BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Hasil Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang. Proses perubahan tingkah laku tersebut menuntut berbagai aktivitas sehingga menghasilkan produk dari belajar. Terkait dengan pengertian belajar beberapa ahli mendefenisikan belajar sebagai berikut, Fontana (dalam Sunarto,
2009:
1)
mengemukakan
bahwa learning (belajar)
mengandung
pengertian proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Pengertian belajar juga dikemukakan oleh Soemanto (2003 : 2) yakni belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Whitaker (dalam Aunurhaman, 2009:35) mengemukakan bahwa
belajar adalah proses
dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik kalau si subyek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh lingkungan. Dengan demikian terjadinya kegiatan belajar yang
7
8
dilakukan oleh seorang idnividu dapat dijelaskan dengan rumus antara individu dan lingkungan. Budiningsih (2005:2) bahwa menurut teori Behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. Menurt
Susilo, (2010 : 1) mendefinisikan 'belajar' sebagai proses
membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda padahal mendapat pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa belajar
pada
dasarnya merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang sebagai hasil dari aktivitas atau kegiatan yang dilakukannya.
9
2.1.2 Ciri-Ciri Belajar Belajar memiliki ciri-ciri tertentu dalam bentuk perubahan perilaku sebagai hasil dari belajar. Terkait dengan ciri-ciri belajar Surya (dalam Wordpress, 2008 : 2) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu : a.Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional). Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan. b.Perubahan yang berkesinambungan (kontinu). Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.
c.Perubahan yang fungsional.
10
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru. d. Perubahan yang bersifat positif. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam proses belajar mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru. e. Perubahan yang bersifat aktif. Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya. f. Perubahan yang bersifat pemanen.
11
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. g. Perubahan yang bertujuan dan terarah. Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. 8. Perubahan perilaku secara keseluruhan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa belajar memiliki circiri tertentu yang membedakannya dengan kegiatan lainnya. Dalam konteks ini belajar memiliki ciri yang lebih terarah dan terprogram sesuai dengan aktivitas belajar yang dilakukan seseorang. 2.1.3 Konsep Hasil Belajar Purwanto (2011:44) mengemukakan bahwa hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya yaitu hasil dan belajar. Hasil (produk) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Sedangkan belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Slameto (dalam Zaifbio, 2012:1) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
12
lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sudjana,
(2009:22)
mengemukakan
bahwa
hasil
belajar
adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam konteks ini belajar merupakan suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, dan daya pikir. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang. Wahyuningsih (2009 : 1) mengemukakan bahwa hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari berbuatan belajar, karena belajar merupakan suatu proses, sedangkan hasil belajar adalah hasil dari proses pembelajaran tersebut. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan
kuantitas
kemampuan,
maka
orang
tersebut
sebenarnya
belum
mengalami proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan di dalam proses belajar. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai. Untuk meningkatkan hasil belajar yang baik perlu diperhatikan kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dalah kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan, keterampilan, kemapuan dan sebaginya. Kondisi
13
eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi manusia, misalnya ruang belajar yang bersih, sarana dan prasaran belajar yang memadai. Terkait dengan hasil belajar. Istilah hasil belajar berasal dari dua kata yaitu hasil dan belajar. Terkait dengan hasil Sunarto (2009 : 1) mengemukakan bahwa hasil adalah produk yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan. Terkait pengertian hasil belajar, Gagne (dalam Sunarto, 2009 : 1) menyatakan bahwa hasil belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu: kemampuan intelektual, model kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan. Menurut Bloom dalam Arikunto (dalam Sunarto, 2009:1) bahwa hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendapat di atas menunjukkan bahwa hasil merupakan kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut, hasil dalam penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses pembelajaran. Winkel (dalam Anneahira, 2009 : 2) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka hasil belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Pendapat di atas menunjukkan bahwa hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Hasil belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes
14
atau instrumen yang relevan. Jadi hasil belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Hasil belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes yang relevan. Moh. Surya (dalam Wordpress, 2008 : 3) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam (a) kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar,
(b) keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun
sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi, (c) pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar, (d) berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat, (e) berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why), (f) sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan, (g) inhibisi (menghindari hal yang mubazir), (h) apresiasi (menghargai karya-karya bermutu, dan i) perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan
15
perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya. Hasil belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes evaluasi
hasil belajar. Menurut Sutisna (2009 : 1) bahwa evaluasi artinya
penilaian terhadap keberhasilan siswa mencapai tuuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Dalam konteks ini evaluasi dilakukan dalam bentuk tes hasil belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar. Testing pada hakikatnya menggali informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes hasil belajar berupa tes yang disusun secara terrencana untuk mengungkap performasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal tes hasil belajar dapat berbentuk ulangan harian, tes formatif, tes sumatif. 2.1. 4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil belajar Siswa Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Sunarto (2009 : 3) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain; faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya. a. Faktor Internal
16
Sunarto (2009 : 4) mengemukakan bahwa faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecedersan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi. 1) Kecerdasan/intelegensi Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan
sesuai
dengan
tingkat
perkembangan
sebaya.
