BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam – macam definisi tentang pajak. Diantara lain adalah sebagai berikut: Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang – Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut S. I. Djajadiningrat: Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Menurut Mr. Dr. N. J. Feldmann: Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma – norma yang dtetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata – mata digunakan untuk menutup pengeluaran – pengeluaran umum. Pajak harus dibedakan dengan retribusi dan sumbangan. Dalam retribusi, hubungan antara pembayaran dengan prestasi kembali bersifat langsung. Retribusi memang dimaksudkan untuk memperoleh prestasi yang bersangkutan. Sifat paksaan yang terkandung dalam retribusi hanya mencakup
7 Universitas Sumatera Utara
pihak yang mengharapkan prestasi tersebut. Kepada mereka yang tidak memperoleh prestasi, tidak dapat dipungut retribusi. Sumbangan hampir menyerupai retribusi, dalam arti, hubungan antara pembayaran dan prestasi bersifat lebih langsung. Perbedaan dengan retribusi adalah bahwa prestasinya tadi tidak dapat diidentifikasikan kepada orang – orang tertentu. Dalam hal sumbangan, prestasi dinikmati oleh segolongan orang. Sumbangan dapat dipaksakan, dan seperti halnya pajak, disertai sanksi hukum.
2.1.2 Ciri – ciri yang melekat pada definisi pajak Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Pajak dapat dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang – Undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh masyarakat. 3. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun daerah. 4. Pajak
diperuntukkan
bagi
pengeluaran
–
pengeluaran
pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
2.1.3 Fungsi Pajak Menurut Siti Resmi (2013:3), terdapat dua fungsi pajak: 1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara). Pajak merupakan sumber penerimaan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber
8 Universitas Sumatera Utara
keuangan Negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak – banyaknya untuk kas Negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak. 2. Fungsi Regulerend (Mengatur). Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan – tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah: a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang – barang mewah. b. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi membayar pajak yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan. c. Tarif pajak ekspor adalah 0%, agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga akhirnya dapat memperbesar devisa Negara. d. Pemberlakuan Tax holiday. 2.1.4 Jenis Pajak Menurut Siti Resmi (2013:7), jenis pajak dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok: 1. Menurut Golongannya. a. Pajak Langsung. Pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: pajak penghasilan yang dibayar atau ditanggung oleh pihak – pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. b. Pajak Tidak Langsung. Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: pajak pertambahan nilai terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. 2. Menurut Sifatnya. a. Pajak Subjektif.
9 Universitas Sumatera Utara
Pajak yang pengenaannya memerhatikan pada keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya. Contoh: pajak penghasilan. b.Pajak Objektif. Pajak yang pengenaannya memerhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi subjek pajak maupun tempat tinggal. Contoh : pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan. 3. Menurut Lembaga Pemungutnya. a. Pajak Negara (pajak pusat). Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya. Contoh: pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan. b.Pajak Daerah. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing – masing. Contoh: pajak kendaraan bermotor, pajak penerangan jalan, bea balik nama kendaraan bermotor. 2.2 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak 2.2.1 Kewajiban Wajib Pajak Kewajiban wajib pajak menurut Undang – undang Nomor 16 Tahun 2000 adalah: a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). b. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar. c. Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan, mengisinya dengan benar dan memasukkannya sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditetapkan. d. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan. e. Jika diperiksa, wajib:
10 Universitas Sumatera Utara
Memperlihatkan dan/atau menunjukkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen laun yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat/ruangan guna memperlancar pemeriksaan. Memberikan keterangan yang diperlukan.
2.2.2 Hak – hak Wajib Pajak Hak – hak wajib pajak menurut Undang – undang Nomor 16 Tahun 2000 adalah: a. Mengajukan surat keberatan atau banding. b. Menerima tanda bukti pemasukan, pembetulan, dan mengajukan permohonan penundaan pemasukan Surat Pemberitahuan. c. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. d. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi serta pembetulan surat ketetapan yang salah. e. Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.
