9
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori
1. Olahraga Taekwondo a. Hakekat olahraga Taekwondo Olahraga sudah dikenal lama, baik oleh negara berkembang atau negara maju. Banyak negara yang memprioritaskan bidang olahraga karena keunggulan di bidang olahraga sudah menjadi ikon kebanggaan banyak negara. Olahraga yang diikuti termasuk bidang renang, lari, panah, beladiri, dan sebagainnya. Beladiri yang diikuti termasuk Karate, Wushu, pencak silat, dan Taekwondo. Taekwondo adalah olahraga warisan budaya Korea. Taekwondo sekarang menjadi seni bela diri korea yang diminati diseluruh dunia. Taekwondo terdiri dari tiga kata yaitu Tae, Kwon dan Do. Tae dalam pengertiannya berarti kaki atau menghancurkan dengan kaki, Kwon berarti tangan atau mengantam dan mempertahankan diri dengan tangan serta Do sebagai seni atau cara mendisiplinkan diri. Taekwondo berarti seni atau cara mendisiplinkan diri atau seni bela diri yang menggunakan teknik kaki dan tangan kosong. Dalam sejarah perkemabangannya terdapat dua jenis aliran besar Taekwondo yang berkembang di dunia, begitu juga di Indonesia yang mulai masuk pada tahun 70-an, dua aliran Taekwondo itu adalah aliran yang berafiliasi dengan International Taekwondo Federation (ITF) yang berpusat di Toronto, Kanada, dan aliran yang berafiliasidengan World Taekwondo Federation (WTF) yang berpusat di Kukkiwon, Seoul, Korea Selatan. Pada awal tahun 1980-an kedua aliran tersebut memiliki organisasi ditingkat nasionalnya sendiri. Hingga kemudian, dengan hasil keputusan Musyawarah Nasional Taekwondo, berdirilah organisasi yang menanungi kedua aliran tersebut di Indonesia. Dan pada tanggal 28 Maret 1982 secara resmi 9
10
berdirilah Taekwondo Indonesia (TI) yang berkeinginan mewujudkan Taekwondo menjadi olahraga beladiri yang berwatak dan berkepribadian Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan berazaskan kekeluargaan. Olahraga Taekwondo tidak hanya mengajarkan aspek fisik semata, melainkan juga sangat menekankan pengajaran aspek disiplin mental. Dengan demikian, Taekwondo akan membentuk sikap mental yang kuat dan etika yang baik bagi orang yang sacara sungguh-sungguh mempelajarinya dengan benar. Taekwondo mengandung unsur filosofi yang mendalam sehingga dengan mempelajari Taekwondo, pikiran, jiwa dan raga secara menyeluruh akan dapat ditumbuh kembangkan. Jika diartikan secara sederhana, Taekwondo berarti seni atau cara mendisiplinkan diri atau seni bela
diri
yang
menggunakan
teknik
kaki
dan
tangan
kosong
(Suryadi,2002:15). Tiga materi terpenting dalam berlatih Taekwondo adalah taeguk, kyukpa, dan kyoruki. Mempelajari Taekwondo tidak dapat hanya menyentuh aspek keterampilan teknik bela dirinya saja, namun harus meliputi aspek fisik, mental dan spiritualnya. Untuk itu, seseorang yang berlatih Taekwondo sudah seharusnya menunjukan kondisi fisik yang baik, mental yang kuat dan semangat yang tinggi. Dasar-dasar Taekwondo terbentuk dari kombinasi berbagai teknik gerakan menyerang dan bertahan yang menggunakan bagian tubuh untuk menghadapi lawan. Untuk menjadi Taekwondoin yang handal harus menguasai teknik dasar Taekwondo yang terdiri atas: 1) Bagian tubuh yang menjadi sasaran atau keup so, 2) Bagian tubuh yang digunakan untuk menyerang atau bertahan, 3) Sikap kuda-kuda, 4) Teknik bertahan dan menangkis atau makki, 5) Teknik serangan atau kongkyok kisul yang terdiri atas: pukulan atau jierugi, sabetan atau chigi, tusukan atau chierugi dan tendangan atau chagi (Suryadi, 2002:9).
11
b.
Teknik dasar Taekwondo Dalam Taekwondo, tubuh menjadi sarana ekspresi dan bentuk ekspresi itu adalah gerakan. Tipe-tipe gerakan dapat dibagi menjadi lima komponen dalam istilah elemen-elemen mendasarnya dan sikap formalnya. Tipe gerakan pertama adalah gerakan komposisional. Sikap-sikap dasar manusia bukan hanya dari gerakan-gerakan tubuh yang mendasarkan seperti gerakan dalam arah-arah tertentu, berputar, membuka dan menutup, dan
melompat,
tetapi
juga
termasuk
kuda-kuda,
penghadangan
(blocking/tangkisan), memukul, dan menusuk juga dapat ditumpuan pada satu bagian tangan atau kaki. Tipe gerakan kedua adalah gerakan unit. Unit gerakan mengacu kepada gerakan-gerakan sempurna yang ditumpukan pada kuda-kuda kaki dan berbagai gerakan tangan. Tipe gerakan ketiga adalah gerakan konektif dan itu mencerminkan dua gerakan atau lebih yang saling terhubung. Tipe gerakan keempat adalah suatu gerakan yang kompleks. Tipe gerakan kelima adalah suatu proses gerakan. Gerakan yang kompleks akan menyertakan kombinasi-kombinasi dari suatu serangan atau penghadangan, suatu serangan dan suatu serangan, serta suatu penghadangan. Sebagai contoh, keumgang apjireugi “diamond forward punch” (pukulan berlian ke depan) dan gerakan kedua dalam taeguk 4 jang, yaitu pyonsonkkeut tzierugi “flat hand fungertips thrusting” (tusukan ujung jari dengan telapak tangan membuka) semuanya terdiri dari serangan dan penghadangan yang simultan. Selain itu, meongyechigi “yoke hiting” (pukulan kuk) adalah suatu kombinasi antara suatu serangan dan serangan lainnya. Juga sonnaldeung makki “back of hand-blade block” (tangkisan tepi tangan bagian belakang) dan santeulmaki “wide open blocking” (penghadapan yang membuka lebar) adalah suatu kombinasi dari dua penghadapan yang simultan (The book of Taekwondo, WTF, 2007). Ketika melakukan sebuah gerakan, 2 hal yang harus disimpan dalam pikiran, satu adalah pergerakan yang berkenaan dengan persiapan gerakan dan yang lain adalah gerakan utama. Sebagai contoh, di Poomsae taeguk 1 jang.
Pada arah saat da3 dan ra3, ketika melakukan sebuah momtong
12
bandaejireugi setelah melakukan apchagi, bergerak dari pinggang (tulang pinggul). Gerakan persiapan dalam hal ini adalah “menarik satu kepalan sepenuhnya dari pinggang” dan “menjatuhkan/ melakukan pukulan dari pinggang adalah sebagai pergerakan utama” Teknik-teknik dasar pada Taekwondo menurut Hu-Seup Song dan Jong-o Kim dalam Jopres (2007) antara lain : 1) Kuda-kuda (Seogi) Kuda-kuda atau seogi yang terdiri atas: apseogi adalah kuda-kuda dengan posisi berjalan, kaki depan menahan 70% berat badan, apkoobi adalah kuda-kuda dengan dengan posisi kedua kaki dibuka kira-kira selebar bahu dengan membentuk sudut 45 derajat, dwitkoobi adalah kuda-kuda dengan posisi kedua kaki dibuka lebar, berat badan 90% berada pada kaki belakang. Beomseogi adalah kuda-kuda dengan posisi mirip dengan posisi harimau pada saat hendak melompat. Kaki belakang lurus, ditekuk, kaki depan agak maju, dengan posisi kaki jinjit. Keduanya membentuk sudut 45 derajat. Moa seogi adalah kudakuda dengan posisi kaki rapat, posisi badan tegak lurus. apjoochoom adalah kuda-kuda dengan posisi kedua kaki dibuka selebar bahu ke arah depan, ditekuk. Pyeonhi seogi adalah kuda-kuda dengan posisi kedua kaki dibuka lebar ke samping kanan kiri. Posisi ini biasanya menjadi posisi siap melakukan gerakan teknik dasar. Koa Seogi adalah kuda-kuda dengan posisi kedua kaki disilangkan, mengangkat ujung kaki belakang (jinjit), dengan menekan kedua lutut. Haktari seogi adalah kuda-kuda dengan posisi mengangkat salah satu kaki dan meletakkannya di samping lutut yang lain. Haktari ogeum seogi adalah kuda-kuda dengan posisi sama dengan kuda-kuda haktari seogi, hanya saja
kaki yang lain dibiarkan
menggantung. Joochoom seogi adalah kuda-kuda dengan posisi membuka kedua kaki lebar ke samping, lutut ditekuk. 2) Pukulan dan tangkisan (Makki dan Jireugi) Pukulan dan Tangkisan atau makki dan jireugi yang terdiri atas: arae makki adalah tangkisan untuk menangkis tendangan dari arah
13
depan. Eolgool makki adalah tangkisan untuk menangkis pukulan atau tendangan ke arah muka. Montong bakat makki adalah tangkisan untuk menangkis pukulan dari arah dalam tubuh lalu membuangnya keluar. Montong an makki adalah tangkisan untuk menangkis pukulan atau tendangan dari luar.Geodreo montong makki adalah tangkisan untuk menangkis tendangan pukulan atau tendangan dari luar. Soonal arae makki adalah tangkisan untuk menangkis tendangan dengan arah tangkisan ke arah kaki. Sonnal montong makki adalah tangkisan untuk menangkis serangan ke arah wajah. Eotkeoreo eolgool adalah tangkisan yang dilakukan dengan cara menyilangkan kedua tangan kedepan wajah. Jebipoom mokchigi adalah tangkisan yang dilakukan untuk menangkis serangan arah kepala dan memukul ke arah leher lawan secara bersamaan. Momtong jireugi adalah pukulan untuk arah perut. Eolgool jireugi adalah pukulan ke arah muka atau kepala. Joochoom yeop jireugi. 3) Tendangan (balchagi) Tendangan atau balchagi yang terdiri atas: yeopchagi adalah tendangan menusuk ke samping. Dwitchagi adalah tendangan dengan arah kaki ke belakang badan berputar 90 derajat. Dollyochagi adalah tendangan melingkar ke samping. Yidan twieo apchagi adalah tendangan yang yang dilakukan dengan cara melompat dengan mengangkat salah satu kaki. Yidan Twieo Yeopchagi adalah tendangan yang dilakukan dengan cara melompat dengan salah satu kaki ditekuk. Yidan twieo dwitchagi adalah tendangan yang dilakukan dengan cara memutar tubuh 360 derajat di udara, dengan salah satu kaki, dan menendang dengan kaki yang lain. Modeumbal twieo apchagi adalah tendangan yang dilakukan dengan menendangkan kedua kaki sekaligus. Yidan twieo apdollyeo chagi adalah tendangan yang dilakukan dengan kaki bersamaan. Pada saat di udara salah satu kaki menendang dengan arah tendangan ke samping. Apchagi adalah tendangan ke arah depan, dilakukan dengan cara menekuk lutut di depan dada dan melepaskan tungkai bawah kearah
14
perut atau kepala. Apchaoligi adalah tendangan yang dilakukan dengan cara mengangkat kaki lurus ke atas melebihi bahu. c. Prestasi olahraga Taekwondo Pertandingan Taekwondo dibedakan menjadi dua nomor, yaitu nomor kyourugi dan nomor Poomsae. Nomor kyorugi adalah pertarungan satu lawan satu di arena dengan menggunakan teknik yang diperbolehkan, dalam peraturan-peraturan Taekwondo menyebutkan bahwa teknik yang dianggap sah apabila teknik tendangan yang digunakan mengenai sasaran yang diperbolehkan dan dilakukan menggunakan bagian di bawah tulang mata kaki (punggung telapak kaki ataudalam bahasa Koreanya ”baldeung”, tumit bagian dasar ”dwichuk”, tumit bagian belakang ”dwikumchi”, telapak kaki sebelah dalam keseluruhan balbadak. Mekanisme pertandingan dalam seni beladiri Taekwondo adalah antara dua orang atlet saling bertemu beradu teknik tendangan dan pukulan, baik itu teknik counter dan attack untuk mendapatkan poin. Untuk mendapatkan poin Taekwondoin harus mengenai sasaran yang diijinkan dengan keras sehingga menimbulkan efek pada lawan yang terkena tendangan. Nomor Poomsae adalah nomor seni yang memperagakan gerakan dalam Taekwondo. Dalam nomor ini setiap atlet berusaha memainkan satu atau dua jurus secara bergantian dan dimana atlet yang berhasil memiliki nilai akumulasi tertinggi akan menjadi pemenang. Untuk berprestasi, ada beberapa faktor yang harus dimiliki oleh seorang atlet, antara lain kemampuan teknik, taktik, fisik dan psikologis yang baik. Untuk melatih teknik dan taktik diperlukan waktu yang lama untuk menjadikan gerakan tersebut sempurna dan menjadi refleks yang benar pada saat dilakukan baik pada saat berlatih maupun bertanding. Latihan dalam waktu yang lama membutuhkan kesegaran jasmani yang tinggi. Kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, sehingga tubuh masih memiliki simpanan tenaga untuk
15
mengatasi beban kerja tambahan (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Iptek Olahraga,1999:1). M. Furqon H (1995:5) menjelaskan bahwa, prestasi olahraga adalah tindakan yang sangat kompleks yang tergantung kepada banyak faktor, kondisi, dan pengaruh-pengaruh lain. Selanjutnya Martin dalam M. Furqon H (1995:5) menetapkan unsur-unsur prestasi olahraga sebagai berikut : 1) Keterampilan dan teknik yang diperlukan, dikembangkan, dikuasai, dan dimantapkan (diotomatisasikan). 2) Kemampuan-kemapuan yang didasarkan pada pengaturan-pengaturan latihan penyehatan badan, kemampuan gerak, kemampuan belajar dan koordinasi. 3) Tingkah laku yang memadai untuk situasi sportif tertentu, misalnya perubahan kompetitif atau kondisi-kondisi latihan, setressk kekalahan dan sebagainya. 4) Pengembangan strategi (taktik) 5) Kualitas tingkah laku afektif, kognitif, dan sosial. Menurut Magill (1993) kemampuan gerak individu yang baik menjadi sebuah modal dasar dan modal yang besar untuk pencapaian prestasi olahraga yang maksimal. Prestasi olahraga merupakan gabungan dari watak pribadi, kemampuan dan bakat yang berasal dari dalam (Inner factor) yang kurang lebih bisa dipengaruhi dengan latihan, sedangkan faktor lain juga disebut (Outer factor) seperti faktor lingkungan, berupa unsur-unsur seperti perlengkapan, fasilitas, lawan, penonton, cuaca, iklim dan sebagainnya. d. Poomsae Taekwondo 1) Pengertian Poomsae Taekwondo Poomsae berasal dari dua kata, yaitu poom dan sae yang berarti rangkaian bentuk gerakan. Poomsae dari kata Poomsaeon memiliki arti garis atau dalam pengaplikasiannya adalah sistem metode latihan Taekwondo dalam praktek menyerang dan bertahan menghadapi lawan imajiner/khayal. Poomsae terdiri dari variasi berbagai bentuk kuda-kuda, tendangan, pukulan, tangkisan dan sebagainya yang didasari oleh prinsip-
16
prinsip filosofi timur yang mendalam. Poomsae merupakan pelajaran pokok dalam latihan Taekwondo yang dibagi dua yaitu Poomsae yang diperuntukkan bagi yang belum mencapai tingkatan sabuk hitam (Taeguk 1 – 8) dan Poomsae bagi tingkatan sabuk hitam (Koryo-Ilyo). Dalam hal ini terdapat pedoman bagaimana mempelajari Poomsae dengan baik dan benar (WTF, 2007). Poomsae secara umum adalah unit yang penting dalam sistem teknis Taekwondo. Menurut buku panduan Poomsae, Poomsae adalah gerakan-gerakan kombinasi yang dirancang untuk berlatih tanpa instruktur, dengan menggunakan dasar kinerja yang tetap dari menyerang dan bertahan. Oleh karena itu, Poomsae memiliki kelebihan dalam melatih teknik-teknik khusus dari teknik-teknik yang diterapkan, yang tidak dapat dilatih melalui gerakan-gerakan dasar. Poomsae dilatih bersamaan dengan garis (line) Poomsae, dan garis Poomsae ini menunjukkan posisi kedua kaki dan arah gerakan. Sebagai suatu kesatuan, Poomsae dibagi menjadi dua unit, sesuai dengan klasifikasi grade Poomsae. Salah satunya adalah Poomsae “taeguk” ini biasanya diperuntukkan bagi para pemula, sementara yang satunya lagi adalah untuk tingkatan yang lebih tinggi. Poomsae taeguk untuk para pemegang kup menggunakan palgwae dan dibagi menjadi 8 bab. Poomsae bagi para pemegang dan (yudanja) dimulai dengan koryo dan terdiri dari keumang, taebaek, pyongwon, sipjin, jitae, chonkwon, hansu dan ilyeo. Semua Poomsae dilengkapi dengan title-nya, garis-garis Poomsae, kuda-kuda posisi siap, kelompok gerakan yang menyatu penuh dan teriakan. Para praktisi Taekwondo akan menjadi terampil melalui latihan Poomsae, dan berlatih Poomsae sendiri. Untuk arti secara metafisika dari Poomsae memiliki banyak pelajaran diri sendiri, dan intinya para praktisi akan memperoleh keahlian teknik dengan sendirinya. Akan tetapi, kita cenderung mengutamakan aspek jasmaniah. Secara garis besar Poomsae dibagi menjadi bentuk dan isi. Isinya mempresentasikan tentang arti nama sebuah Poomsae. Misalnya, sistem
17
filosofis yang ada dalam taeguk. Dalam bentuk, termasuk Poomsaeseon, sikap kuda-kuda posisi siap teriakan dan kelompok gerakan, dan bentuk dipahami sebagai penyebab dari filosofi, arti dan simbolisme. Do dari Poomsae, yaitu Poomsaeseon (arah dan garis Poomsae) memiliki simbolisme yang memuat identitas Poomsae, dan menjelaskan bahwa teriakan maupun pada sikap kuda-kuda posisi siap juga mempresentasikan arti yang sama. Kelompok gerakan mengacu pada kelompok dari berbagai macam/ serangkaian gerakan yang berbeda. Dalam kelompok gerakan, kita akan menemukan teknik teknik yang mengalir seiring dengan sistem pemahaman yang komprehensif, seperti pengertian akan ide-idenya, pengertian akan maknanya, dan pengertian akan simbolisme dalam nama Poomsaenya sehubungan dengan kelompok gerakannya. Junbiseogi (sikap kuda-kuda posisi siap) memiliki makna segala sesuatu dalam seni bela diri Taekwondo diawali dan diakhiri dengan sopan santun. Junbiseogi dalam taeguk distandarisasikam sebagai kibon junbiseogi (kuda-kuda pertama untuk posisi siap). Sementara itu, ada empat junbiseogi yang berbeda dalam yudanja Poomsae, yaitu kibon junbiseogi, tongmilgi junbiseogi (kuda-kuda siap mendorong batang kayu), kyopong junbiseogi (sikap kuda-kuda dasar posisi siap dengan tangan saling terbuka saling menutup) dan bojumeok junbisoegi (sikap kuda-kuda posisi siap dengan tangan yang menutup kepalan). 2) Gerakan Poomsae Taekwondo Dalam Poomsae gerakan melambangkan kepribadian yang mengisyaratkan
tubuh
dan
pikiran.
