7
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hasil Belajar Gagne (dalam sudjana, 2009:22) “Membagi hasil belajar dalam lima kategori, yaitu; (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) suara kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motorik”. Pendapat yang berbeda dengan pendapat Gagne adalah pendapat Bloom (dalam sudjana, 2009:22) yang mengkategorikan “Hasil belajar dalam tiga ranah, yaitu; (a) ranah kognitif, (b) ranah afektif, dan (c) ranah psikomotor”. Dari dua pendapat ini, penulis lebih cenderung kepada kategori hasil belajar menurut Bloom, karena lebih dikhususkan pada tingkatan yang lebih sederhana tetapi memiliki tingkat realita yang jelas. Menurut Bloom dalam Taxonomy Of Educational Objective (1956) bahwa taksononi (pengelompokan) tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (ranah) yang melekat pada diri peserta didik yaitu: (1) Ranah proses berpikir (cognitive domain) adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikia mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi yang meliputi enam tingkatan: Pengetahuan (knowledge), Pemahaman (comprehension), Penerapan (application), Analisis (analysis), Sintesis (Synthesis), Penilaian (Evaluation). Maka Anderson dan Kratwohl (2001) merevisinya menjadi dua dimensi, yaitu proses dan isi atau jenis. Pada dimensi proses, terdiri atas
8
mengingat
(remember),
memahami
(understand),
menerapkan
(apply),
menganalisis (analyze), menilai (evaluate), dan berkreasi (create). Sedangkan pada dimensi isinya terdiri atas pengetahuan faktual (factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural
konwledge),
dan
pengetahuan
metakognisi
(metacognitive
konwledge). (2) Ranah nilai dan sikap ( affective domain) Krathwohl (1974) Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan aspek - aspek emosional seperti perasaan, minat, nilai dan sikap serta kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Dalam hal ini ranah afektif dibagi menjadi lima yakni: Penerimaan (receiving/attending),
Sambutan
(Responding),
Penilaian
(valuing),
Pengorganisasian (organization), Karakterisasi (characterization). (3) Ranah keterampilan (psychomotor domain) adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan yang melibatkan fungsi system syaraf dan otot serta fungsi psikis. Psychomotor Domain terdiri dari: Kesiapan (set), Peniruan (imitation), Membiasakan (habitual), Menyesuaikan (adaptation), Menciptakan (origination). Dari ketiga ranah Bloom, maka ranah kognitif menjadi rujukan yang akan dipakai dalam pengukuran hasil belajar. Dalam kaitan dengan pembelajaran fisika, dalam hal ini pengukuran mengacu pada tiga level ranah kognitif Bloom. Bentos dalam kustiani (2006) "To result learnedding to constitute changing of participat is taught so exists changing of science facet, attitude and skill". Artinya hasil belajar merupakan perubahan dari peserta didik sehingga terdapat perubahan dari segi pengatahuan, sikap dan keterampilan.
9
Menurut Supriyono (2011:5). “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar tidak dinilai secara terpisah melainkan secara komprehensif. Setiap aktifitas yang dilakukan oleh seseorang tentu ada faktor - faktor yang mempengaruhinya, baik yang cenderung mendorong maupun yang menghambat. Menurut Nana Sudjana (2009:39) “Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan”. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Purwanto (2011: 67-68). ”Pada umunya penilaian hasil pengajaran baik dalam bentuk formatif maupun sumatif, telah dilaksanakan oleh guru”. Melalui pertanyaan secara lisan atau akhir pengajaran guru menilai keberhasilan pengajaran (tes formatif), demikian juga tes sumatif yang dilakukan pada akhir program, seperti akhir kuartal atau semester. Penilaian diberikan terhadap peserta didik untuk menentukan kemajuan belajarnnya. Tes tertulis, baik jenis essai maupun tes objektif, dilakukan oleh guru dalam penilian tes sumatif tersebut. Menurut Sudijono (2010) “Menuturkan bahwa dalam usaha untuk menilai hasil belajar peserta didik, pendidik mengadakan pengukuran terhadap peserta didik dengan menggunakan alat pengukur berupa tes atau ujian, bentuk ujian bisa berupa ujian tertulis maupun lisan”.