11 Universitas Sumatera Utara
2.3 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 2.3.1 Pengertian dan Fungsi NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan pengertian ini maka NPWP berfungsi sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan: Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Sebagai pemenuhan kewajiban perpajakan (pembayaran pajak). Menjaga ketertiban dan pengawan administrasi perpajakan. Mendapatkan pelayanan dari instansi tertentu. NPWP ini akan dicantumkan dalam setiap dokumen yang berhubungan dengan perpajakan. NPWP terdiri dari 15 digit, terdiri dari 9 digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan. Mulai tahun 1998, NPWP ini otomatis sama dengan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). 2.3.2 Tata Cara Memperoleh NPWP Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. Adapun tempat
12 Universitas Sumatera Utara
pendaftaran untuk memperoleh NPWP adalah di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Wajib Pajak. Formulir yang harus dilampirkan pada saat pendaftaran perolehan NPWP bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha adalah: a. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia, atau paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang. b. Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang. Sedangkan formulir yang harus dilampirkan pada saat pendaftaran perolehan NPWP bagi Wajib Pajak badan adalah: a. Fotokopi Akte Pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukan dari Kantor Pusat bagi Bentuk Usaha Tetap. b. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia, atau paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal instansi yang berwenang. c. Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang.
13 Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Penghapusan NPWP Penghapusan NPWP dilakukan dalam hal terjadi kondisi sebagai berikut: a. Wajib
Pajak
orang
pribadi
meninggal
dunia
dan
tidak
meninggalkan warisan. b. Wanita kawin dengan perjanjian pemisahan harta dan peghasilan. c. Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. d. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi. e. Bentuk usaha tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap. f. Wajib Pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksud dalam hurud a dan huruf b yang tidak memenuhi syarat lain sebagai Wajib Pajak. Penghapusan tersebut dapat dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah kadaluwarsa. Namun demikian, NPWP dapat pula dihapuskan jika berdasarkan hasil pemeriksaan pajak diketahui bahwa utang pajak tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi sebab: a. Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris.
14 Universitas Sumatera Utara
b. Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi. c. Wajib Pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksud di atas tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.
2.4 Surat Pemberitahuan (SPT) 2.4.1 Pengertian Surat Pemberitahuan Berdasarkan Pasal 1 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007, Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.
2.4.2 Fungsi Surat Pemberitahuan Fungsi SPT menurut penjelasan Pasal 3 ayat 1 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2000 adalah: a. Bagi Wajib Pajak Penghasilan, SPT PPh berfungsi sebagai sarana untuk: 1. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. 2. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
15 Universitas Sumatera Utara
3. Melaporkan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak, harta dan kewajiban. 4. Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak. b. Bagi Pengusaha Kena Pajak, SPT PPN berfungsi sebagai sarana untuk: 1. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah yang sebenarnya terutang. 2. Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. 3. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam 1 (satu) Masa Pajak. 4. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pajak
yang
dipotong atau dipungut dan disetor. c. Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
16 Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Jenis Surat Pemberitahuan SPT dapat dibedakan menjadi (1) SPT Masa dan (2) SPT Tahunan. Yang dimaksud SPT Masa adalah SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak pada masa tertentu (bulanan). Ada 9 (sembilan) jenis SPT Masa, meliputi SPT Masa untuk melaporkan pembayaran bulanan: (1) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, (2) PPh Pasal 22, (3) PPh Pasal 23, (4) PPh pasal 25, (5) PPh Pasal 26, (6) PPh Pasal 4 (2), (7) PPh Pasal 15, (8) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan (9) Pemungut PPN. Sedangkan apa yang dimaksud dengan SPT Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada dua jenis SPT Tahunan, yaitu (1) SPT Tahunan PPh WP Badan, dan (2) SPT Tahunan WP Orang Pribadi (OP).
