BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Pemahaman Siswa Pemahaman siswa adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi - materi yang diajarkan kepada siswa bukan sebagai hafalan tapi lebih jauh lagi. Pemahaman siswa terhadap pelajaran merupakan salah satu tujuan dari setiap yang disampaikan oleh guru, karena guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Dhiasari
(2006;17) yang
menyatakan bahwa tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa siswa kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu agar bahan yang disampaikan dipahami sepenuhnya. Memahami atau pemahaman menurut W.J.S. Poerwodarminto dalam Kamus Bahasa Indonesia berasal dari kata “ paham” diartikan sebagai mengerti benar tentang sesuatu hal. Sedangkan pemahaman siswa adalah proses, perbuatan, cara memahami sesuatu. Dan belajar adalah upaya memperoleh pemahaman, hakekat belajar itu sendiri adalah usaha mencari dan menemukan makna atau pengertian. Berkaitan dengan hal ini J. Murshell mengatakan : “Isi pelajaran yang bermakna bagi anak dapat dicapai bila pengajaran mengutamakan pemahaman, Definisi
di
wawasan atas,
tidak
(insight) bersifat
bukan operasional,
hafalan sebab
dan
tidak
latihan.
memperlihatkan
perbuatan psikologis yang diambil seseorang jika ia memahami. Pencapaian belajar
mengajar.
belajar
mengajar
pemahaman
siswa
Sebagaimana berupaya
dapat
dilihat
kegiatan-kegiatan untuk 1
mengetahui
pada yang
waktu lainnya,
tingkat
proses kegiatan
keberhasilan
(pemahaman) evaluasi
siswa
hasil
dalam
belajar
mencapai
memiliki
tujuan
saran
berupa
yang
diterapkan
ranah-ranah
yang
maka
terkandung
dalam tujuan yang diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu : 1. Ranah Kognitif Ranah
kognitif
berhubungan informasi
berkenaan
dengan
serta
dengan
ingatan
atau
hasil
pengenalan
belajar
intelektual
terhadap
pengetahuan
pengembangan keterampilan intelektual, menurut
yang dan
taksonomi
(penggolongan) ranah kognitif ada enam tingkat, yaitu : a. Pengetahuan, pengenalan
merupakan dan
tingkat
pengingat
terendah
kembali
dari
ranah
terhadap
kognitif
berupa
pengetahuan
tentang
fakta, istilah dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti mempelajari. b. Pemahaman, memantau
merupakan mengerti
tentang
tingkat isi
berikutnya
pelajaran
berupa
yang
kemampuan
dipelajari
tanpa
perlu
menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya. c. Penggunaan generalisasi
atau atau
penerapan, abstraksi
merupakan
yang
sesuai
kemampuan
dengan
situasi
menggunakan yang
kongkret
dan situasi baru. d. Analisis,
merupakan
kemampuan
menjabarkan
isi
pelajaran
ke
dalam
struktur yang baru. e. Sintesis,
merupakan
kemampuan
menggabungkan
unsur-unsur
pokok
ke dalam struktur yang baru. f. Evaluasi,
merupakan
kemampuan
maksud atau tujuan tertentu. 2. Ranah Afektif
2
menilai
isi
pelajaran
untuk
suatu
Ranah
afektif
berkenaan
dengan
sikap
yang
terdiri
dari
lima
aspek
yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan interaksi. 3. Ranah Psikomotorik. Ranah
psikomotorik
keterampilan gerakan
dan
adalah
menjelaskan atau atau
kemampuan
keterampilan
Pemahaman
dengan
didengarnya,
berkenaan
petunjuk
ekspresif
misalnya
kalimatnya contoh
hasil
keharmonisan
gerakan
belajar,
susunan
memberi
menggunakan
perseptual,
kompleks, hasil
dengan
sendiri
lain
dari
penerapan
yang
pada
(ketepatan),
dan
interpretatif.
anak
atas
belajar
didik
apa
yang
telah
dapat dibacanya
dicontohkan
kasus
lain.
guru
Pemahaman
dapat dibedakan menjadi tiga kategori : a. Tingkat dalam
terendah arti
adalah
yang
pemahaman
sebenarnya,
terjemahan
misalnya:
dari
mulai
bahasa
dari
Inggris
terjemahan ke
bahasa
Indonesia. b. Tingkat
kedua
bagian-bagian
adalah
pemahaman
terdahulu
dengan
penafsiran, yang
yakni
diketahui
menghubungkan berikutnya
atau
menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian. c. Tingkat tertulis
ketiga dapat
(tingkat membuat
tertinggi) ramalan
adalah
konsekuensi
pemahaman
ekstrapolasi
atau
memperluas
dapat
persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus atau masalahnya. (http://id.shvoong.com/ pengertian-pemahaman-siswa) Pemahaman menurut Syamsudin (Dhiasari, 2006;17) merupakan suatu tingkatan hasil belajar yang indikatornya adalah individu belajar dapat menjelaskan atau mendefinisikan satu informasi dengan menggunakan kata – kata sendiri.
