6
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakekat Pemahaman Konsep Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia pemahaman adalah sesuatu hal yang di pahami dan di mengerti dengan benar. Ernawati (2003;8) mengemukakan bahwa “Pemahaman adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk lain, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengklasifikasikannya”. Menurut Hamalik (2003;48) bahwa “pemahaman adalah kemampuan melihat hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis”. http://cirukem.org/pendidikan.cirukem/penelitian/&q=arti+dari+pemahaman+dala m+pembelajaran/html. (diakses tanggal 27 februari 2013) Bloom (dalam Uzer, 2006:35) menjelaskan “pemahaman mengacu pada kemampuan memahami makna materi, aspek ini satu tingkat diatas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah”. Mulyasa (2007:80) mendefinisikan “pemahaman adalah kemampuan untuk memahami ide-ide yang diekspresikan dengan kata-kata atau bunyi atau simbol, serta untuk belajar”. www.masbied.com>home>ensiklopedia>2011>definisi-pemahaman-menurutpara-ahli.html (diakses tanggal 27 februari 2013) Suharsimi (2009:118) menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang memperthankan, membedakan, menduga (estimates),
7
menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan. http://megasiana.com/cirukem/pemahaman-siswa-dalam-proses-belajar.html (diakses tanggal 21 juni 2013) Patria (2007:21) mengatakan bahwa apa yang dimaksud dengan pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang
mudah
dimengerti.
Memberikan
interprestasi
data
dan
mampu
mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya. http://mediaharja.blogspot.com/2011/11/pemahaman-konsep.html (diakses tanggal 8 juli 2013) Dari penjelasan para ahli di atas maka yang dimaksud dengan pemahaman konsep adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengemukakan kembali ilmu yang diperolehnya baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan kepada orang sehingga orang lain tersebut benar-benar mengerti apa yang disampaiakan. 2.1.2 Konsep Pencerminan Bangun Datar Soetopo (2004:154-155) mengemukakan bahwa “pencerminan suatu benda akan menghasilkan bayangan yang sama bentuk dan ukurannya dengan benda yang dicerminkan tersebut, jarak benda ke cermin sama dengan jarak bayangan ke cermin, bagian kiri benda akan menjadi bagian kanan pada bayangannya. Benda yang terletak di depan cermin di atas memiliki bentuk, ukuran, dan tinggi
8
yang sama dengan bayangannya. Bagian kanan benda sama dengan bagian kiri bayangannya”. Karim, dkk (2008:3.38) Mengatakan bahwa “Untuk menentukan bayangan bangun datar terhadap cermin tersebut yakni dengan menarik suatu garis lurus dari titik A tegak lurus cermin (digambarkan dengan garis). A A
P
D
P B C
P
1
P
A
1
P P
P
D B
1
P
C
1
Perpotongannya adalah titik P, ukurlah jarak titik A ke titik P, tetapkan titik A1 yaitu suatu titik yang terletak pada perpanjangan AP dan jarak AP sama dengan PA1, begitupula dengan titik B, C, dan D. Misalkan titik-titik hasilnya adalah B1, C1, dan D1. Selanjutnya hubungkan titik A1 dengan B1 , B1 dengan C1, C1 dengan D1 dan D1 dengan A1. Maka diperoleh gambar suatu bangun A1 B1 C1 D1 yang kongruen dengan bangun datar ABCD. Bangun datar A1 B1 C1 D1 yang diperoleh disebut bayangan dari bangun datar ABCD. Pencerminan dapat diperoleh melalui langkah-langkah sebagai berikut: a) Tentukanlah terlebih dahulu sumbu cerminnya atau sumbu simetri b) Tarik garis tegak lurus pada sumbu cermun dari tiap-tiap sudut bangun (titik) yang hendak dibuat pencerminannya c) Jarak antara titik sudut bangun dengan titik sudut pencerminannya harus sama terhadap sumbu simetri.
9
Suatu pencerminan ditentukan oleh suatu garis, dan garis ini disebut sumbu pencerminan. Akhmad Turodi (2010:46) mengemukakan bahwa “ Dengan menempatkan sebuah cermin yang diletakkan di depan suatu bangun di sebaliknya akan terlihat bangun yang serupa. Dengan demikian, bangun datar di sebelah kiri cermin akan terlihat disebelah kanan cermin”. Agar pencerminan ini mudah dipahami, maka dapat dilihat pada gambar sebagai berikut: 1.
Persegi a
b
b1
a1
d
c
c1
d1
2. Persegi Panjang a
b
d
b
b1
a1
c
c1
d1
3. Segi Tiga a1
a
b
c
c1
b1
10
4. Jajar Genjang a
b
d
b1
a1
c1
c
d1
5. Trapesium a
b1
b
d
c
a1
c1
d1
6. Belah Ketupat a
a
d
b
b1
d1
c1
c 7. Layang-Layang
a1
a
d
b
c
b1
d1
c1
11
Selain cermin datar dapat juga dicoba dengan melipat kertas, garis bekas lipatan pada kertas dianggap sebagai cermin, apabila kertas dilipat sama besar, maka terlihat bahwa lipatan sebelah kiri sama dengan lipatan sebelah kanan. Dari penjelasan di atas disimpulkan sifat pencerminan adalah “jarak benda asli dengan benda pada bayangan sama”. 2.1.3 Model Pembelajaran Cooperative Tipe Make A Match 2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran kooperatif
merupakan sistem pengajaran yang memberi
kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dalam tugas-tugas yang terstruktur. Sugandi (dalam Tukiran, dkk, 2011;55) mengemukakan bahwa Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkolompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Jadi model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama, saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Nurani-mustintin.blogspot.com/2012.pembelajaran-kooperatif-tipe-make-a match.html (diakses tanggal 02 maret 2013) 2.1.3.2 Pengertian Make A Match Murniasih Dkk (2010;58) Mengemukakan bahwa model pembelajaran make a match dimana siswa disuruh untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban / soal sebelum batas waktunya, yang dapat mencocokkan kartunya diberi
12
poin. Jadi, make a match atau mencari pasangan adalah model pembelajaran kooperatif dengan cara mencari pasangan soal/jawaban yang tepat, siswa yang sudah menemukan pasangannya sebelum batas waktu akan mendapat poin. Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaanpertanyaan jawaban dan dibacakan didepan kelas. 2.1.3.3 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe make a match 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk seri review, sebaliknya satu bagian kartu berisi soal dan bagian lainnya berisi jawaban 2) setiap siswa mendapat satu buah kartu 3) setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan soal atau jawabannya 4) setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin 5) setiap satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dengan sebelumnya. 2.1.3.4 Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match a. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah sebagai berikut : 1) Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan. 2) Materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa lebih menarik perhatian.