2.4.4 Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan dari masing – masing jenis Surat Pemberitahuan, baik masa maupun tahunan menurut Siti Resmi (2013:31) :
Jenis Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Tabel 2.1 Batas Penyampaian SPT Masa Yang Batas Waktu Penyampaian Menyampaikan Pemotong Pajak Tanggal 20 bulan takwim Penghasilan Pasal 21 berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Wajib Pajak 14 hari setelah berakhirmya Masa Pajak
17 Universitas Sumatera Utara
Barang Mewah atas impor Pasal 22 Impor, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor Pajak Penghasilan Pasal 22 - Bendaharawan
Direktorat Jenderal Bea dan Cuka
7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir
Bendaharawan
Tanggal 14 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 20 hari setelah Masa Pajak berikutnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir
Pajak Penghasilan Pasal 22 – Bahan Bakar Pajak Penghasilan Pasal 22 – Pemungutan oleh badan tertentu Pajak Penghasilan pasal 23
Pertamina
Pajak Penghasilan pasal 25
Wajib Pajak yang mempunyai NPWP
Pajak Penghasilan Pasal 26
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Bendaharawan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah selain Bendaharawan
Pengusaha Kena Pajak
Pemungut Pajak
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23
Bendaharawan Pemerintah
Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir 14 hari setelah Masa Pajak berakhir
Selain Bendaharawan Pemerintah
20 hari setelah Masa Pajak berakhir
Tabel 2.2 Batas Penyampaian SPT Tahunan Jenis Pajak SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan
Yang Menyampaikan Wajib Pajak yang mempunyai NPWP Wajib Pajak yang mempunyai NPWP
Batas Waktu Penyampaian 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak
18 Universitas Sumatera Utara
2.5 Pajak Penghasilan (PPh) Menurut Siti Resmi (2013:74), Pajak Penghasilan (PPh) adalah “pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak”. Peraturan perundangan yang mengatur PPh di Indonesia adalah UU No. 7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan UU No. 7 Tahun 1991, UU No. 10 Tahun 1994, dan UU No. 17 Tahun 2000; Peraturan Pemerintah; Keputusan Presiden; Keputusan Menteri Keuangan; Keputusan Direktur Jenderal Pajak maupun Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak. 2.5.1 Subjek Pajak Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), Subjek Pajak terdiri atas: 1.
Orang Pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2.
Badan. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
19 Universitas Sumatera Utara
sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. 3.
Bentuk Usaha Tetap (BUT). Bentuk Usaha Tetap (Permanent Establishment) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak luar negeri untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
Tempat kedudukan manajemen. Cabang perusahaan. Kantor perwakilan. Gedung kantor. Pabrik. Bengkel. Pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.
2.5.1.1 Penggolongan Subjek Pajak Menurut Pasal 2 Ayat 2 UU PPh Subjek Pajak dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Subjek Pajak Dalam Negeri Menurut Pasal 2 ayat (3) UU PPh yang termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri adalah:
20 Universitas Sumatera Utara
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia. b. Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. c. Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. d. Warisan
yang
belum
terbagi
sebagai
satu
kesatuan
menggantikan yang berhak. e. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. 2. Subjek Pajak Luar Negeri Menurut Pasal 2 ayat (4) UU PPh yang termasuk dalam Subjek Pajak Luar Negeri adalah: a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. b. Badan yang didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. 2.5.1.2 Kewajiban Pajak Subjektif Menurut Pasal 2A UU PPh beserta penjelasannya, kewajiban pajak diatur sebagai berikut: a.
Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri: Dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
21 Universitas Sumatera Utara
Berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama – lamanya. b.
Subjek Pajak badan dalam negeri: Dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
c.
Warisan yang belum terbagi: Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut. Berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
d.
Subjek Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT: Dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT. Berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT.
e.