Eksekutor
dari
Poomsae
melambangkan keselarasan yang dinamis sebelum dan sesudah keseimbangan. Dengan demikian, posisi dan arah dari diri tidak hanya berupa indikasi-indikasi jasmaniah, tetapi juga implikasi-implikasi metafisikal. Kelompok gerakan dalam Poomsae tidak mengindikasikan masingmasing gerakan, tetapi menunjukkan kelompok gerakan secara jamak.
18
Kelompok gerakan adalah serangkaian kumpulan gerakan. Poomsae terdiri dari berbagai macam gerakan, dan Poomsae yang sekarang ini terdiri dari minimal 20 gerakan dan maksimal 48 gerakan. Dalam kenyataanya, kelompok gerakan adalah konsep yang mencakup gerakan dan poom. Akan tetapi para praktisi harus mengerti makna dari setiap gerakan dan poom. Karena kesalahpengertian mungkin akan dapat diminimalkan melalui pendalaman terhadap Poomsae. Secara Poomsae dalam sistem Poomsae dibagi menjadi beberapa gerakan dan poom. Sebagai contoh , jumlah gerakan dalam taeguk 1 jang adalah 20, sementara jumlah poom-nya adalah 18. Dengan kata lain hal ini poom adalah status akhir dalam teknik Taekwondo (buku pedoman Taekwondo 2005). Ada suatu standar bagi gerakan-gerakan, yang standarisasinya dengan jelas menunjukkan bagian awal dan akhirnya. Secara khusus menendang tidak dianggap sebagai poom, tetapi suatu gerakan, dan gerakan-gerakan yang berurutan seperti apchagi dan momtong bandae jireugi (tendangan dan pukulan menangkis ke dada) jelas adalah dua macam gerakan, tetapi masih dalam satu poom. Dalam hal ini poom-nya adalah bandaejireugi. Secara umum ada enam hal yang penting dalam gerakan Poomsae, yaitu urutan gerakan, arah pandangan mata, kuda-kuda, gerakan, dan nama poom. Dari keenam hal tersebut, gerakan dan nama-nama poom harus dibaca dengan seksama agar dapat dimengerti. Misalnya naedidyo (melangkah maju), dwirodora (berputar) yang ada dalam beberapa gerakan. Kelompok gerakan yang berbeda dalam Poomsae ditentukan oleh tingkat-tingkat kesulitan, juga oleh prinsip gradasi. Dengan demikian, muncullah berbagai karakteristik yang berhubungan dengan konsep, makna dan simbol Poomsae. Poomsae menunjukkan gerakangerakan baru dan poom, dan ini menjadi bagi unit-unit pelajaran. Semua gerakan harus dilakukan sesuai dengan kode gerakan, karena kemahiran gerakan harus diserti dengan keakuratan gerakan. Belejar melakukan gerakan-gerakan secara akurat tidak akan efektif
19
tanpa adanya pengajaran yang baik dari para pelatih, atau dari pihak praktisi, tidak pernah ada latih tanding. Pengembangan teknik tanpa pemahaman dapat dilakukan dengan refleksi latihan. Gerakan-gerakan dalam Poomsae sarat akan makna. Gerakan-gerakan dalam suatu arah Poomsae yang terbatas adalah lawan terhadap diri kita sendiri. Dengan kata lain, dalam gerakan-gerakan itu, lawan harus dikenali sebagai lawan yang harus direspons secara langsung. Yang dibutuhkan adalah tindakan cepat yang tanpa ragu. Dalam hal ini, gerakan-gerakan adalah perilaku seketika yang disebut dengan serangan dan perahanan, tetapi di samping itu, poom berhubungan dengan jumlah lawan. Menurut Suryadi Y (2002:43), pedoman untuk mempelajari dan mempraktekkan Poomsae yaitu : a) Gerakan Poomsae dimulai dan berakhir pada titik atau posisi yang sama. Untuk itu diperlukan ketepatan badan, langkah, arah dan gerakan agar dapat kembali ke posisi awal. b) Kontrol ditujukan pada penyaluran dan pengarahan tenaga secara benar karena ada berbagai perbedaan pengarahan tenaga. c) Memperhatikan perbedaan kecepatan pada setiap gerakan, tidak semua gerakan dilakukan dengan tepat. d) Setiap langkah harus dilakukan dengan konstan (tetap), baik keseimbangan, lebar dan panjang langkah. e) Melakukan setiap teknik gerakan setepat mungkin dan bayangkan seperti menghadap lawan menghadap lawan yang sesungguhnya. f) Mempelajari dengan benar pengaturan napas dan teriakan (kihap). 3) Pertandingan Poomsae Taekwondo Poomsae saat ini merupakan salah satu nomor yang dipertandingkan dalam Cabang Olahraga Beladiri Taekwondo. Oleh karena itu, ada peraturan-peraturan pertandingan yang perlu diperhatikan dan dicermati secara seksama oleh para pelatih apabila akan menurunkan atlet-atletnya dalam suatu ajang kompetisi/pertandingan Poomsae.
20
Perlu diketahui bahwa di dalam suatu pertandingan Poomsae, bahwa nilai yang muncul dan keluar sebagai hasil akhir adalah merupakan hasil dari nilai sempurna yang dimiliki sebelum para atlet memainkan Poomsae dikurangkan dengan kesalahan-kesalahan yang didapati pada saat gerakan Poomsae tersebut dilakukan. Jadi, secara garis besar dan umum, bahwa dalam pertandingan Poomsae, setiap atlet dianggap memiliki nilai kesempurnaan gerak dari setiap Poomsae yang akan diperagakan, sedangkan untuk hasil/nilai akhir merupakan pengurangan dari kesalahankesalahan gerak yang dilakukan pada saat memperagakan Poomsae. 4) Nomor Poomsae yang dipertandingkan Di dalam pertandingan Poomsae, nomor yang dipertandingkan adalah : - Individual (Perorangan), baik itu putra atau pun putri - Pair (Berpasangan) - Team (Beregu), baik itu beregu putra mau pun putri. 5) Penilaian Poomsae Taekwondo Ada 2 kali penilaian dalam pertaandingan Poomsae, yang pertama adalah nilai yang didapat pada saat melakukan gerakan Poomsae, dan yang kedua adalah nilai yang didapat seteleh selesai memperagakan Poomsae. Pada saat melakukan gerakan Poomsae, yang dinilai adalah AKURASI, mulai dari akurasi Basic Movement, Balance (keseimbangan), akurasi dari detail gerakan Poomsae yang dilakukan. Nilai pengurang adalah 0,1 dan 0,3. Nilai dikurangi 0,1 apabila melakukan kesalahan kecil seperti contohnya pukulan ke arah kepala aturannya mengarah ke mulut, tapi prakteknya melebihi mulut atau lebih rendah misalkan mengarah ke dagu atau leher. Sedangkan nilai dikurangi 0,3 apabila melakukan kesalahan yang mutlak, misalkan arae makki (tangkisan bawah) tapi prakteknya eolgeol makki (tangkisan atas). Setelah selesai melakukan gerakan Poomsae, yang dinilai adalah presentasi. Presentasi terdiri dari Speed and Power (Kecepatan dan
21
Kekuatan), Strength/Speed/Rhythm (Ritme Gerakan yang dilakukan), Expretion of Energy (Penghayatan dan Ekspresi). 6) Presentasi Poomsae a) Ketrampilan Penguasaan ketrampilan teknik berhubungan secara langsung dengan banyaknya
latihan
yang
diperuntukkan
untuk
melatih
dan
menyempurnakan setiap gerakan. Pengamatan yang objektif adalah ukuran yang sebenarnya dari intensitas setiap penerapan individu terhadap latihan seseorang. b) Ekspresi Nilai
intrinsik
atau
internal
direalisasikan
melalui
kesadaran
psikologis, mental, dan emosional dan interprestasi yang diekspresikan dan diobservasi melalui performa ekstrinsik atau jasmaniah dari Poomsae. Kedalaman ekspresi yang dihasilkan dari interprestasi individu menjadi ukuran bagi tingkat kemahiran dalam penguasaan Poomsae. e. Faktor prestasi Poomsae Taekwondo. 1) Power otot tungkai terhadap prestasi Poomsae Taekwondo Menurut Sukadiyanto (2002: 35), power merupakan gabungan atau hasil kali dari kekuatan dengan kecepatan. Power adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerjakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (M. Sajoto, 1995:8). Power dipengaruhi oleh kekuatan otot, kecepatan kontraksi otot sehingga semua faktor yang mempengaruhi kedua hal-hal tersebut akan mempengaruhi daya otot. Jadi power adalah kualitas yang memungkinkan otot atau sekelompok otot untuk melakukan kerja fisik secara tiba-tiba. Hal ini dalam Poomsae Taekwondo digunakan dalam melakukan gerakan mendadak, seperti merubah posisi, melakukan gerakan tendangan atau pukulan yang cepat dan kuat atau digunakan untuk melakukan gerakan tangkisan.
22
2) Keseimbangan terhadap prestasi Poomsae Taekwondo Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem
muskuloskleletal
dan
bidang
tumpu.
Kemampuan
untuk
menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien. Keseimbangan dalam Poomsae Taekwondo berhubungan dengan kemampuan seorang Taekwondoin dalam waktu melakukan perubahan posisi baik secara dinamis ataupun statis dalam melakukan tahapan gerakan Poomsae (Lewis, 2001). 3) Koordinasi terhadap prestasi pada Taekwondo Koordinasi merupakan kemampuan untuk mengintergrasikan sistem motorik dan sensorik ke dalam satu pola gerak yang efisien. Pada dasarnya perlu gerak mata tangan, mata kaki dan gerak ritmik yang baik. Koordinasi ini sangat penting untuk keberhasilan kebanyakan aktivitas gerakan termasuk yang Dalam olahraga Poomsae Taekwondo. Dalam penilaian Poomsae Taekwondo kriteria penilaian yang diperlukan untuk mendapatkan poin adalah coordination dari ritme dan tempo rangkaian gerak dan gerak dasar yang memperhatikan kecepatan, selain itu koordinasi membantu untuk menjaga dalam keseimbangan saat melakukan gerak Poomsae. 4) Kepercayaan diri terhadap prestasi pada Taekwondo Menurut Syamril (2008) kepercayaan diri mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Atlet yang memiliki kepercayaan diri membuat mereka mampu mengatasi kecemasan dan ketegangan yang terjadi pada saat menghadapi pertandingan. Seorang atlet yang tidak memiliki kepercayaan diri yang baik akan mudah terpecah perhatiannya, karena emosi sebagai sumber kemampuan jiwa manusia akan mempengaruhi sumber kemampuan jiwa yang lain seperti atlet tersebuat akan menjadi cemas sehingga kinerjanya dilapangan menjadi kacau sehingga pada akhirnya atlet tersebut mengalami kekalahan.
