BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Hasil Belajar Pada Materi Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Bloom (2011: 22-31) yang secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yakni “ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Dalam ranah kognitif terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah pengetahuan, hafalan, ingatan, pemahaman, peneraapan, analisis, penilaian, berkreasi. Ranah efektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang yaitu receiving atau attending (menerima atau memperhatikan), responding (menanggapi), valuing (menilai atau menghargai), organization (mengatur atau mengorganisasikan), characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai). Psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktifitas fisik misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar adalah kemampuan atau pemahaman siswa dalam penugasan materi dan ilmu pengetahuan melalui proses belajar yang dilakukan secara sadar dan dapat diketahui setelah gurumelakukan pengujian dengan menggunakan tes dengan melihat hasil yang diperolehdari hasil belajar”
2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar Purwanto (2011: 34) mengatakan hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar, perubahan itu diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. (Horward Kingskey membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebebasan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita (Sudjana, 2012: 22) sedangkan menurut Suprijono (dalam Thobroni, 2010: 22) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. a. Keterampilan motoris (motor skill), yaitu perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan, misalnya melempar bola, main tenis meja, mengemudi mobil. b. Informasi verbal, yaitu menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis, menggambar. c. Kemampuan intelektual, yaitu manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan simbol-simbol. d. Strategi kognitif, yaitu organanisasi keterampilan yang internal (in-ternal organized skill) e. Sikap, yaitu kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak tergantung atau dipengaruhi oleh hubungan verbal seperti halnya domain yang lain. 1. Jenis hasil belajar ranah kognitif a. Tipe hasil belajar: pengetahuan Dalam taksonomi Bloom, istilah “pengetahuan” diterjemahkan dari knowledge, istilah “ pengetahuan” ini sebenarnya kurang tepat sebab selain mengandung makna pengetahuan faktual juga pengetahuan hafalan pengetahuan untuk diingat, misalnya rumus, baatasan, definisi, istilah, pasal dan undang-undang, nama-nama kota. Dalam proses pembelajaran, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat peserta didik, sebab penguasaan ini sebagai dasar sebagai pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep lainnya. b. Tipe hasil belajar : pemahaman Tipe hasil belajar pemahaman ini lebih tinggi daripada tipe hasil belajar pengetahuan. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami ini setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan, secara hierarhis, hasil belajar pemahaman ini dapat ,dibedakan kedalam tiga kategori, yaitu tingkat rendah, tingkat media dan tingkat tinggi. 1.) Pemahaman tingkat rendah adalah pemahaman penerjamahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya menerjemahkan dari kalimat bahasa inggris ke dalam bahasa indonesia. 2.) Pemahaman tingkat media adalah pemahaman penafsiran, yaitu mulai menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian dan lain sebagainya. 3.) Pemahaman tingkat tinggi adalah pemahaman ekstrapolasi, yaitu kelmampuan melihat dibalik yang tertulis/tersurat dapat membuat ramalan tentang konsekuensi dari dimensi,
kasus. c. Tipe hasil belajar : aplikasi Ranah kognisi yang setingkat lebih tinggi dari pemahaman adalah aplikasi. Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi khusus. d. Tipe hasil belajar : analisis Ranah kognitif setingkat lebih tinggi dari aplikasi adalah analisis. Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang kegiatan, bila kecakapan analisis telah dapat berkembang pada seseorang, maka ia akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif. e. Tipe hasil belajar : sintesis Berfikir sintesis adalah berfikir divergen, mensintesiskan unit-unit yang terbesar tidak sama dengan mengumpulkannya ke dalam satu kelompok besar, dengan demikian, mengartikan analisis sebagai pemecah integritas menjadi bagian-bagian dan sintesis sebagai unsur-unsur menjadi integritas perlu dilakukan secara berhati-hati dan perlu telaah, sebab berfikir secara sintesis pada dasarnya bukan kebalikan dari berfikir secara analisis.