Subjek Pajak orang pribadi atau badan luar negeri nonBUT: dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia. berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut
22 Universitas Sumatera Utara
2.5.1.3 Tidak Termasuk Subjek Pajak Menurut Pasal 3 UU PPh, orang atau badan yang tidak termasuk sebagai Subjek Pajak adalah: a. Badan perwakilan Negara asing. b. Pejabat – pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat – pejabat lain dari Negara asing, dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama – sama mereka, dengan syarat: Bukan warga Negara Indonesia. Di
Indonesia
tidak
menerima
atau
memperoleh
penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. c. Organisasi – organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (Kepmenkeu No. 574 Tahun 2000) dengan syarat: Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
23 Universitas Sumatera Utara
d. Pejabat – pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (Kepmenkeu No. 574 Tahun 2000) dengan syarat: Bukan warga Negara Indonesia Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia Di samping itu, menurut penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU PPh terdapat unit Pemerintah Indonesia yang tidak termasuk Subjek Pajak adalah: a. Dibentuk berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku. b. Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD. c. Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah. d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara. 2.5.2 Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak 2.5.2.1 Penghasilan yang Menjadi Objek Pajak Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh disebutkan bahwa yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun, antara lain:
24 Universitas Sumatera Utara
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang –undang. b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau legiatan dan penghargaan. c. Laba usaha. d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta. e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. f. Bunga ternmasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing. m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi. o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah. r. Imbalan bungan sebagaimana dimaksud dalam Undang – undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. s. Surplus Bank Indonesia. Menurut Pasal 4 ayat (2), penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final adalah: a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. b. Penghasilan berupa hadiah undian. c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi deviratif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalisahn penyertaan modal pada 25 Universitas Sumatera Utara
perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan. e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
2.5.2.2 Penghasilan yang Bukan Objek Pajak Sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU PPh, jenis penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak, sehingga tidak terutang PPh meskipun diterima/diperoleh oleh Subjek Pajak adalah: a. 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak. 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak – pihak yang bersangkutan. b. Warisan. c. Harta termasuk setoran tuani yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dati Wajib Pajak atau Pemerintah. e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang priibadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransu jiwa, asuransi dwiguna dan asurasi bea siswa. f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan 2. Bagi perseroan terbatas, BUMN / BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor
26 Universitas Sumatera Utara
dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut. g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang – bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham – saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi. j. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh reksadana selama lima tahun pertama sejak tanggal pendirian atau tanggal kontrak. k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha dari kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1. Merupakan perusahaan kecil, menengah atau menjalankan kegiatan dalam sektor – sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan 2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 2.5.3 Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada Subjek Pajak Menurut Wirawan dan Rudy (2007:5): a. Apabila seseorang atau badan hukum termasuk Subjek Pajak, dan menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, maka Subjek Pajak tersebut menjadi Wajib Pajak. Oleh karena itu wajib mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan wajib membayar Pajak Penghasilan.
27 Universitas Sumatera Utara
b. Oleh karena Pajak Penghasilan dikenakan Subjek Pajak yang memperoleh penghasilan, maka Pajak Penghasilan disebut Pajak Subjektif. Dan karena Pajak Penghasilan dibebankan langsung kepada Subjek Pajak yang menerima penghasilan dan bebannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, maka Pajak Penghasilan disebut Pajak Langsung. c. Apabila seseorang atau badan hukum termasuk Subjek Pajak dan tidak menerima/memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, maka Subjek pajak tersebut tidak menjadi Wajib Pajak, dan karenanya tidak wajib untuk membayar Pajak Penghasilan. d. Apabila seseorang atau badan hukum tidak termasuk Subjek Pajak, maka orang atau badan hukum tersebut tidak mempunyai kewajiban untuk membayar Pajak Penghasilan meskipun menerima penghasilan yang menjadi objek pajak. 2.5.4 Penghitungan Pajak Penghasilan Komponen untuk menghitung besarnya PPh yang terutang menurut Wirawan dan Rudy (2007:6) adalah 1. Tarif Pajak Penghasilan, dan 2. Jumlah penghasilan yang menjadi dasar penghitungan pajak. Jumlah penghasilan yang menjadi dasar perhitungan pajak tersebut adalah jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam 1 tahun pajak. Menurut penjelasan Pasal1 UU PPh dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan tahun pajak adalah tahun takwim (1 Januari s.d. 31 Desember), namun dapat juga menggunakan buku yang tidak sama dengan tahun takwim dengan syarat meliputi jangka waktu 12 bulan, contoh 1 April 2010 s.d. 31 Maret 2011 disebut tahun pajak 2010 karena bagian dari tahun 2010 (9 bulan) lebih besar dari tahun 2011 (3 bulan).