23
kepercayaan diri diperlukan agar seseorang atlet dalam menghadapi suatu masalah yang dapat menimbulkan tekanan, dapat mengendalikan emosi. kepercayaan diri akan membuat perbedaan dalam memberikan tanggapan terhadap konflik, ketidakpastian serta kecemasan (Patton, 2000). kepercayaan diri diperlukan untuk mengatasi masalah di dalam kehidupan dan optimis dalam menghadapi atau menyelesaikan masalah. Masalah yang dialami atlet saat akan mengahadapi pertandingan salah satunya kecemasan, seseorang atlet yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi mempunyai kemampuan untuk menerima kelebihan dan kekurangan, mampu mengekspresikan perasaan dengan tepat, mampu memahami diri sendiri, serta mampu mengelola emosi dalam menghadapi suatu pertandingan. 2. Power Otot Tungkai a. Pengertian power otot Daya ledak adalah salah satu unsur kondisi fisik yang memiliki peranan penting dalam kegiatan olahraga, baik sebagai unsur pendukung dalam suatu gerak tertentu maupun unsur utama dalam upaya pencapaian teknik gerak yang sempurna. Pengertian power/ daya ledak berasal dari kata dalam bahasa Inggris yang artinya eksplosif power. Eksplosif artinya meledak atau ledakan, dan power artinya tenaga atau daya. Jadi eksplosif power adalah tenaga ledak atau daya ledak dengan kekuatan yang eksplosif. Daya ledak otot dalam pengertiannya adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan maksimum, dengan usahanya yang dikerahkan dalam waktu sependek-pendeknya (Dumadi, 2010). Power otot merupakan suatu komponen biomotorik dalam kegiatan olahraga, karena power otot akan menetukan seberapa keras orang memukul, menendang seberapa jauh orang dapat melakukan tolakan serta seberapa cepat orang berlari dan sebaliknya. Unsur dasar power adalah perpaduan antara kekuatan dan kecepatan. Power otot tungkai dapat ditingkatkan dengan memberikan latihan kekuatan otot tungkai dan kecepatan gerak dari otot tungkai. Kekuatan menggambarkan kemampuan
24
otot untuk mengatasi beban dengan mengangkat, menolak, mendorong. Sedangkan kecepatan menunjukan kemampuan otot untuk mengatasi beban dengan kontraksi yang sangat cepat (Herrel et al., 2007). b. Fisiologis power otot Power otot dapat didefinisikan sebagai tenaga atau tegangan otot untuk melakukan kerja yang berulang-ulang atau menerus melawan tahan dalam suatu usaha yang maksimal. Kekuatan otot merupakan untuk menghasilkan tenaga, termasuk di dalamnya adalah kekuatan dinamik atau isitonik (yakni kemampuan untuk menghasilkan tenaga melalui lingkup gerak) dan kekuatan isometrik (yakni kemampuan untuk menghasilkan tenaga pada suatu titik dalam lingkup gerak tanpa disertai perubahan panjang otot). c. Peningkatan power otot Menurut Suharno HP (1993: 60) cirri-ciri latihan Power adalah : (1) melawan beban relatif ringan, berat beban sendiri, dapat pula tambahan beban luar yang ringan, (2) gerakan relatif aktif, dinamis, dan cepat, (3) gerakan-gerakan merupakan satu gerak yang singkat, serasi dan utuh, (4) bentuk gerak bias cyclic atau acyclic , dan (5) intensitas kerja submaksimal atau maksimal. Pada taewondoin, otot-otot tungkai mengalami kontraksi yang cepat dengan kekuatan yang penuh pada saat melakukan gerakan melompat, menendang, dan merubah arah. Otot penggerak utma antara lain adalah otot Quadriceps, Gastrocnemius dan Soleus. d. Power otot tungkai dalam Poomsae Taekwondo Power otot dalam Taekwonodo adalah salah satu komponen penentu kemenangan
dalam
pertandingan
Taekwondo.
Bompa
(1994)
mendefinisikan power otot sebagai hasil kali dari kekuatan maksimum dan kecepatan maksimum. Selanjutnya Ginnis (2005) mendefinisikan bahwa power otot adalah produk dari hasil kekuatan yang diterapkan oleh suatu otot yang menjadi lebih bertenaga (powerfull) dibandingkan dengan kekuatan otot yang penerapannya secara pelan.
25
Dalam taekwodo salah satu tendangan yang sering digunakan dan lebih efektif serta wajib dikuasai oleh Taekwondoin yang merupakan salah satu dari tendangan dasar yaitu tendangan dollyo, tendangan dollyo umumnya jenis tendangan ini mulai diajarkan kepada Taekwondoin setelah ia mencapai tingkat sabuk kuning. Kekuatan tendangan ini selain dari lecutan lutut juga sangat didukung oleh putaran pinggang yang sebenarnya merupakan penyaluran tenaga dari masa badan. Tendangan ini pada dasarnya menggunakan pula bantalan telapak kaki (ap chuk) atau baldeung (punggung kaki). Dari bagian-bagian kaki yang digunakan untuk tendangan dollyo, ada beberapa unsur fisik yang dibutuhkan untuk mendukung hasil tendangan dan menghasilkan frekuensi yang tinggi dalam waktu yang ditentukan, unsur fisik yang mendukung dalam tendangan dollyo yaitu adalah power tungkai. Power otot tungkai yang baik akan menghasilkan kekuatan dan kecepatan dalam melakukan tendangan dollyo¸ataupun digunakan untuk merubah posisi gerakan. 3. Keseimbangan a. Pengertian keseimbangan Keseimbangan
didefinisikan
sebagai
kemampuan
untuk
mempertahankan stabilitas tubuh pada pusat gravitasi terhadap bidang tumpu. Definisi keseimbangan menurut O’Sullivan (2000) adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu menurut Ann Thomson (2001), keseimbangan
terbagi
dinamik. Keseimbangan
menjadi dinamis
dua
yaitu adalah
keadaan
statik
kemampuan
atau untuk
mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak atau kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dimana Center of Gravitity (COG) selalu berubah. Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan
26
melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien (Lewis, 2001). b. Fisiologi keseimbangan
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah: menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak. Menurut Budhi & Darmojo (2009) dalam buku Ilmu Kesehatan Usia Lanjut bahwa keseimbangan menurun dengan lanjutnya usia, yang bukan hanya sebagai akibat penurunan kekuatan otot akibat penyakit yang diderita. c. Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah: 1) Sistem informasi sensoris Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris. a) Visual Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Winter (1995) menyatakan bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita
berada,
penglihatan
memegang
peran
penting
untuk
mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat
27
kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang. Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. b) Sistem Vestibular Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri. Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural. c) Somatosensoris Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input)
28
proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus. 2) Respon otot-otot postural yang sinergis (Postural muscles response synergies) Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak
dari
aktivitas
kelompok
otot
yang
diperlukan
untuk
mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot
baik
pada
ekstremitas
atas
maupun
bawah
berfungsi
mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh (Surtanto, 2011). Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu. 3) Kekuatan otot (Muscle Strength) Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut (Surtanto, 2011). Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot
29
untuk melawan gaya garvitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh (Surtanto, 2011). 4) Adaptive systems Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan (Surtanto, 2011). 5) Lingkup gerak sendi (Joint range of motion) Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi (Surtanto, 2011). d. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan 1) Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG) Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan. 2) Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG) Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh. 3) Bidang tumpu (Base of Support-BOS) Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik
30
terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. e. Keseimbangan dalam Poomsae Taekwondo
Menurut buku panduan Poomsae, Poomsae adalah gerakan-gerakan kombinasi yang dirancang untuk berlatih tanpa instruktur, dengan menggunakan dasar kinerja yang tetap dari menyerang dan bertahan. Oleh karena itu, Poomsae memiliki kelebihan dalam melatih teknik-teknik khusus dari teknik-teknik yang di terapkan, yang tidak dapat dilatih melalui
gerakan-gerakan
dasar
yang
komponen
gerakkannya
membutuhkan salah satu komponen fisik yang salah satunya adalah keseimbangan. Keseimbangan
adalah
kemampuan
untuk
mempertahankan
kesetimbangan tubuh ketika ditempatkan diberbagai posisi, kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak dan mempertahankan kesetimbangan pada saat posisi bergerak, keseimbangan saat melakukan tendangan dollyo sangat dibutuhkan oleh seorang Taekwondoin terutama pada saat melakukan tendangan dengan frekuensi yang ditentukan. keseimbangan untuk seorang Taekwondoin pada nomor Poomsae sangat penting, karena apabila seorang atlet Poomsae tidak mempunyai keseimbangan yang memadai akan sangat merugikan dirinya sendiri, disamping mengurangi nilai yang diberikan wasit juga gerakannya akan kaku dan labil atau bahkan terjatuh saat terjadi perubahan garis sumbu tubuh. 4. Koordinasi a. Pengertian koordinasi Koordinasi berasal dari kata coordination adalah kemampuan seseorang dalam mengintegrasikan gerakan yang berbeda ke dalam suatu pola gerakan tunggal secara efektif. Sedangkan Nossek (1992:89) berpendapat bahwa koordinasi adalah kemampuan untuk memadukan berbagai macam gerakan ke dalam satu atau lebih pola gerak khusus. Koordinasi merupakan kemampuan untuk mengintergrasikan sistem
31
motorik dan sensorik ke dalam satu pola gerak yang efisien. Pada dasarnya perlu gerak mata tangan, mata kaki dan gerak ritmik yang baik. Koordinasi ini sangat penting untuk keberhasilan kebanyakan aktivitas gerakan termasuk yang dilakukan sebagai bagian dari fungsi harian. Koordinasi adalah kemampuan untuk memadukan secara tepat berbagai macam gerakan ke dalam satu pola gerak khusus Harsono (1998: 220). Koordinasi menyatakan hubungan harmonis berbagai faktor yang terjadi pada suatu gerakan (Dangsina Moeloek, 1994:4). Menurut Bompa (2004:43) coordination is a complex motor skill necessary for high performance. Koordinasi merupakan keterampilan motorik yang kompleks yang diperlukan untuk penampilan yang tinggi. Menurut Rusli Lutan (2000:77) koordinasi adalah kemampuan melakukan gerakan dengan berbagai tingkat kesukaran dengan cepat, efisien, dan penuh ketepatan. Menurut Schmidt (1998:265) Koordinasi adalah perpaduan perilaku dari dua atau lebih persendian, dimana antara yang satu dengan yang lainya saling berkaitan dalam menghasilkan suatu keterampilan gerak. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa koordinasi mata, tangan dan kaki adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengkoordinasikan mata, tangan dan kaki kedalam rangkaian gerakan yang utuh, menyeluruh, dan terus menerus secara cepat dan tepat dalam irama gerak yang terkontrol. Jadi apabila seseorang itu mempunyai koordinasi yang baik maka ia akan dapat melaksanakan tugas dengan mudah secara efektif. b. Macam-macam koordinasi Bompa (1994) yang dikutip oleh Sukadiyanto (2002: 140), menjelaskan secara rinci macam-macam koordinasi, yaitu: (1) Koordinasi Umum (kemampuan seluruh tubuh dalam menyesuaikan dan mengatur gerakan secara simultan pada saat melakukan suatu gerak); (2) Koordinasi Khusus (koordinasi antar beberapa anggota badan, yaitu kemampuan untuk mengkoordinasikan gerak dari sejumlah anggota badan secara simultan).
1) Yang dimaksud dengan tes koordinasi mata, tangan dan kaki adalah suatu bentuk
tes
untuk
mengukur
kemampuan
seseorang
dalam
32
mengkoordinasikan mata, tangan dan kaki dalam serangkaian gerakan yang utuh, menyeluruh, dan terus menerus secara cepat dan tepat dalam irama gerak yang terkontrol. c. Fisiologis koordinasi Koordinasi adalah kemampuan otot dalam mengontrok gerak dengan tepat agar dapat mencapai suatu fungsi khusus, Koordinasi adalah kemampuan seseorang mengintegrasikan bermacam-macam gerakan yang berbeda kedalam pola gerakan tunggal secara efektif (Grana dan Kalenak, 1991:253). Menurut Schmidt (1998:265) dalam Sukadiyanto, koordinasi adalah perpaduan gerak dari dua atau lebih persendian, yang satu sama lainnya saling berkaitan dalam menghasilkan satu keterampilan gerak. Koordinasi merupakan hasil perpaduan kinerja dari kualitas otot, tulang, dan persendian dalam menghasilkan satu gerak yang efektif dan efesien. Di mana komponen gerak terdiri dari energi, kontaksi otot, syaraf, tulang dan persendian merupakan koordinasi neuromuskuler. Koordinasi neuromuskuler adalah setiap gerak yang terjadi dalam ururtan dan waktu yang tepat serta gerakannya mengandung tenaga. Sebab terjadinya gerak timbul oleh kontraksi otot, dan otot berkontraksi karena adanya perintah yang diterima melalui sistem syaraf. a) Macam-macam Koordinasi Pada dasarnya koordinasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu koordinasi umum dan koordinasi khusus (Bompa,1994:322). 1) koordinasi umum Koordinasi umum merupakan kemampuan seluruh tubuh dalam menyesuaikan dan mengatur gerakan secara simultan pada saat melakukan suatu gerak (Sage,1984:279). Artinya, bahwa setiap gerak yang dilakukan melibatkan semua atau sebagian besar otot-otot, sistem syaraf, dan persendian. Untuk itu, koordinasi umum ini diperlukan adanya keteraturan gerak dari beberapa anggota badan yang lainnya, agar gerak yang dilakukan dapat harmonis dan efektif sehingga dapat harmonis dan efektif sehingga dapat menguasai keterampilan gerak yang
33
dipelajari.
Koordinasi
umum
merupakan
unsur
penting
dalam
penampilan motorik dan menunjukkan tingkat kemampuan yang dimiliki seseorang. 2) Koordinasi khusus Koordinasi Khusus merupakan koordinasi antar beberapa anggota badan, yaitu kemampuan untuk mengkoordinasikan gerak dari sejumlah anggota badan secara simultan (Sage,2004:278). Pada umumnya setiap teknik dalam cabang olahraga merupakan hasil perpaduan antara pandangan mata-tangan (hand eye-coordination) dan kerja kaki (footwork).
Koordinasi
khusus
merupakan
pengembangan
dari
koordinasi umum yang dikombinasikan dengan kemampuan biomotor yang lain sesuai dengan karakteristik cabang olahraga. Ciri-ciri orang yang memiliki koordinasi khusus yang baik dalam menampilkan keterampilan teknik dapat secara harmonis, cepat, mudah, sempurna, tepat, dan luwes. Koordinasi neuromuskuler meliputi koordinasi intramuskuler dan intermuskuler. Koordinasi intramuskuler adalah kinerja dari seluruh serabut syaraf dan otot dalam setiap kerja otot yang berkontraksi secara maksimum. Kinerja otot tergantung dari interaksi serabut syaraf dan serabut otot di dalam otot itu sendiri. Sedangkan koordinasi intramuskuler menurut Pyke dalam Sukadiyanto (1991:140) yaitu melibatkan efektivitas otot-otot bekerjasama dalam menampilakan satu gerak, sehingga dalam koordinasi intramuskuler kinerjanya tergantung dari interaksi beberapa otot. d. Koordinasi dalam olahraga Taekwondo Menurut Sukadiyanto (2003:115) tanpa memiliki kemampuan koordinasi gerak yang baik, individu akan kesulitan dalam belajar keterampilan teknik-teknik dasar Taekwondo. Hal senada juga disampaikan oleh Bompa (2004:44) the higher coordination level, the easier it is to learn new and complicated technical and tactical skill. Semakin tinggi tingkat koordinasi seseorang akan semakin mudah untuk mempelajari teknik dan taktik yang baru maupun yang kompleks. Lebih lanjut dikemukakan juga
34
bahwa dalam koordinasi mata tangan akan menghasilkan timing dan akurasi. Selain itu Nossek berpendapat bahwa koordinasi merupakan perpaduan dari kontraksi otot, tulang, dan persendian dalam menampilkan suatu gerak, sehingga kemampuan koordinasi berhubungan erat dengan kemampuan motorik lain seperti keseimbangan, kecepatan, ketepatan, dan kelincahan (1992:94) Menurut Larson (1994) yang dikutip Cholik dan Gusril (2004:50) bahwa
koordinasi
adalah
kemampuan
untuk
mempersatukan
atau
memisahkan dalam suatu tugas kerja yang kompleks, dengan ketentuan bahwa gerakan koordinasi meliputi kesempurnaan waktu antara otot dan sistem syaraf. Menurut Grana dan Kalenak (1991:253) koordinasi yang diperlukan adalah kemampuan otot dalam mengontrol gerak dengan tepat agar dapat mencapai satu tugas fisik secara khusus. Sedangkan menurut Kirkendal dkk (2000:243) yang dikutip Sukadiyanto (2003:116) koordinasi merupakan kerja otot atau sekelompok otot yang harmonis selama penampilan motorik dan sebagai indikasi dari keterampilan. Jadi secara umum unsur koordinasi sangat diperlukan dalam penguasaan hampir semua cabang olahraga seperti halnya Poomsae Taekwondo, yang didalam penilaian berdasarkan peraturan WTF memiliki kriteria berupa ketrampilan, akurasi dan lintas gerakan, kecepatan gerakan yang didalamnya membutuhkan koordinasi dari mata kaki sebagai pengontrol gerakan tersebut. 5. Kepercayaan diri Manusia merupakan mahluk biopsikososial dimana terdapat pengertian bahwa manusia merupakan mahluk yang berdasarkan biologi, psikologi dan hubungan sosial dengan lingkungan sekitar, dimana ketiga unsur tersebut saling terikat untuk saling mempengaruhi dan dipengaruhi, kondisi biologi manusia mempengaruhi psikologi manusia, dimana segala aspek yang terjadi didalam kondisi biologis manusia ini akan di olah lewat psikologi dengan penerimaan maupun penolakan, dan dari kedua hubungan tersebut akan sangat mempengaruhi sikap seseorang dalam memasuki ke dunia masyarakat atau
35
sosial. Dalam psikologi terdapat salah dua aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan bersosial manusia, yaitu rasa percaya diri dan superioritas (Lauster, 1999). Psikologi olahraga
sebagaimana disampaikan oleh Wann (1997).
Menurutnya psikologi olahraga adalah kajian ilmiah tentang reaksi-reaksi berbentuk perilaku, emosi, dan kognisi dalam situasi olahraga yang meliputi reaksi dari partisipan dan reaksi dari penonton. Menurut definisi ini, semua reaksi dalam atas kondisi olahraga merupakan kajian dari psikologi olahraga. Reaksi-reaksi tersebut antara lain kegembiraan, kemenangan, kekecewaan, atau dorongan yang meluapluap dan sebagainya. Berdasar definisi juga bisa dilihat bahwa psikologi olahraga meliputi pelaku olahraga dan orang-orang yang secara tidak langsung berkaitan dengan aktivitas olahraga tersebut, misalnya penonton atau pihak manajemen. Tujuan utama penerapan psikologi olahraga bagi para atlet adalah untuk membantu atlet mencapai ketangguhan mental (mental toughness) yang dibutuhkan untuk bertanding. Ketangguhan mental ini dicirikan dengan daya juang tinggi, konsentrasi prima serta kepercayaan diri serta perasaan cemas yang terkontrol. Berikut ini beberapa hal yang bisa mempengaruhi tingkat kecemasan seorang atlet menjelang pertandingan atau pada saat latihan. Faktor yang menjadi penyebab ini dibagi menjadi dua, yakni yang berasal dari lingkungan dan yang berasal dari diri sendiri. Dengan penjelasan sebagai berikut : a. Faktor Lingkungan 1) Jenis pertandingan yang diikuti Jenis
pertandingan
akan
sangat
menentukan
bagaimana
kecemasan seorang atlet muncul. Sebagai contoh, seorang pemain sepakbola tentu saja akan lebih merasa cemas dibandingkan dengan pertandingan persahabatan. Hal ini dikarenakan tekanan terhadap para pemain untuk level piala dunia lebih berat dibandingkan dengan pertandingan persahabatan. Namun, level kompetisi ini juga ditentukan oleh persepsi individual dari para atlet. Ada atlet yang
36
menganggap penting untuk satu level kompetisi, tapi ada pula yang menganggapnya kurang penting. 2) Harapan atas penampilan Harapan bisa datang dari diri sendiri maupun orang lain. Harapan menjadi sumber kecemasan ketika seorang atlet tidak merasa mampu atau siap dalam menghadapi pertandingan. Harapan ini juga ditentukan oleh level pertandingan dan lawan yang dihadapi. Harapan yang terlalu besar dengan lawan yang berat serta bertanding di level kompetisi yang ketat, maka atlet akan sangat mungkin mengalami rasa cemas. 3) Ketidakpastian Ketidakpastian disini bisa diartikan sebagai ketidaktahuan atlet terhadap apa yang akan dihadapi dalam pertandingan. Hal ini bisa disebabkan oleh kekuatan lawan yang tidak terdeteksi atau kondisi lapangan atau bahkan situasi penonton yang akan menyaksikan. Ketidakpastian cenderung membuat seorang atlet menjadi ragu-ragu dan tidak mempunyai dasar untuk mempersiapkan diri. b. Faktor Individu 1) Trait Anxiety Faktor individu pertama yang sangat mempengaruhi tingkat kecemasan seorang atlet adalah kondisi trait anxiety-nya. Trait anxiety adalah kecenderungan level kecemasan yang merupakan bagian dari kepribadian seorang atlet. Jika atlet tersebut mempunyai trait anxiety yang tinggi, maka sangat mungkin atlet tersebut akan lebih mudah merasa cemas ketimbang atlet yang mempunyai tingkat trait anxiety yang rendah. Trait anxiety merupakan hasil belajar dalam jangka waktu yang sangat lama. Faktor keluarga dan lingkungan terdekat sangat mempengaruhi level trait anxiety dari seorang atlet. Jika dari kecil atlet tersebut mendapat contoh yang membuat dia takut, raguragu, cemas atau kuatir, maka atlet tersebut relatif akan meniru dan
37
mencontoh yang akhirnya perlahan akan masuk menjadi bagian dari ciri kepribadian. 2) Self esteem dan self Efficacy (kepercayaan diri) Self Esteem adalah bagaimana perasaan kita terhadap diri kita sendiri. Sedangkan self efficacy adalah keyakinan tentang kemampuan yang kita miliki. Self efficacy sangat dengan dengan kepercayaan diri seorang atlet. Tingkat kepercyaan diri yang tinggi cenderung akan membuat seorang atlet lebih mudah mengatasi kecemasan yang muncul dibandingkan atlet yang tingkat kepercayaan dirinya rendah. Kepercayaan
diri
adalah
bagaimana
seseorang
memandang
kemampuannya yang berhubungan dengan tugas yang akan dihadapi. Jika seorang atlet merasa mampu dan bisa mengatasi lawan, maka tingkat kecemasannya cenderung akan rendah. a. Pengertian kepercayaan diri Kepercayaan diri menurut Anthony ( 1992 ) adalah sikap pada diri seseorang yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berfikir positif, memiliki kemandirian dan mempunyai kemampuan untuk memiliki segala sesuatu yang di inginkan, sedang menurut Hambly ( 1992 ) kepercayaan diri diartikan sebagai keyakinan terhadap diri sendiri sehingga mampu menagani segala situasi dengan tenang, kepercayaan diri lebih banyak berkaitan dengan hubungan seseorang dengan orang lain. Tidak merasa inferior di hadapan siapapun dan tidak merasa canggung apabila berhadapan dengan banyak orang. Atlet yang merasa tidak percaya diri, atau sering disebut diffident, merupakan akibat dari ketidakyakinannya pada kemampuan yang dia miliki. Atlet tersebut mempersepsi dirinya terlalu rendah sehingga kemampuan optimalnya tidak tampak. Dengan kata lain, atlet tersebut meremehkan dirinya sendiri. Untuk kasus seperti ini, sebuah kesalahan kecil akan menimbulkan malapetaka, karena akan mengukuhkan persepsi tentang ketidakmampuannya.
Teori yang membahas tentang kepercayaan diri
disampaikan oleh Albert Bandura. Bandura menyampaikan teori yang
38
bernama teori Self efficacy. Kepercayaan diri adalah penilaian seseorang terhadap kemampuan mereka untuk mengorganisasi dan mengeksekusi setiap bagian dari aksi yang dibutuhkan untuk mencapai penampilan yang diinginkan. Hal ini tidak hanya menggunakan keterampilan yang dimiliki tapi dengan pandangan tentang apa yang bisa dilakukan seseorang dengan keterampilan apapun yang dimiliki. (Bandura 1986: 391 dalam Biddle & Mutrie 2001). b. Aspek-aspek kepercayaan diri Setiap orang mempunyai tingkat kepercayaan diri berbeda beda tergantung seberapa jauh faktor yang berpengaruh terhadap dirinya menurut Anthony ( 1992 ) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri, antara lain : 1) Faktor-faktor internal a) Konsep diri Konsep diri merupakan gagasan tentang diri sendiri. Individu yang mempunyai rasa rendah diri biasanya memiliki konsep diri yang negatif (Centi, 1995). b) Harga diri Menurut Meodow ( dalam Kusuma, 2005 ), harga diri yaitu, penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri , tingkat pengahargaan terhadap diri sendiri akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan diri individu. Semakin tinggi harga diri, semakin tinggi kepercayaan diri individu tersebut, penilaian diri ini ditentukan oleh berbagai emosi yang mempengaruhi individu. c) Keadaan dan kesehatan fisik Penampilan fisik merupakan penyebab utama rendahnya harga diri dari keadaan fisik. Kondisi kesehatan juga dapat mempengaruhi rasa kepercayaan diri individu, bila individu tersebut sakit berlarutlarut akan menggangu kepercayaan diri individu tersebut (Anthony, 1992).
39
d) Kegagalan dan kesuksesan Keberhasilan yang dicapai akan membawa seseorang pada kegembiraan sehingga menumbuhkan kepercayaan diri. e) Pengalaman hidup Menurut Lauster ( 1997 ) kepercayaan diri di pengaruhi oleh pengalaman hidup, dimana belajar dari pengalaman masa lalu adalah hal yang penting untuk mengembangkan kepribadian yang sehat. Pengalaman hidup yang mengecewakan paling sering menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri, terlebih jika seseorang mempunyai perasaan tidak aman, kurang rasa sayang dan kurangnya perhatian. f) Peran lingkungan keluarga Peran lingkungan keluarga terhadap bentuk kepercayaan diri sangat penting dalam pembentukan kepercayaan diri seseorang jika fungsi keluarga berjalan baik, maka besar kemungkinan individu dalam kelas tersebut mempunyai kepercayaan diri yang baik. 2) Faktor eksternal a) Lingkungan dan pengalaman, Syarwani ( Dalam Corey, 1997 ) mengatakan bahwa lingkungan yang keras cenderung memudahkan individu untuk membentuk rasa percaya diri, selain itu kepercayaan diri di tentukan pula oleh pengalaman-pengalaman yang dialami sejak kecil. b) Pendidikan. Pendidikan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang (Anthony, 1992). Lebih lanjut dapat di ungkapkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu tergantung dan berada di bawah individu yang lebih pandai, sebaliknya individu yang mempunyai pendidikan lebih tinggi cenderung akan lebih menjadi disiplin dan tidak perlu tergantung pada individu lain. c) Bekerja. Rogers mengemukakan bahwa bekerja dapat membangkitkan kreatifitas dan kemandirian serta kepercayaan diri, rasa percaya diri
40
akan muncul dengan melakukan pekerjaan selain materi, kepuasan dan rasa percaya diri didapat karena mengembangkan kemampuan diri. Orang
yang
mempunyai
kepercayaan
diri
yang
baik
akan
menampakkan ciri-ciri yang berbeda dengan orang yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi biasanya tidak terlalu cemas dengan tindakan. Dapat melakukan halhal yang disukai, bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan, hangat, sopan, dalam berinteraksi dengan orang lain, mempunyai dorongan untuk berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan yang dimiliki (Hakim, 2002). Kepercayaan
diri
berpengaruh pada
individu,
pada
manusia
kepercayaan diri akan cenderung berubah, hal ini tergantung pada pengalaman dalam hubungan interpersonal, namun demikian pengalaman tidak hanya memberikan umpan balik yang positif saja, bila umpan balik yang diterima positif maka kepercayaan diri akan membaik sebaliknya jika umpan balik yang diterima negatif maka kepercayaan diri akan turun (Lauster, 1997). Berikut ini merupakan aspek-apsek kepercayaan diri menurut Drajat (1997) antara lain: 1) Rasa aman. Terbebas dari perasaan takut, rasa cemas dan tidak ada kompetisi terhadap situasi atau orang di sekitarnya. 2) Ambisi normal. Ambisi disesuaikan dengan kemampuan tidak ada kompetensi dari ambisi yang berlebihan, dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan bertanggung jawab. 3) Konsep diri. Memberikan penilaian positif terhadap potensi fisik, psikis, sosial maupun moral. 4) Mandiri. Tidak tergantung pada orang lain dalam melakukan sesuatu dan tidak tidak membutuhkan dukungan dari orang lain secara berlebihan. 5) Tidak mementingkan diri sendiri atau toleransi. Mengerti kekurangan yang ada pada dirinya, menerima pendapat orang lain dan memberi kesempatan pada orang lain.
41
Sehubungan kurangnya kepercayaan diri, Anthony ( 1992 ) mengemukakan ciri-ciri orang yang kurang percaya diri yaitu : 1) Cenderung merasa tidak aman, 2) Tidak bebas, 3) Ragu-ragu, 4) Mebuang waktu dalam mengambil keputusan, 5) Perasaan rendah diri, 6) Kurang cerdas, 7) Cenderung menyalahkan lingkungan sebagai penyebab bila menghadapi suatu masalah. Lauster (1978) menjelaskan kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas melakukan hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang dan memiliki dorongan untuk berprestasi.Kepercayaan diri akan memberikan suatu dampak kepada diri individu. Hal ini dijelaskan oleh Weinberg dan Gould (Satiadarma, 2000) bahwa rasa percaya diri memberikan dampakdampak positif pada hal-hal berikut ini : 1) Emosi, individu yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi akan lebih mudah mengendalikan dirinya di dalam suatu keadaan yang menekan. 2) Konsentrasi,
seorang
individu
akan
lebih
mudah
memusatkan
perhatiannya pada hal tertentu tanpa rasa terlalu khawatir. 3) Sasaran, individu cenderung mengarahkan pada sasaran yang cukup menantang, karenanya ia juga akan mendorong dirinya untuk berupaya labih baik. 4) Usaha, individu tidak mudah patah semangat atau frustasi dalam berupaya meraih cita-citanya dan cenderung tetap berusaha kuat secara optimal sampai usahanya berhasil. 5) Strategi, individu mampu mengembangkan berbagai strategi untuk memperoleh hasil usahanya. 6) Momentum, seorang individu akan menjadi lebih tenang, ulet, tidak mudah patah semangat, terus berusaha, mengembangkan dan membuka peluang bagi dirinya.
42
Sedangkan beberapa hal yang mempengaruhi rasa percaya diri pada atlet antara lain adalah : 1) Kesuksesan dan keberhasilan penampilan sebelumnya Keberhasilan penampilan sebelumnya akan sangat berpengaruh terhadap kondisi kepercayaan diri seorang atlet. Jika dalam pertandinganpertandingan sebelumnya atlet tersebut bermain baik dan menang, maka kepercayaan
diri
atlet
tersebut
akan
meningkat.
Namun,
jika
pertandingan-pertandingan sebelumnya atlet tersebut bermain jelek dan mengalami kekalahan, maka akan sangat mungkin kepercayaan dirinya pun akan berkurang. 2) Imitasi dan modeling Faktor kedua yang mempengaruhi persepsi tentang kemampuan seorang atlet adalah hasil dari imitasi dan modelling. Imitasi adalah proses meniru serta mengidentifikasi dirinya seolah-olah tokoh atau model yang diidolakan. Aktivitas meniru ini berpengaruh terhadap Kepercayaan diri karena atlet tersebtu akan menganggap dirinya sebagus model yang dia tiru, oleh karena itu dia akan merasa mampu untuk menyelesaikan semua tantangan di depannya. 3) Persuasi verbal dan sosial Sumber lain dari kepercayaan diri dari seorang atlet adalah adanya persuasi verbal maupun persuasi sosial. Dalam hal ini, peran pelatih, orang tua atau orang-orang terdekat sangat penting. Persuasi verbal adalah ucapan-ucapan yang keluar dari pelatih atau orang-orang yang berpengaruh terhadapnya. Jika ucapan-ucapan yang keluar adalah ucapan-ucapan cemooh, maka hal itu akan berpengaruh terhadap kepercayaan diri atlet tersebut. Sebaliknya, jika ucapan-ucapan itu bersifat positif dan memberi masukan, maka atlet tersebut juga akan terangkat. 4) Penilaian atas kondisi fisiologis Ini adalah penilaian yang dilakukan oleh atlet sendiri. Sebelum bertanding, seorang atlet akan merasakan perubahan pada fisiknya, yakni
43
jantung yang berdetak lebih kencang, muncul keringat, atau mulut menjadi kering. Jika perubahan-perubahan fisiologis ini dinilai negatif oleh atlet tersebut, maka dia akan mengalami penurunan kepercayaan diri. Tapi jika atlet mnilai perubahan-perubahan tersebut membawa arti yang positif, maka atlet tersebut akan merasakan kepercayaan diri yang meningkat. Selain keempat faktor di atas Davies & Amstrong (1999) memberi tambahan beberapa faktor yang dianggap berpengaruh terhadap kepercayaan diri seorang atlet. Faktor-faktor tersebut adalah: 1) Kepribadian Kepribadian dianggap sebagai faktor yang penting dalam mempengaruhi kepercayaan diri seorang atlet. Kepribadian ini mencakup banyak hal, antara lain introvert (tertutup), ektrovert, egois, penakut dan sebagainya. 2) Efektivitas latihan Faktor lain yang penting adalah faktor latihan. Disinilah sebenarnya peran seorang pelatih terlihat untuk membentuk atlet yang percaya diri. Proses latihan merupakan sarana utama untuk meningkatkan kepercayaan diri seorang atlet, caranya dengan membuat konsep latihan yang selalu menantang dan menuntut usaha yang maksimal dari atlet. Salah satu metode latihan yang harus diterapkan adalah goal setting atau membuat target. Atlet yang terbiasa diberi target akan berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan tugasnya, sehingga secara mental atlet menjadi lebih siap menghadapi tantangan dalam pertandingan. c. Indikator Percaya Diri Indikator percaya diri adalah merupakan suatu hasil yang nampak pada diri seseorang. Contohnya apabila seseorang berani melakukan suatu aktivitas dan kelihatannya ia tidak ragu memilih dan membuat apa yang harus dibuatnya. Berikut beberapa indikator kepercayaan diri: 1) Tampil Percaya Diri. Bekerja sendiri tanpa perlu supervisi, mengambil keputusan tanpa perlu persetujuan orang lain.
44
2) Bertindak Independen. Bertindak di luar otoritas formal agar pekerjaan bisa terselesaikan dengan baik, namun hal ini dilakukan demi kebaikan, bukan karena tidak mematuhi prosedur yang berlaku. 3) Menyatakan Keyakinan atas Kemampuan Sendiri. Menggambarkan dirinya sebagai seorang ahli, seseorang yang mampu mewujudkan sesuatu menjadi kenyataan, seorang penggerak, atau seorang narasumber. Secara eksplisit menunjukkan kepercayaan akan penilaiannya sendiri. Melihat dirinya lebih baik dari orang lain. 4) Memilih Tantangan atau Konflik. Menyukai tugas-tugas yang menantang dan mencari tanggung jawab baru. Bicara terus terang jika tidak sependapat dengan orang lain yang lebih kuat, tetapi mengutarakannya dengan sopan. Menyampaikan pendapat dengan jelas dan percaya diri walaupun dalam situasi konflik. d. Kepercayaan diri dalam Poomsae Taekwondo Prestasi atlet selalu berkaitan dengan motif berprestasi karena motif merupakan penggerak dan pendorong manusia bertindak dan berbuat sesuatu, menurut Singgih Gunarsa (1999:93), motivasi olahraga ialah keseluruhan daya penggerak (motif-motif) di dalam diri individu yang menimbulkan kegiatan olahraga, menjamin kelangsungan latihan dan memberi arah pada kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Seorang atlet yang memiliki rasa percaya diri yang baik percaya bahwa dirinya akan mampu menampilkan kinerja olahraga yang diharapkan (Weinberg & Gould, 2003). Kepercayaan diri sangat dipengaruhi oleh harapan positif dan negatif akan sesuatu hal. Harapan positif akan membawa dampak positif pada penampilan, sebaliknya harapan negatif akan membawa dampak negatif pada penampilan (falsafah pemenuhan diri/ selffulfilling prophesy) (Horn & Lox, 1993). Positif negatifnya harapan atlet banyak dipengaruhi oleh keyakinan diri atlet tersebut bahwa ia akan mampu menyelesaikan tugas dengan baik (keyakinan diri/self efficacy) (Bandura,
45
1986). Dengan demikian rasa percaya diri (self confidence) erat kaitannya dengan falsafah pemenuhan kebutuhan diri (self-fulfilling prophesy) dan keyakinan diri (self efficacy). Weinberg dan Gould (2003): rasa kepercayaan diri memberi dampak positif pada apek-aspek emosi; konsentrasi; sasaran; usaha; strategi dan momentum. Menurut Sudibyo Setyobroto (2001:24), motif adalah sumber penggerak dan pendorong tingkah laku individu memenuhi kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu. Pendapat Hechausen yang dikutip oleh Sudibyo Setyobroto pada buku yang sama mengatakan bahwa motivasi merupakan aktualisasi dari motif, maka pengertian motivasi menjadi sebagai berikut : motivasi adalah proses aktualisasi sumber penggerak dan pendorong tingkah laku individu memenuhi kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu. Manusia sebagai mahluk mempunyai tujuan yang diinginkan, dimana keinginan tersebut diwujudkan dalam imajinasi, kemauan, dan otak kreatif. Dengan imajinasi manusia bisa merancang tujuan, dengan melibatkan keinginan kita bisa mengejarnya, dan dengan otak kreatif dan bisa berhasil mendapatkannya. Motif berprestasi pada hakikatnya ialah keinginan, hasrat, kemauan, dan pendorong untuk dapat unggul, yaitu mengungguli prestasi yang pernah dicapainya sendiri atau prestasi orang lain. Jadi motif berprestasi adalah motif untuk berpacu dengan keunggulan dirinya sendiri, keunggulan orang lain, atau kesempurnaan dalam menjalankan tugas tertentu. Walaupun ada bermacam-macam pendapat mengenai motif, namun motif sendiri tidak lepas dari kebutuhan-kebutuhan diri setiap individu. Teori kebutuhan ini banyak dibahas dan diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, kepemimpinan, administrasi, dan ekonomi. Kebutuhan fisiologis atau psikologis seseorang menimbulkan hubungan intrinsik atau ekstrinsik untuk bertingkah laku dalam mencapai tujuan tertentu. Menurut Mc Clelland dan Atkitson yang dikutip oleh Sudibyo Setyobroto (2001:23), mengajukan tiga motif sosial yang utama, yaitu : 1) Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement)
46
2) Kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain (need for affiliation) 3) Kebutuhan untuk berkuasa (need of power) Sedangkan Maslow seperti yang dikutip oleh Singgih Gunarsa (1999 : 96-97) merumuskan kebutuhan manusia dengan Satisfaction of need theory, yang didasarkan pada prinsip : 1) Kebutuhan manusia diorganisasikan dalam kebutuhan yang bertingkattingkat 2) Segera setelah satu kebutuhan terpenuhi, kebutuhan lain akan muncul dan berkuasa 3) Setelah terpenuhi, kebutuhan tersebut tidak mempunyai pengaruh dominan; akibatnya kebutuhan lain mulai meningkat dan mendominasi. Maslow membagi kebutuhan manusia pada lima tingkat : 1) Kebutuhan mempertahankan hidup. Manifestasi kebutuhan ini nampak pada kebutuhan primer seperti makan, air, tempat tinggal, dan pakaian. 2) Kebutuhan rasa aman. Manifestasi kebutuhan ini nampak pada kebutuhan keamanan, kestabilan hidup, perlindungan / pembelaan, tata tertib, keteraturan, bebas dari rasa takut dan gelisah. 3) Kebutuhan sosial. Manifestasi kebutuhan ini antara lain nampak pada perasaan diterima oleh orang lain, kebutuhan untuk mencapai sesuatu, serta berpartisipasi 4) Kebutuhan akan penghargaan / harga diri. Kebutuhan ini antara lain kebutuhan akan prestise, kebutuhan untuk berhasil, kebutuhan untuk dihormati. Makin tinggi status semakin tinggi prestisenya, semakin tinggi pula rasa untuk dihormati. Manifestasi di dalam olahraga ialah makin tinggi prestasi, makin giat berlatih, makin tinggi pula perasaan untuk diperhatikan dan dihargai. 5) Kebutuhan aktualisasi diri. Manifestasi nampak pada keinginan untuk mengembangkan kapasitas fisik, kapasitas mental melalui mental dan pendidikan. Keinginan untuk mengabdi dan berbuat sebaik-baiknya, memunculkan diri secara bebas.
47
Mc Clelland (Sudibyo Setyobroto, 2001:24), mengatakan bahwa untuk berprestasi disebut pual N. Ach (Need for Achievement) N.Ach digambarkan seperti virus mental, kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi. Hal ini ditemukan pada suatu macam pikiran yang berhubungan “melakukan sesuatu untuk lebih baik” daripada yang pernah dibuat sebelumnya, lebih efisien, lebih cepat, kurang mempergunakan tenaga, dengan hasil yang lebih baik, dan sebagainya. Kebutuhan untuk berprestasi tinggi (need of achievement) juga harus ditanamkan pada diri Taekwondoin dengan jalan mengarahkan Taekwondoin pada tingkat mutu yang baik sekali (standart of excellence). Dengan need of acheivement yang tinggi akan dapat mengembangkan jiwa dan sikap kewirausahaan (enterpreneur), yaitu kepribadian yang mau bekerja keras serta berani menghadapi dan jika perlu kesalahan, demi keberhasilan. Dengan untuk berprestasi adalah upaya untuk meningkatkan kualitas diri atau memenuhi standart keunggulan. Orang dengan kecakapan ini akan lebih mampu untuk: 1) Berorientasi kepada hasil, dengan semangat juang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar 2) Menetapkan sasaran yang menantang dan berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan 3) Mencari informasi sebanyak-banyaknya guna mengurangi ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik. 4) Turut belajar untuk meningkatkan kinerja sebagai Taekwondoin Perasaan berhasil pada diri Taekwondoin dapat lebih meningkatkan penampilan sedangkan perasaan tidak berhasil dapat memerosotkan penampilan Taekwondoin yang bersangkutan. Sangat penting bagi seorang pelatih dan ahli psikologi untuk menanamkan kepercayaan pada diri Taekwondoin, bahwa dia dapat berprestasi. Pelatih harus peka terhadap kebutuhan-kebutuhan Taekwondoin, ini penting untuk dapat memahami keadaan Taekwondoin, dan sebagai pangkal tolak menimbulkan motivasi Taekwondoin dengan cara-cara
48
memberi penghargaan, pengakuan atas prestasi yang telah dicapai, memberi tantangan untuk berusaha lebih keras dan sebagaianya. Banyak keluarga berpendapatan bahwa olahraga sangat penting dalam hidup. Sebagian orang tua hanya berharap anak-anak mereka mengikuti olahraga menghindarkan diri dari segala macam bahaya yang ada dalam masyarakat jaman sekarang. Orang tua yang lain menginginkan anak-anak mereka juara dalam olahraga. Banyak orang tua seperti itu merasa keberhasilan atau kegagalan anak-anak mereka dalam olahraga adalah merupakan refleksi langsung dari keberhasilan mereka sendiri sebagai orang tua dan keberhasilan mereka dalam hidupnya (Russel R.Pate, 1993: 121). Menurut Ndong Kamtomo (2006: 28-30),
ada beberapa hal yang
mendorong atlet untuk berprestasi, yaitu ; 1) Mencari setress dan mengatasi setress tersebut. Berjuang untuk mengatasi halangan-halangan, menciptakan setress pada diri sendiri, dan berusaha untuk berkembang dan berhasil merupakan salah satu motivasi utama atlet untuk berprestasi. 2) Usaha untuk memperoleh kesempurnaan Mengejar kesempurnaan merupakan salah satu motivasi yang inheren (melekat) pada diri atlet dengan mempergunakan tubuhnya sebagai alat untuk mencapai kesempurnaan keteremapilan. 3) Status Banyak atlet yang mempunyai nama dalam olahraga berhasil mempertinggi status sosialnya di masyarakat, banyak studi yang menunjukkan mereka yang dalam usia muda sudah menonjol dalam olahraga (dan oleh karena itu memperoleh status dan harga diri), tumbuh menjadi orang-orang dewasa yang lebih kokoh, teguh, tidak mudah roboh, dan lebih stabil dibandingkan mereka yang tidak menonjol di olahraga dalam usia muda. 4) Kebutuhan untuk di akui menjadi anggota kelompok Bagi kebanyakan anak, masuk perkumpulan berarti kesempatan yang baik untuk diakui menjadi anggota kelompok, demikian pula
49
kesempatan untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan mesra dengan kerabat dan teman-teman seusianya. 5) Hadiah-hadiah Hadiah-hadiah baik yang sifatnya intrinsik maupun ekstrinsik, merupakan motivasi atlet untuk berprestasi. 6) Kejantanan (masculinity) Banyak orang berpendapat bahwa dalam masyarakat beradab, kejantanan hanya dapat diperoleh kalau kita berpartisipasi dalam olahraga. Jadi mereka berpendapat bahwa gambaran orang yang jantan adalah orang yang sanggup kerja keras demi keberhasilan dalam olahraga. Jadi orang yang tidak sanggup mengatasi setress mental dan fisik dalam olahraga dinilai sebagai orang yang tidak mempunyai sifat jantan. 7) Membentuk watak ( Charater ) Berolahraga tujuannya juga membentuk watak dan tabiat yang baik Motivasi berolahraga bervariasi antara individu yang satu dengan yang lain karena perbedaan kebutuhan dan kepentingan baik disebebkan perbedaan tingkat perkembangan umur, minat, pekerjaan, dan kebutuhankebutuhan yang lain. Motivasi tersebut dapat saja berkembang lebih lanjut sehingga yang semula tidak ada hasrat untuk bertanding akhirnya meningkatkan motivasinya untuk berprestasi dan mengikuti pertandinganpertandingan. Motivasi dapat terbukti lebih penting daripada intelektual atau keterempilan teknik. Bagaimanapun, bukan kepala melainkan hati yang menggerakkan manusia. Emosi menggugah dan memotivasi manusia, dan menuntut manusia untuk membuat komitmen. Menurut Kotter : motivasi dan inspirasi dapat menggerakkan orang, tidak dengan mendorong mereka ke arah yang benar sebagai mekanisme kontrol, tetapi dengan cara memuaskan kebutuhan manusiawi yang mendasar untuk berprestasi, rasa memiliki, rasa mengendalikan hidup sendiri, dan kemampuan hidup menurut harapan seseorang (Goleman, 1999 : 319).