3
Sementara itu pemahaman menurut Peter W Hewson dan Richard Thorley (Dhiasari, 2006 ; 18) adalah konsepsi yang bisa dicerna atau dipahami oleh siswa sehingga siswa mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut serta dapat mengeksplorasi kemungkinan yang terkait. Berdasarkan pernyataan diatas, siswa dikatakan memahami suatu konsep atau paham terhadap konsep yang diberikan dalam proses belajar mengajar jika ia mampu mengemukakan atau menjelaskan suatu konsep yang diperolehnya berdasarkan kata – kata sendiri, tidak sekedar menghapal. Selain itu juga dapat menemukan dan menjelaskan kaitan suatu konsep dengan konsep lainnya yang telah diberikan terlebih dahulu. Membangun pemahaman pada setiap belajar akan memperluas pengetahuan yang dimiliki, semakin luas pengetahuan tentang ide atau gagasan yang dimiliki semakin bermanfaat dalam menyelesaikan suatu masaalah yang dihadapi. Dengan pemahaman diharapkan tumbuh pemahaman siswa untuk mengkomunikasikan konsep yang telah dipahami dengan baik dan benar pada setiap menghadapi permasalahan dalam belajar.
2.1.2. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Dalam dunia pendidikan istilah belajar dan pembelajaran bukanlah hal yang asing. Namun pada kenyataannya banyak sekali yang tidak mengetahui apakah pengertian belajar dan pembelajaran. Pengertian belajar menurut beberapa sumber, yaitu sebagai berikut : Menurut Gagne (Agus Supriono 2009 : 2), belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan sesorang secara alamiah. Dalam pandangan lain Croabanch (Agus Supriono 2009 : 2) mendefinisakan Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Jadi menurut Croanbach, belajar
4
sebaik – baiknya adalah dengan mengalami dan dengan mengalami itu peserta didik menggunakan panca inderanya. Sedangkan menurut Bell – Gredler (Udin S. Winaputra 2008 : 9) pengertian belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan, keterampilan, dan sikap. Ketiga hal ini diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat Dari beberapa pengertian belajar dari beberapa diatas dapat disimpulkan pengertian belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan individu dalam perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif, psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu. Belajar merupakan tindakan siswa yang kompleks. Yang hanya dialami oleh siswa itu sendiri. Belajar tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan (kognitif) tetapi juga meliputi seluruh kemampuan individu. Menurut Udin S. Winaputra ( 2008 : 10) Ciri – ciri belajar adalah sebagai berikut : 1. Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif serta keterampilan (psikomotor). 2. Perubahan itu merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan. Interaksi ini dapat berupa fisik dan psikis. 3. Perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen. Sementara menurut Gagne, Brigs, dan wagner (Udin S. Winaputra 2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Menurut Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentan sistem
5
pendidikan nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik agar dapat berjalan dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seseorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran. Pembelajaran merupakan terjemahan dari learning dan pengajaran terjemahan dari teaching (Agus Suprijono, 2009 : 11). Walaupun pembelajaran dan pengajaran memiliki konotasi yang berbeda, dalam konteks pendidikan guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu yang objektif yang ditentukan, juga dapat mempengaruhi perubahan sikap, serta keterampilan seseorang peserta didik. Pengajaran memberikan kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan interaksi antara guru dengan peserta didik (Agus Suprijono, 2009 : 12).
2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation 2.1.3.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam Pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai 6
bahan pelajaran.
Menurut
Slavin
bahwa pendekatan konstruktivis dalam pengajaran
menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep itu dengan temannya ( Slavin 2008 : 9). Sedangkan menurut Panitz ( Agus Suprijono : 54) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif disebut juga metode gotong royong. Sifat belajar cooperative learning tidak sama dengan belajar kelompok atau belajar bekerja sama biasa. Dalam kerja kelompok guru biasanya memberi kelompok lalu memberikan tugas kelompok tanpa rancangan tertentu yang dapat membuat setiap siswa menjadi aktif. Akibatnya, siswa ada yang bekerja aktif tetapi ada juga yang pasif, ataupun bahkan ada yang main-main atau ngobrol. Sementara itu, pembelajaran cooperative learning, setiap siswa dituntut untuk bekerja dalam kelompok melalui rancangan-rancangan tertentu yang sudah dipersiapkan oleh guru sehingga seluruh siswa harus bekerja aktif. Menurut Robert R. Slavin, Belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar kelompok biasa. Model pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik tertentu, yaitu:
1. Tujuan kelompok Sebagian besar metode belajar kelompok ini mempunyai beberapa bentuk tujuan kelompok. 2.
Pertanggung jawaban individu Pertanggung jawaban individu dicapai dengan dua cara, pertama memperoleh skor kelompok. Cara yang kedua dengan memberikan tugas khusus yaitu setiap siswa diberi tanggung jawab untuk setiap bagian dari tugas kelompok.
