BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Kemampuan Siswa Menyelesaikan Masalah Yang Berkaitan Dengan Bangun Datar Dan Bangun Ruang 2.1.1.1 Pengertian Kemampuan Siswa Donald (dalam Sardiman, 2009:73-74) mengemukakan kemampuan adalah “Perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan”. Dari pengertian yang dikemukan di atas mengandung tiga eleman penting yaitu sebagai berikut : (1) bahwa kemampuan itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia, (2) kemampuan ditandai dengan munculnya, rasa/ “feeling”, afeksi seseorang, (3) kemampuan akan dirangsang karena adanya tujuan. Dengan ketiga elemen di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan itu sebagai sesuatu yang kompleks. Kemampuan akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan, emosi, kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan kebutuhan atau keinginan 2.1.1.2 Pengertian Bangun Datar Menurut Subarinah (2006:126) bahwa Bangun datar atau bidang datar merupakan bangun geometri berdimensi dua dengan permukaan datar/rata. Beberapa istilah bangun datar yang sering kita jumpai adalah bangun segitiga,
segiempat, dan lingkaran. Segiempat mempunyai banyak ragam yaitu persegi, persegi panjang, jajargenjang, trapezium, belah ketupat, dan layang-layang. 2.1.1.3 Pengertian Bangun Ruang Menurut Subarinah (2006:136) bahwa bangun ruang merupakan bangun geometri dimensi tiga dengan batas-batas terbentuk bidang datar dan atau bidang lengkung. Macam-macam bangun ruang yang dipelajari siswa sekolah dasar adalah kubus, balok, prisma, tabung, limas, kerucut, dan bola. Fokus pembelajaran bangun ruang tersebut, tentunya dalam pembelajarannya diperlukan pembelajaran bangun ruang tersebut, tentunya dalam pembelajarannya diperlukan model-model bangun yang dimaksud. Akan tetapi kebanyakan SD di Indonesia hanya mempunyai sedikit model bangun ruang dan dalam jumlah terbatas, bahkan bisa tidak mempunyai sama sekali yang dikarenakan rusak atau belum pernah memilikinya. Bangun ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut (Suharjana, 2008:4). Permukaan bangun itu disebut sisi. Dalam memilih model untuk permukaan atau sisi, sebaiknya guru menggunakan model berongga yang tidak transparan. Model untuk bola lebih baik digunakan sebuah bola sepak dan bukan bola bekel yang pejal, sedangkan model bagi sisi balok lebih baik digunakan kotak kosong dan bukan balok kayu. Hal ini mempunyai maksud untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud sisi bangun ruang adalah himpunan titik-titik yang terdapat pada permukaan atau yang membatasi suatu bangun ruang tersebut.
Sedangkan model benda masif dipergunakan untuk mengenalkan siswa pada bangun ruang yang meliputi keruangannya secara keseluruhan. Sedangkan untuk model berongga yang transparan, biasanya dibuat dengan mika bening atau plastik yang tebal dimaksudkan agar siswa memahami bahwa rusuk dihasilkan oleh perpotongan dua buah sisi dan titik sudut dihasilkan oleh adanya perpotongan tiga buah rusuk atau lebih. Berdasarkan teori para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa bangun ruang merupakan bangun matematika yang memiliki isi atau volume. 2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran Menurut Muda (2006:376) dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia mengartikan model sebagai pola dari sesuatu yang akan dibuat, contoh dari sesuatu yang akan dibuat. Dalam penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip dan tekanan utama yang berbeda-beda. Menurut Joice dan Well (dalam Rusman, 2012:133) model pembelajaran merupakan suatu pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan dan cara berpikir kritis.
Berdasarkan beberapa pengertian itu dapat disimpulkan model adalah suatu pola atau acuan yang digunakan dalam melakukan sesuatu kegiatan. Model pembelajaran yang dapat dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran adalah model yang relevan dengan materi yang akan diajarkan. 2.1.3 Hakikat Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning menurut Isjoni (2012:15) berasal dari kata cooverative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok satu sama lain. Sedangkan menurut Lie (dalam Isjoni, (2012:16) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang member kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Menurut Puspitasari dan Hardini (2012:144) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran berkelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran ini adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamnya untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Wena (dalam Puspitasari dan Hardini, 2012:144) bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan intreraksi yang silih asih sehingga simber belajar bagi siswa bukan bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesame siswa.
Menurut Lie (dalam Puspitasari dan Hardini (2012:144) model pembelajaran kooperatif berbeda dengan sekedar belajar dalam kelompok, pembelajaran kooperatif memeiliki elemen-elemen: 1) saling ketergantungan posistif, 2) interaksi tatap muka, 3) akuntabilitas individual, 4) keterampilan menjalin hubungan antar pribadi. Perbedaan ini terletak pada adanya unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yang tidak ditemui dalam pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Prosedur model pembelajaran kooperatif yang dilakukan dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Lima unsur pokok yang termasuk dalam struktur ini adalah sebagai berikut: a. Saling ketergantungan yang positif antar anggota kelompok, karena keberhasilan kelompok sangat bergantung pada usaha setiap anggota kelompok untuk saling belajar dan mengajari teman-temannya sehingga teman sekelompoknya paham. b. Tanggung jawab perseorangan, karena setiap anggota diharuskan bekerja menyumbangkan pikiran untuk menyelesaikan tugas dan pada akhir pembelajaran siswa harus berusaha agar memperoleh nilai yang tinggi\ agar dia mampu menyumbangkan poin nilai kepada kelompoknya. c. Tatap muka antar anggota, agar setiap anggota dapat berinteraksi untuk memadukan pikiran yang berbeda dalam menyelesaikan masalah sehingga tercipta rasa saling menghargai, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan setiap anggota yang memiliki latar belakang yang berbeda sehingga dapat memperluas wawasan untuk lebih memahami pelajaran.
