1
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KAJIAN HIPOTESIS
2.1 Kajian teoritis 2.1.1
Hakikat atletik Istilah atletik berasal dari kata Athlon (bahasa yunani) yang berarti lomba
atau bertanding. Istilah lain yang menggunakan kata atletik adalah athletic (bahasa Inggris) atheletiek (Bahasa Belanda) atheque (Bahasa Prancis). Atletik adalah salah satu cabang olahraga tertua yang dilakukan manusia sejak jaman purba hingga sekarang, bahkan boleh dikatakan sejak adanya manusia dimuka bumi ini atletik sudah ada, karena gerakan-gerakan yang terdapat dalam cabang olahraga atletik seperti berjalan, berlari, melompat dan melempar, adalah gerakan yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Atletik merupakan cabang olahraga yang meliputi berbagai macam pertandingan dengan keahlian yang berbeda-beda, namun yang pokok ada dua jenis yaitu trock dan field. Track adalah perlombaan yang dilakukan dilintasan dan field perlombaan yang dilakukan di lapangan. Kedua kata tersebut mengandung makna: pertandingan, perlombaan, pergulatan, atau perjuangan. Atletik adalah gabungan dari beberapa jenis olahraga yang secara garis besar dapat
dikelompokkan
menjadi
lari,
lempar,
dan
lompat
(http/id.
/Wikipedia.org/wiki/20/01/2011). Awal sejarah atletik di Indonesia tercatat pada permulaan tahun 1930-an ketika pemerintah Hindia-Belanda memasukkan atletik sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah-sekolah. Dikalangan masyarakat pada
2
waktu itu cabang olahraga ini boleh tersebar luas karena hanya dikenal dilingkungan sekolah saja walaupun demikian, masyarakat lambat laun mengenal sifat dan manfaat atletik dan dari kehari penggemarnya bertambah. Oleh kalangan Belanda telah debentuk sebuah organisasi yang akan menangani penyelenggaraan atletik dengan nama Nedherland (NIAU) http/Wikipedia.org/wiki. 2.1.2. Hakikat Lari Estafet Menurut Asep Kurnia Nenggola (2006:97) bahwa lari estafet (lari bersambung) adalah lari beregu yang terdiri atas empat orang pelari yang dilakukan secara bersambung dan bergantian sambil membawa tongkat dari garis start sampai garis finish. Selanjutnya menurut Munasifah (2008:29) bahwa lari bersambung/estafet yang dilaksanakan 1 pelari 3 – 4 orang dengan memberikan tongkat kecil (tongkat estafet) yang sambung menyambung antar pelari, yang biasanya ada jarak tertentu untuk memberikannya. Menurut Yudistira (2004:70) bahwa lari estafet atau lari beranting disebut juga lari sambung yang merupakan salah satu cabang olahraga atletik, dilaksanakan secara bergantian membawa tongkat estafet dari garis menuju garis finish dengan jarak tempuh yaitu 4 x 100 meter, 4 x 200 meter, 4 x 800, dan 4 x 1.600 meter. Keberhasilan suatu regu estafet sebagian besar ditentukan oleh kelancaran pelaksanaaan pergantian tongkat, oleh sebab itu suatu regu yang mempunyai pelari dengan catatan waktu yang baik belum tentu memenangkan pertandingan, karena hanya regu yang mampu melaksanakan pergantian tongkat dengan mulus dan mempunyai kecepatan stabil dapat memenangkan perlombaan.
