9
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Laporan Keuangan Daerah
2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Laporan
keuangan
SKPD
merupakan
suatu
hasil
dari
proses
pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dari transaksi ekonomi(keuangan) dari entitas
pelaporan
yang
dijadikan
sebagai
informasi
dalam
rangka
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan SKPD dan pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak eksternal entitas pelaporan yang memerlukan. Laporan keuangan SKPD harus sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Mahsun (2006) menjelaskan bahwa laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang berisi informasi keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik pihak intern maupun eksternal. Mursyidi (2009) menyatakan laporan keuangan adalah laporan yang disusun secara sistemetis mengenai posisi keuangan suatu entitas pada saat tertentu, dan kinerja suatu entitas pada periode tertentu. Mardiasmo (2002) Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktifitas suatu perusahaaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi yang akan digunakan oleh pihak-pihak yang
9
10
berkepentingan mengenai, posisi keuangan, kinerja perusahaan/organisasi, perubahan ekuitas, arus kas dan informasi lain yang merupakan hasil dari proses akuntansi selama periode akuntansi dari suatu kesatuan usaha. 2.1.1.2 Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Laporan keuangan pemerintah daerah disajikan menganut basis akuntansi yang merupakan prinsip- prinsip akuntansi yang menentukan kapan pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan. Basis akuntansi pada umumnya ada dua yaitu basis kas (cash basis off accounting) dan basis akrual (accrual basis of accounting), (Mursyidi, 2009: 60). Dalam akuntansi berbasis kas transaksi ekonomi dan kejadian lain diakui ketika kas diterima oleh kas pemerintah (Kas Umum Negara/Kas Umum Daerah). Sedangkan dalam akuntansi berbasis akrual berarti suatu basis kuntansi dimana transaksi ekonomi dan peristiwa-peristiwa lain diakui dan dicatat dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam periode laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas ekuivalen kas diterima atau dibayarkan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah diwajibkan menerapkan basis akuntansi akrual secara penuh atas pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja Negara paling lambat tahun anggaran 2008. Sedangkan basis akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuagan pemerintah pada saat ini (sebelum ada petunjuk teknis tentang penggunaan basis akrual) menurut PSAP Nomor 1
11
adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan asset, kewajiban dan ekuitas dana. Mursyidi (2009) menjelaskan entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakan
akuntansi
dan
penyajian
laporan
keuangan
dengan
menggunakan sepenuhnya basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan asset, kewajiban, dan ekuitas dana. Namun entitas pelaporan tersebut tetap menyajikan laporan ralisasi anggaran (LRA) berdasarkan basis kas. 2.1.1.3 Tujuan Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan (PP No. 24 Tahun 2005). Mursyidi (2009: 59) tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik Mursyidi (2009: 59) menjelaskan tujuan pelaporan keuangan pemerintah daerah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukan akuntabilitas entitas pelapora atas sumber daya yang dipercaya kepadanya, dengan: a. Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiaban, dan ekuitas dana pemerintah.
12
b. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah. c. Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi. d. Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya. e. Menyediakan
informasi
mengenai
cara
entitas
pelaporan
mendanai
aktivitasnya dam memenuhi kebutuhan kasnya. f. Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintah. Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya. Tujuan penyajian laporan keuangan sektor publik menurut Governmental Accounting Standard Board (GASB, 1998) adalah Untuk membantu memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjadi akuntabel secara publik; Untuk membantu memenuhi kebutuhan para pengguna laporan yang mempunyai keterbatasan kewenangan, keterbatasan kemampuan atau sumber daya untuk memperoleh informasi dan oleh sebab itu mereka menyandarkan pada laporan sebagai sumber informasi penting. Untuk tujuan tersebut, pelaporan keuangan harus mempertimbangkan kebutuhan para pengguna dan keputusan yang mereka buat. Menurut Erlina (2008) dalam Abas (2011) tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber
13
daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. 2.1.1.4 Komponen Laporan Keuangan Menurut Mursyidi (2009: 63) jenis laporan keuangan pokok yang harus dibuat pemerintah daerah meliputi: ”1. Laporan Realisasi Anggaran 2. Neraca 3. Laporan Arus Kas 4. Catatan atas Laporan Keuangan. 1. Laporan Realisasi Anggaran Laporan realiasi anggaran menurut Mursyidi (2009: 64) adalah laporan yang disusun secara sistematis tntang realisiasi pendapatan, belanja, dan pembiyaan selala suatu periode tertentu. sedangkan Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005, mengatakan Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumberdaya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. LRA mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah daerah yang menunjukan ketaatan terhadap APBN/APBD dengan menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat dan daerah dalam suatu periode pelaporan. Dalam LRA menggambarkan perbandingan antara
14
anggaran dengan realisasinya dalam suatu periode pelaporan (Mursyidi, 2009: 64). Darise (2008) menjelaskan Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalaam satu periode pelaporan. Lebih lanjut Darise (2008) mengungkapkan unsur yang dicakup secara langsung oleh laporan realisasi anggaran terdiri dari pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masingmasing unsur didefinisikan sebagai berikut : a. Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh bendahara umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. b. Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh bendahara umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. c. Transfer adalah penerimaan / pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari / kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil. d. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan / atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya,
15
yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. e. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil diinvestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah. 2. Neraca Daerah Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 2005, menyatakan neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai asset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Darise (2008) menjelaskan bahwa Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Selanjutnya Mursyidi (2009: 71) neraca merupakan laporan yang disusun secara sistematis mengenai posisi aset, kewajiban, dan ekuitas dan untuk suatu entitas pada saai tertentu. Sedangkan Mahsun (2006: 132) menjelaskan bahwa neraca merupakan bentuk laporan keuangan perusahaan pada tanggaal tertentu. Menurut Mahsun (2006: 132) unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari asset, kewajiban, dan ekuitas dana. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut: a.
Asset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
16
termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. b.
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.
c.
Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah.
3. Laporan Aliran Kas Laporan arus kas merupakan laporan yang disusun secara sistematis untuk menyajikan informasi mengenai pemerimaan dan pengeluaran kas melalui kas umum negara/kas daerah selama periode tertentu, (Mursyidi, 2009: 80). Di dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Pasal 81 Ayat (1), mengatakan laporan aliran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menyajikan informasi mengenai sumber dan penggunaan kas dalam aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pembiayaan. Laporan
aliran
kas
menggambarkan
saldo
awal,
penerimaan,
pengeluaran dan saldo akhir kas daerah dalam suatu periode akuntansi tahun berkenaan. Laporan aliran kas menyajikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas yang berkaitan dengan aktifitas operasi, investasi dan pembiayaan. Menrut Darise (2008) unsur yang dicakup dalam laporan aliran kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing didefinisikan sebagai berikut:
17
a. Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum Negara/Daerah. b. Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara Umum Negara/Daerah. 4. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan menurut Nurlan Darise (2008) adalah Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca, dan laporan arus kas.” Mursyidi (2009: 94) menjelaskan catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Mahsun (2006: 138) menjelaskan catatan atas laporan keuangan (Calk) merupakan penjelasan secara lebih rinci atas elemen-elemen dalam laporan keuangan, baik elemen neraca, laporan realisasi anggaran maupun laporan arus kas. Bagi para pengguna laporan keuangan pemerintah daerah, catatan atas laporan keuangan ini sangat penting untuk dibaca dan dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Mursyidi menjelaskan catatan atas laporan keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
18
a.
Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan ekonomi makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.
b. Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan. c.
Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksitransaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya.
d. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan pada lembar muka laporan keuangan. e. Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, dan f. Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan pada lembar muka laporan keuangan. 2.1.2
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Akuntabilitas publik merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban atas
segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh seseorang pemegang amanah terhadap orang atau badan yang meminta pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas ini dilakukan sebagai bentuk transparansi daripada kegiatan operasional suatu perusahaan. Menurut Mardiasmo (2002) bahwa Akuntabilitas publik adalah kewajiban
pihak
pemegang
amanah
(agent)
untuk
memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala
19
aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntabilitas bertujuan untuk memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat atas dana yang digunakan pemerintah untuk meningkatkan kinerja pemerintah dalam peningkatan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Akuntabilitas adalah suatu pertanggungjawaban
oleh
pihak-pihak
yang
diberi
kepercayaan
oleh
masyarakat/individu di mana nantinya terdapat keberhasilan atau kegagalan di dalam pelaksanaan tugasnya tersebut dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Pertanggungjawaban tersebut berkaitan langsung dengan aktivitas birokrasi dalam memberikan pelayanan sebagai kontra prestasi atas hak-hak yang telah
dipungut
langsung
maupun
tidak
langsung
dari
masyarakat.
Pertanggungjawaban perlu dilakukan melalui media yang selanjutnya dapat dikomunikasikan kepada pihak internal maupun pihak eksternal (publik) secara periodik maupun secara tak terduga sebagai suatu kewajiban hukum dan bukan karena sukarela. Pengelolaan keuangan daerah/SKPD merupakan salah satu bagian yang mengalami perubahan mendasar dengan ditetapkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua Undang-Udang tersebut memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah dalam mobilisasi sumber dan menentukan arah,tujuan dan target penggunaan anggaran.
20
Dengan adanya Undang–Undang yang telah direvisi tersebut maka secara langsung pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggungjawab. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan dalam rangka mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD adalah dengan penyajian dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang baik dan benar dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan yang telah diterima secara umum. Dalam rangka penyusunan dan penghasilan laporan keuangan pemerintah yang baik dan benar yaitu memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan presiden dalam PP No.24 Tahun 2005 tentang SAP. SAP merupakan prasyarat yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah sesuai dengan PP No. 24 pada bagian PSAP (2005:2), “SAP adalah prinsip-prinsip yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintahan”. Namun Roesyanto (2007:3) dalam Rajana Hrp(2009) menyatakan bahwa “rata-rata pemerintah daerah belum dapat menyusun laporan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu PP No.24 Tahun 2005 tentang SAP. Sehubungan dengan penyusunan laporan keuangan daerah yang sesuai dengan SAP maka perlu diperhatikan faktor pemahaman terhadap SAP agar hasil dari laporan keuangan daerah dapat dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah yang harus dilakukan oleh perangkat daerah/SKPD selaku pengguna anggaran dan pengguna barang terdiri
21
atas beberapa dimensi. Mardiasmo (2006) menjelaskan terdapat lima jenis akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh perangkat daerah ntara lain: 1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and
legality).
Akuntabilitas
kejujuran
terkait
dengan
penghindaran
penyalahgunaan jabatan (abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan kekayaan publik. Akuntabilitas hukum juga dapat diartikan sebagai kekayaan daerah harus memiliki status hukum yang jelas agar pihak tertentu tidak dapat menyalahgunakan atau mengklaim kekayaan daerah tersebut. 2. Akuntabilitas manajerial merupakan bagian terpenting untuk menciptakan kredibilitas manajemen pemerintah daerah. Tidak dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai pemerintah daerah tidak accountable, masyarakat dapat menuntut pergantian pemerintahan, penggantian pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntabilitas juga meningkatkan risiko berinvestasi dan mengurangi kemampuan untuk berkompetisi serta melakukan efisiensi. Manajemen bertanggung jawab kepada masyarakat karena dana yang digunakan dalam penyediaan layanan berasal dari masyarakat baik secara langsung (diperoleh dengan mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri), maupun tidak langsung
(melalui
mekanisme
perimbangan
keuangan).
Pola
pertanggungjawaban pemerintah daerah sekarang ini lebih bersifat horizontal
22
di mana pemerintah daerah bertanggung jawab baik terhadap DPRD maupun pada masyarakat luas (dual horizontal accountability). Namun demikian, pada kenyataannya sebagian besar pemerintah daerah lebih menitikberatkan pertanggungjawabannya kepada DPRD daripada masyarakat luas. 3. Akuntabilitas proses (Process Accountability) terkait dengan dipatuhinya prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah termasuk didalamnya penghapusan mark-up. Untuk itu, perlu kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur administrasi. 4. Akuntabilitas program (Program Accountability) terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang optimal. 5. Akuntabilitas
kebijakan
(Policy
Accountability)
terkait
dengan
pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap DPRD dan masyarakat luas atas kebijakan-kebijakan penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah.
2.1.3
Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Tujuan penyajian laporan keuangan daerah adalah memberi informasi
keuangan yang berguna untuk pembuatan keputusan ekonomi, sosial politik dan juga laporan akuntabilitas itu sendiri (Sujana, 2002) dalam Badariy (2011). Sedangkan para pengguna laporan keuangan mempunyai
bermacam-macam
kebutuhan dalam laporan keuangan itu sendiri. Oleh karena itu laporan keuangan
23
yang disusun pemerintah harus menyajikan secara wajar dan mengungkapkan secara lengkap sesuai dengan peraturan yang ada dan syarat-syarat agar laporan keuangan yang disajikan dapat memenuhi harapan pengguna (Wilson dan Kattelus 2002) dalam Badariy (2011). Mursyidi (2009) menjelaskan tujuan penyajian laporan keuangan pemerintah adalah untuk meyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukan akuntabilitas pelaporan entitas. Sejalan dengan hal tersebut menurut Harahap (2005) memberikan pengertian bahwa disamping sebagai suatu informasi, laporan keuangan juga sebagai pertanggungjawaban atau accountability dan juga dapat menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan mencapai tujuannya. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan proses dari pelaporan keuangan, laporan keuangan inilah yang nantinya menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan dan juga sebagai pertanggungjawaban untuk mencapai tujuan.
2.2
Penelitian Terdahulu Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan peneliti
dalam melakukan penelitian tentang pengaruh penyajian laporan keuangan daerah terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah Persamaan penelitian dengan penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh penyajian neraca SKPD terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD. Perbedaannya
24
adalah tempat, waktu, populasi dan sampel penelitian serta dalam variabel penelitian. Penelitian terdahulu dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 2: Tinjauan Penelitian Terdahulu No
Nama
Judul
1
Pautina (2011)
2
Bandariy (2011)
pengaruh penyajian laporan keuangan skpd terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan skpd pada pemerintah kota Gorontalo pengaruh penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan terhadap penggunaan informasi keuangan daerah (studi pada kabupaten eks karesidenan banyumas)
3
Sagala (2011)
Pengaruh penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah pada pemerintah kabupaten samosir
laporan keuangan daerah, aksesibilitas, transparansi dan akuntabilitas.
4
Pusparini (2010)
pengaruh penyajian laporan keuangan berdasarkan psak nomor 45 terhadap akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan (survei pada lembaga amil zakat di kota bandung),
Penyajian laporan keuangan akuntabilitas dan transparansi.
2.3
Variabel Penelitan Laporan Keuangan, Akuntabilitas
laporan keuangan daerah, aksesibilitas, informasi keuangan daerah.
Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan dan parsial penyajian laporan keuangan berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan SKPD. Hasil dari pengujian hipotesis di dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan daerah secara signifikan berpengaruh positif terhadap penggunaan informasi keuangan daerah oleh para pengguna informasi. Sementara aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi keuangan daerah. Secara simultan penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh dan signifikan terhadap penggunaan informasi keuangan daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara parsial maupun secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan berdasarkan PSAK Nomor 45 berpengaruh terhadap akuntabilitas dan transparansi.
Kerangka berpikir Pengelolaan keuangann daerah/SKPD merupakan salah satu bagian yang
mengalami perubahan mendasar dengan ditetapkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangann Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua Undang-Udang tersebut memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah dalam
25
mobilisasi sumber dan menentukan arah,tujuan dan target penggunaan anggaran. Dengan adanya Undang–Undang yang telah direvisi tersebut maka secara langsung pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintah daearah yang lebih luas, nyata dan bertanggungjawab. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan dalam rangka mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangann SKPD adalah dengan penyajian dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangann pemerintah yang baik dan benar dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan yang telah diterima secara umum. Dalam rangka penyusunan dan penghasilan laporan keuangann pemerintah yang baik dan benar yaitu memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan presiden dalam PP No.24 Tahun 2005 tentang SAP. Tujuan penyajian laporan keuangann daerah adalah memberi informasi keuangann yang berguna untuk pembuatan keputusan ekonomi, sosial politik dan juga laporan akuntabilitas itu sendiri (Sujana, 2002) dalam Badariy (2011). Sedangkan para pengguna laporan keuangann mempunyai
bermacam-macam
kebutuhan dalam laporan keuangann itu sendiri. Oleh karena itu laporan keuangann yang disusun pemerintah harus menyajikan secara wajar dan mengungkapkan secara lengkap sesuai dengan peraturan yang ada dan syaratsyarat agar laporan keuangann yang disajikan dapat memenuhi harapan pengguna (Wilson dan Kattelus 2002) dalam Badariy (2011). Mursyidi (2009) menjelaskan tujuan penyajian laporan keuangann pemrintah adalah untuk meyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan
26
keputusan dan untuk menunjukan akuntabilitas pelaporan entitas. Sejalan dengan hal tersebut Menurut Harahap (2005) memberikan pengertian bahwa disamping sebagai suatu informasi, laporan keuangann juga sebagai pertanggungjawaban atau accountability dan juga dapat menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan mencapai tujuannya. Berdasarkan latar belakang dan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1: Kerangka Pikir Dasar Teori:
Penelitian Terdahulu:
Mursyidi (2009) menjelaskan tujuan penyajian laporan
1.
keuangan pemrintah adalah untuk meyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukan akuntabilitas pelaporan aentitas. Sejalan dengan hal tersebut,
2.
Menurut Harahap (2005) memberikan pengertian bahwa disamping sebagai suatu informasi, laporan keuangan juga sebagai pertanggungjawaban atau accountability dan juga dapat menggambarkan
indikator
kesuksesan
suatu
mencapai tujuannya.
perusahaan 3.
Pautina (2011), pengaruh penyajian laporan keuangan skpd terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan skpd pada pemerintah kota Gorontalo Sagala (2011) Pengaruh penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah pada pemerintah kabupaten samosir. Pusparini (2011) pengaruh penyajian laporan keuangan berdasarkan psak nomor 45 terhadap akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan (survei pada lembaga amil zakat di kota bandung)
Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Kueangan Daerah
Penyajian Laporan Keuangan daerah
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah
27
2.4
Hipotesis Berdasarkan pengertian tersebut maka hipotesis yang penulis rumuskan
untuk penelitian ini adalah “diduga penyajian laporan keuangan berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan kueangan daerah.