f. Hasil belajar evaluasi Jenis ranah kognitif terakhir adalh evaluasi. Evaluasi adalah pemberian ketuntasan nilai sesuatu yang mungkin dikaitkan dengan tujuan gagasan. Cara kerja, solusi, metode, materi dan sebagainya. Dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu. 2. Jenis hasil belajar ranah efektif Ranah efektif bekenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila dari seseorang telah memiliki penugasan kognitif lebih
tinggi. Selama ini penilaian hasil belajar ranah efektif ini dalam hasil belajar, juga guru kurang mengetahui bagian strategi pelaksanaan penilaian hasil belajar ranah efektif. Adapun beberapa jenis kategori ranah efektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks: a. Reciving/attending, yaitu kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang dari peserta didik dalam bentuk masalah, situasi, atau gejala. Yang termaksud dalam tipe ini adalah kesadaran, rangsangan dari luar. b. Responding atau jawaban, yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang
terhadap
stimulasi
yang datang dari luar. Yang termaksud dalam tipe ini mencakup ketetapan reaksi, perasaan, kepuasaan dalam menjawab stimulasi dari luar yang datang kepada dirinya. c. Valuing (penilaian), yaitu nilai kepercayaan terhadap stimulasi yang datang kepadanya. Yang termasuk dalam tipe ini adalah kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai, dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. d. Organisasi, yaitu pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, skala proritas nilai dan sebagainya. e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya, yang termasuk dalam tipe ini dalah keseluruhan nilai dan tingkah lakunya, yang termasuk dalam tipe ini adalah keseluruhan nilai dan karakteristiknya. 3. Jenis hasil belajar ranah psikomotoris Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: a. Gerak refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar) b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar c. Kemampuan perseptual, temasuk di dalamnya membedakan auditif dan motoris d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketetapan e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks dan f. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive, seperti gerakan ekspresif
dan interpretatif. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah kemampuan atau pemahaman siswa dalam penguasaan materi dan ilmu pengetahuan melalui proses belajar yang dilakukan secara sadar dan dapat diketahui setelah guru melakukan pengujian dengan menggunakan tes dengan melihat hasil yang diperoleh hasil belajar. 2.1.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Keberhasilan dalam belajar sangatlah dipengaruhi oleh berfungsinya secara belajar sendiri banyak jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Menrut Slameto (2010: 54) faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.
Di dalam membicarakan faktor intern ini akan dibahas menjadi tiga faktor, yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. 1. Faktor Jasmaniah a. Faktor Kesehatan Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi dan ibadah. b. Cacat Tubuh Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar.Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh keccatannya itu. 1. Faktor Psikologis
a. Inteligensi Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat inteligensi yang rendah. Walaupun begitu siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan intelegensi adalah salah satu faktor diantara faktor yang lain. Jika faktor lain itu brsifat menghambat/berpengaruh negatif terhadap belajar, akhirnya siswa gagal dalam belajarnya. Siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang normal dapat berhasil dengan baik dalam belajar, jika ia belajar dengan baik, artinya belajar dengan menerapkan metode belajar yang efisien dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajarnya (faktor jasmaniah, psikologi, keluarga, sekolah masyarakat) memberi pengaruh yang positif, jika siswa memiliki intelegensi yang rendaah, ia perlu mendapat pendidikan di lembaga pendidikan khusus. b. Perhatian Perhatian menurut Gazali (dalam Slameto, 2010: 56) adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu obyek (benda/hal) atau sekumpulan objek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyaai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahn pelajaaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa dapat belaajar dengan baik, usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi aatau bakatnya. c. Minat Jika terdapat siswa yang kurang berminat terhadap belajar, dapatlah diusahakan agar ia mempunyai minat yang lebih besar dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan
pelajaran yang dipelajari itu. d. Bakat Bakat atau aptitude menurut Hilgard (dalam Slameto, 2010: 57)adalah: “the capa city to learn”. Dengan perkataan lain bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Orang yang berbakat mengetik dengan lancar dibandingkan dengan orang lain yang kurang/tidak berbakat dibidang itu. e. Motif Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berpikir dnan memusatkan perhatian, merenanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan /menunjang belajar. Motif-motif di atas dapat juga ditanamkan kepada diri siswa dengan cara memberikan latihan-latihan /kebasaan-kebiasaan yang kadang-kadang dipengaruhi juga oleh keadaan lingkungan. Dari uraian di atas jelaslah bahwa motif yang kuat sangatlah perlu di dalam belajar, di dalam membentuk motif yang kuat itu dapat dilaksanakan dengan adanya latihan-latiihan /kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh lingkungan yang memperkuat, jadi latihan/kebiasaan itu sangat perlu dalam belajar. f. Kematangan Kematangan adalah suatu tingkat /fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.Misalnya anak dengan kakinya sudah siap untuk berjalan, tangan dengan jari-jarinya sudah siap untuk menulis, dengan otaknya sudah siap untuk bnerpikir abstrak, dan lain-lain.Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus-menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dan pelajaran. Dengan kata lain anak sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar. Belajarnya akan lebih brhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar. g. Kesiapan
Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever (dalam Slameto, 2010: 59)adalah: preparednessto respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau bereaksi.Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padaanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. 1. Faktor Kelelahan Kelelahan baik secara jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan cara-cara sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tidur, Istirahat, Mengusahakan variasi dalam belajar, juga dalam bekerja, Menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan peredaran darah, misalnya obat gosok. Reaksi dan ibadah yang teratur. Olah raga secara teratur. Mengimbangi makan dengan makanan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan, misalnya
yang memenuhi empat sehat lima sempurna. 8. Jika kelelahan sangat serius cepat-cepat menghubungi seseorang, misalnya dokter, psikiater, konselor dan lain-lain. Faktor eksteren yang berpengaruh terhadap belajar, dapatlah dikelompokan menjadi 3 faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakatnya 1) Faktor keluarga a. Cara Orang Tua Mendidik Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya. (dalam Slameto 2010:61) yang menyatakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidik dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia. Melihat pernyataan di atas, dapatlah dipahami betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikananaknya. Cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya.
b.
Relasi Antaranggota Keluarga Relasi antaranggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Selain
itu relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluargayang lain pun turut mempengaruhi belajar anak. c.
Suasana Rumah Suasana rumah yang dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi
di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak termaksud faktor yang disengaja. Suasana rumah yang gaduh/ramai dan semraut tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar. Suasana tersebut dapat terjadi Pada keluarga yang basar yang terlalu banyak penghuninya. d.
Keadaan ekonomi keluarga Keadaan ekonomi keluarga erat hubunganya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar
selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis-menulis, buku-buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak lain selalu dirundung kesedihan sehinggah anak merasa minder dengan teman lain, hal ini pasti akan mengganggu belajar anak.
e.
Pengertian Orang Tua Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua, bila anak sedang belajar jagan
diganggu dengan tugas-tugas di rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan doronganya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak disekolah. Kalau perlu menghubungi guru anaknya, untuk mengetahui perkembanganya.
f.
Latar Belakang Kebudayaan Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam
belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar. 1. Faktor Sekolah a. Metode Mengajar Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui di dalam mengajar. Menyajikan bahan pelajaran oleh orang kepada orang lain agar lain itu menerima, menguasai dan mengembangkanya. Di dalam lembaga pendidikan, orang lain yang di sebut di atas di sebut sebagai murid/siswa dan mahasiswa, yang dalam proses belajar dapat menerima, menguasai dan lebih-lebih mengembangkanbahan pelajaran itu, maka cara-cara mengajar serta haruslah setepat-tepatnya dan seefisien serta seefektif mungkin.
b. Kurikulum Kurikulum diartikan sebagai jumlah kegiatan yang di berikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian basar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. c. Relaksi Guru Dengan Siswa Proses belajar mengajar terjadi antra guru dengan siswa. Proses tersebut juga di pengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Jadi cara belajar siswa juga dipengaruhi relasinya dengan gurunya. Di daalam relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya. Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa dengan akrap, menyebabkan proses belajar-mengajar itu kurang lancar. Juga siswa merasa jauh dari guru, maka segan berpatisipasi secara aktif dalam belajar.
d. Relasi Siswa Dengan Siswa Guru kurang mendekati siswa dan kurang bujaksana, tidak akan melihat bahwa di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Jika kelas itu tidak terbina, bahkan hubungan masing-masingsiswa tidak tampak, Siswa yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan
teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang mengalami
tekanan-tekanan batin, akan diasingkan dari kelompiok.
