6
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 1.1
Kajian Teoritis
2.1.1 Pengertian Pengawasan Dalam bahasa Inggris istilah pengawasan disebut controlling, yang dalam bahasa Indonesia juga dikenal dengan pengontrolan. Telah diketahui bahwa pengawasan merupakan satu fungsi manajemen dasar dan penting untuk menentukan keberhasilan manajemen mencapai tujuan melalui orang lain.Pengawasan dijalankan oleh tiap manajer dalam tiap tingkat manajemen dari puncak hingga ke paling bawah. Fungsi pengawasan adalah fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini sangat penting dan sangat menentukan pelaksanaan proses manajemen,
karena
itu
harus
dilakukan
dengan
sebaik-baiknya.
Pengawasan ialah proses pemantauan, penilaian, dan pelaporan rencana atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan lebih lanjut. Siagian (2008) mengemukakan bahwa pengertian pengawasan berkisar pada kegiatan pengamatan, penilaian, dan penciptaan suatu sistem umpan balik agar tujuan yang sudah ditetapkan dapat dicapai secara tepat. Strong (dalam Brantas: 2009) menyebutkan Controlling is the process of regulating the various factors in an enterprise according to the
7
requirement of its plans(pengawasan adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar pelaksanaan sesusai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana). Koonsz (dalam Brantas: 2009) juga menyebutkan Control is the measurement and correction of performance of subordinates in order to make sure that enterprise objectives and the plans devised to attain then are accomplished (pengawasan adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujan perusahaan dapat terselenggara). Terry (dalam Silalahi: 2009) Controlling can be defined as the process of determining what is to be accomplished that is the standard; what is being accomplished, that is the performance evaluating the performance and is necessary applying corrective measure so that performance takes place according to plans, that is, in conformity with the standard (pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar; apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakkan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar). Silalahi (2002), menyebutkan bahwa pengawasan adalah proses pemonitoran kegiatan organisasional untuk mengetahui apakah kinerja aktual sesuai dengan standar dan tujuan organisasional yang diharapkan.
8
Kinerja aktual diketahui dari usaha-usaha optimasi pemanfaatan sumbersumber dan pelaksanaan tugas-tugas, sementara kesesuaian antara kinerja
aktual
dan
tujuan
yang
diharapkan
diketahui
dengan
membandingkan hasil yang dicapai dengan standar organisasi, yaitu apakah masukan lebih besar, sama dengan, atau lebih kecil dari keluaran.Jika ternyata masukan lebih besar dari keluaran atau hasil aktual tidak sesuai dengan standar atau tujuan organisasional dapat dilakukan tindakan perbaikan jika diperlukan. 2.1.2 Tujuan dan Manfaat Pengawasan Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak lain merupakan tujuan dari pengawasan. Hal ini dikarenakan setiap kegiatan pada dasarnya selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan. Menurut Brantas (2009) tujuan pengawasan adalah: 1. Supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuanketentuan dari rencana. 2. Melakukan
tindakan
perbaikan
(corrective)
jika
terdapat
penyimpangan-penyimpangan (deviasi). 3. Supaya tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencananya. 4. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidak adilan.
9
5. Mencegah
terulangnya
kembali
kesalahan,
penyimpangan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan. 6. Mendapatkan cara-cara yang lebih baik atau membina yang lebih baik. 7. Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, dan akuntabilitas organisasi. 8. Meningkatkan kelancaran operasi organisasi. 9. Meningkatkan kinerja organisasi. 10. Memberikan opini atas kerja organisasi. 11. Mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalahmasalah pencapaian kinerja yang ada. 12. Menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih Sementara itu Silalahi (2002) menyatakan tujuan inti pengawasan adalah: 1. Mencegah terjadinya penyimpangan pemanfaatan sumber-sumber dan pelaksanaan tugas sehingga tujuan yang telah direncanakan tidak tercapai. 2. Mencegah agar pelaksanaan kerja tidak menyimpang prosedur yang telah digariskan atau ditetapkan. 3. Mencegah dan menghilangkan hambatan dan kesulitan yang akan, sedang dan mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan. 4. Mencegah penyimpangan penggunaan sumber daya. 5. Mencegah penyalahgunaan otoritas dan kedudukan.
