukan buku-buku dan dokumen-dokumen yang akan dipinjaman h) Menyediakan saran pemeriksaan.
(2) Pelaksanaan pemeriksaan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan pemeriksaan adalah: a) Memeriksa di tempat wajib pajak. b) Melakukan penilaian dan pengendalian intern. c) Memutahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan. d) Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen. e) Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga. f) Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak yang diperiksa. g) Melakukan sidang penutup.
(3) Pembuatan Laporan Pemeriksaan Pajak Laporan pemeriksaan pajak disusun oleh pemeriksa pada akhir pelaksanaan pemeriksaan yang merupakan ihtisar dan penuangan semua hasil pelaksanaan tugas pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang menghasilkan laporan-laporan : a
Keterangan umum, yaitu keterangan tentang wajib pajak yang diperiksa.
21
b
Pelaksanaan pemeriksaan yang meliputi penilaian pemeriksaan atas pos-pos yang diperiksa dan temuan-temuan pemeriksaan.
c
Hasil pemeriksaan, merupakan gambaran mengenai perbandingan antara laporan wajib pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan perhitungan mengenai besarnya pajak yang terutang.
d
Kesimpulan dan usul pemeriksaan, merupakan gambaran hasil pemeriksaan dalam bentuk perbandingan antara pajak yang terutang berdasarkan laporan wajib pajak dengan hasil pemeriksaan, data atau informasi yang diperoleh dari awal pemeriksaan.
2.10 Kriteria Wajib Pajak Yang Diperiksa
a)
Wajib pajak dengan SPT Lebih Bayar.
b)
Wajib pajak dengan SPT Kurang Bayar.
c)
Wajib pajak dengan SPT Nihil.
d)
Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
e)
Wajib pajak yang menyampaikan SPT tidak sesuai dengan penggunaan norma penghitungan penghasilan netto.
f)
Wajib pajak yang diduga melakukan tindak pidana perpajakan.
g)
Wajib pajak tertentu berdasarkan pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak.
22
2.11 Kriteria Pemeriksaan
Kriteria Pemeriksaan terdapat 2(dua) kriteria yang merupakan alasan dilakukannya pemeriksaan :
1) Pemeriksaan Rutin, merupakan pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; dan
2) Pemeriksaan Khusus atau pemeriksaan berdasarkan analisis risiko (Risk Based Audit), merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil analisis risiko secara manual atau secara komputerisasi menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
2.12 Hal Lainnya Yang Perlu Diketahui 1. Pemeriksaan Pajak dapat dilakukan Kelompok Pemeriksa 2. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan. 3. Apabila WP tidak memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan tertentu dan menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, maka pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan.