8
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Matematika Pembelajaran
matematika merupakan suatu
kegiatan
atau upaya
untuk memfasilitasi siswa dalam mempelajari matematika. Kegiatan tersebut adalah upaya disengaja artinya menuntut persiapan pembelajaran yang sangat detail, inovatif dan kreatif yang mampu menyesuaikan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan pembelajaran kompetensi dalam standar kompetensikompetensi dasar dan kekhasan kontekstual kehidupan sehari-hari peserta didiknya. Dalam Pelaksanaan pembelajaran, tugas guru hanya sebagai fasilitator, sedangkan siswa aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Proses pembelajaran matematika pada dasarnya adalah hubungan antara siswa dengan guru dan antara sesama siswa dalam proses pembelajaran. Interaksi dalam proses pembelajaran bukan hanya mengembangkan aspek kognitif saja namun aspek afektif dan psikomotorik perlu dikembangkan sesuai dengan tujuan yang telah dirancang pada kurikulum. Menurut menciptakan
Moedjiono (dalam Heruman 2008:5) Pembelajaran
sistem
lingkungan
yang
memungkinkan
terjadinya
adalah proses
pembelajaran yang berkembang secara optimal. Selanjutnya Heruman (2008:6) mengungkapkan bahwa proses pembelajaran pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dapat pula dikatakan bahwa pembelajaran
9
merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada diri siswa. Dalam pembelajaran matematika, serangkaian pengetahuan, ketrampilan, konsep, prinsip, atau aturan biasanya disajikan secara bertahap. Penyajian secara bertahap bukan dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa satu topik lebih penting dari topik lainnya atau mencoba memisahkan tiap konsep dari konsep lainnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membangun suatu pemahaman secara gradual bertahap yang pada akhirnya menuju pada pemahaman yang lebih terintegrasi. Dari sejumlah pendapat yang telah dikemukakan, penulis dapat menyimpulkan bahwa suatu pembelajaran dalam matematika adalah suatu proses interaksi siswa dan guru, dimana guru sebagai fasilitator dan mengorganisasi lingkungan belajar sehingga siswa dapat menkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan dalam matematika. Pembelajaran matematika lebih utama dibandingkan dengan pengajaran matematika yang pada dasarnya hanya merupakan proses penyampaian pengetahuan dari guru kepada siswa, karena pembelajaran matematika mengoptimalkan keberadaan dan peran siswa sebagai pembelajar. Pembelajaran matematika diharapkan berakhir dengan sebuah pemahaman siswa yang komprehensif dan holistik tentang materi yang telah disajikan. Pemahaman yang dimaksud tidak sekedar memenuhi tuntutan pembelajaran matematika secara substantif saja, namun dapat memberikan manfaat kepada siswa, yaitu:
10
Lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik matematika yang lainnya Lebih menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang lain Lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia Lebih mampu berfikir logis, kritis dan sistematis Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah masalah Lebih peduli pada lingkungan sekitarnya. Dalam pembelajaran matematika, seorang guru tidak saja harus menguasai materi ajar, melainkan juga harus menguasai metode dan pendekatan pembelajaran yang terintegrasi, komprehensif, dan holistik. Agar pembelajaran matematika dapat berjalan dengan baik maka guru haruslah menggunakan suatu model pembelajaran yang tepat. Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dan sejalan dengan ide yang dikemukakan di atas adalah
pendekatan pembelajaran pendidikan
matematika realistik (PMR).
2. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional merupakan proses pembelajaran yang banyak dilakukan. Pembelajaran ini berpusat pada guru atau teacher sentered dan metode caramah menjadi pilihan utama guru dalam menyampaikan materi. Menurut Djafar (2001:86) yaitu :“pembelajaran konvensional dilakukan dengan
11
komunikasi satu arah. Ciri lain dari pembelajaran ini peserta didik sekaligus mengerjakan dua kegiatan yaitu mendengarkan dan mencatat”. Jadi pembelajaran konvensianal diawali dengan pemberian informasi atau ceramah dalam penjelasan satu konsep pelajaran yang diikuti dengan pemberian contoh-contoh soal. Wordpress (dalam Kaharu, 2011:30) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran konvensional merupakan suatu istilah dalam pembelajaran lazim diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari. Desain pembelajaran ini brsifat linier dan dirancang dari sub-sub konsep secara terpisah menuju konsep-konsep yang lebih kompleks. Pembelajaran linier berarti bahwa satu langkah mengikuti langkah lain, dimana langkah kedua tidak bisa dilakukan sebelum langkah pertama dikerjakan. Pembelajaran konvensional masih didasarkan atas asumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan sacara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Dalam pembelajaran konvensional cenderung pada belajar hapalan yang mentolirer respon-respon yang bersifat konvergen, menekankan informasi konsep, latihan soal dalam teks, serta penilaian masih bersifat tradisional dengan paper dan pensil tes yang menuntut pada satu jawaban yang benar. Pembelajaran konvensional ini juga memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal yang belum dimengerti dan menyalin kedalam buku catatan. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan pemberian sola-soal latihan yang dikerjakan dalam buku latihan. Soal-soal latihan yang tidak dipahami siswa dibahas secara klasikal dengan menyuruh satu atau dua orang siswa untuk menjawab di papan tulis.setelah selesai satu pokok bahasan dberikan tes hasil
12
belajar kapada siswa mengenai materi yang terdapat didalam pokok bahasan tersebut. Secara umum pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri sebagai berikut; (1) siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsikan sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki keluaran sebgai standar, (2) belajar secara individual, (3) pembelajaran bersifat abstrak dan teoritis, (4) perilaku dibangun atas kekuasaan, (5) kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final, (6) guru adalah penentu jalannya
proses pembelajaran, dan (7) perilaku baik
berdasarkan motivasi ekstrintik. Berdasarkan uraian tentang pembelajaran konvensional dapat dibuat karakteristik pembelajaran dengan pendekatan konvensional dengan pembelajaran dengan pendekatan PMRI, untuk melihat perbedaan antara keduanya seperti dalam Tabel 1 berikut: Tabel 1. Perbandingan karakteristik pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI dengan pembelajaran matematika dengan konvensional. Pembelajaran Dengan Pendekatan PMRI 1. Pembelajaran diawali dengan
Pembelajaran Konvensional 1. Pembelajaran dimulai dari
masalah realistik sehingga siswa
hal yang abstrak (definisi,
termotivasi dan terbantu belajar
teorema, aksioma)
matematika. 2. Memecahkan masalah dengan
2. Memecahkan masalah
berbekal pengetahuan informal
dengan berbekal
menuju formal (menemukan konsep
pengetahuan secara formal.
melalui bimbingan guru).
13
3. Proses belajar berlangsung secara interaktif.
3. Proses pembelajaran berlangsung satu arah yaitu guru ke siswa
4. Matematika dipandang sebagai suatu
4. Matematika dianggap
aktivitas dan belajar matematika
sebagai barang yang sudah
merupakan bekerja dengan
jadi, sehingga penalaran
matematika (doing mathematic)
siswa tidak berkembang.
Dari Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa penekanan pembelajaran matematika melalui pendekatan PMRI berpusat pada siswa (student centered). Sedangkan pembelajaran konvensional berpusat pada guru (Teacher centered).
3. Koneksi matematika Koneksi Matematika merupakan kemampuan siswa dalam mengaitkan konsep-konsep matematika, baik antar konsep matematika itu sendiri (dalam matematika) maupun mengaitkan konsep matematika dengan bidang lainnya (di luar matematika) ataupun mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Bruner dan Kenney (1963) dalam Sugiman (2008:3), mengemukakan teorema dalam proses belajar matematika (Teorems on Learning Mathematics). Kedua ahli tersebut merumuskan empat teorema dalam pembelajaran matematika yakni (1) Teorema Pengkonstruksian (construction theorem) yang memandang pentingnya peran representasi terkait dengan konsep, prinsip, dan aturan matematik, (2) teorema penotasian (notation theorem) yang mana representasi akan menjadi lebih sederhana manakala dengan menggunakan simbol, (3) teorema pengontrasan dan keragaman (theorem of contrast and variation) yang
14
memandang perlunya situasi yang kontras dan yang beragam, dan (4) teorema koneksi (theorem of connectivity). Keempat teorema tersebut bekerja secara simultan dalam setiap proses pembelajaran matematika. Teorema koneksi sangat penting untuk melihat bahwa matematika adalah ilmu yang koheren dan tidak terpartisi atas berbagai cabangnya. Cabang-cabang dalam matematika, seperti aljabar, geometri, trigonometri, statistika, satu sama lain saling kait mengkait. NCTM (2000) dalam Sugiman (2008:2) menyatakan bahwa matematika bukan kumpulan dari topik dan kemampuan yang terpisah-pisah, walaupun dalam kenyataannya pelajaran matematika sering dipartisi dan diajarkan dalam beberapa cabang. Matematika merupakan ilmu yang terintegrasi. Memandang matematika secara keseluruhan sangat penting dalam belajar dan berfikir tentang koneksi diantara topik-topik dalam matematika. Kaidah koneksi dari Bruner dan Kenney menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam matematika dikoneksikan dengan konsep, prinsip, dan keterampilan lainnya. Struktur koneksi yang terdapat di antara cabang-cabang matematika memungkinkan siswa melakukan penalaran matematik secara analitik dan sintesik. Melalui kegiatan ini, kemampuan matematik siswa menjadi berkembang. Bentuk koneksi yang paling utama adalah mencari koneksi dan relasi diantara berbagai struktur dalam matematika. Dalam pembelajaran matematika guru tidak perlu membantu siswa dalam menelaah perbedaan dan keragaman struktur-struktur dalam matematika, tetapi siswa perlu menyadari sendiri adanya koneksi antara berbagai struktur dalam matematika. Struktur matematika adalah ringkas dan jelas sehingga melalui
15
koneksi matematik maka pembelajaran matematika menjadi lebih mudah difahami oleh anak. Bell, dalam Sugiman(2008:4) menyatakan bahwa tidak hanya koneksi matematik yang penting namun kesadaran perlunya koneksi dalam belajar matematika juga penting. Apabila ditelaah tidak ada topik dalam matematika yang berdiri sendiri tanpa adanya koneksi dengan topik lainnya. Koneksi antar topik dalam matematika dapat difahami anak apabila anak mengalami pembelajaran yang melatih kemampuan koneksinya, salah satunya adalah melalui pembelajaran yang bermakna. Koneksi diantara proses-proses dan konsep-konsep dalam matematika merupakan objek abstrak artinya koneksi ini terjadi dalam pikiran siswa, misalkan siswa menggunakan pikirannya pada saat menkoneksikan antara simbol dengan representasinya. Dengan koneksi matematik maka pelajaran matematika terasa menjadi lebih bermakna. Menurut Sumarmo (dalam Daud 2009:17) mengemukakan, bahwa kemampuan yang termasuk dalam koneksi matematika antara lain adalah. 1) mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur, 2) memahami hubungan antar topik matematika, 3) menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari, 4) memahami representasi ekuivalen suatu konsep, 5) mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen, 6) menerapkan hubungan antar topik matematika dan antar topik matematika dengan topik di luar matematika. Banyak siswa memandang matematika sebagai ilmu yang statis sebab mereka merasa pelajaran matematika yang mereka pelajari tidak terkait dengan
16
kehidupannya. Sedikit sekali siswa yang menganggap matematika sebagai ilmu yang dinamis, terutama karena lebih dari 99% pelajaran matematika yang mereka pelajari ditemukan oleh para ahli pada waktu sebelum abad kedelapan belas. Untuk memberi kesan kepada siswa bahwa matematika adalah ilmu yang dinamis maka perlu dibuat koneksi antara pelajaran matematika dengan apa yang saat ini dilakukan matematikawan atau dengan memecahkan masalah kehidupan (breathe
life)
ke
dalam
pelajaran
matematika.
ketika
siswa
mampu
mengkoneksikan ide matematik, pemahamannya terhadap matematika menjadi lebih mendalam dan tahan lama. Siswa dapat melihat bahwa koneksi matematik sangat berperan dalam topik-topik dalam matematika, dalam konteks yang menghubungkan matematika dan pelajaran lain, dan dalam kehidupannya. Melalui pembelajaran yang menekankan keterhubungan ide-ide dalam matematika, siswa tidak hanya belajar matematika namun juga belajar menggunakan matematika. Bentuk koneksi matematik yang mengkaitkan antara matematik dengan kehidupan sangat banyak dan bahkan berlimpah. Sebagai contoh koneksi matematik yang mengaitkan antara materi program linier dengan masalah kehidupan bagi siswa SMK kelas X.
4. Pendekatan Matematika Realistik (PMR) RME merupakan teori pembelajaran matematika yang telah berhasil di Belanda. Teori ini berangkat dari pendapat Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari sifat matematika seseorang memecahkan
17
masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran. Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang di pahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, dengan harapan agar tujuan pembelajaran matematika dapat dicapai lebih baik dari pada masa yang lalu. Dimaksud dengan realita adalah hal-hal yang konkrit, yang dapat diamati atau dipahami pesera didik melalui membayangkan. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada, baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik, Soedjadi (dalam Kaharu, 2011:20). Dalam RME dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika. Dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita (Blum & Niss dalam Sutarto Hadi, 2005:19). Sementara proses pengembangan konsep dan ide matematika dimulai dari kehidupan nyata, dan menghubungkan solusi yang didapatkan, kembali kepada kehidupan nyata.” Sehingga dapat dikatakan bahwa yang dilakukan dalam pembelajaran matematika adalah mengambil suatu permasalahan berdasarkan kenyataan, menjadikannya sebagai proses matematika, dan membawakannya lagi kepada kenyataan. Semua proses ini menuntun kepada pengertian matematika secara konseptual (conceptual matematization), Fauzan (2002) dalam Sugiman (2008:3).
18
Menurut Nyimas Aisyah (dalam Kaharu, 2011:19) mengatakan bahwa “aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal”.
Matematisasi
horizontal
adalah
proses
penyelesaian
soal-soal
kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan simbol mereka sendiri. Sedangkan matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep matematika. Dalam matematika vertikal, mencoba menyusun prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelasaikan soal-soal sejenis secara langsung tanpa bantuan konteks. Ada tiga prinsip utama dalam pembelajaran Matematika realistik (Gravemeijer dalam Fauzan, 2008:24-32) yaitu: (1) Penemuan kembali dengan/proses matematisasi secara eprogresif ( Guide reinvention/progressiv mathematizin), (2) Fenomena didaktik (Didactial Phenomenology)
dan (3)
Model-model dibangun sendiri oleh siswa (Self-developed models). Ketiga prinsip tersebut dijelaskan secara singkat sebagai berikut. Guide reinvention/progressiv mathematizin (penemuan kembali dengan bimbingan/proses matematisasi secara progresif) prinsip ini menghendaki bahwa, dalam Pembelajaran Matematika Realistik melalui penyelesaian masalah kontekstul yang diberikan guru diawal pembelajaran, dengan bimbingan dan petunjuk guru yang diberikan secara terbatas, siswa diarahkansedemikian rupa sehingga, seakan-akan siswa mengalami proses menemukan kembali konsep,
19
prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika, sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan. Sebagai sumber inspirasi untuk merancang pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik yang menekankan pada prinsip penemuan kembali (re-invention) ini antara lain dapat digunakan sejarah penemuan konsep/prinsip/rumus matematika atau cara penyelesaian siswa secara informal. Pendekatan penyelesaian informal itu sering dapat ditafsirkan oleh siswa, ketika ia menghadapi prosedur yang lebih formal. Dalam kasus tertentu kedua hal itu dapat dipertimbangkan untuk menujukan bahwa pembelajaran telah berjalan melalui proses matematisasi secara progresif. Prinsip ini mengacu pada pandangan kontruktivisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer atau di ajarkan melalui pemberitahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar. Didactial Phenomenology (fenomena didaktik), prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena didaktik, yang berbagai macam aplikasi topik itu menghendaki bahwa didalam menentukan suatu topik matematika untuk diajarkan dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, didasarkan atas dua alasan, yaitu: (a) untuk mengungkapkan harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (b) untuk dipertimbangkan pantas tidaknya topik itu digunakan sebgai poinpoin untuk suatu proses matematisasi secara progresif. Dari uraian diatas menujukan bahwa prinsip kedua Pembelajaran Matematika Realistik ini menekankan pada pentingnya masalah kontektual untuk
20
memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Hal ini dilakukan untuk mempertimbangankan aspek kecocokan masalah kontekstual yang disajikan dengan: (1) topik-topik matematika yang diajarkan dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran. Self-developed models (model-model dibngun sendiri oleh siswa). Prinsip ini berfungsi sebagai jembatan antara pengtahuan matematika informal dengan pengetahuan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekastual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa. Sebagaimana setiap pendekatan pembelajaran, disatu sisi memiliki berbagai kelebihan, namun juga memiliki kelemahan, demikian halnya dengan Pembelajaran Matematika Realistik ini. Kelebihan dan kerumitan Pembelajaran Matematika Realistik ini. Kelebihan dan kerumitan Pembelajaran matematika realistik telah dikemukakan oleh Suwarsono (dalam Kaharu 2011:27). Namun dalam Pembeljaran Matematika Realistik apa yng dikatakan kelemahan, sebenarnya adalah kerumitan menerapkan Pembelajaran Matematika Realistik itu di kelas. Berbagai kelebihan dari Pembelajaran Matematika Realistik ini antara lain; (1) Pembelajaran Matematika Realistik dapat memberikan pengertian yang jelas dan oprasional kepada siswa bahwa matematika itu berkaitan erat dengan
21
kehidupan sehari-hari dan kegunaan matematika bagi kehidupan manusia; (2) Pembelajaran Matematika Realistik dapat memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika merupakan suatu bidang kajian yang dapat dikontruksi dan dikembangkan oleh siswa sendiri, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar atau ahli matematika. Berdasarkan uraian secara keseluruhan di atas maka penulis dapat mengintisarikan bahwa pendekatan matematika realistik (PMR) dalam penelitian ini diartikan sebgai pemanfaatan realitas dan lingkungan yang berarti bergerak dari dunia nyata ke dalam dunia simbol, dengan menggunakan model/gambar atau fantasi, yang dapat menghasilkan konsep, prinsip atau model matematika dari masalah kontekstual sehari-hari yang dapat diamati atau dipahami peserta didik melalui membayangkan sehingga memperlancar proses pembelajaran matematika, dengan harapan agar tujuan pembelajaran matematika dapat dicapai lebih baik dari pada masa yang lalu.
B. Hasil Penelitian Yang Relevan Harsono
A.
Usman
2010
dengan
judul
Penerapan
Pendekatan
Pembelajaran kontekstual Dalam Meningkatkan Kemampuan Koneksi Dan Komunikasi Matematika Pada Mata Pelajaran Matematika Dikelas VIII SMP N 8 Limboto. Kesimpulan dari penelitiannya bahwa kemampuan koneksi matematika antara siswa yang mengikuti pendekatan pembelajran kontekstual lebih tinggi dari kemampuan koneksi matematika siswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran secara konvensional. Kedudukan penelitian penulis dengan penelitian ini adalah
22
sama-sama menggunakan pendekatan pembelajaran secara kontekstual atau dengan realita kehidupan sehari-hari. Menurut Sugiman 2008 dengan judul Koneksi Matematika Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematika SMP rata-rata baru mencapai 53,8%. Capaian ini tergolong rendah. Adapun rata-rata penguasaan untuk setiap aspek koneksi adalah koneksi inter topik matematika 63%, antar topik matematika 41%, matematika dengan pelajaran lain 56%, dan matematika dengan kehidupan sehari-hari 55%. Kedudukan penelitian penulis dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti kemampuan koneksi matematika siswa, perbedaanya penelitian tersebut hanya pada siswa SMP sedangkan penelitian penulis ditingkat SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).