50
Motif berprestasi dapat dikaitkan dengan motif ketergantungan yaitu dengan menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk menjunjung tinggi dan menjaga nama baik kelompok atau tim dimana individu dimana individu tergabung. Tanpa memiliki motif berprestasi yang kuat anggota-anggotanya maka satu tim tidak mungkin mencapai prestasi yang setinggi-setingginya. Adanya perbedaan motif berprestasi mengakibatkan anggota yang memiliki motif berprestasi rendah atau kurang kuat terpacu untuk lebih meningkatkan motivasinya, sehingga secara keseluruhan tim tersebut dapat lebih meningkatkan penampilannya. Dalam ikatan tim maka akan terjadi beberapa gejala yang perlu diperhatikan para pelatih, yaitu antara lain : masalah kompetisi antar anggota, persaingan antar kelompok, kecenderungan mempertahankan nama baik kelompok, mencari teman yang cocok, kerjasama antar anggota kelompok, kemungkinan timbulnya fanatisme kelompok dan sebagainya. Menurut Heinz Heckhausen yang dikutip Sudibyo Setyobroto (1999 : 22), dalam membicarakan harapan untuk sukses, berpendapat adalah hal yang bertentangan yang terkandung dalam motivasi berprestasi, yaitu kecenderungan untuk mendekat dan kecenderungan untuk menolak. Yang dimaksud kecenderungan untuk mendekat adalah harapan untuk sukses, sedangkan kecenderungan menolak adalah ketakutan akan gagal. Sudah barang tentu gejala-gejala ini akan bervariasi sesuai keadaan individu yang bersangkutan. Melalui olahraga orang berharap dapat mencapai kepuasan. Kepuasan tersebut beraneka ragam, bagi atlet salah satu bentuk kepuasan yang utama adalah tercapainya prestasi yang setinggi-tingginya atau suatu kemenangan dalam pertandingan. Harapan untuk sukses dalam mencapai prestasi atau memenangkan pertandingan tersebut tidak dapat selalu tercapai, sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah emosional. Motif dan emosi mempunyai akar yang sama dalam bahasa latin movere,
artinya “menggerakkan”. Emosi, secara harafiah berarti yang
menggerakkan kita untuk menggerakkan sasaran ; emosi menjadi bahan
51
bakar untuk memotivasi diri, dan memotivasi tersebut pada gilirannya menggerakkan persepsi dan membentuk tindakan-tindakan kita. Karya besar dimulai dari perasaan yang menggelora (Goleman, 1999 : 170). Proses kejiwaan bersifat organis dimana aspek yang satu akan berpengaruh terhadap aspek yang lain. Atlet yang kemampuan akalnya rendah, dalam menghadapi pertandingan mudah kehabisan akal atau menemui jalan buntu untuk dapat mengalahkan lawan, meskipun berbagai cara sesuai kemampuannya sudah diusahakan. Dalam keadaan seperti ini akhirnya atlet mengalami ketegangan karena takut akan gagal. keadaan ketegangan atau setress yang tidak dapat diatasi biasanya disertai dengan rasa cemas, yang akhirnya akan berpengaruh juga terhadap fungsi-fungsi intelektual sehingga penampilannya serba salah, serba ragu-ragu, dan tidak akurat (Sudibyo Setyobroto, 1999 : 42). Menurut Oxford English Dictionary, emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu ; setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap (Goleman, 2001 : 411). Sedangkan Goleman sendiri mendefinsikan emsoi sebagai perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Dengan kepercayaan diri seperti ini, atlet dapat memiliki keyakinan untuk mengontrol pikiran, perasaan dan perbuatan. Hal ini tentunya akan berujung
kepada
seorang
atlet
untuk
menghadapi
tugas
dengan
mengeluarkan kemampuan terbaik yang dia miliki tanpa merasa ragu atau terganggu dengan perasaan tertekan dengan tugas yang dihadapi. Enung Fatimah (dalam Khusnia, S & Rahayu. 2010) mengartikan kepercayaan diri sebagai sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Rasa percaya diri adalah dimensi eveluatif yang menyeluruh dari diri. Rasa percaya diri memang tidak terbentuk dengan sendirinya melainkan berkaitan dengan kepribadian seseorag. Secara definitif Hasan (dalam Khusnia, S & Rahayu, 2010)
52
menjelaskan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan akan kema,puan diri sendiri secara adekuat dan menyadari kemampuan-kemampuan yang dimiliki serta dapat memanfaatkannya secara tepat. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, tetapi rasa percaya diri hanya merujuk pada adanya perasaan yakin mampu, memiliki kompetensi dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri dalam meraih prestasi. Prestasi
olah
raga
menurut
Sukadiyanto
(Setyobroto,
2002)
merupakan aktualisasi dari akumulasi hasil proses latihan yang ditampilkan atlet sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Seseorang untuk dapat berprestasi harus melalui suatu proses latihan yang berlangsung selama bertahun-tahun dan mengeluarkan banyak pengorbanan baik tenaga, biaya dan waktu. Menurut Leonard (Setyobroto, 2002) jika atlet tidak memahami makna dari olah raga yang dilakukannya, maka akan mengalami ketidakseimbangan tubuh dan jiwa. Prestasi yang dicapainya akan menjadi tidak menentu, walaupun suatu saat akan mencapai hasil yang baik. Atlet akan mudah mengalami kemrosotan prestasi dan lebih parah lagi apabila kondisi fisik dan mentalnya mengalami kemrosotan yang lebih tajam. Kesulitan pembinaan prestasi dari faktor atlet biasanya terjadi pada segi fisik antara lain keterampilan, kesehatan (kebugaran jasmani), sedangkan dari segi mental antara lain kedispilinan, motivasi, kreativitas serta kepercayaan diri atlet. Menurut Crow & Crow (1973), proses meraih prestasi dipengaruhi oleh tiga faktor. Ketiga faktor tersebut adalah : 1) Faktor aktivitas, yaitu faktor yang memberikan dorongan kepada individu untuk belajar, faktor ini merupakan faktor psikologik. 2) Faktor organisme, yaitu faktor yaitu faktor yang berhubungan dengan fungsi alat-alat indra individu yang kepekaannya ikut menentukan respon individu dalam belajar.
53
3) Faktor lingkungan, yaitu faktor yang secara psikologis mempengaruhi proses secara keseluruhan. Prestasi merupakan salah satu faktor untuk dapat memperbaiki tingkat rasa percaya diri pada remaja. Rasa percaya diri remaja meingkat lebih tinggi karena mereka tahu tugas-tugas penting untuk mencapai tujuan dan telah menyelesaikan tugas yang serupa. Penekanan dari pentingnya prestasi dalam meningkatkan rasa percaya diri remaja memiliki banyak kesamaan dengan konsep teori belajar sosial kognitif Bandura mengenai kualitas diri yang merupakan keyakinan individu bahwa dirinya dapat menguasai suatu situasi dan menghasilkan sesuatu yang positif. Salah satu motif individu berolahraga adalah untuk memperoleh prestasi dalam bidang olahraga. berdasarkan pada pembukaan rapat anggota KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) tahun 2012, Menko Kesra (Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat) HR. Agung Laksono, menyatakan bahwa prestasi olahraga dapat mengangkat harkat dan martabat manusia baik secara individu, kelompok, masyarakat, bangsa dan negara. berangkat dari permasalahan tersebut maka memperoleh kemenangan dalam suatu pertandingan olahraga merupakan suatu hal yang diharapkan dan diusahakan oleh para atlet. Konsekuensi dalam usaha meraih kemenangan akan menimbulkan persaingan antar atlet yang bertanding. Persaingan dalam pertandingan yang berkaitan dengan prestasi , seorang atlet harus memperhatikan faktor psikis meliputi cara mempersiapkan kondisi mental atlet (Gunarsa, 2004). Bagi seorang atlet atau tim, pertandingan atau kompetisi olahraga merupakan situasi yang membangkitkan kecenderungan kompetitif, tetapi di lain pihak juga membangkitkan motif untuk menghindari kegagalan yang dicerminkan melalui rasa cemasnya menghadapi pertandingan atau kecemasan
bertanding,
Kondisi psikis
atlet
sangat
mempengaruhi
penampilannya, banyak atlet yang cemas sehingga berdampak buruk pada prestasi, walaupun telah diprediksi akan memenangkan pertandingan berdasarkan teknik yang dikuasainya. Lebih lanjut Gunarsa (2004)
54
menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah salah satu sumber daya yang paling kuat untuk mengubah kecemasan menjadi fasilitator peningkatan kinerja, dengan rasa percaya diri yang tumbuh dalam diri atlet, maka atlet akan berusaha mengantisipasi agar kekalahan tidak terjadi dan muncul semangat
dari
dalam
diri
untuk
mewujudkan
harapannya
dalam
pertandingan yang akan dihadapinya (Karyatna et al,. 2012). semua atlet berusaha untuk dapat tampil maksimal dalam setiap pertandingan. Untuk tampil maksimal dibutuhkan usaha keras dari dalam diri atlet untuk dapat mengontrol kondisi fisik dan psikologis yang menunjang tercapainya harapan atlet. Menjaga kondisi emosi tidaklah mudah seperti menjaga kondisi fisik, karena kondisi emosi dapat berubah setiap waktu karena situasi yang dialami atlet. Kondisi emosi akan dapat berpengaruh pada kondisi fisik dan mental individu (Gunarsa, 2004). Emosi pada diri seseorang berhubungan erat dengan keadaan psikis tertentu yang distimulasi baik oleh faktor dari dalam atau internal maupun faktor dari luar atau eksternal. Gejolak emosi apapun, apakah itu emosi negatif ataukah emosi positif, dapat berpengaruh terhadap kondisi kefaalan tubuh, sehingga mempengaruhi keseimbangan psikofisiologis. Para atlet diharapkan dapat memperlihatkan konsistensi dalam mengatur gejolak emosi yang berupa kecemasan. Seorang atlet diharapkan dapat mengantisipasi, memantau serta mengatasi, memantau, serta mengatasi gejolak emosinya sendiri. Regulasi emosi sangat diperlukan pada kondisi sepeti ini. regulasi emosi didalamnya termasuk meningkatkan, menurunkan atau mengatur emosi positif dan emosi negatif (Gross, dalam Strongman 2003). Perasaan tidak nyaman, cemas, gugup menghadapi pertandingan adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan yang muncul sebelum situasi bertanding terhadap bahaya yang tidak nyata, pada atlet Tae Kwon Do memiliki regulasi emosi dan kepercayaan diri yang baik merupakan faktor personal yang akan menurunkan tingkat kecemasan menghadapi pertandingan.
55
Perasaan takut gagal merupakan salah satu indikator dari tidak adanya rasa percaya diri pada diri atlet, para atlet setuju bahwa kunci sukses adalah dengan percaya mereka akan menang dari lawannya (Burton & Raedeke, 2008). Cashmore (2002) menyatakan bahwa percaya diri mungkin penawar kecemasan yang paling efektif. Dengan adanya rasa percaya diri pada diri atlet, maka hal tersebut menjadi suatu daya bertanding bahwa mereka dapat melakukan sesuatu sesuai harapannya, padangan positif pada diri sendiri inilah yang akan secara otomatis menekan tingkat kecemasan bertanding pada atlet. Atlet menjadi lebih tenang dalam menghadapi pertandingan dengan rasa peraya diri. Kurangnya kepercayaan diri akan menyebabkan seseorang tidak dapat memecahkan masalah yang rumit. Kurangnya rasa percaya diri ini disebabkan oleh situasi dan kondisi para atlet pada saat mengikuti kompetisi sehingga tidak dapat meraih prestasi yang baik. Matsuda (Santosa, 2005) berpendapat bahwa untuk dapat berprestasi atlet perlu dipersiapkan mentalnya agar mereka mampu mengatasi ketegangan yang sering dihadapinya baik pada saat berlatih berat maupun pada saat berkompetisi. Pembinaan mental dilakukan agar atlet mudah dan berlatih melakukan konsentrasi serta pengendalian diri, sehingga pada saat-saat kritis tetap dapat mengambil keputusan dan melakukam koordinasi diri dengan baik. Menurut Leonard (Setyobroto, 2002), jika tidak memahami makna dari olah raga
yang
dilakukannya,
maka
seorang
atlet
akan
mengalami
ketidakseimbangan tubuh dan jiwa. Prestasi yang dicapainya akan menjadi tidak menentu, walaupun suatu saat akan mencapai hasil yang baik. Atlet akan mudah mengalami kemerosotan prestasi dan lebih parah lagi apabila kondisi fisik dan mentalnya mengalami kemrosotan yang lebih tajam. Kesulitan pembinaan prestasi dari faktor atlet biasanya terjadi pada segi fisik antara lain keterampilan, kesehatan (kebugaran jasmani), sedangkan dari segi mental antara lain kedispilinan, motivasi, kreativitas serta kepercayaan diri atlet.
56
Ditinjau dari fungsi dan tujuan aktivitas olahraga merupakan bagian integral
dari
seluruh
proses
pendidikan
yang
bertujuan
untuk
mengembangkan aspek fisik, mental, emosi, dan kese-hatan sosial peserta didik melalui aktivitas fisik yang dipilih (Singer dan Dick, 1990). Tae Kwon Do merupakan salah satu cabang olah raga yang diharapkan bisa membina generasi muda Indonesia menjadi pribadi yang sehat, tangguh dan mandiri dalam menghadapi tantangan hidup di masa-masa yang akan datang. Sistem pembinaan Tae Kwon Do dilakukan dengan suatu kompetisi atau kejuaraan di Indonesia. Kompetisi sendiri merupakan suatu tolok ukur dari prestasi atlet Tae Kwon Do dan muara terbentuknya atlet nasional (Nashori & Yulianto, 2006). Kepercayaan diri ialah kepercayaan akan kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimi-liki, serta dapat memanfaatkannya secara tepat (Hasan dkk dalam Iswidharmanjaya dan Agung, 2004). Kepercayaan diri sendiri merupakan hal yang penting da-lam olahraga khususnya Tae Kwon Do ini. Lee (2002) mengatakan bahwa keper-cayaan diri merupakan prasyarat untuk kerendahan hati dan toleransi, yang merupakan dua dari tujuan Tae Kwon Do. Kepercayaan diri berbeda antara pria dan wanita. Umumnya pria lebih percaya diri dibandingkan dengan wanita. Menurut Lander (dalam Baron dan Byrne, 1997), wanita lebih sedikit memiliki rasa percaya diri dibandingkan pria dalam sedikitnya beberapa situasi, dan orang-orang mengetahui perbedaan ini. Hal ini juga berlaku dalam olahraga Tae Kwon Do dimana atlet Tae Kwon Do pria cenderung lebih percaya diri dari pada atlet wanitanya (Fakhrurrozi & Pamungkas, 2010). Bergulirnya kejuaraan atau event Tae Kwon Do banyak disambut oleh banyak pihak, baik pengurus dojang (tempat latihan), pelatih daerah atau nasional serta para atlet Tae Kwon Do sendiri. Namun sistem kompetisi atau kejuaraan yang ada pada saat ini, ternyata belum mampu untuk membentuk seorang atlet Tae Kwon Do yang mempunyai skill dan mental yang bagus. Kompetisi atau kejuaran yang diharapkan akan mampu untuk mencetak
57
atlet-atlet handal yang nantinya menunjang terbentuknya atlet nasional Indonesia ternyata jauh dari harapan. SEA Games XXII (2005) di Vietnam merupakan bukti buruknya prestasi atlet Tae Kwon Do Indonesia. Atlet nasional Tae Kwon Do hanya mampu menyabet satu emas dan dua perak dari 16 kelas yang dipertandingkan. Sebagian besar mendali emas disabet oleh atlet-atlet Vietnam dan Filiphina. Atlet yang mempunyai kondisi fisik yang bagus dan prima belum tentu menghasilkan prestasi yang gemilang kalau tidak didukung oleh mental ataupun kondisi psikis yang baik (Gunarsa, 1996). Di sini kepercayaan diri sangat dibutuhkan, karena rasa percaya diri merupakan hal penting untuk meraih prestasi. Bamister (Wirawan, 1999) menjelaskan bahwa batas-batas sirkulasi dan faal pada latihan otot penting, namun faktor psikologi di luar lingkup faallah yang bakal membedakan kalah atau menang dan yang akan menentukan bagaimana seorang atlet dapat mendekatkan diri pada batas puncak penampilan Kurangnya kepercayaan diri akan menyebabkan seseorang tidak dapat memecahkan masalah yang rumit. Kurangnya rasa percaya diri ini disebabkan oleh situasi dan kondisi para atlet pada saat mengikuti kompetisi sehingga tidak dapat meraih prestasi yang baik. Matsuda (Santosa, 2005) berpendapat bahwa untuk dapat berprestasi atlet perlu dipersiapkan mentalnya agar mereka mampu mengatasi ketegangan yang sering dihadapinya baik pada saat berlatih berat maupun pada saat berkompetisi. Pembinaan mental dilakukan agar atlet mudah dan berlatih melakukan konsentrasi serta pengendalian diri, sehingga pada saatsaat kritis tetap dapat mengambil keputusan dan melakukam koordinasi diri dengan baik. Persepsi atau tanggapan atlet dalam menilai situasi dan kondisi seketika pada waktu menghadapi pertandingan (baik jauh sebelum pertandingan maupun dekat pertandingan) bisa bermacam-macam. Ada yang menganggap kondisi dan situasinya mencekam sehingga menyebabkan timbulnya ketakutan, stres, frustrasi, hingga adapula yang menganggap situa-sinya tidak merupakan ancaman baginya (Gunarsa dkk, 1996). Hal ini