e. Disiplin Sekolah Disiplin sekolah erat hubungan dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinanan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan pegawai/keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman dan lain-lain, kedisiplinan kepala sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya. Seluruh staf sekolah yang mngikuti tata tertib dan bekerja dengan disiplin membuat siswa menjadi disiplin pula, selai itu juga memberi pengaruh yang positif terhadap belajarnya. f. Alat Pelajaran Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang di pakai oleh guru pada waktu mengajar di pakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang yang diberikan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju. g. Waktu sekolah Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu itu dapat pagi hari, siang, sore/malam hari. waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa. Jika terjadi siswa terpakasa masuk sekolah di sore hari, sebenarnya kurang dapat dipertanggungjawabkan. Di
mna siswa harus beristirahat, tetapi terpakasa masuk sekolah, sehinggah mereka mendegarkan pelajaran sambil ngantuk dan sebagainya. h. Standar pelajaran di Atas ukuran Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran di atas ukuran standar. Akibat siswa merasa kurang mampu dan takut kepada guru. Bila banyak siswa yang tidak berhasil dalam mempelajari mata pelajaranya, guru semacam itu merasa senang. i. Keadaan Gedung Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik meraka masing-masing menuntut keadaan gedung dewasa ini harus mamadai di dalam setiap kelas. j. Metode belajar Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar dengan tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu. Juga dalam pembagian waktu untuk belajar. k. Tugas rumah Waktu belajar terutama adalah di sekolah, di samping itu belajar waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak memberi tugas yang harus dikerjakan dieumah, sehinggah ana tidak memepunyai waktu lain untuk kegiata yang lain. Faktor Masyarakat a. Kegiatan Siswa Dalam Masyarakat Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak, misalnya berorganisasi, kegiatan-kegiatan sosial, kegamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. b. Mass Media
Termaksud dalam mass media adalah bioskop, radio, tv, surat kabar, majalah, buku-buku, komik-komik, dan lain-lain. c. Teman Bergaul Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya dari pada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap dari siswa,begitu juga sebaliknya, teman sbergaul yang jelek pesti yang memepengaruhi yang bersifat buruknya. d. Bentuk Kehidupan Masyarakat Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasaan anak (siswa) yang berada di situ. 2.1.2. Hakekat Pendekatan Kontruktivisme Pada Materi Sumber Daya Alam Dalam pandangan kontruktivisme strategi memperoleh pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Dalam pembelajaran kontruktivisme guru berperan sebagai fasilitator sekaligus membimbing dan mengarahkan siswa membangun sendiri pengetahuan dengan terlibat secara aktif daalam proses pembelajaran. Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme menurut Gagnon and Collay adalah a. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya. b. Menggalakkan soalan/idea yang akan dimulai oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran. c. Menyokong pembelajaran secara koperatif, mengambil sikap dan pembawaan murid. d. Mengambil pendapat kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide. e. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid. 2.1.2.1 Pengertian Pendekatan Kontruktivisme Pendekatan Konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir dan mengkonstruksi dalam memecahkan suatu permasalahan secara bersama-sama sehingga didapatkan suatu penyelesaian yang akurat (Saefudin: 2008).
Menurut (Nurhadi: 2004) Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Tytler (dalam Samatowa, 2006: 65-66) mengemukakan kontruktivisme untuk pembelajaran dapat disarikan beberapa kebaikan pembelajaran berdasarkan kontruktivisme: a. Memberikan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagai gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagagsannya. b. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa mempeluas pengetahuan. Pengetahuan mereka tentang fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantangsiswa. c. Mmberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya agar iswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang teori dan model, mengenalkan gagasan IPA pada saat yang tepat. d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar. e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemampuan mereka serta memberi kesempatan untuk mengidentifikasi perubahan gagasan f.
mereka . Memberikan
lingkungan
belajar
yang
konduktif
kapkanyang
mendukung
siswa
mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu “jawaban yang benar”. Menurut Suhanna (2009: 62-63) Pendekatan kontruktivisme dalam belajar merupakan salah satu pendekatan yang lebih berfokus kepada peserta didik sebagai pusat dalam proses pembelajaran. Pendekatan konstruktivis sebagai pendekatan baru dalam proses pembelajaran memiliki
karakteristik sebagai berikut. a.
Proses pembelajaran berpusat pada siswa sehingga peserta didik diberi peluang besar
b.
untuk aktif dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan proses integrasi pengetahuan baru dengan
c.
pengetahuan lama yang dimiliki siswa. Berbagai pandangan yang berbeda diantara siswa dihargai dan sebagai tradisi dalam
d.
proses pembelajaran. Siswa di dorong untuk menemukan berbagai kemungkinan dan mensintesiskan secara
e.
terintegrasi. Proses pembelajaran berbasis masalah dalam rangka mendorong siswa dalam proses
f.
pencarian (inquiry)yang lebih alami. Proses pembelajaran mendorong terjadinya kooperatif dan kompetitif di kalangan
g.
siswa secara aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Prorses pembelajaran dilakukan secara konstektual, yaitu siswa dihadapkan ke dalam pengalaman nyata.
Gagasan kontruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut: (Suprijono, 2009: 30) 1. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. 2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan. 3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur konsep membentuk pengetahuan jika konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. 2.1.2.2 Langkah-Langkah Pendekatan Kontruktivisme a. Tahap persepsi (mengungkapkan konsep awal dan membangkitkan motivasi belajar siswa) Tahap pertama siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Misalnya guru memancing dengan pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-hari oleh siswa dan mengkaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. selanjutnya
siswa
diberi
kesematan
untuk
mengkomunikasikan
dan
mengilustrasikan
pemahamannya tentang konsep tersebut. b. Tahap eksplorasi Pada tahap kedua ini, siswa diberi kesempatan untuk mnyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara keseluruhan pada tahap ini akan terpenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena dalam lingkungannya. c. Tahap diskusi dan penjelasan konsep Tahap ketiga ini siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi siswa, di tambah dengan pengetahuan guru. selanjutnya, siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang di pelajari. d. Tahap pengembangan dan aplikasi konsep Tahap ini guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptual, baik melalui kegiatan maupun melalui pemunculam masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu dalam lingkungan siswa tersebut. Sebuah desain sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktifistik terdiri atas beberapa komponen penting dalam pendekatan aliran konstruktivistik yaitu: a. b. c. d. e. f.