3
Pada nomor lari estafet ada kekhususan yang tidak akan dijumpai pada nomor lari yang lain, yaitu memindahkan tongkat sambil berlari cepat dari pelari kesatu
kepada
pelari
berikutnya
sebagaimana
dikemukakan
Widya
(2003:28)bahwa lari sambung adalah merupakan kegiatan jasmani berupa lari sambil memindahkan benda atau alat dari satu pelari ke pelari lainnya. Senada dengan pendapat di atas (en.wikipedia.org/wiki/male/28/02/2011) memuat bahwa lari estafet adalah salah satu lomba lari pada perlombaan atletik yang dilaksanakan secara bergantian. Satu regu pelari sambung terdiri dari 4 orang pelari. Dalam perlombaan lari sambung pelari berlari dengan kecepatan penuh dengan memindahkan tongkat harus berada di dalam daerah yang disebut zona panjang 20 meter. Perpindahan tongkat diluar zona tersebut regu dinyatakan gagal atau didiskualifikasi. Dengan kata lain, lari estafet adalah lari yang dilakukan oleh 4 orang dalam satu regu yang biasanya membawa tongkat yang berukuran kecil apabila tongkat jatuhnya di lintasan orang lain, maka pelari harus menunggu orang tersebut lewat atau melintas baru pelari boleh mengambilnya. Hal ini dilakukan agar supaya tidak akan menghambat orang lain sehingga pelari tidak saling tabrakan. Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa lari estafet adalah salah satu jenis olahraga yang berinduk pada atletik dimana pelarinya berjumlah lebih dari 1 orang dan kurang dari 5 orang yang bergabung dalam 1 tim, dan masing-masing pelari sudah diatur dalam jarak tertentu untuk kemudahan bersiap-siap menunggu atau menerima tongkat estafet dari teman dan
4
kemudian berlari untuk menyerahkan tongkat tersebut kepada teman 1 tim serta seterusnya saling mengoforkan tongkat hingga memasuki garis finish. 2.1.3 Hakikat Teknik Lari Estafet Pada lari estafet ada beberapa macam cara dalam pemberian tongkat estafet dari pelari kepada pelari berikutnya. Para pelari harus menerima dan memberikan dengan berselang-seling. Misalnya pelari pertama memegang tongkat dengan tangan kanan, pelari kedua harus menerima dengan tangan kiri, pelari ketiga menerima dengan tangan kanan, pelari terakhir menerima dengan tangan kiri. Perpindahan tongkat terbaik bila pemindahan tongkat berlangsung dalam keadaan pelari sudah mencapai kecepatan tertinggi. Ini terjadi kira-kira 15 – 18 meter setelah garis permulaan dalam daerah pergantian. Secara garis besar, menurut Suyudi (2009:69) bahwa pergantian tongkat estafet itu ada dua macam, yaitu dengan melihat (Visual) dan tanpa melihat (non visual). 1. Teknik Penerimaan Tongkat Melihat ( Visual) Keterampilan teknik penerimaan tongkat dengan cara melihat yaitu pelari yang menerima tongkat melakukannya dengan berlari sambil menolehkan kepala untuk melihat tongkat yang diberikan oleh pelari sebelumnya atau si penerima tongkat estafet menoleh ke belakang, melihat kepada pemberi tongkat. Penerimaan tongkat dengan cara melihat biasanya di lakukan pada nomor 4 x 400 meter. 1 Teknik Penerimaan Tongkat Tanpa Melihat (Non Visual) Keterampilan penerimaan tongkat estafet dengan cara tidak melihat yaitu
5
pelari yang mnerima tongkat melakukannya dengan berlari tanpa melihat tongkat yang akan diterimanya atau penerima tongkat estafet tanpa menoleh kepada si pemberi tongkat. Cara penerimaan tongkat tanpa melihat biasanya digunakan dalam lari estafet 4 x 100 meter. Pemberi melakukan gerakan ayunan dari arah bawah belakang badan dengan sikap ibu jari dan jari lainnya membentuk huruf V terbalik dengan ibu jari yang berada pada bagian luar dari badan, sedangkan keempat jari lainnya di bagian dalam. Dilihat dari cara menerima tongkat, keterampilan gerak penerima tongkat tanpa melihat lebih sulit dari pada dengan cara melihat. Dalam pelaksanaannya, antara penerima dan pemberi perlu melakukan