28 Universitas Sumatera Utara
2.5.5 Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Setelah diketahui besarnya PPh yang terutang, Wajib Pajak tersebut wajib untuk melakukan pembayaran/penyetoran pajak. Sesuai ketentuan UU PPh, pembayaran PPh yang terutang tidak dilakukan pada akhir tahun pajak saja namun dilakukan melalui: a. Pemotongan atau pemungutan PPh oleh pihak yang membayar penghasilan. Bagi pihak penerima penghasilan, pada umumnya PPh yang dipotong pihak lain tersebut merupakan pembayaran pajak pendahuluan/di muka (kecuali ditetapkan lain, misalnya bersifat final), dan dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang 1 (satu) tahun pajak. PPh yang dipotong/dipungut pihak lain diantaranya: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24, PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 25. Dengan adanya sistem pemotongan/pemungutan PPh dalam pembayaran pajak, Wajib Pajak disamping menghitung, menyetor dan melaporkan diri sendiri PPh yang terutang atas penghasilan yang
diterimanya
juga
mempunyai
kewajiban
sebagai
Pemotong/Pemungut Pajak apabila melakukan pembayaran biaya yang merupakan penghasilan pihak lain Kewajiban Wajib Pajak sebagai Pemotong/Pemungut pajak, antara lain: Pemotong PPh Pasal 21 UU PPh: apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran gaji, upah dan sejenisnya dalam hubungan kerja kepada orang pribadi.
29 Universitas Sumatera Utara
Pemotong/pemungut PPh Pasal 22 UU PPh: apabila Wajib Pajak tertentu (termasuk bendaharawan) melakukan penjualan atau pembelian barang. Pemotong PPh Pasal 23 UU PPh: apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran bunga, dividen, royalti (passive income), sewa harta dan jasa kepada Wajib Pajak Dalam Negeri. Pemotong PPh Pasal 26 UU PPh: apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran penghasilan kepada Wajib Pajak Luar Negeri. Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) UU PPh: apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran penghasilan tertentu. Pemotong PPh Pasal 15 UU PPh: apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran penghasilan kepada Wajib Pajak Tertentu. b. Pembayaran sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri merupakan pembayaran pendahuluan atas PPh yang terutang pada tahun pajak yang bersangkutan. Jenis pembayaran PPh yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri antara lain: Pembayaran angsuran PPh tiap bulan (PPh Pasal 25). Pembayaran Fiskal Luar Negeri. PPh Pasal 29 apabila PPh terutang 1 tahun pajak lebih besar dari PPh yang dipotong pihak lain dan pembayaran PPh Pasal 25 serta fiskal luar negeri. Tempat pembayaran pajak telah ditentukan yaitu Bank Persepsi (bank yang menerima pembayaran pajak) dan di Kantor Pos & Giro. Demikian pula jangka waktu pembayaran PPh juga telah ditentukan oleh Undang – Undang, sehingga apabila pembayaran tersebut melampaui atau melewati jangka waktu yang telah
30 Universitas Sumatera Utara
ditentukan akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga keterlambatan sebesar 2% per bulan. 2.6 Pajak Penghasilan Badan Menurut Diana dkk (2010:311) badan adalah “sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha”. 2.6.1 Tarif PPh WP Badan Dalam Negeri dan BUT Tarif PPh untuk wajib pajak badan dalam negeri dan BUT sebelumnya menggunakan tarif progresif sampai tahun 2008 seperti yang ditunjukkan dalam tabel: Tabel 2.3 Tarif PPh Badan 2008 Penghasilan Kena Pajak
Tarif
Sampai dengan Rp 50.000.000
10 %
Rp 50.000.000 s Rp 100.000.000
15 %
Di atas Rp 100.000.000
30%
Secara ekonomi, badan usaha hanya merupakan sarana berusaha untuk memperoleh penghasilan pengusaha orang pribadi sehingga pengenaan PPh (badan dan orang pribadi) menyebabkan pajak ganda ekonomis dan akan menjadi berlebihan kalau dikenakan pajak progresif. Bahkan untuk mendorong pemupukan modal yang besar agar tercapai skala ekonomi yang efisien dan memperkuat daya saing, di beberapa negara dilakukan integrasi pemajakan badan dengan Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) pemegang saham badan