Adakalany
perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Soemanto (1995 : 56) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah.” Pendapat di atas menunjukkan bahwa bahwa intelegensi adalah “semakin tinggi kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih sukses.” Dari pendapat di atas jelaslah bahwa intelegensi yang baik atau kecerdasan yang tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang anak dalam usaha belajar. 2) Bakat
17
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Imran (2008 : 136) mengemukakan “bakat merupakan kemampuan individu dalam melakukan suatu kegiatan atau aktivitas tanpa melalui proses latihan tetapi terbentuk sebagai manifestasi dari kemampuan yang dibawa sejak lahir.” Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya hasil belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajat keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan hasil
yang baik. Apalagi
seorang guru atau orang tua memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya maka akan merusak keinginan anak tersebut. 3) Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang. Minat memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri. Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi
18
terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya. 4) Motivasi Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar sorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar. Dalam perkembangannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (a) motivasi instrinsik dan (b) motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasarnya kesadaran sendiri untuk melakukan sesuatu pekerjaan belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang datangnya dari luar diri seseorang siswa yang menyebabkan siswa tersebut melakukan kegiatan belajar. Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri siswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran. Untuk membangkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif. b. Faktor Ekstern
19
Sunarto (2009 : 4) mengemukakan bahwa faktor ekstern adalah faktorfaktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya. Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan kepada individu. Menurut Soemanto (1995 : 60) faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah; (a) keadaan keluarga, (b) keadaan sekolah dan (c) lingkungan masyarakat.” Ketiga faktor esktern tersebut diuraikan sebagai berikut: 1) Keadaan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Soemanto bahwa: “Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama. Keluarga yanng sehat besar artinya untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia.” Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar. 2) Keadaan Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-
20
alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. 3) Lingkungan Masyarakat Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalm proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada. Lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang sebayanya. Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila anak-anak di sekitarnya merupakan kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan anakpun dapat terpengaruh pula. Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya. Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya, sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya.
21
2.1.5 Hakikat Model koperatif tipe example non example Teori koperatif tipe example non example
didefinisikan sebagai
pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Koperatif tipe example non example sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Model pembelajaran koperatif memiliki beberapa falsafah dalam pembelajaran termasuk model koperatif tipe example non example. Riyanto (2009:265) mengemukakan beberapa falsafah dalam pembelajaran termasuk model koperatif yaitu: 1) manusia sebagai makhluk sosial, gotong royong, kerjasama merupakan kebutuhan penting. Pendapat ini menunjukkan bahwa model koperatif tipe example non example dibangun dalam suasana kebersamaan dalam memahami materi yang diajarkan. Menurut Rusman (2012:202) mengemukakan bahwa pembelajaran koperative merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang heterogen.
Menurut Hayardin (2009:1) bahwa model pembelajaran examples non examples adalah suatu tipe model pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran membelajarkan murid terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya melalui analisis contoh-contoh berupa gambar-gambar /foto/kasus yang
22
bermuatan masalah. Murid diarahkan untuk mengidentifikasi masalah, mencari alternatif pemecahan masalah, dan menentukan cara pemecahan masalah yang paling efektif, serta melakukan tindak lanjut Wikipedia (2011 : 1) mengemukakan bahwa model koperatif tipe example non example mempunyai beberapa konsep umum seperti: a. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. b. Dalam
konteks
pembelajaran,
pelajar
seharusnya
membina
sendiri
pengetahuan mereka. c. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses
saling
memengaruhi
antara
pembelajaran
terdahulu
dengan
pembelajaran terbaru. d. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkaninformasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada. e. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah. f. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar. Takwin (2007 : 2) mengemukakan bahwa penerapan koperatif tipe example non example dalam proses belajar-mengajar menghasilkan metode pengajaran yang menekankan aktivitas utama pada siswa. Teori pendidikan yang didasari koperatif tipe example non example memandang murid sebagai orang