13
3) Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal. 4) Proses pembelajaran akan menarik. b. Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran kooperatif tipe make a match juga memiliki kelemahan, yaitu : 1) Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan. 2) Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa bermain-main dalam pembelajaran. 3) Guru perlu persiapan alat dan bahan yang memadai. 2.1.4 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Pada Materi Pencerminan Bangun Datar Pembelajaran matematika tentang suatu konsep pencerminan bangun datar melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah penyajian materi dengan cara membagi siswa secara berpasangan. Dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match pada materi pencerminan bangun datar pertama yang dilakukan oleh guru adalah menjelaskan materi kepada siswa, yakni dengan mengenalkan terlebih dahulu macam-macam bangun datar. Setelah itu guru menjelaskan kepada siswa langkahlangkah menetukan bayangan bangun datar pada cermin dalam hal ini cermin digambarkan dengan sumbu simetri. Setelah guru selesai menjelaskan materi secara jelas kepada siswa, guru memberikan pertanyaan yang sudah disediakan dalam bentuk kartu soal, dimana soal yang ada pada kartu tersebut sudah ada
14
pasangan jawabannya pada kartu jawaban. Guru membagikan kartu tersebut kepada masing-masing siswa dan setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan soal atau jawabannya. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan mendapatkan poin. Setiap satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapatkan kartu yang berbeda dengan sebelumnya. Setelah itu guru mengumpulkan kembali kartu dan menyimpulkan materi. 2.1.5 Kajian Penelitian Yang Relevan Ratna
Satyawati
(2009;iv),
”Upaya
Meningkatkan
Minat
Belajar
Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Jetis Bantul Dengan Model Cooperative Learning Tipe Make A Match”, Penelitian yang dilakukan dalam pembelajaran matematika dengan model cooperative learning tipe make a match di kelas VIII E SMP Negeri I Jetis Bantul ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model cooperative learning tipe make a match dan meningkatkan minat belajar siswa kelas VIII E SMP Negeri 1 Jetis Bantul dalam pembelajaran matematika. Minat yang diamati meliputi empat aspek yaitu ketertarikan, keingintahuan, rasa senang, dan perhatian. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sebelum dilakukan tindakan, siswa mengisi angket yang digunakan untuk mengetahui minat belajar matematika. Penelitian dilakukan dalam dua siklus. Siklus I terdiri dari tiga pertemuan dan siklus II terdiri dari empat pertemuan. Pada setiap akhir siklus melakukan pengisian angket dan mengerjakan tes prestasi. Data hasil
15
penelitian diperoleh dari hasil observasi aktivitas belajar matematika siswa ketika tindakan dilakukan, hasil angket sebelum pembelajaran, hasil angket setelah siklus I dan hasil angket setelah siklus II, serta hasil tes prestasi siswa setelah siklus I dan siklus II. Penelitian ini menyimpulkan (1) Proses cooperative learning tipe make a match yang dapat meningkatkan minat belajar siswa sebagai berikut: (a) Siswa dikelompokkan secara heterogen, setiap kelompok terdiri dari empat orang dan diberi LKS untuk didiskusikan, (b) Sebagai sesi review, setiap siswa memperoleh dua buah kartu yang berisi kartu soal dan kartu jawab yang bukan pasangannya, setiap siswa mencari kartu jawaban dari kartu soal yang dipegang yang berada pada teman satu kelompok atau dua kelompok lain yang telah ditentukan sebelumnya, jika seluruh anggota kelompok telah menemukan pasangan kartu yang cocok, maka kelompok tersebut memberi tanda, jika ada siswa yang tidak dapat mencocokkan kartunya, akan mendapat hukuman yang telah disepakati bersama, siswa juga boleh bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. (2) Dengan cooperative learning tipe make a match, minat belajar matematika siswa mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil observasi, minat belajar matematika siswa setelah siklus I 63,3% dan setelah siklus II naik menjadi 81,4%. Berdasarkan hasil angket, minat belajar siswa sebelum tindakan, setelah siklus I dan setelah siklus II berturut-turut 59,3%, 61,5%, dan 67,8%. Meningkatnya minat belajar matematika siswa berdampak pada hasil tes prestasi siswa, yang ditunjukan dengan meningkatnya rata-rata hasil tes prestasi siswa dari 75,6 pada siklus I menjadi 78,2 pada siklus II.
16
2.2 Hipotesis Tinadakan Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Jika digunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match maka pemahaman konsep pencerminan bangun datar pada siswa kelas IV akan meningkat”. 2.3 Indikator Penelitian tindakan ini dinyatakan berhasil bila terjadi peningkatan kualitas belajar mengajar yang ditandai dengan : 1)
pemahaman belajar siswa minimal 75 % dari seluruh siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 70 ke atas pada materi sajian.
2)
Aktifitas Guru dalam pembelajaran harus tuntas minimal 70 % kriteria minimal baik.
3)
Aktifitas Siswa dalam pembelajaran harus tuntas minimal 70 % kriteria minimal baik.