C. Kerangka Berpikir Pada latar belakang masalah dikatakan bahwa peserta didik sulit mengaplikasikan
matematika
dalam
situasi
kehidupannya,
sehingga
mengakibatkan minat belajar dan pemahaman konsep matematik dibawah, serta berujung pada hasil belajar yang tidak memuaskan. Itu disebabkan oleh kurangnya kreatifitas guru dalam menciptakan pembelajaran yang lebih menarik dan penggunaan matode pembelajaran yang monoton. Sehingga siswa kurang tertarik dengan pembelajaran yang mengakibatkan siswa tidak memahami materi yang diajarkan oleh guru.
23
Metode dan pembelajaran dalam dunia pendidikan memiliki pengaruh yang cukup besar. Peggunaan metode dan pembelajaran yang kurang tepat dapat mengakibatkan kurang efektifnya pelakasanaan pembelajaran maupun hasil belajar yang diharapkan. Oleh seba itu, sebelum melaksanakan pembelajaran, sebaiknya terlebih dahulu dipikirkan metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk digunakan sesuai dengan kesiapan intelktual siswa. Apapun metode dan pembelajaran yang berkembang saat ini semuanya bertujuan memaksimalkan proses pembelajaran sehingga siswa dapat menguasai materi yang diberikan. Sehubungan dengan matematika, metode dan pembelajaran bertujuan agar siswa dapat tuntas dalam pelajaran matematika yang diberikan. Pembelajaran dengan pendekatan Matematika Realistik adalah salah satu strategi pembelajaran yang mengantarkan matematika siswa pada kenyataan dan kehidupan sehari-hari. Guru merancang proses keterlibatan siswa secara penuh dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata. Pembelajaran
RME meberikan kemudahan bagi guru dan membuat
pembelajaran lebih bermakna bagi siswa . keberhasilan pembelajaran RME bergantung pada kerjasama anatara guru dan siswa. Untuk meningkatkan koneksi matematika siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran RME, maka guru harus memperhatikan asas-asas pembelajaran RME. Sehingga pada saat pembelajaran, pengetahuan siswa diperoleh dari proses penemuannya dan mengkontruksinya sendiri . siswa menjadi lebih aktif ,setiap siswa berkembang sesuai dengan pengalaman belajar yang
24
dialaminya, dan pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa sehingga tumbuh motivasi dan minat siswa dalam belajar. Ini dapat mencerminkan pemahaman matematika
siswa
akan
meningkat
apabila
menggunakan
pendekatan
Pembelajaran Matematika Realistik (RME). Pembelajaran
konvensional
merupakan
pembelajaran
yang
sering
digunakan oleh guru dalam mengajar. Pembelajaran ini menekankan pada kemampuan intelektual siswa dan mengabaikan kemampuan berpikir siswa. Pada proses pembelajarannya guru memulai pelajaran dengan menanyakan pelajaran yang telah diajarkan dahulu dan menerangkan tujuan pembelajaran, setelah itu menjelaskan materi dengan jelas, memberikan contoh soal, pertanyaan dan memberikan umpan balik. Kegiatan siswa lebih pada pengerjaan soal yang diberikan guru, mengidentifikasi apa yang diketahui dan ditanyakan, selanjutnya memikirkan rumus yang diggunakan dan menerapkannya pengerjaan soal. Uraian diatas memberikan gambaran bahwa pembelajaran konvensional belum terpusat pada siswa, akibatnya pembelajaran tidak bermakna bagi siswa. Siswa kurang aktif terhadap pembelajaran ,siswa merasa jenuh dan pembelajaran menjadi membosankan. Dengan demikian hasil belajar cenderung rendah. Dari uraian diatas diduga apabila menggunakan pembelajaran RME akan lebih meningkatkan koneksi matematik siswa sehingga akan berdampak positif pada
hasil
belajar
konvensional. D. Hipotesis Penelitian
dibandingkan
dengan
menggunakan
pembelajaran
25
Hipotesis adalah Asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya (Sudjana, 2005 : 219). Bertitik tolak dari pengertian hipotesis, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian ini adalah “Ada pengaruh positif pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap kemampuan koneksi matematika siswa pada pelajaran matematika kls X Akuntansi SMK N 1 Batudaa.