3.
Kesempatan untuk sukses 7
Keunikan dalam metode belajar kelompok ini yaitu menggunakan metode scoring yang menjamin setiap siswa memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam kelompok mereka. 4.
Kompetisi antar kelompok Adanya kompetisi antar kelompok berarti memotivasi siswa untuk ikut aktif dan berperan dalam pembentukan konsep suatu materi.
(Slavin, 2008 : 27) Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1. Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan sacara bersama. 2.
Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3.
Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, budaya dan jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap kelompokpun terdapat ras, suku, agama, dan jenis kelamin yang berbeda pula.
4. Penghargaan lebih mengutamakan pada kerja kelompok daripada kerja perorangan (http://www.naskahakademik.net, 15 April 2012). Roger dan David Johnson (Anita Lie, 2010 : 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada 5 unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran cooperative, yaitu: 1. Saling ketergantungan positif Keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. 8
2. Tanggung jawab perseorangan Setiap anggota dalam kelompok bertanggungjawab untuk melakukan yang
terbaik.
Setiap anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. 3. Tatap muka Setiap anggota kelompok dalam kelompoknya, harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan ini akan menguntungkan baik bagi anggota maupun kelompoknya. Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik daripada hasil pemikiran satu orang saja.
4. Komunikasi antar anggota Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok sangat tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapat mereka. 5. Evaluasi proses kelompok Evaluasi proses kelompok dalam pembelajaran kooperatif diadakan oleh guru agar siswa selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih baik. Waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Langkah langkah pembelajaran kooperatif dari awal hingga akhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1. Langkah – langkah Pembelajaran Kooperatif 9
Fase – Fase
Perilaku Guru
Fase 1 : Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2 : Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3 : Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok-kelompok belajar dan membentuk setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4 : Membantu Kerja tim dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5 : Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 : Memberikan penghargaan
Guru mencari cara menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok
(Agus Suprijono, 2009 : 65) Selanjutnya dalam Pembelajaran Kooperatif ada empat pendekatan pembelajaran kooperatif (Robert E. Slavin, 2008, 9), yaitu sebagai berikut : 1. Student Teams Achievement Division (STAD) STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 45 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan
10
materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu. 2. Group Investigation / Investigasi kelompok Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelen. Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat pada guru. Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru membagi kelas menjadi kelompok - kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
3. Pendekatan Struktural
11
Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan-kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tugas yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, di mana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberi jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada penghargaan individual. Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok 4. Jigsaw Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan temanteman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. 2.1.3.2. Pengertian Group Investigation Group Investigation adalah merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif. Model Group Investigation adalah model pembelajaran yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan - bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet (Robert E. Slavin, 2008 : 2140). Pada pembelajaran GroupInvestigation siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk 12
menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama dan tahap terakhir pembelajaran. Proses ini diharapkan akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar mereka. Semakin aktif mereka, akan semakin meningkatkan hasil belajar mereka. Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapakan, karena pada model ini siswa terlibat dari awal, yaitu pemilihan topik. Dalam model ini siswa juga diajari keterampilan komunikasi dengan teman sebaya, dan saling membantu satu sama lain dalam proses kelompok yang baik. 2.1.3.3. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation Menurut Suhaida Abdul Kadir dalam Model Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu : penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowladge, dan dinamika kelompok. 1.
Penelitian (inquiry) yaitu proses perangsangan siswa dengan menghidupkan suatu masalah. Dalam proses ini siswa merasa dirinya perlu memberikan reaksi terhadap masalah yang dianggap perlu untuk diselesaikan. Masalah ini didapat dari siswa sendiri atau diberikan oleh guru.
2.
Pengetahuan yaitu pengalaman yang tidak dibawa sejak lahir namun diperoleh siswa melalui pengalaman baik secara langsung maupun tidak langsung.
3.
Dinamika kelompok, menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok individu yang saling berinteraksi mengenai sesuatu yang sengaja dilihat atau dikaji bersama dengan berbagai ide dan pendapat serta saling tukar-menukar pengalaman dan saling berargumentasi. (Suhaida Abdul Kadir, 2005: 67). Siti Maesaroh (2005 : 25) mengemukakan hal penting untuk melakukan model Group
Investigation adalah : 1. Membutuhkan Kemampuan kelompok
13
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan,
siswa dapat mencari informasi dari
berbagai informasi dari dalam maupun diluar kelas. Kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja. 2. Rencana Kooperatif Siswa bersama – sama menyelidiki masaalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di kelas.