d. Komunikasi antar anggota, karena dalam proses kelompok ini tiap anggota akan berusaha untuk saling berkomunikasi secara baik dalam rangka mencapai kata mufakat untuk menyelesaikan masalah yang didalam prosesnya mereka harus bisa menggunakan kata-kata yang bijaksana. e. Evaluasi proses kelompok, karena keberhasilan belajar dari kelompok sangat menentukan tercapainya tujuan belajar. Evaluasi kelompok ini bisa dilakukan setelah beberapa kali kerja kelompok. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model kooperatif merupakan kegiatan yang digunakan untuk membantu siswa menemukan keseriusan dan hubungan diantara individu dalam kelompok. 2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Make a match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari model pembelajaran kooperatif. Salah satu keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe make a match atau tipe mencari pasangan menurut Rusman (2012: 223) adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Guru dapat merancang model belajar make a match dalam suasana bermain sambil siswa belajar sesuatu. Model pembelajaran kooperatif tipe make a match membawa beberapa manfaat bagi siswa, yaitu: (1) teknik pembelajaran make a match mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan, (2) materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa, dan (3) mampu
meningkatkan hasil belajar siswa (Suprijono, 2013:95). Pada penerapan model make a match diperoleh beberapa temuan bahwa teknik make a match dapat memupuk kerja sama dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokan kartu yang ada di tangan mereka, proses belajar lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias dalam proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. 2.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Make A Match Menurut Saiful (2011) model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match memiliki kelebihan dan kelemahan. a. Kelebihan model Make A Match adalah : 1) Dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik 2) Karena ada unsur permainan, model ini menyenangkan 3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari 4) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa 5) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi 6) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. b. Sedangkan kelemahan model Make A Match adalah : 1) Jika guru tidak merancangnya dengan baik, maka akan banyak waktu yang terbuang 2) Pada awal penerapan teknik ini, banyak siswa bisa yang malu berpasangan dengan lawan jenisnya 3) Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak
siswa yang kurang memperhatikan 4) Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan karena mereka bisa malu. Menggunakan model ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan. Oleh karena itu guru dianjurkan untuk menggunakan model yang bervariasi. 2.1.6 Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Pada Materi Bangun Datar Dan Bangun Ruang Adapun langkah-langkah Model Pembelajaran Make A Match
pada
materi bangun datar dan bangun ruang adalah: a) Siswa diperkenalkan dengan bangun datar dan bangun ruang. b) Guru mendemonstrasikan bentuk bangun datar dan bangun ruang. 1. Contoh bangun datar: Gambar Persegi Gambar Persegi Panjang
Gambar Belah Ketupat
2. contoh bangun ruang Gambar Kubus.
Gambar Balok
Gambar linmas
Menurut
Rusman
(2012:223)
langkah-langkah
penerapan
model
pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan kompetensi yang harus dicapai. 2. Guru menyiapkan kartu sebanyak jumlah siswa yang ada yaitu, sebagian atau 50% dari kartu tersebut berisi masalah yang terkait dengan materi dan sebagaiannya lagi atau 50% kartu lainnya berisi jawaban atau pemecahan masalah. 3. Kocok kartu masalah dan kartu pemecahan secara terpisah. 4. Bagikan kartu kepada siswa (setiap siswa mendapat satu kartu). 5. Setiap siswa diberi waktu untuk memahami isi kartu yang dipegangnya. 6. Mintalah siswa menemukan pasangannya, setelah menemukan pasangannya agar mereka duduk mendiskusikan isi kartu untuk memastikan kesesuaiannya (tanpa memberitahu isi kartu kepada temannya yang lain). 7. Kumpulkan kembali masing-masing kartu masalah dan kartu jawaban, kemudian kocoklah dan bagikan untuk babak selanjutnya. 8. Kesimpulan. Berdasarkan penjelsan teori di atas, maka diharapkan penggunaan Model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan kemampuan hasil beajar siswa.
2.2 Kajian Penelitian yang Relavan Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam kegiatan belajar sudah banyak dilakukan. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Masita Hasan (2008) dengan judul
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi struktur tumbuhan melalui media model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Pada pelaksanaan tindakan siklus I dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match hasil belajar siswa belum mencapai indikator. Sehingga dilaksanakan siklus II sebagai refleksi dari siklus I. Pada siklus II terjadi peningkatan menjadi 90% atau indikator kinerja berhasil. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang menjadi kajian yaitu penelitian terdahulu memfokuskan pada peningkatan hasil belajar pada materi struktur tumbuhan sedangkan dalam penelitian ini menitikberatkan pada penelitian tentang peningkatan kemampuan siswa menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang. Persamaannya adalah menggunakan model make a match. 2.3 Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “jika melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match maka kemampuan siswa menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang di kelas V SDN 1 Lion Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan akan meningkat”. 2.4 Indikator Kinerja Keberhasilan dalam penelitian ini berdasarkan indikator: Apabila jumlah siswa yang mengalami peningkatan hasil belajarnya minimal 75% memperoleh nilai KKM 70 ke atas.