31 Universitas Sumatera Utara
dengan modal kredit pajak badan atau dikenal dengan Imputation System. Penerapan pajak progresif juga dapat mendorong pemecahan perusahaan besar menjadi perusahaan kecil – kecil untuk menghindari progresivitas pajak sehingga menyebabkan alokasi sumber daya nasional kurang optimal. Pasal 17 ayat (1) huruf b UUPPh (UU No. 36 tahun 2008) menyatakan bahwa wajib pajak badan dan BUT dikenakan tarif tunggal sepadan sebesar 28%. Tarif 28% hanya berlaku tahun 2009 karena berdasarkan Pasal 17 (2a) sejak tahun pajak 2010 diturunkan menjadi 25%. Mungkin untuk memperkuat daya saing beban pajak dan menyediakan efisiensi beban PPh badan, Indonesia memang menghendaki tarif PPh badan sebesar 25%. Menurut Yustinus (2014:186) tarif PPh yang berlaku bagi PT ditunjukkan dalam tabel: Tabel 2.4 Daftar Tarif PPh Badan No Tarif Batasan / syarat 1 Tarif 28% 1. Sesuai pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh 2. Menurut pasal 17 ayat (2a) UU PPh, taraif ini akan berubah menjadi 25% mulai tahun pajak 2010 2 Tarif lebih rendah 5% dari tarif Dasar hukumnya Pasal 17 ayat (2b) UU normal menurut pasal 17 ayat PPh, Peraturan Pemerintah Nomor 81 (1) huruf b UU PPh tahun 2007, Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 238/PMK.3/2008. Syaratnya sebagai berikut: 1. Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan saham tersebut dimiliki paling sedikit oleh 300 pihak
32 Universitas Sumatera Utara
3
2. Masing – masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang disetor 3. Ketentuan di atas harus dipenuhi oleh wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka dalam waktu paling singkat 6 bulan dalam jangka waktu 1 tahun pajak 4. Wajib pajak harus melampirkan surat keterangan dari biro administrasi efek pada surat pemberitahuan tahuan PPh WP badan dengan melampirkan formulir X.H.1-6 sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor X.H.1 untuk setiap tahun pajak terkait 5. Surat keterangan dibuat untuk setiap tahun pajak dengan mencantumkan nama wajib pajak, NPWP, tahun pajak serta menyatakan bahwa dalam waktu paling singkat 6 bulan dalam jangka waktu 1 tahun pajak: a.Saham wajib pajak dimiliki oleh publik paling sedikit 40% dari keseluruhan saham yang disetor b.Saham wajib pajak yang dimiliki oleh publik dimiliki paling sediti oleh 300 pihak dan masing – masing pihak hanya memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang disetor Tarif menurut pasal 31 E UU Wajib pajak badan dalam negeri dengan PPh peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 mendapat fasiitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000
33 Universitas Sumatera Utara
Namun dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013, tarif pajak kembali berubah untuk wajib pajak yang memiliki peredaran bruto di bawah Rp 4.800.000.000, yaitu dikenakan sebesar 1% dari omset. 2.7 Pajak Penghasilan Pasal 25 Menurut Siti Resmi (2013: 345), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 adalah “angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang – undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – undang No. 17 Tahun 2000”. Tujuan pembayaran angsuran setiap bulan itu sendiri dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam membayar pajak terutang. Untuk menghitung angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulannya adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan (Thomas Sumarsan, 2013:323): a.
b.
Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Angsuran PPh Pasal 25 tersebut dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak,
yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan.