3. Peran Guru Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok – kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok. Trianto (2010 : 79) mengemukakan bahwa dalam implementasi tipe investigasi kelompok (Group Investigation) ada enam tahap, yaitu guru membagi kelas menjadi kelompok – kelompok dengan anggota 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Kelompok disini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakrabatan persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya didepan kelas, kemudian mengadakan evaluasi Robert E. Slavin membagi langkah – langkah pelaksanaan model Group Investigation dalam enam tahapan. Langkah – langkah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Seleksi topik dan pembentukan kelompok Tingkatan ini menekankan pada permasalahan, siswa meneliti, mengajukan topik dan 14
saran. Peranan ini dimulai dengan setiap siswa diberikan modul yang berisikan kisi-kisi; dari langkah ini diharapkan siswa mampu menebak topik apa yang akan disampaikan kemudian siswa yang memiliki topik yang sama dikelompokkan menjadi satu kelompok dalam penyelidikan nanti. Dalam hal ini peran dari guru adalah membatasi jumlah kelompok, membagi komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik
serta membantu mengumpulkan informasi dan
memudahkan pengaturan. 2. Merencanakan Tugas Belajar Pada tahap ini anggota kelompok menentukan subtopik yang akan diinvestigasi dengan cara mengisi lembar kerja yang telah tersedia serta mengumpulkan sumber untuk memecahkan masalah yang tengah diinvestigasi. Setiap siswa menyumbangkan kontribusinya terhadap investigasi kelompok kecil. Kemudian setiap kelompok memberikan kontribusi kepada penelitian untuk seluruh kelas. 3. Menjalankan Investigasi Siswa secara individual atau berpasangan mengumpulkan informasi, menganalisa dan mengevaluasi serta menarik kesimpulan. Setiap anggota kelompok memberikan kontribusi satu dari bagian penting yang lain untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan mengadakan saling tukar menukar informasi dan mengumpulkan ide-ide tersebut untuk menjadi suatu kesimpulan. 4. Menyiapkan laporan akhir Pada tahap ini merupakan tingkat pengorganisasian dengan mengintegrasikan semua bagian menjadi keseluruhan dan merencanakan sebuah presentasi di depan kelas. Setiap kelompok telah menunjuk salah satu anggota untuk mempresentasikan tentang laporan hasil penyelidikannya yang kemudian setiap anggotanya mendengarkan. Peran guru di sini sebagai penasehat, membantu memastikan setiap anggota kelompok ikut andil di 15
dalamnya. 5. Penyajian Hasil Akhir Setiap kelompok telah siap memberikan hasil akhir di depan kelas dengan berbagai macam bentuk presentasi. Diharapkan dari penyajian presentasi yang beraneka macam tersebut, kelompok lain dapat aktif mengevaluasi kejelasan dari laporan setiap kelompok dengan melakukan tanya jawab. 6. Evaluasi Pada tahap ini siswa memberikan tanggapan dari masing-masing topik dari pengalaman afektif mereka. Sedangkan guru dan siswa yang lain berkolaborasi mengevaluasi proses belajar sehingga semua siswa diharapkan menguasai semua subtopik yang disajikan (Robert E. Slavin, 2008 : 215) Menurut Bruce Joyce, Marsha Weil dan Emily Calhoun (2000: 51) dalam model Group Investigation ini guru hanya berperan sebagai konselor, konsultan dan pemberi kritik yang bersahabat. Di dalam model ini seyogyanya guru membimbing dan mencerminkan kelompok melalui tiga tahap: 1. Tahap pemecahan masalah 2. Tahap pengelolaan kelas 3. Tahap pemaknaan secara perorangan (http://gurupkn.wordpress.com. 16- 4 - 2012)
2.2. Kajian Relevan Dorkas H. Gardjalay (2011) Penerapan Model Kooperatif Tipe Group Investigation untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS siswa kelas V SDN Madyopuro II Kecamatan Kedung
kandang Kota Malang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
penerapan pembelajaran Group Investigasi dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS 16
pada siswa kelas V SDN Madyopuro. Tentunya model pembelajaran ini bisa di terapkan pada kelas yang berbeda, tingkatan yang berbeda ataupun mata pelajaran yang berbeda pula.
2.3. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : “ Bahwa model pembelajaran kooperatif Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar dengan Pemahaman konsep siswa tentang materi yang digunakan dalam proses pembelajaran, Kolaborasi siswa dan guru untuk mengevaluasi proses belajar sehingga siswa mampu menguasai semua subtopik yang disajikan.
2.4.
Indikator Kinerja Indikator kinerja dalam penelitian ini adalah apabila proses kegiatan belajar
mengajar yang dilaksanakan melalui kooperatif group investigation, maka hasil belajar siswa mengalami keberhasilan dengan ditunjukkan oleh daya serap siswa mimimal 75%.
17