58
disebabkan karena orang-orang melihat segala se-suatu secara berbeda satu sama lain. bahkan “fakta-fakta” sekalipun mungkin nampak sangat berbeda bagi orang yang berlainan (Leavitt, 1992). Menurut Horsley (dalam Morris dan Summers, 1995), dibandingkan dengan atlet yang sangat percaya diri, seorang atlet yang percaya dirinya lebih rendah nampaknya akan kurang gigih, lebih ragu-ragu, membuat lebih banyak kesalahan dan kekurangan waktu dan ruang untuk melaksanakan keterampilan mereka. Ada juga atlet Tae Kwon Do yang memandang situasi dan kondisi pertandingan sebagai suatu resiko normal yang tidak berpengaruh banyak terhadap dirinya, ia akan cederung lebih bebas atau lepas saat bertanding, lebih berkonsentrasi pada pertandingan dan membuatnya yakin dalam mengambil keputusan. Hal ini membuatnya terlihat lebih percaya diri (Diamant, 1991). Tanpa memiliki penuh rasa percaya diri sendiri atlet tidak akan dapat mencapai prestasi tinggi, karena ada hubungan antara motif berprestasi dan percaya diri. Percaya diri adalah rasa percaya bahwa ia sanggup dan mampu untuk mencapai prestasi tertentu ; apabila prestasinya sudah tinggi maka individu yang bersangkutan akan lebih percaya diri (Setyobroto, 2002). Kurang percaya diri tidak akan menunjang tercapainya prestasi yang tinggi. Kurang percaya diri berarti juga meragukan kemampuan diri sendiri, dan ini jelas merupakan bibit ketegangan, khususnya pada waktu menghadapi pertandingan melawan pemain yang seimbang kekuatannya, sehingga ketegangan pada waktu bertanding tersebut merupakan bibit kekalahan (Nashori & Yulianto, 2006). Olahragawan merupakan satu totalitas sistem psikofisik yang kompleks. Artinya, manusia yang terdiri dari unsur jiwa dan raga, maka prestasi olahraga merupakan aktualisasi dari akumulasi perpaduan antara hasil latihan, potensi fisik, dan psikis Namun, kenyataan di lapangan para pelatih cenderung lebih banyak melatihkan unsur fisik daripada psikis, sehingga proses latihan belum berjalan seimbang. Faktor psikis perlu dilatihkan secara seimbang, karena erat kaitannya dengan pembinaan karakter olahraga-wan, yaitu emosi. Emosi diperlukan da-lam proses pencapaian prestasi olahraga, tetapi emosi yang
59
diluar kendali akan mengganggu kinerja (performance) olah-ragawan untuk mencapai prestasi terbaik. Setiap olahragawan memiliki gejolak dan reaksi emosional yang berbeda-beda. Untuk itu para pelatih harus mengetahui cara untuk memantau reaksi emosional, agar dapat membantu olahragawan dan memberikan solusi terbaik dalam meraih prestasi Reaksi emosional antara lain ditan-dai oleh adanya ketegangan (stress), dan ketegangan merupakan sesuatu yang paling ditakuti oleh para olahragawan selama bertanding. Sebab akan meng-ganggu keseimbangan kondisi psiko-fisiologis olahragawan yang antara lain ditandai oleh gemetar, lemas, detak jantung lebih cepat, kejang otot, dan konsentrasi terganggu, yang akan ber-dampak negatif terhadap penampilan selama bertanding. Situasi reaksi emo-sional dapat muncul pada saat sebelum, selama, dan sesudah pertandingan berlangsung. Untuk itu keberadaan pelatih saat pertandingan diharapkan mampu memantau kondisi emosi olahragawan agar selalu dalam kondisi emosi yang normal. Reaksi emosional adalah terjadinya perubahan tingkat kegairahan yang dapat menghambat atau memu-dahkan keinginan seseorang untuk berperilaku atau bertindak. Biasanya reaksi emosional selalu disertai dengan respons fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah, detak jantung, dan ketegangan pada kelompok otot tertentu (Helms and Turner, 1981). Dengan demikian emosi adalah keadaan mental individu yang ditandai oleh perasaan yang kuat dan diikuti dengan ekspresi motorik yang berhubungan dengan suatu obyek atau situasi eksternal (Gunarsa, 1989). Kondisi emosi seseorang merupakan kombinasi yang melibatkan perasaan (feeling), kehendak (impuls), reaksi secara fisik dan secara fisiologis. Pera-saan berkaitan dengan pengalaman sese-orang yang sudah terekam dalam memori, baik memori jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Kehendak berkaitan dengan respons emosi seseorang yang muncul saat awal gerakan, yang ditandai oleh gejala fisik dan fisiologis yang mudah untuk diamati (Gates, 1963). Gejala secara fisik seseorang tampak gemetar, kalau diajak bicara suaranya serak-serak (groyok: Jawa),
60
dan secara fisiologis wajahnya merah, mata merah, pernapasan terengahengah. Olahragawan yang dalam kondisi emosi, produksi kelenjar dirangsang dan hormon dikeluarkan untuk tetap menja-ga keseimbangan tubuh (Singer, 1980). Hal itu yang mengakibatkan antara olahraga dan emosi merupakan sesuatu yang selalu berdampingan, artinya aktivitas olahraga akan berdampak pada munculnya emosi. Emosi dalam olah-raga dapat mengubah perilaku sese-orang, yang negatif dapat mengganggu koordinasi gerak yang halus dan kompleks, serta menghambat kinerja di lapangan (Fisher, 1976). Perubahan perilaku seseorang akibat emosi negatif antara lain ditunjukkan dengan sikap kasar, liar, pemarah, dan kata-kata kotor, sehingga koordinasi gerak terganggu, gerakannya kaku, dan akurasinya berkurang. Ada dua macam emosi, yaitu emosi positif dan negatif. Emosi positif menurut Fisher (1976) meliputi perasaan seperti kegembiraan, kegirangan, sangat gembira, rasa tertarik, kebahagiaan, dan rasa cinta. Sebaliknya emosi negatif meliputi perasaan seperti marah, cemas, bosan, rasa takut, iri hati, benci, keadaan yang memalukan, dan kegusaran. Bebe-rapa emosi di atas akan muncul dalam perasaan olahragawan baik sebelum, selama, maupun sesudah pertandingan. Kemunculan emosi dipengaruhi oleh kesiapan diri, lawan tanding, kondisi lapangan, cuaca, wasit, penonton, dan hasil yang dicapai menang atau kalah. Umumnya kemenangan akan me-munculkan luapan emosi yang positif, sebaliknya kekalahan memunculkan emosi yang negatif, dan setiap pertan-dingan akan memberikan pengalaman dan kebiasaan pada olahragawan untuk beradaptasi terhadap hasil yang diraih. Olahragawan yang sudah berpenga-laman umumnya menganggap menang dan kalah dalam pertandingan olahraga merupakan kejadian yang biasa dan logis. Untuk itu diperlukan persyaratan khusus sebagai olahragawan, yaitu ha-rus memiliki komitmen, disiplin, tang-gung jawab, pengendalian emosi, rasa percaya diri, dan ketegasan dalam mengambil keputusan. Dengan demikian kondisi reaksi emosional olahragawan antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keinginan, ketegasan, kepekaan,
61
kontrol ketegang-an, kepercayaan, tanggung jawab, dan disiplin diri. Di mana dalam dunia olahraga prestasi, kondisi reaksi emosio-nal berguna untuk membantu kesiapan olahragawan dalam bertanding, sehing-ga memudahkan pada saat pertandingan (Tutko and Tosi, 1976). 6. Karakteristik Anak Usia 13 – 18 Tahun Menurut Sri Rumini dkk (1995: 37), pada masa remaja awal (12/1317/18 tahun) mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Keadaan Perasaan dan Emosi Keadaan perasaan dan emosinya sangat peka, tidak stabil, sering dilanda
pergolakan,
sehingga
selalu
mengalami
perubahan
dalam
perbuatannya. Dalam mengerjakan sesuatu, misalnya belajar mula-mula bergairah dan tiba-tiba jadi enggan dan malas. b. Keadaan Mental Kemampuan mental khususnya kemampuan pikirnya mulai sempurna/ kritis. Remaja menolak hal-hal yang kurang dimengerti maka sering terjadi pertentangan dengan orang tua, guru, maupun orang dewasa lainnya. c. Keadaan Kemauan Kemauan atau keinginan mengetahui berbagai hal dengan jalan mencoba segala hal yang dilakukan orang lain atau orang dewasa. Sedangkan menurut Sukintaka (1992:45), anak setingkat SMP kira-kira mempunyai usia 13 – 15 tahun, mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Karakteristik Jasmani 1) Laki – laki maupun putri terdapat pertumbuhan memanjang. 2) Membutuhkan pengaturan istirahat yang baik. 3) Sering menampilkan hubungan dan koordinasi yang kurang baik. 4) Merasa mempunyai ketahanan dan sumber energi yang terbatas. 5) Mudah lelah tetapi tidak dihiraukan. 6) Anak laki – laki mempunyai kecepatan dan kekuatan otot lebih baik dari pada putri 7) Kesiapan dan kematangan untuk keterampilan bermain menjadi lebih baik.
62
b. Karakteristik Psikis atau Mental 1) Banyak mengeluarkan energi untuk fantasi 2) Ingin menetapkan pandangan hidup 3) Mudah gelisah karena keadaan lemah. c. Karakteristik Sosial 1) Ingin tetap diakui oleh kelompoknya 2) Mengetahui moral dan etika kehidupannya 3) Perasaan yang makin tetap berkembang. Taekwondo merupakan olahraga yang membutuhkan banyak energi, memacu semangat sekaligus memberi luapan emosional melalui kebersamaan dalam dalam sebuah persatuan kebersamaan salah satu jenis olahraga dalam naungan dojo. Untuk menjadi Taekwondoin yang berkualitas tentunya harus melewati berbagai tahapan pembinaan. Menurut Sukatamsi (2003: 1.29) tahapan-tahapan pembinaan dan tahap prestasi dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu : a. Usia 7-12 tahun : Tahap persiapan atau tahap pemasalan, ialah tahap belajar dasar-dasar
permainan
sepakbola,
penguasaan
teknik-teknik
dasar,
pengajaran permainan sepakbola. b. Usia 13-16 tahun : Tahap pembangunan atau tahap pembibitan. Dimulainya pembinaan prestasi, ialah pembinaan-pembinaan khusus : pembinaan teknik, pembinaan kondisi fisik, pembinaan taktik, dan sering bertanding untuk mencapai kematangan juara. c. Usia 17-22 tahun : Masa sukses pertama. Oleh PSSI diselenggarakan Kompetisi: Kejuaraan Remaja Taruna (Junior) dan memperebutkan Piala Suratin. d. Usia 23-29 tahun : Masa prestasi puncak (optimal) e. Usia 30-35 tahun : Masa usaha untuk menjadikan tetap berprestasi puncak (stabilisasi).
63
B. Penelitian yang Relevan Penelitian
tentang
hubungan
antara
daya
ledak
otot
tungkai,
keseimbangan, koordinasi dan kepercayaan diri terhadap prestasi Poomsae Taekwondo ini mengacu dan mengambil referensi kepada beberapa penelitian yang sebelumnya telah dilakukan, hal ini sebagai bahan pertimbangan dan pendukung dari penelitian yang akan dilakukan. 1. Hubungan antara power otot tungkai terhadap prestasi Poomsae Taekwondo Hubungan antara power otot tungkai terhadap prestasi Poomsae Taekwondo ini merujuk kepada penelitian dari Gusriwadi (2014) dalam Kontribusi Daya Ledak Otot Tungkai dan Kelentukan terhadap Kemampuan Tendangan Dollyo Chagi Atlet Taekwondo Kota Solok. dan Hubungan antara daya ledak otot tungkai dan kelincahan dengan kemampuan tendangan Taekwondo dari Fortius UNJ (2014) yang di dalam penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa daya ledak otot tungkai atau power otot tungkai memiliki hubungan terhadap kemampuan tendangan Dollyo yang merupakan salah satu bentuk tendangan dalam Poomsae Taekwondo. Hasil yang sama juga didapatkan dari Kusparwati (2015) dalam penelitiannya tentang Kontribusi Daya Tahan Otot, Power Tungkai, Panjang Tungkai, Kelentukan, Keseimbangan Dan Reaksi Terhadap Tendangan Dollyo. 2. Hubungan antara keseimbangan dengan prestasi Poomsae Taekwondo Penelitian yang relevan tentang hubungan keseimbangan dengan prestasi Poomsae Taekwondo merujuk kepada penelitian dari Kusparwati (2015) dalam penelitiannya tentang Kontribusi Daya Tahan Otot, Power Tungkai, Panjang Tungkai, Kelentukan, Keseimbangan Dan Reaksi Terhadap Tendangan Dollyo dimana dalam uji hipotesisnya keseimbangan memiliki nilai signifikansi (Sig.) 0,001 pada tabel Coefficientsa dengan nilai α (derajat signifkansi) 0,05 artinya 0,001<0,05 atau Keseimbangan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Frekuensi Tendangan Dollyo.
64
Penelitian lain adalah hubungan keseimbangan dan kecepatan reaksi kaki dalam olahraga bela diri Taekwondo pada atlit putra Taekwondo Indonesia perkumpulan Exco Medan oleh Dewi (1994) dan Correlation between Balance Ability, Muscle Strength, and Muscle Endurance, in Taekwondo, Soccer, and Gymnastics Athletes (2014) dari Kim et al., yang mendapatkan hasil bahwa keseimbangan sangat mempengaruhi dalam olahraga Taekwondo dalam hal ini berguna untuk bergerak dengan perubahan garis sumbu tubuh yang mempengaruhi kesetimbangan. 3. Hubungan antara koordinasi dengan prestasi Poomsae Taekwondo Koordinasi adalah kemampuan tubuh untuk melakukan beberapa aktivitas dalam waktu yang relatif bersamaan. Pertandingan Taekwondo memerlukan koordinasi yang baik, sebab seorang atlet harus melihat lawan, menangkis dan melakukan serangan balasan dalam waktu yang hampir bersama-sama. Latihan koordinasi dalam olahraga Taekwondo misalnya dengan drill tendang dolyo chagi dengan dua kaki bergantian ditambah langkah, mengangkat satu lutut setinggi rata-rata air sambil gerak ke depan dan lain-lain. Latihan ini dilakukan saat laihan teknik, cara ini dilakukan supaya Taekwondoin mempunyai
koordinasi yang bagus.
Dengan
koordinasi yang bagus, maka keterampilan gerak, kelincahan dan keseimbangan bisa terbentuk. Bahkan menurut Gallahue (1995: 279) koordinasi
berhubungan
erat
dengan
kecepatan,
kelincahan
dan
keseimbangan. Penelitian yang relevan tentang hubungan koordinasi dengan prestasi Poomsae Taekwondo juga merujuk kepada penelitian dari Falco et al., (2013) dalam judul penelitian Sagittal Coupling Analysis In The Roundhouse Kick In Taekwondo yang mendapatkan hasil bahwa pola koordinasi sangat erat hubungannya dalam Taekwondo untuk gerakan tendangan ataupun tangkisan. 4. Hubungan antara kepercayaan diri dengan prestasi Poomsae Taekwondo Penelitian yang relevan tentang hubungan kepercayaan diri dengan prestasi Poomsae Taekwondo merujuk kepada penelitian dari Nashori dan Yulianto (2006) dalam judul penelitian Kepercayaan Diri Dan Prestasi Atlet
65
Tae Kwon Do Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut mendapatkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepercayaandiri terhadap prestasi atlet Tae Kwon Do. Dua atlet mempunyai kepercayaan diri yang sangat rendah atau sekitar 3.7 persen, tiga atlet mempunyai kepercayaan diri yang rendah atau sekitar 5.6 persen, 11 atlet mempunyai kepercayaan diri yang sedang atau sekitar 20.4 persen, 36 atlet mempunyai kepercayaan diri yang tinggi atau sebesar 66.7 persen. 5. Hubungan antara power otot tungkai, keseimbangan, koordinasi dan kepercayaan diri dengan prestasi Poomsae Taekwondo Penelitian yang relevan tentang hubungan antara power otot tungkai, keseimbangan, koordinasi dan kepercayaan diri dengan prestasi Poomsae Taekwondo mengacu penelitian dari Kusparwati (2015) dalam penelitiannya tentang Kontribusi Daya Tahan Otot, Power Tungkai, Panjang Tungkai, Kelentukan, Keseimbangan Dan Reaksi Terhadap Tendangan Dolly dan juga penelitian dari Gorban et al., dengan judul A Survey Of The Physical Fitness Of The Male Taekwondo Athletes Of The Iranian National Team yang mendapatkan hasil bahwa kondisi fisik berperan dalam menentukan prestasi dari kemenangan pada atlet Taekwondo Iran.