latihan yang lebih lama melalui pendekatan yang tepat. Dalam Muhajir (2002) dikemukakan bahwa pada prinsipnya lari estafet adalah berusaha membawa tongkat secepat-cepatnya yang dilakukan dengan memberi dn menerima tongkat dari satu pelari kepada pelari lainnya, agar dapat melakukan teknik tersebut, pelari harus menguasai keterampilan memberi serta menerima tongkat yang dibawanya. Dalam beberapaperlombaan lari estafet, seringkali suatu regu dikalahkan oleh regu lainnya hanya karena kurang menguasai keterampilan gerak menerima dan memberikan tongkat dari satu pelari kepada pelari yang lainnya. Bahkan, seringkali suatu regu didiskualifikasi karena kurang tepatnya penerimaan dan pemberian tongkat. Lari estafet mengenal dua keterampilan teknik pemberian dan penerimaan tongkat, yaitu :
6
(a) Keterampilan teknik pemberian dan penerimaan tongkat estafet dari bawah; (Keterampilan teknik ini dilakukan dengan cara pelari membawa tongkat dengan tangan kiri). Sambil berlari pelari akan memberikan tongkat, ayunkan tongkat dari belakang ke depan melalui bawah. Sementara itu jari-jari tangan lainnya dirapatkan. (b) Keterampilan teknik pemberian dan penerimaan tongkat estafet dari atas. Keterampilan teknik ini dilakukan dengan cara mengayunkan tangan dari belakang ke depan, kemudian dengan segerameletakkan tongkat dari atas pada telapak tangan penerima. Pelari yang akan menerima tongkat mengayunkan tangan dari depan ke belakang dengan telapak tangan menghadap ke atas. Ibu jari di buka lebar dan jari-jari tangan lainnya rapat. Pada keterampilan teknik pemberian tongkat dari atas, pemberian dan penerimaan tongkat dilakukan pada bagian tangan yang sama. Apabila pemberi melakukannya dengan tangan kanan, penerima akan melakukannya dengan tangan
kiri
pula
(http:/sahabatabi.blogspotcom/2011/02/larisambung-
estafet.htm). Suatu regu lari estafet yang terdiri dari pelari-pelari yang baik hanya akan dapat memenangkan perlombaan jika mampu melakukan pergantian tongkat estafet dengan cepat dan sempurna. Menurut Yudistra (2004:73-76) bahwa cara menempatkan pelari-pelari tersebut adalah sebagai berikut : (a) Pelari ke- 1 ditempatkan di daerah start pertama dengan dilintasan tikungan ; (b) Pelari ke- 2 ditempatkan di daerah start kedua dengan lintasan di tikungan. (c) Pelari ke- 3 ditempatkan di daerah star ketiga dengan lintasan di tikungan.
7
(d) Pelari ke- 4 ditempatkan di daerah start keempat dengan lintasan lurus dan berakhir di garis finish. Disamping hal-hal tersebut di atas, penting pula untuk mengetahui peraturan perlombaan lari estafet sehingga seorang pelari tidak terkualifikasi. Secara umum, peraturan perlombaan dalam lari estafet antara lain sebagai berikut: (1) Panjang daerah pergantian tongkat estafet adalah 20 meter, 1,20 meter dan bagi pelari estafet 4 x 400 meter ditambah 10 meter prazona. Prazona adalah suatu daerah dimana pelari yang akan berangkat dapat mempercepat larinya, tetapi disini tidak terjadi pergantian tongkat; (2) Setiap pelari harus tetap tinggal di jalur lintasan masing-masing meskipun sudah
memberikan
tongkatnya
kepada
pelari
berikutnya.
Apabila
tongkatterjatuh, pelari yang menjatuhkannya harus mengambilnya. (3) Tongkat estafet harus berukuran panjang tongkat 28-30 cm, diameter tongkat 38 mm, berat tongkat 50 gr. (4) Dalam lari estafet, pelari pertama berlari pada lintasannya masing-masing sampai tikungan pertama, kemudian boleh masuk ke lintasan dalam, pelari ketiga dan pelari keempat menunggu di daerah pergantian secara berurutan sesuai kedatangan pelari seregunya. 2.1.4
Hakikat strategi pembelajaran kelompok Menurut Isjoni dalam Muhammad (2008:17) bahwa kerja kelompok
berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersamasama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.