10
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah kemampuan kognitif yang diperoleh siswa setelah belajar yakni mengikuti proses pembelajaran dalam kurung waktu tertentu, yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang pengukurannya mengikuti tiga level ranah kognitif Bloom. Level ranah kognitif yang dimaksudkan adalah level; (C1) pengetahuan, (C2) pemahaman, (C3) penerapan 2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Think, Talk, and Write Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Isjoni (2012:11-12) “Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis”. Cooperative learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Menurut Slavin (2005: 4) “Pembelajaran kooperatif adalah merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompokkelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu,
saling
mendiskusikan
dan
berargumentasi,
untuk
mengasah
pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Menurut Davidson dan Warsham (2003) “Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan
11
bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar yang berkelompok pengalaman individu maupun pengalaman kelompok”. Think, Talk, and Write merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Huinker dan Laughlin. Model pembelajaran Think, Talk, and Write didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Model pembelajaran Think, Talk, and Write mendorong siswa untuk berfikir, berbicara, dan kemudian menuliskan berkenaan dengan suatu topik. Model pembelajaran Think, Talk, and Write digunakan untuk mengembangkan tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum menuliskannya. Model pembelajaran Think, Talk, and Write memperkenankan siswa untuk mempengaruhi dan memanipulasi ide-ide sebelum menuliskannya. Model pembelajaran Think, Talk, and Write juga membantu siswa dalam mengumpulkan dan mengembangkan ideide melalui percakapan terstruktur. Menurut Huinker dan Laughlin (1996) menyatakan bahwa “The Think, Talk, and Write model builds in time for thought and reflection and for the organization of ides and the testing of those ideas before students are expected to write. The flow of communication progresses from student engaging in thought or reflective dialogue with themselves, to talking and sharing ideas with one onther, to writing”. Artinya, model Think, Talk, and Write membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide, kemudian menguji ide tersebut sebelum siswa diharapkan untuk menulis. Alur kemajuan model pembelajaran Think, Talk, and Write dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog reflektif dengan dirinya sendiri, selanjutnya berbicara dan berbagi ide dengan temannya,
12
sebelum siswa menulis. Suasana seperti ini efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. Hal inilah yang mendasari Huinker dan Laughlin mengembangkan model pembelajaran Think, Talk, and Write. Menurut Silver dan Smith (1996) “Peranan dan tugas guru dalam usaha mengefektifkan penggunaan model pembelajaran Think, Talk, and Write adalah mengajukan dan menyediakan tugas yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif berpikir, mendorong dan menyimak dengan hati-hati, ide-ide yang dikemukakan siswa secara lisan dan tertulis, mempertimbangkan dan memberi informasi terhadap apa yang digali siswa dalam diskusi, serta memonitor, menilai, dan mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif ”. Tugas yang disiapkan diharapkan dapat menjadi pemicu siswa untuk bekerja secara aktif yaitu soal-soal yang mempunyai jawaban divergen atau open ended task. Model pembelajaran Think, Talk, and Write melibatkan tiga tahap penting yang harus dikembangkan dan dilakukan dalam pembelajaran yakni: Tahap pertama adalah proses berfikir “Think” merupakan proses yang dimulai dari penemuan informasi (dari luar atau diri sendiri), pengolahan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi dari ingatan siswa (Marpaung, dalam Budiarto dan Hartono, 2002). Dengan demikian dapat dikatakan, pada prinsipnya proses berfikir meliputi tiga langkah pokok yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat dan penarikan kesimpulan. Menurut Huinker dan Laughlin (1996) “Thinking and talking are important steps in the process of bringing meaning into student’s writing”, maksudnya adalah berpikir dan berbicara / berdiskusi merupakan langkah penting
13
dalam proses membawa pemahaman kedalam tulisan siswa. Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban atau strategi penyelesaian, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri. Menurut Yamin dan Ansari (2008) “Aktivitas berpikir dapat dilihat dari proses membaca suatu teks kemudian membuat catatan tentang apa yang telah dibaca”. Dalam membuat atau menulis catatan siswa membedakan dan mempersatukan ide yang disajikan dalam teks bacaan, kemudian menerjemahkan kedalam bahasa mereka sendiri. Menurut Weiderhold (dalam Ansari:2003) “Membuat catatan berarti menganalisis tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis”. Selain itu belajar rutin membuat catatan setelah membaca, akan merangsang aktivitas berfikir sebelum, selama dan sesudah membaca sehingga dapat mempertinggi pengetahuan dan dapat kemampuan berfikir dan menulis. Setelah tahap think selesai dilanjutkan dengan tahap “Talk” yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Tahap ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan tentang penyelidikannya pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa merefleksikan, menyusun serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Huinker dan Laughlin (1996) menyebutkan bahwa:
“Classroom
opportunities for talk enable students to (1) connect the language they know from their own personal experiences and backgrounds with the language of physics, (2)
14
analyzes and synthesizes physics ideas, (3) fosters collaboration and helps to build a learning community in the classroom”. Artinya, siswa yang diberikan kesempatan untuk berdiskusi dapat: (1) megkoneksikan bahasa yang mereka tahu dari pengalaman dan latar belakang mereka sendiri dengan bahasa fisika, (2) menganalisis dan mensintesis ide-ide fisika, (3) memelihara kolaborasi dan membantu membangun komunitas pembelajaran di kelas. Menurut Huinker & Laughlin (1996), “Berkomunikasi dapat berlangsung secara alami, tetapi menulis tidak”. Proses komunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Hal ini mungkin terjadi karena ketika siswa diberi kesempatan berkomunikasi, sekaligus mereka berfikir bagaimana cara mengungkapkannya dalam tulisan. Oleh karena itu keterampilan berkomunikasi dapat mempercepat kemampuan siswa mengungkapkan ide melalui tulisan. Selanjutnya berkomunikasi atau berdialog baik antar siwa maupun dengan guru dapat meningkatkan pemahaman. Selanjutnya fase “Write” yaitu menuliskan hasil diskusi/berdialog pada lembar kerja yang disediakan (Lembar Aktivitas Siswa). Aktivitas menulis berarti mengkontruksi ide, setelah berdiskusi atau berdialog antar teman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Menurut Shield & Swinson (1996) “Menulis dalam pembelajaran membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang materi yang ia pelajari”. Pada fase ini kreativitas siswa sangat diperlukan untuk menuliskan hasil diskusinya. Masingila & Wismowska (1996), mengemukakan “Aktivitas menulis siswa bagi guru dapat membantu: Kesalahan siswa, miskonsepsi dan konsepsi
15
siswa terhadap ide yang sama dan keterangan dari prestasi siswa”. Aktivitas siswa selama fase ini adalah : a). Menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan.
b).
Mengorganisasikan
semua
langkah
demi
langkah,
baik
penyelesaiannya ada yang menggunakan grafik, diagram, atau tabel agar mudah dibaca dan ditindak lanjuti.c). Mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan yang ketinggalan. d). Meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu lengkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya. Tahap terakhir dari model pembelajaran Think, Talk, and Write adalah presentasi. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat berbagi pendapat dalam ruang lingkup yang
lebih besar yaitu dengan teman satu kelas. Presentasi ini
disampaikan oleh salah seorang perwakilan kelompok yang dilakukan di depan kelas, setelah sebelumnnya siswa yang bersangkutan menuliskan jawaban kelompoknya di papan tulis. Setelah selesai presentasi, kemudian dibuka forum tanya jawab dimana semua siswa berhak mengajukan pertanyaan dan atau pendapat yang sifatnya mendukung jawaban ataupun menyanggah jawaban temannya yang presentasi. Setelah tanya jawab selesai, dilakukan sebuah penyimpulan bersama tentang materi yang dipelajari. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Think, Talk, and Write menurut Halmaheri (2004), adalah sebagai berikut : 1. Guru membagi lernbar Kerja Siswa (LKS) kepada siswa. 2.
Siswa secara individu diminta untuk menuangkan ide-idenya mengenai kemungkinan jawaban dan langkah penyelesian atas permasalahan yang diberikan serta hal-hal apa saja yang diketahui dan atau belum diketahui yang
16
ditulis dalam bentuk catatan kecil yang akan menjadi bahan untuk melakukan diskusi kelompok (think). 3. Siswa mendiskusikan hasil catatannya (saling menukar ide) agar diperoleh kesepakatan-kesepakatan kelompok (talk). Guru berkeliling kelas untuk memonitor jalannya
diskusi
dan jika sangat diperlukan
guru dapat
membantu seperlunya. 4. Secara individu, siswa menuliskan semua jawaban atas permasalahan yang diberikan secara lengkap, jelas dan mudah dibaca (write). 5. Beberapa perwakilan kelompok dipilih secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas sedangkan kelompok yang tidak terpilih memberikan tanggapan atau pendapatnya. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Think, Talk, and Write menurut Yamin dan Ansari (2008) sebagai berikut: 1. Guru membagi Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi masalah yang harus diselesaikan oleh siswa. Jika diperlukan diberikan sedikit petunjuk. 2. Siswa membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak ketahui dalam masalah tersebut. Ketika siswa membuat catatan kecil inilah akan terjadi proses berpikir (think) pada siswa Setelah itu siswa berusaha untuk meyelesaikan masalah tersebut secara individu. Kegiatan ini bertujuan agar siswa dapat membedakan atau menyatukan ide-ide yang terdapat pada bacaan untuk kemudian diterjemahkan kedalam bahasa sendiri.