C. Kerangka Berfikir Kerangka pemikiran yang akan dikemukakan dalam penelitian ini, berdasarkan pada teori yang benar dan berkaitan dengan variabel yang menjadi obyek dalam penelitian ini. Selain kerangka berpikir tersebut juga merupakan dasar pemikiran dari penelitian yang akan dikembangkan dalam penelitian ini. Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan dapat dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut : 1. Hubungan antara power otot tungkai terhadap prestasi Poomsae Taekwondo Pada olahraga beladiri Taekwondo memerlukan keterampilan dalam menendang. Tendangan yang baik diperlukan suatu teknik dan ledakan otot yang tepat. Beladiri ini memiliki kemampuan untuk pengembangan
66
beberapa komponen biomotorik yang baik dalam tubuh manusia. Pada Taekwondo selama ini yang dipertandingkan adalah pertarungan, dan seperti diketahui, jika bertarung pasti akan memerlukan kekuatan otot, kecepatan, power, keseimbangan, fleksibilitas, daya tahan serta ketrampilan gerak. Komponen-komponen biomotorik tersebut mutlak diperlukan dalam pertarungan. Power otot penting dan diperlukan oleh atlet cabang olahraga yang menuntut unsur kekuatan dan kecepatan gerak. Power otot terutama penting untuk cabang-cabang olahraga dimana atlet harus mengerahkan tenaga yang eksplosi”. Dewasa ini power telah diakui sebagai komponen kodisi fisik yang memungkinkan atlet untuk mengembangkan kemampuannya guna mencapai tingkat prestasi yang lebih tinggi dalam olahraga yang digelutinya. Karena power otot tungkai, seorang Taekwondoin mampu dengan cepat dan meledak melakukan perubahan posisi arah tubuh pun dapat melakukan gerakan tendangan dengan cepat dan kuat. Power otot merupakan hasil dari gabungan dua komponene kondisi fisik, yaitu kekuatan dan kecepatan. 2. Hubungan antara keseimbangan dengan prestasi Poomsae Taekwondo Keseimbangan dalam Taekwondo sangat diperlukan mengingat gerakan dalam Taekwondo memiliki irama gerakan yang ritmik dengan merubah posisi yang memungkinkan terjadinya perubahan garis sumbuh tubuh. Keseimbangan merupakan salah satu komponen dalam kondisi fisik yang terkait dengan gerakan motorik atau kemahiran. Ketangkasan adalah kemampuan melakukan gerakan-gerakan secara berurutan dan berbeda tanpa kesulitan, tepat dan cepat. Ketangkasan dalam arti lain dijelaskan sebagai kemampuan mempertahankan tubuh agar tidak terjatuh saat mengubah gerak secara cepat dan akurat. keseimbangan saling berhubungan dengan garis sumbu tubuh dan koordinasi. Berbagai definisi tentang keseimbangan banyak dinyatakan oleh para peneliti yang meneliti tentang kajian keseimbangan, Keseimbangan dalam
67
Taekwondo dibutuhkan agar dapat mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap perubahan bidang tumpu (base of support) saat melakukan gerakan Poomsae. Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem
muskuloskleletal
dan
bidang
tumpu.
Kemampuan
untuk
menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien. Keseimbangan Taekwondoin dalam Poomsae sangat diperlukan mengingat gerakan Poomsae memerlukan untuk mempertahankan posisi tubuh baik dalam kondisi statik maupun dinamik. Gerakan Poomsae yang perlu diperhatikan adalah waktu refleks, waktu reaksi, dan kecepatan gerak dan hal-hal tersebut merupakan faktor pembentuk dari keseimbangan seseorang. Dan biasanya untuk meningkatan keseimbangan dilakukan dangan latihan kelincahan dan kecepatan, bahkan kelentukan. 3. Hubungan antara koordinasi dengan prestasi Poomsae Taekwondo Koordinasi adalah suatu kemampuan biomotorik yang sangat kompleks. Karateristik koordinasi sangat unik. Koordinasi memainkan peranan yang khusus terhadap mobilitas fisik. koordinasi bukan merupakan kemampuan fisik tunggal, akan tetapi tersusun dari dan saling berinteraksi dengan
kualitas-kualitas
fisik
yang
lain.
Koordinasi
sangat
erat
hubungannya dengan kecepatan, kakuatan, daya tahan dan fleksibilitas atau kemampuan seseorang mengintegrasikan bermacam-macam gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif”. Koordinasi merupakan kemampuan seseorang mengintegrasikan bermacam-macam gerakan tunggal secara efektif. Koordinasi menyatakan hubungan yang harmonis dari berbagai faktor yang terjadi pada suatu gerakan. Kemampuan koordinasi merupakan unsur dasar yang baik dalam menyelesaikan tugas dalam kehidupan sehari-hari. kelincahan. Tiga faktor kondisi fisik ini sangat berperan untuk mendapatkan pola gerak dalam Poomsae Taekwondo yang efektif dan menghidupkan gerakan salah satunya adalah unsur fisik koordinasi mata kaki, dalam melakukan gerakan
68
menendang, kuda-kuda dan tangkisan kemampuan koordinasi dalam melakukan gerakan dalam Poomsae tidak terbatas hanya pada kemampuan gerak saja, tetapi juga melibatkan panca indra mata untuk melihat arah datangnya musuh yang kemudian akan diberi serangan ataupun tangkisan. 4. Hubungan antara kepercayaan diri dengan prestasi Poomsae Taekwondo Kepercayaan diri adalah sikap pada diri seseorang yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berfikir positif, memiliki kemandirian dan mempunyai kemampuan untuk memiliki segala sesuatu yang diinginkan. Salah satu modal utama dan syarat mutlak untuk mencapai sebuah prestasi olahraga adalah memiliki rasa percaya diri. Percaya diri berarti rasa percaya diri terhadap kemampuan atau kesanggupan diri untuk mencapai tujuan atau prestasi tertentu. Atlet yang tidak memiliki rasa percaya diri atau sering disebut dengan diffident, merupakan akibat dari ketidakyakinannya terhadap kemampuan yang dia miliki. Mempersepsikan dirinya terlalu rendah sehingga kemampuan optimalnya tidak tampak. Dengan kata lain, atlet tersebut merendahkan dirinya sendiri. Dengan kepercayaan diri yang baik inilah, dari hati, bukan hanya pikiran di kepala saja, yang menyalakan kreativitas, membuat jujur terhadap diri sendiri, menjalin hubungan yang saling mempercayai, memberi panduan nurani bagi hidup dan karir, menuntun kita kepada kemungkinan yang tidak terduga, dan malah bisa menyelamatkan diri kita atau organisasi dari kehancuran dan kekalahan. Kepercayaan diri menuntut kita untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan, pada diri kita dan orang lain serta untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif informasi dan energi emosi dalam kehidupan atau dalam sebuah kompetisi. 5. Hubungan antara power otot tungkai dan keseimbangan dengan prestasi Poomsae Taekwondo Hubungan power otot tungkai dan keseimbangan terhadap prestasi Taekwodo adalah dengan adanya keseimbangan yang baik dalam melaksanakan tendangan, maka penilaian dari prestasi Poomsae Taekwondo
69
akan tinggi. Kekuatan otot tungkai dalam beberapa variasi gerakan yang didalamnya terdapat tendangan dalam Poomsae sangatlah tergantung kepada keseimbangan saat merubah posisi dan berdiri dengan satu kaki. 6. Hubungan antara power otot tungkai dan koordinasi dengan prestasi Poomsae Taekwondo Power otot tungkai dan koordinasi bersama-sama dalam membentuk gerakan yang sinergis dalam Poomsae Taekwondo, gerakan dalam Poomsae Taekwondo salah satunya yang membutuhkan kekuatan otot tungkai dan koordinasi adalah tendangan bawah, tendangan tengah dan tendangan atas. Membayangkan
sosok
imajiner
yang
diibaratkan
sebagai
musuh
membutuhkan koordinasi mata kaki yang baik dalam melakukannya, sehingga power otot tungkai dan koordinasi mata kaki sangatlah diperlukan dalam meraih prestasi Poomsae Taekwondo. 7. Hubungan antara power otot tungkai dan kepercayaan diri dengan prestasi Poomsae Taekwondo Power otot tungkai merupakan salah satu dari komponen kondisi fisik yang mempengaruhi dari psikis seseorang, jika seseorang memiliki kondisi fisik yang prima, maka psikis seseorang tentu akan dipengaruhi juga. Sehingga jika seorang taekwondoin memiliki tendangan yang bagus, maka kepercayaan diri akan meningkat dan pada akhirnya akan memberikan sikap optimis dalam pencapaian prestasi Poomsae Taekwondo. 8. Hubungan antara keseimbangan dan koordinasi dengan prestasi Poomsae Taekwondo Keseimbangan dan koordinasi diperlukan dalam Taekwondo untuk membentuk serangkain gerakan yang ritmis dan memiliki bentuk yang indah, jika seseorang tidak mampu melakukan suatu gerakan yang cepat dan tepat dengan memperhatikan keseimbangan dan keselarasan gerakan maka tidak akan menghasilkan suatu bentuk gerakan yang baik, hal ini juga berlaku dalam Poomsae Taekwondo yang didalamnya memuat serangkaian gerakan yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi yang baik.
70
9. Hubungan antara keseimbangan dan kepercayaan diri dengan prestasi Poomsae Taekwondo Keseimbangan
dan
kepercayaan
diri
sangatlah
dibutuhkan
pada
taekwondoin, mengingat berbagai unsur dasar dari gerakan Poomsae adalah melakukan gerakan dengan berganti posisi yang cepat tanpa melakukan kesalahan atau terjatuh. Jika keseimbangan berhasil dikuasai dengan baik, maka kepercayaan diri untuk melakukan gerakan Poomsae akan lebih baik. Hal ini yang mendasari jika seseorang memiliki keseimbangan yang baik, maka kepercayaan diri orang tersebut akan baik pula dalam melakukan gerakan tertentu, seperti serangkaian dalam gerakan Poomsae. 10. Hubungan antara koordinasi dan kepercayaan diri dengan prestasi Poomsae Taekwondo Koordinasi mata kaki yang baik akan membentuk ketepatan dan gerakan yang sesuai dengan target penilaian dalam Poomsae. Begitu juga dengan kepercayaan diri yang baik, tentunya akan menimbulkan sikap yang optimis dalam memenangkan suatu kompetisi. Semakin percaya diri seseorang maka akan semakin dia rileks untuk melakukan suatu gerakan tanpa merasa terbebani sehingga kesalah gerakan dapat dikurangi. 11. Hubungan antara power otot tungkai, keseimbangan, koordinasi dan kepercayaan diri dengan prestasi Poomsae Taekwondo Secara skematis kontribusi antara power otot, keseimbangan, koordinasi dan kepercayaan diri akan mempengaruhi dari prestasi Taekwondoin dalam sebuah pertandingan. Power otot menjadi faktor tersendiri sebagai pemicu sebuah gerakan yang dibutuhkan dalam olahraga Taekwondo, daya ledak yang kuat akan menambah daya serang, selain juga untuk merubah posisi dari Taekwondoin. Keseimbangan yang baik dalam Taekwondo, menciptakan keselarasan gerakan yang ritmik tanpa jatuh pada saat terjadi perubahan garis sumbu tubuh, hal ini sejalan dengan salah satu prinsip dari Taekwondo yang mengatakan bahwa Taekwondo adalah salah satu bentuk keindahan gerak, keefisienan dan kefektifan dari teknik bertahan dan menyerang. Sedangkan koordinasi berhubungan dengan kemampuan
71
indera tubuh dalam mengatur dan mengontrol gerakan yang akan dilakukan, terkait juga dalam hal ini tentang keseimbangan gerakan yang dilakukan, baik dari sistem motorik dan sensori tubuh. Keselaran emosi yang positif seimbang antara pikiran, perasaan dan konsep gerak yang benar akan memberikan hasil yang maksimal dalam keberhasilan suatu olahraga prestasi, selian itu, peran kondisi psikologis seorang anak juga dapat mempengaruhi dalam proses pendidikan jasmani. Secara
tidak
langsung hal
tersebut
sangat
mempengaruhi
dalam
keterampilan gerak siswa saat pelaksanaan pembelajaran. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat kepercayaan diri yakni aspek kepribadian yang harus dimiliki setiap siswa saat melakukan tugas gerak. Perananan kepercayaan diri sangat penting dalam pencapaian keberhasilan siswa dalam suatu pembelajaran serta memberi kemampuan siswa dalam menerima pembelajaran dengan baik dan pada akhirnya dapat memilki tingkat keberhasilan belajar yang baik pula. Kebugaran jasmani dan kondisi fisik menunjang dari tingkat kepercayaan diri seseorang, dan dengan hal ini berarti bahwa secara bersamaan jika seseorang memiliki kebugaran jasmani yang baik maka akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi, rasa percaya diri yang didukung dengan kemampuan atau komponen-komponen dari kebugaran jasmani lainnya yang diperlukan dalam sebuah pertandingan seperti ketangkasan, kecepatan, koordinasi dan keseimbangan akan membuat atlet dapat dengan mudah mencapai prestasi yang diinginkan. Untuk hal inilah seorang atlet perlu memiliki kebugaran jasmani yang baik, dengan demikian dia dapat menyelesaikan setiap tahapan tugas yang dibutuhkan untuk sebuah pertandingan dengan sempurna. Atlet yang telah memenuhi kebutuhan apa yang dibutuhkan dalam sebuah pertandingan atau menyelesaikan tugas sesuai dengan sasarannya dengan kondisi kebugaran jasmani yang baik akan meningkatkan rasa percaya dirinya. Dari gambaran ini jelas bahwa power otot, keseimbangan, koordinasi dan kepercayaan diri memiliki hubungan dengan nilai prestasi seseorang.
72
12. Hipotesis Berdasarkan hal tersebut peneliti membuat hipotesis yang berkaitan dengan kerangka berfikir dan konsep tersebut di atas, sebagai berikut: 1. Ada hubungan positif antara power otot tungkai dengan prestasi Poomsae Taekwondo dan power otot tungkai memberikan sumbangan yang signifikan terhadap prestasi Poomsae Taekwondo. 2. Ada hubungan positif antara keseimbangan dengan prestasi Poomsae Taekwondo dan keseimbangan memberikan sumbangan yang signifikan terhadap prestasi Poomsae Taekwondo. 3. Ada hubungan positif antara koordinasi dengan prestasi Poomsae Taekwondo dan koordinasi memberikan sumbangan yang signifikan terhadap prestasi Poomsae Taekwondo. 4. Ada hubungan positif antara kepercayaan diri dengan prestasi Poomsae Taekwondo dan kepercayaan diri memberikan sumbangan yang signifikan terhadap prestasi Poomsae Taekwondo. 5. Power otot tungkai dan keseimbangan secara simultan berhubungan terhadap prestasi Poomsae Taekwondo. 6. Power otot tungkai dan koordinasi secara simultan berhubungan terhadap prestasi Poomsae Taekwondo. 7.
Power otot tungkai dan kepercayaan diri secara simultan berhubungan terhadap prestasi Poomsae Taekwondo.
8.
Keseimbangan dan koordinasi secara simultan berhubungan terhadap prestasi Poomsae Taekwondo.
9.
Keseimbangan dan kepercayaan diri secara simultan berhubungan terhadap prestasi Poomsae Taekwondo.
10. Koordinasi dan kepercayaan diri secara simultan berhubungan terhadap prestasi Poomsae Taekwondo. 11. Power otot tungkai, keseimbangan, koordinasi dan kepercayaan diri secara simultan berhubungan dengan prestasi Poomsae Taekwondo.