10
Adapun manfaat pengawasan dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas dan keterbukaan. Pengawasan pada dasarnya menekankan langkah-langkah pembenahan atau koreksi yang objektif jika terjadi perbedaan
atau
penyimpangan
antara
pelaksanaan
dengan
perencanaanya. Dalam makna ini pengawasan juga berarti mengarahkan atau mengkoordinasikan antar kegiatan agar pemborosan sumber daya dapat dihindari. 2.1.3 Tipe Pengawasan Ada banyak tipe pengawasan manajerial untuk menjalankan fungsi pengawasan: pengawasan internal dan eksternal, pengawasan perilaku dan keluaran, pengawasan preventif dan refresif, pengawasan birokratik dan organik, pengawasan masukan dan transformasi dan keluaran. Semua tipe pengawasan manajerial dirancang untuk memberikan manajer informasi mengenai perkembangan.
Kemudian manajer menggunakan
informasi tersebut untuk tujuan: 1. Mencegah krisis (pervert crises). 2. Menstandarisasi keluaran (standar dize outputs). 3. Menulai kinerja karyawan (apprise employee performance). 4. Memperbaharui rencana (update plans). 5. Melindungi aset organisasi (protect on organization’s assets) dari inefisiensi, pemborosan, dan kebocoran.
11
Menurut Brantas (2009), pengawasan dikenal atas beberapa macam, yaitu: 1. Internal control, adalah pengawasan yang dilakukan oleh seorang atasan kepada bawahannya. Cakupan dari pengawasan ini meliputi hal-hal yang cukup luas baik pelaksanaan tugas, prosedur kerja, kedisiplinan karyawan, dan lain-lainnya.
Audit control, adalah
pemeriksaan atau penilaian atas masalah-masalah yang berkaitan dengan pembukuan perusahaan. Jadi, pengawasan atas masalah khusus, yaitu tentang kebenaran pembukuan suatu perusahaan. 2. External control, adalah pengawasan yang dilakukan oleh pihak luar. Pengawasan eksteren ini dapat dilakukan secara formal atau informal, misalnya pemeriksaan pembukuan oleh kantor akuntan dan penilaian yang dilakukan oleh masyarakat. 3. Formal control, adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh instansi atau pejabat resmi dan dapat dilakukan secara interen ataupun ekteren.
Misalnya: pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap BUMN dan lain-lainnya. 4. Informal control, adalah penilaian yang dilakukan oleh masyarakat atau konsumen, baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya melalui media masa cetak atau elektronik, dan lain-lainnya. Sementara itu Malayu (2010) mengungkapkan ada enam tipe pengwasan yaitu:
12
1. KontrolInternal dan Eksternal. Kontor internal organisasi juga disebut operating control, dilaksanakan untuk mengetahui penggunaan sumber-sumber fisik, finansial, manusia dan informasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasional. Sementara itu control eksternal yang juga disebut strategic control, yang dilaksanakan oleh manajer puncak untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi tentang pesaing, pelanggan, penyalur, pemerintah, teknologi dan masyarakat
dan
mencari
perkembangan
yang
mungkin
mempengaruhi rencana organisasi sehingga organisasi dapat menyesuaikan secara tepat. 2. Kontrol Perilaku dan Keluaran. Kontrol perilaku (atau personal) dilakukan secara langsung, pengamatan pribadi atas prilaku pekerja. Kontrol keluaran didasarkan pada pengukuran keluaran atau hasil kerja. Laporan jumlah penjualan adalah contoh dari kontrol keluaran. 3. Kontrol Preventif dan Represif. Kontrol preventif dimaksudkan untuk mengurangi
atau
mencegah
kesalahan-kesalahan
atau
penyimpangan-penyimpangan. Kontrol represif dimaksud untuk mengubah prilaku yang salah dan membuat kinerja sesuai dengan aturan-aturan dan standar yang ditetapkan. 4. Kontrol Birokratik dan Organik. Jika cara kontrol dilakukan menuruti prosedur dan aturan ekstensif, hirarkis, deskripsi jabatan yang ketat dan metode-metode formal untuk mencegah dan pengoreksian penyimpangan dari hasil dan prilaku yang ditentukan dinamakan
13
control borokratik, juga disebut control mekanistik. Sebaliknya, jika cara control dilakukan dengan otoritas fleksibel, deskripsi jabatan yang longgar, control individual dan metode-metode lain untuk pencegahan dan pengoreksian penyimpangan dari prilaku dan hasil yang ditetapkan dalam standar disebut control organic. 5. Kontrol
Masukan,
Transformasi
dan
Keluaran.