8
Sedangkan Roestiyah (2001:16) mengemukakan bahwa strategi kelompok adalah suatu cara mengejar siswa didalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 atau 7 siswa. Mereka bekerja sama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan pula oleh guru. Strategi kelompok merupakan satu kesatuan individu-individu pelajar yang disamping memiliki ciri khas masing-masing juga memiliki potensi untuk bekerja sama. Atas dasar ini, guru dapat memanfaatkan cirri khas dan potensi tersebut untuk kepentingan mengajar dengan strategi kerja kelompok baik menjadikan kelas sebagai satu kesatuan (kelompok tersendiri) maupun dengan membaginya menjadikelompok-kelompok kecil (sub-sub kelompok) Rahim (2001: 116). Kelompok bisa dibuat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : a. Perbedaan individu dalam kemampuan belajar terutama bila kelas itu bersifat heterogen dalam pembelajaran. b. Perbedaan minat belajar. Dengan pertimbangan ini, kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok yang terdiri atas para pelajar yang mempunyai minat yang sama. c. Pengelompokann berdasarkan jenis pekerjaan yang akan diberikan.
9
d. Pengelompokkan berdasarkan wilayah tempat tinggal, artinya pelajar-pellajar yang tinggal dalam satu wilayah dikelompokkan dalam satu kelompok sehingga memudahkan koordinasi kerja. e. Pengelompokkan atas dasar jenis kelamin pelajar putra dan kelompok putri. Roestiyah menjelaskan (2001 : 18) bahwa penggunaan tekhnik kerja kelompok untuk mengajar mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerja sama dengan teman yang lain dan mencapai tujuan bersama. Pengelompokkan dalam tekhnik kelompok biasanya didasarkan pada : 1) Adanya alat pelajaran tidak memiliki jumlah agar penggunaan dapat lebih efisien dan efektif, maka siswa perlu dijadikan kelompok-kelompok kecil, karena bila seluruh siswa sekaligus menggunakan alat-alat itu tidak mungkin. Dengan pembagian kelompok mereka dapat memanfaatkan alat-alat yang terbatas itu sebaik muungkin, tanpa saling menunggu gilirannya. 2) Kemampuan belajar siswa. Didalam kelas kemampuan belajar siswa tidak sama. Siswa yang pandai dalam bahasa inggris, belum tentu sama pandainya dalam pelajaran sejarah. Dengan adanya perbedaan kemampuan belajar itu, maka perlu dibentuk kelompok menurut kemampuan belajar masing-masing, agar setiap siswa dapat belajar siswa dengan kemampuannya. 3) Kerja sama yang efektif. Dalam kelompok siswa harus bekerja sama mampu menyesuaikan diri, menyumbangkan pikiran/pendapat atau tenaga untuk kepentingan bersama sehingga mencapai suatu tujuan. Sehubungan hal di atas, Rahim (2001 : 118) mengatakan bahwa untuk mencapai hasil pengajaran yang baik dengan strategi kelompok ini terdapat
10
faktor yang hendaknya diperhatikan olehh guru, yaitu : a) Perlu adanya motivasi yang kuat untuk bekerja pada setiap anggota. Situasi yang menyenangkan antar anggota menentukan berhasil tidaknya kerja-kerja kelompok. Demikian pula persaingan yang sehat antar kelompok biasanya mendorong untuk belajar. b) Masalah merupakan satu unit yang dipecahkan bersama, atau masalah dibagibagi untuk dikerjakan secara individual. Hal ini tergantung pada kompleks tidaknya masalah yang akan dipecahkan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi kelompok sangat membantu siswa untuk bekerja sama antara teman yang lain, secara efektif dan mampu menyesuaikan diri sehingga mencapai suatu tujuan. 2.2 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoritis yang telah di ajukan sebelumnya maka dapat di ajukan hipotesis tindakan sebagai berikut : “Jika guru menggunakan strategi pembelajaran kelompok, maka kemampuan pengoporan tongkat estafet siswa kelas V SDN 1 Bulango Selatan Kabupaten Bone Bolanggo dapat ditingkatkan. 2.3 Indikator Kinerja Yang menjadi indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah jika 80% siswa yang menunjukkan keberhasilan dalam melakukan gerak dasar pengoporan tongkat estapet non visual,maka penelitian dinyatakan selesai.