17
3. Siswa berdiskusi dengan teman dalam kelompok mernbahas isi catatan yang dibuatnya dan penyelesaian masalah dikerjakan secara individu (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide fisika dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas masalah yang diberikan. Diskusi akan efektif jika anggota kelompok tidak terlalu banyak dan terdiri dari anggota kelompok dengan kemapuan yang heterogen. 4. Dari hasil diskusi, siswa secara individu merumuskan pengetahuan berupa jawaban atau solusi dalam bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri. Pada tulisan itu siswa menghubungkan ide-ide yang diperolehnya melalui diskusi. 5. Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok sedangkan kelompok lain diminta rnemberikan tanggapan. 6. Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih beberapa (atau satu) orang siswa sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan. Berdasarkan uraian di atas dapat saya simpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think, Talk, and Write dapat meningkatkan kemapuan siswa dalam memecahkan masalah, karena pada dasarnya model pembelajaran ini melatih siswa untuk berfikir, berbicara, dan menulis. Adapun langkah-langkah pembelajaran fisika dengan model pembelajaran Think, Talk, and Write adalah sebagai berikut:
18
1. Guru membagikan Lembar Kerja Siswa yang memuat permasalahan dan petunjuk pelaksanaan. 2. Siswa Membaca dan memahami LKS, pada saat kegiatan ini yang memancing siswa untuk memikirkan (think) sebuah permasalahan yang akan terjadi pada saat mereka melakukan eksperimen. Setelah itu siswa mulai memikirkan solusi dari permasalahan tersebut dengan cara mengingat bagian-bagian yang dipahami serta yang tidak dipahaminya secara individu. Jika perlu dibuat dalam catatan kecil 3. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi (talk) dengan teman satu kelompok untuk membahas bagian-bagian yang dipahami serta yang tidak dipahaminya dengan melakukan eksperiment. Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar (guru berperan sebagai pembirnbing atau sebagai penengah ketika ada perbedaan pendapat di antara siswa) 4. Siswa merumuskan sendiri pengetahuan atau solusi yang didapat dari hasil diskusi dalam bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri. 5. Guru meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Sedangakan yang lain diminta memberikan tanggapan. 6. Guru
memberikan
klarifikasi
dan
penguatan
kepada
siswa
setelah
mempresentasikan hasil diskusi. 7. Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari permasalahan yang bahas.
19
2.2 Gambaran materi Wujud Zat 2.2.1
Pengertian Wujud Zat Materi yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang khas disebut zat. Wujud
zat ada tiga macam yaitu zat padat, zat cair dan gas. Zat dapat juga didefinisikan sebagai sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Masing-masing zat tersebut memiliki sifat yang berbeda. 2.2.2
Sifat Fisis Zat Padat, Cair dan Gas Sifat zat padat adalah baik volume maupun bentuknya tetap, sifat zat cair
adalah volume tetap tetapi bentuknya mudah berubah mengikuti bentuk wadahnya, sifat gas adalah volumnya berubah mengikuti volum ruang yang ditempatinya dan bentuknya juga berubah mengikuti bentuk ruang yang di tempatinya. 2.2.3
Perubahan Wujud Zat Perubahan wujud zat dapat digambarkan secara skematik sebagai berikut.
Gambar.1 Proses Perubahan Wujud Zat Ada beberapa perubahan wujud suatu zat yaitu melebur, membeku, menguap, menyublim dan mengembun. a. Peleburan Peleburan adalah suatu peristiwa perubahan wujud zat padat menjadi zat cair. Contoh : ketika kita memasukkan es ke dalam air hangat maka kita akan mengamati bahwa es itu segera mencair setelah dimasukkan.
20
b. Pembekuan Pembekuan adalah suatu peristiwa perubahan wujud zat cair menjadi zat padat. Contoh : ketika kita memasukkan air ke dalam kulkas. c. Penguapan Penguapan adalah suatu peristiwa perubahan wujud zat cair menjadi gas. Contoh penguapan dalam kehidupan sehari-hari adalah seperti ketika kita merebus air. d. Penyubliman Penyubliman adalah suatu peristiwa perubahan wujud zat padat menjadi gas. Contoh: kita meletakkan kapur barus di ruangan terbuka dalam waktu yang cukup lama, kemudian kita mengamati kapur barus tersebut ternyata ukuran kapur barus tersebut tidak tetap. Makin lama kapur barus tersebut menjadi kecil ukurannya. e. Pengembunan Pengembunan adalah suatu peristiwa perubahan wujud zat dari gas menjadi cair. Contoh : ketika kita mengamati adanya titik-titik air di luar gelas yang berisi air es. 2.2.4
Susunan dan Gerak Partikel Wujud Zat Setiap wujud zat mempunyai sifat-sifat khusus yang dapat digunakan
untuk mengenali zat tersebut. Perhatikan gambar susunan dan gerak partikel pada berbagai wujud zat di bawah ini.