Kontrol
Masukandilaksanakan sebelum satu kegiatan kerja memulai. Kontrol Tranformasi merupakan satu pendekatan untuk control yang mencari akibat ketika pekerjaan dilaksanakan. Kontrol keluaran adalah pendekatan kontrol dengan fokus pada keluaran atau hasil akhir dari kegiatan organisasional. 6. Kontrol Ganda yaitu sistem yang menggunakan dua atau lebih dari tipe kontrol untuk mendapatkan hasil yang efektif. 2.1.4 Cara-Cara dan Proses Pengawasan Seorang
manajer
harus
mempunyai
berbagai
cara
untuk
memastikan bahwa semua fungsi manajemen dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilakukan melalui proses kontrol atau pengawasan seperti yang dikemukakan oleh Brantas (2009) sebagai berikut: 1. Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan sendiri secara langsung oleh seorang manajer.
Manajer memeriksa
pekerjaan yang sedang dilakukan untuk mengetahui apakah
14
dikerjakan dengan benar dan hasil-hasilnya sesuai dengan yang dikehendaki. 2. Pengawasan tidak langsung adalah pengawasan jarak jauh, artinya dengan melalui laporan yang diberikan oleh bawahan. Laporan ini dapat berupa lisan atau tulisan tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil-hasil yang telah dicapai. 3. Pengawasan berdasarkan pengecualian adalah pengawasan yang dikhususkan untuk kesalahan-kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standar yang diharapkan. Pengawasan semacam ini dilakukan dengan cara kombinasi langsung dan tidak langsung oleh manajer. Sementara itu Silalahi (2002) mengatakan ada empat tahap pengawasan yaitu: 1. tetapkan standar. 2. Monitor dan ukuran kinerja. 3. Bandingkan hasil kinerja aktual dan standar. 4. Ambil tindakan perbaikan dan buat penyesuaian. Proses pengawasan dikemukakan oleh Brantas (2009) yaitu dilakukan secara bertahap melalui langkah-langkah berikut: 1. Menentukan
standar-standar
yang
akan
digunakan
pengawasan. 2. Mengukur pelaksanaan atau hasil yang telah dicapai.
dasar
15
3. Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standard an menentukan penyimpangan jika ada. 4. Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan agar pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana. rencana pun perlu dinilai ulang dan dianalisis kembali, apakah sudah benar-benar realistis atau tidak. Jika belum benar atau realistis maka rencana itu harus diperbaiki. 2.1.5 Pengertian Disiplin Disiplin karyawan dalam manajemen sumber daya manusia berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, pastinya manusia tidak pernah luput dari kekhilafan dan kesalahan.Maka dari itu setiap organisasi perlu memiliki berbagai macam ketentuan yang harus ditaati oleh para anggotanya atau bisa dikatakan standar yang harus dipenuhi. Disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan kata klain disiplin karyawan adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha membentuk dan memperbaiki pengetahuan, sikap, dan perilaku karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya. Disiplin berasal dari bahasa latin discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan.Dan
16
saat ini disiplin mengalami pengembangan makna dalam beberapa pengertian.Pertama,
disiplin
diartikan
sebagai
kepatuhan
terhadap
peraturan atau tunduk pada pengawasan dan pengendalian.Kedua, displin sebagai latihan yang bertujuan untuk mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib. Dalam Hasibun (2010) menyebutkan pengertian Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara suka menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia memenuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas dasar paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak. Siagian (2005) juga berpendapat bahwa pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai sehingga para pegawai tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan pegawai yang lainnya. 2.1.6 Prosedur dan Macam-Macam Disiplin Prosedur pendisiplinan karyawan biasanya digariskan dalam perjanjian.Prosedur ini memampukan manajemen untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan terhadap masalah karyawan dan masih
17
menjamin hak atas proses pembelaan diri untuk orang-orang yang didisiplinkan. Sebagian besar perjanjian perundingan kerja sama memuat seksi yang menguraikan hak prerogatif manajemen. Seksi itu biasanya mengidentifikasi bidang keputusan spesifik dimana manajemen leluasa mengambil keputusan-keputusan unilateral, seperti mengganti peraturan kerja, memperketat standar kerja, mengubah proses produksi, atau memberikan tugas menurut kompetensi dan senioritas. Hasibuan (2010) mengatakan kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari manajemen sumber daya manusia. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil optimal. Sementara itu ada beberapa indikator kedisiplinan yang disebutkan Hasibuan dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia, yaitu: 1. Tujuan dan kemampuan. Artinya, tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai. 2. Teladan Pemimpin.