34 Universitas Sumatera Utara
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan – bulan sebelum Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Mengingat batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh bagi WP orang pribadi adalah akhir bulang ketiga tahun pajak berikutnya, dan bagi WP badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk bulan – bulan sebelum SPT Tahunan disampaikan sama dengan bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
2.8 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Sejak 1 Juli 2013, telah dikeluarkan dan diberlakukan Peraturan Pemerintah yang mengatur megenai Pajak Penghasilan. Ketentuan Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 merupakan kebijakan pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, baik orang pribadi maupun badan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) dalam PP 46, Wajib Pajak yang memenuhi kriteria untuk Peraturan ini adalah Wajib Pajak orang pribadi atau badan tidak termasuk bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha, tidak
35 Universitas Sumatera Utara
termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran yang tidak melebihi Rp 4.8 Miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Kebijakan Pemerintah dengan pemberlakuan PP ini didasari dengan maksud: a. Untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan. b. Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi. c. Mengedukasi masyarakat untuk transparansi. d. Memberikan kesempatan masyarakat untuk kontribusi dalam penyelanggaraan Negara. Tujuan dari pemberlakuan PP ini adalah: a. Kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan b. Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat c. Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Objek pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan PP No. 46 Tahun 2013 ini adalah semua penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp 4.8 Miliar dalam 1 (satu) tahun pajak. Peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto (omzet) semua gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya. Pajak yang terutang dan harus dibayar adalah 1% dari jumlah peredaran bruto. Objek pajak yang tidak dikenai PPh ini adalah: a. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, seperti misalnya: dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana diuraikan dalam penjelasan PP tersebut b. Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat (2)), seperti sewa kamar kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan,
36 Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah sendiri c. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
2.9
Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan
penelitian terhadapat PP 46 Tahun 2013 maupun PPh Pasal 25. Diantaranya sebagai berikut:
No 1
2
3
Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian I Putu Gede Penerapan Akuntansi PP No. 46 memberi keuntungan Diatmika (2013) Pajak Atas PP No. pada pengusaha menengah kecil 46 Tahun 2013 yang berada di lingkungan Tentang PPh Atas masyarakat perkotaan maupun Penghasilan Dari pedesaan yang mempunyai Usaha Wajib Pajak peredaran usaha kurang dari Rp yang Memiliki 4,8 Miliar setahun. Oleh karena Peredaran Bruto itu sudah selayaknya PP No. 46 Tertentu dijadikan instrumen untuk menutup defisit penerimaan pajak di tiap – tiap Kantor Pelayanan Pajak setempat Januari Trisyani Analisis Pengaruh terdapat pengaruh yang Putri (2013) Penerimaan Pajak signifikan Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Penghasilan Pasal 25 Badan Badan Terhadap terhadap Total Penerimaan Pajak Total Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Palembang Astri Corry N. Ds Pengaruh Penerapan tingkat pertumbuhan jumlah (2013) Peraturan Wajib Pajak terus meningkat Pemerintah No. 46 dengan diberlakukannya PP ini. Tahun 2013 Kontribusi yang diberikan oleh Terhadap Tingkat pajak UMKM terhadap Pertumbuhan Wajib penerimaan PPh Pasal 4 Ayat (2) Pajak UMKM dan sejak diterapkannya PP No. 46 Penerimaan PPh Tahun 2013 selalu meningkat Pasal 4 Ayat (2) meskipun masih dalam kategori (Studi Kasus pada sangat kurang.
37 Universitas Sumatera Utara
4
Yesilia Pratanca
KPP Pratama Malang Selatan) Analisis Perbandingan Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Badan (Studi Kasus PP No. 46 Tahun 2013 dengan Pasal 31E ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008)
Setiap perusahaan dapat menghemat jumlah pembayaran pajak dengan cara menerapkan perencanaan pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
2.10 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) badan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Pajak Penghasilan Pasal 25
Analisis
Menghitung besarnya pajak yang dikenakan dari penghasilan, khususnya penghasilan badan terbagi oleh 2 cara, yaitu dengan menggunakan PPH pasal
38 Universitas Sumatera Utara
25, dan menggunakan PP 46. PP 46 sendiri mulai berlaku sejak 31 Juli 2013, yaitu pertengahan tahun pajak 2013. PP 46 diberlakukan untuk wajib pajak yang mempunyai peredaran bruto tertentu, yaitu di bawah Rp 4.8 milyar setahunnya. PPh 25 awalnya berlaku untuk semua wajib pajak, tidak memandang
berapa
jumlah
peredaran
bruto
nya.
Namun
setelah
dikeluarkannya peraturan baru ini, PPh 25 dikenakan kepada wajib pajak, khususnya badan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib pajak yang dikenakan pajak final menurut PP 46, dengan tarif menurut Pasal 17 dan Pasal 31 E Undang – Undang No. 36 Tahun 2008. Dengan dikeluarkannya peraturan baru ini, tentu akan menimbulkan dampak positif ataupun negatif untuk wajib pajak. Oleh karena itu dilakukan analisis untuk mengetahui bagaimana efek dengan perubahan peraturan ini terhadap perusahaan, penerapan masing – masing bagian, dan perbandingannya antara PPh 25 dengan PP 46.
39 Universitas Sumatera Utara