Situasi Pengelompokkan Pengaitan Pertanyaan Eksibisi Refleksi Pendekatan konstruktivistik dapat di aplikasikan pada semua jejang dan satuan pendidikan.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan pendekatan konstruktivistik adalah memberi kebebasan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dengan menggunakan beragam sumber belajar yang tersedia. 2.1.2.3 Kelebihan Dan Kelemahan Pendekatan Kontruktivisme a. Kelebihan Berfikir: Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan
masalah, menjana idea dan membuat keputusan.Paham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi. Kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru. Kemahiran sosial: Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru. Seronok: Oleh kerana mereka terlibat secara terus-menerus, mereka paham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sehat, maka mereka akan merasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.
b. Kelemahan Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung, misalnya dalam memfasilitasi proses belajar siswa atau menyediakan fasilitas pembelajaran. 2.1.2.4 Penerapan Pendekatan Kontruktivisme Pada Materi Sumber Daya Alam Pendekatan kontruktivisme merupakan salah satu pendekatan yang lebih berfokus kepada peserta didik sebagai pusat dalam proses pembelajaran dimana siswa diberi peluang besar untuk aktif dan berintegrasi pada pengetahuan baru dengan pengetahuan lama mengenai materi sumber daya alam. Berbagai pandangan yang berbeda diantara peserta didik dihargai dan sebagai tradisi dalam proses pembelajaran. Peserta didik didorong untuk menemukan berbagai kemungkinan dan mensintesiskan secara terintegarasi. Berdasarkan pada materi sumber daya alam kontruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit, memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang pengalamannya, memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa
mengungkapakan gagasan dan saling menyimak.
2.2
Kajian Penelitian Yang Relevan Dalam penelitian Yusri Hulopi (2009) yang berjudul meningkatkan hasil belajar siswa
tentang magnet melalui pendekatan kontruktivisme pada pembelajaran IPA kelas V SD Inpres Teratai Kecamatan Marisa Kbupaten Pohuwato. Menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dari siklus pertama yakni 52% ke siklus kedua 92% jadi melalmpaui indikator kinerja yang diharapkan yaitu 75%. Dari hasil yang diperoleh pada kedua siklus di atas disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran telah berhasil dengan cap[aian rata-rata nilai pada siklus kedua yaitu 92%. Dengan demikian pendektan kontruktivisme pada pembelajaran IPA SD Inpres Teratai Kecamatan Marisa meningkat. Selanjutnya, dalam penelitian Sri (2012) yang berjudul peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui pendekatan kontruktivisme. Penelitian ini merupakan penelitian tindaka kelas yang dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2012/2013 di SDN 06 Tanjung Beringin Kabupaten Pesisir Selatan. Subjek penelitian adalah siswa kelas V dengan jumalah siswa 25 orang, yang terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 10 orang siswa perempuan. Penelitian ini terdiri dari dua siklus yang duilaksanakan empat kali pertemuan. Prosedur penelitian terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Nilai rata-rata siswa pada silklus II 81,80, berarti mangalami peningkatan sebesar 8,60. Ketuntasan belajar siklus I 64% dan siklus II 88%, berarti juga mengalami peningkatan 24%. Pelaksanaan proses pembelajaran guru juga meningkat dari 78,5% (siklus I) menjadi 93,5% (silklus II). Dari hasil peneliti menyimpulkan
bahwa penggunaan pendekatan kontruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar sisswa dalam pembelajaran IPA. 2.3 Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah, “Jika pada materi sumber daya alam dan lingkungan guru menggunakan pendekatan kontruktivisme, maka hasil belajar siswa di kelas IV SDN 3 Tapa akan meningkat. 2.4 Indikator Kinerja Indikator kinerja dari penelitian ini adalah apabila terjadi peningkatan skor rata-rata hasil belajar siswa dari setiap siklus. Perlakuan dianggap berhasil apabila nilai ketuntasan individu mencapai 75 dan nilai ketuntasan secara kalasikal mencapai 75% dari jumlah siswa.