Artinya, pemimpin jangan mengharapkan
kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin. Seperti pepatah lama mengatakan kalau guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
18
3. Balas Jasa. Artinya, untuk mewujudkan kedisiplinan pegawai yang baik, perusahaan harus memberikan balas jasa yang relatif besar, karena kedisiplinan pegawai tidak mungkin baik apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya besrta keluarga. 4. Keadilan. Artinya, keadilan dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan pegawai yang baik. 5. Waskat (Pengawasan Melekat). Merupakan tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawaiperusahaan. 6. Sanksi Hukuman. Artinya, berat atau ringannya sanksi yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan pegawai. Sanksi hukuman harus dipertimbangkan berdasarkan pertimbangan yang logis dan inofatif secara jelas kepada semua pegawai. 7. Ketegasan.
Artinya,
pimpinan
yang
berani
bertindak
tegas
menerapkan hukuman bagi pegawainya yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. 8. Hubungan kemanusiaan. Artinya, manajer harus menciptakan suasana hubungan kemanusiaan
yang serasi serta menginkat,
vertikal maupun horizontal diantara semua pegawainya. Siagian (2009), dalam bukunya manajemen sumber daya manusia menyatakan bahwa ada dua jenis disiplin dalam organisasi, yaitu yang bersifat preventif dan yang bersifat korektif.
19
a. Pendisiplinan Preventif yaitu tindakan yang mendorong para pegawai untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Artinya melalui kejelasan dan penjelasan melalui mengenai pola sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan
darisetiap anggota organisasi diusahakan
pencegahan jangan sampai para pegawai berperilaku negativ. Agar disiplin semakin kokoh sedikitnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan manajemen. 1. Anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan merusak sesuatu yang merupakan miliknya. 2. Para pegawai perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. 3. Para pegawaididorong
menentukan
sendiri cara–cara
pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan–ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi. b. Pendisiplinan korektif artinya jika ada pegawai yang ditemukan melakukan pelanggaran atas ketentuan–ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan, kepada dikenakan sanksi disipliner. Pengenaan sanksi korektif diterapkan dengan memperhatikan paling sedikit tiga hal : 1. Pegawai yang dikenakan sanksi harus diberitahu pelanggaran atau kesalahan apa yang telah diperbuatnya.
20
2. Kepada yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. 3. Dalam hal pengenaan sanksi terberat, yaitu pemberhentian, perlu dilakukan “wawancara keluar” (exit interview) pada waktu mana dijelaskan antara lain, mengapa manajemen terpaksa mengambil tindakan sekeras itu. Dengan wawancara seperti itu pegawai diharapkan
memahmi,
meskipun
barangkali
tidak
dapat
menerima tindakan manjemen terhadapnya. Brantas (2009) Ada empat karakteristik yang diterapkan pada displin yaitu: a. Disiplin harus segera. Jika tindakan disiplin hendak diambil, tindakan itu harus terjadi dengan segera sehingga individu memahami alasan tindakan tersebut. Begitu manajer mengetahui bahwa seorang pegawai melanggar sebuah peraturan, maka disiplin harus segera dijatuhkan. Apabila manejer menunggu lebih lama,ada kemungkinan karyawan bersangkutan tidak akan menghubungkan tindakan disipliner dengan pelanggaran peraturan. Dengan berlalunya waktu akibat penundaan, orang memiliki tendensi untuk meyakinkan dirinya tidak bersalah, sehingga cenderung menghapuskansebagian efek displiner yang terdahulu. b. Harus ada peringatan sebeumnya.Penting untuk memperingatkan sebelumnya bahwa hukuman akan mengikuti perilaku yang tidak dapat diterima. Tatkala individu bergerak semakin dekat dengan
21
sebuah tungku panas tersebut bahwa dia akan terbakan apabila menyentuhnya, oleh karena itu memperoleh kesempatan untuk menghindari terbakar sekiranya dia memilih demikian. Organisasi harus membuat peraturannya jelas dan para karyawan harus mengetahui apa sanksi terhadap pelanggaran peraturan. c. Disiplin harus konsisten. Tindakan disipliner harus juga konsisten, setiap orang yang melakukan tindakan yang sama akan dihukum sesuai dengan hukuman yang berlaku. Seperti pada tungku panas, setiap orang yang menyentuhnya dengan tingkat tekanan yang sama dan periode waktu yang sama akan terbakar dengan intensitas yang sama pula. Disiplin yang konsisten berarti : 1. Setiap pegawai yang menerima disiplin harus menerimanya/ menjalaninya. 2. Setiap pegawai yang melakukan pelanggaran yang sama akan mendapat ganjaran disiplin yang sama. 3. Disiplin diberlakukan dengan cara yang sepadan terhadap segenap pegawai. d. Disiplin tidak pandang bulu. Tindakan disipliner tidak boleh membeda – bedakan. Ibaratnya tungku pans yang membakar setiap orang
yang
menjamahnya
tanpa
pilih
–
pilih.