21
Gambar.2 (a) Susunan partikel zat padat, (b) susunan partikel zat cair, dan (c) susunan partikel zat gas.
a. Zat Padat Partikel zat padat saling berdekatan dan terikat kuat oleh gaya antar partikel tersebut. Partikel-partikel itu mampu menggetarkan tetangga dekatnya, namun tidak mempunyai energi yang cukup untuk keluar dari posisisnya atau melepaskan diri dari ikatannya. b. Zat Cair Partikel-pertikel zat cair juga saling berdekatan dan merapat. Berbeda dengan zat padat, partikel-partikel zat cair mempunyai energi yang cukup untuk berpindah atau mengembara. Gerak partikel tersebut menyebabkan zat cair mengalir dan mengambil bentuk seperti wadahnya. c. Gas Partikel-partikel gas mempunyai energi yang cukup untuk memisahkan diri dari partikel-partikel lainnya. Oleh karena itu partikel-partikel itu bebas bergerak ke segala arah sampai gas menyebar merata ke seluruh wadahnya. 2.2.5
Sifat Zat
a. Kohesi dan Adhesi Di antara partikel-partikel yang sejenis dan yang tidak sejenis dapat terjadi gaya tarik-menarik antar partikel. Gaya tarik-menarik antarpartikel yang sejenis
22
dinamakan Kohesi, sedangkan gaya tarik-menarik antar partikel yang tidak sejenis dinamakan Adhesi. Gaya kohesi maupun gaya adhesi mempengaruhi bentuk permukaan zat cair dalam wadahnya. b. Meniskus Pada saat zat cair dituangkan ke dalam tabung permukaannya akan berbentuk cekung atau cembung. Bentuk permukaan zat cair dalam tabung ini disebut meniskus. Dengan demikian, meniskus ada dua macam yaitu meniskus cekung dan meniskus cembung. c. Peristiwa Kapilaritas Kapilaritas adalah peristiwa naik atau turunnya permukaan zat cair dalam pipa kapiler. Contohnya minyak tanah dapat naik melalui sumbu, karena gaya adhesi lebih besar daripada gaya kohesi. d. Massa Jenis Zat Massa jenis suatu benda adalah perbandingan antara massa dengan volume benda, pernyataan tersebut secara matematika dapt di rumuskan :
=
𝒎 𝒗
Dengan:
= massa jenis benda ( kg/ m3) m = massa benda ( kg ) V= volume benda ( m3) 2.3 Kajian Penelitian Yang Relevan Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian pendukung yang dimaksud yaitu hasil penelitian penerapan model
23
pembelajaran kooperatif tipe Think, Talk, and Write pada pembelajaran IPA umumnya, maupun pada pengajaran bidang studi fisika itu sendiri, serta pengajaran matematika. Hasil penelitian yang dilakukan Drs. M.Maftuh pada tahun 2006 tentang penigkatan kreativitas siswa dalam proses belajar sains kelas IX melalui pembelajaran Think, Talk, and Write, menunjukan bahwa pembelajarn dengan Think, Talk, And Write dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam berpikir kritis, bertanya,berkomunikasi, dan berkarya untuk menemukan konsep dan ide-ide baru. Hasil penelitian yang dilakukan Dipdip Herdianata pada tahun 2008 tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think, Talk, And Write untuk meningkatkan penguasaan konsep fisika siswa SMA pokok bahasan fluida statis menunjukan bahwa model pembelajaran Think, Talk, And Write dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika dengan signifikan. 2.4 Indikator Kinerja Keberhasilan 1. Adanya peningkatan nilai ulangan yang signifikan pada setiap siklus, dengan standar ketuntasan hasil belajar siswa perorangan minimal mencapai skor 75 %. 2. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal minimal mencapai 80% dari jumlah siswa dengan skor minimal 75. 2.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu jika dalam pembelajaran fisika mengunakan Model pembelajaran Think, Talk, and Write maka hasil belajar siswa akan meningkat.