Penyelia
menitikberatkan pada perilaku yang tidak memuaskan, bukan pada pegawainya sebagai pribadi yang buruk. Cara paling efektif untuk mencapai tujuan ini adalah dengan melakukan konseling korektif.
22
Penyelia lebih menekankan mengambil tindakan disiplin dalam lingkungan yang sportif, terpusat pada perbaikan kinerja ketimbang penjatuhan hukuman. Bejo Siswanto (2005) berpendapat bahwa faktor-faktor dari disiplin kerja itu ada 5 yaitu : 1. Frekuensi Kehadiran, salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kedisiplinan pegawai. Semakin tinggi frekuensi kehadirannya atau rendahnya tingkat kemangkiran maka pegawai tersebut telah memliki disiplin kerja yang tinggi. 2. Tingkat
Kewaspadaan,
pegawai
yang
dalam
melaksanakan
pekerjaannya selalu penuh perhitungan dan ketelitian memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi terhadap dirinya maupun pekerjaannya. 3. Ketaatan Pada Standar Kerja, dalam melaksanakan pekerjaannya pegawai diharuskan menaati semua standar kerja yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan dan pedoman kerja agar kecelakaan kerja tidak terjadi atau dapat dihindari. 4. Ketaatan Pada Peraturan Kerja, dimaksudkan demi kenyamanan dan kelancaran dalam bekerja. 5. Etika Kerja, diperlukan oleh setiap pegawai dalam melaksanakan perkerjaannya agar tercipta suasana harmonis, salin menghargai antar sesama pegawai.
23
Veithzal Rivai (2005) menjelaskan bahwa, disiplin kerja memiliki beberapa komponen seperti: 1. Kehadiran. Hal ini menjadi indikator yang mendasar untuk mengukur kedisiplinan, dan biasanya karyawan yang memiliki disiplin kerja rendah terbiasa untuk terlambat dalam bekerja. 2. Ketaatan pada peraturan kerja. Karyawan yang taat pada peraturan kerja tidak akan melalaikan prosedur kerja dan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan oleh perusahaan. 3. Ketaatan pada standar kerja. Hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan terhadap tugas yang diamanahkan kepadanya. 4. Tingkat kewaspadaan tinggi. Karyawan memiliki kewaspadaan tinggi akan selalu berhati-hati, penuh perhitungan dan ketelitian dalam bekerja, serta selalu menggunakan sesuatu secara efektif dan efisien. 5. Bekerja etis. Beberapa karyawan mungkin melakukan tindakan yang tidak sopan kepelanggan atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas.Hal ini merupakan salah satu bentuk tindakan indisipliner, sehingga bekerja etis sebagai salah satu wujud dari disiplin kerja karyawan. 2.2
Kerangka Berfikir Kerangka
berfikir dibuat
untuk mengetahui gambaran tentang
Pengaruh Pengawasan Absensi Terhadap Kedisiplinan Pegawai Di Kantor
24
Camat Wanggarasi Kabupaten Pohuwato. Lebih lanjut dapat digambarkan pada skema sebagai berikut: Gambar 1: Kerangka Berpikir Variabel X
Variabel Y
Kedisiplinan: Frekuensi Kehadiran Pengawasan: Pengamatan Penilaian Sistem umpan balik
Tingkat Kewaspadaan Ketaatan Pada Standar Kerja Ketaatan Pada Peraturan Kerja Etika Kerja
(Sondang P Siagian2008) 2.3
(Bejo Siswanto 2005)
Hipotesis Menurut Sugioyono (2006) hipotesis adalah jawaban sementara
terhadap rumusan penelitian dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Sehubungan dengan masalah yang dikemukakan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah Hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut: Ho
:
β = 0, artinya tidak terdapat pengaruh positif variabel X
(Pengawasan) terhadap varabel Y (Kedisiplinan Pegawai).
25
Hi
: β ≠ 0, artinya terdapat pengaruh positif variabel X (Pengawasa) terhadap varabel Y (Kedisiplinan Pegawai). Selanjutnya, untuk mengetahui diterima atau tidak hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini, dilakukan analisis data dengan menggunakan uji t. Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t digunakan untuk membandingkan antara nilai thitung dengan nilai ttabel dengan kaidah keputusan yaitu jika nilai thitung ≥ ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya signifikan. Jika nilai thitung ≤ ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak artinya tidak signifikan.