23
yang menanggapi secara aktif objek-objek dan peristiwa-peristiwa dalam lingkungannya, serta memperoleh pemahaman tentang seluk-beluk objek-objek dan peristiwa-peristiwa itu. Menurut teori ini, perlu disadari bahwa siswa adalah subjek utama dalam kegiatan penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya memberikan percikan pemikiran (insight) tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar. Takwin (2007 : 2) mengemukakan bahwa pandangan koperatif tipe example non example tentang pendidikan sejalan dengan pandangan Ki Hadjar yang menekankan pentingnya siswa menyadari alasan dan tujuan ia belajar. Baginya perlu dihindari pendidikan yang hanya menghasilkan orang yang sekadar menurut dan melakukan perintah. Ki Hadjar mengartikan mendidik sebagai “berdaya-upaya dengan sengaja untuk memajukan hidup-tumbuhnya budi-pekerti dan badan anak dengan jalan pengajaran, teladan dan pembiasaan.” Menurutnya, jangan ada perintah dan paksaan dalam pendidikan. Pendidik adalah orang yang mengajar, memberi teladan dan membiasakan anak didik untuk menjadi manusia mandiri dan berperan dalam memajukan kehidupan masyarakatnya. Jika pun ada ganjaran dan hukuman, maka ganjaran dan hukuman itu harus datang sendiri sebagai hasil atau buahnya segala pekerjaan dan keadaan. Ini mengingatkan teori perkembangan dari tokoh psikologi kognitif, Jean Piaget (dalam Takwin, 2007 : 2), bahwa anak mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui pengalaman
24
bertemu dengan objek-objek di lingkungan. Merujuk Piaget, anak adalah pembelajar yang pada dirinya sudah memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan memahami sendiri konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Teori Piaget juga merupakan salah satu dasar dari Koperatif tipe example non example. Ini menunjukkan adanya kesesuaian antara pemikiran Ki Hadjar dan Koperatif tipe example non example. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa pembelajaran koperatif tipe example non example merupakan salah satu model pembelajaran yang mendekatkan siswa dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimilikinya, sehingga siswa memahami korelasi antara materi yang dipelajari dan keterkaitannya dengan materi yang dipelajarinya. Model koperatif tipe example non example memudahkan siswa dalam belajar karena siswa didekatkan secara kontekstual dengan lingkungannya melalui gambar yang ditampilkan guru dalam pembelajaran. 2.1.6 Langkah-Langkah Pembelajaran Koperatif Tipe Example Non Example Koperatif tipe example non example sebagai paradigma atau pandangan dunia
berpendapat
bahwa
belajar
adalah
sebuah
proses,
yang
aktif
konstruktif. pelajar ini adalah konstruktor informasi. Orang aktif membangun atau membuat
representasi
sendiri
subjektif
realitas
objektif. Informasi
baru
dihubungkan dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga representasi mental subjektif.
25
Menurut Takwin, (2007 : 3) bahwa koperatif tipe example non example merupakan sebuah reaksi terhadap pendekatan didaktik seperti behaviorisme dan instruksi yang diprogramkan, koperatif tipe example non example menyatakan bahwa belajar adalah sebuah proses, konteks yang aktif membangun pengetahuan daripada mendapatkannya.Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman pribadi dan hipotesis lingkungan. Pembelajar terus menguji hipotesis melalui negosiasi sosial. Setiap orang memiliki interpretasi yang berbeda dan konstruksi dari proses pengetahuan.Pelajar bukan sebuah batu tulis kosong (tabula rasa) tetapi membawa pengalaman masa lalu dan faktor-faktor budaya untuk situasi. Menurut Takwin, (2007 : 3) langkah-langkah pembelajaran koperatif tipe example non example dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran. b. Guru menempelkan gambar di papan. c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar. d. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas. e. Membagi siswa menjadi 6 kelompok dan memfasilitasi siswa berdiskusi untuk menganalissi gambar f. Setiap kelompok difasilitasi untuk mencatat hasuil analisis pada kertas. g. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. h. Guru memfasilitasi siswa untuk membahsa hasil diskusi siswa secara klasikal,
26
i. Siswa difasilitasi untuk menghubungkan antara materi yang dipelajari dengan pengalaman sehari-hari. j. Guru melakukan evaluasi akhir k. Menyimpulkan materi Langkah pembelajaran koperatif tipe example non example yang telah diajukan di atas dapat dijadikan sebagai rujukan dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi siswa secara berkelanjutan. Dengan model ini maka diharapkan terjadi peningkatan kompetensi siswa secara komprehensip. 2.1.7
Meningkatkan Hasil belajar IPA example non example
melalui Model koperatif tipe
Upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA dapat dilakukan dengan menggunakan model koperatif tipe example non example. Koperatif tipe example non example adalah metode pembelajaran yang lahir sebagai sebuah reaksi terhadap pendekatan didaktik seperti yang diprogramkan, koperatif tipe example non example menyatakan bahwa belajar adalah sebuah proses, konteks yang aktif membangun pengetahuan daripada mendapatkannya. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman pribadi dan hipotesis lingkungan. Pembelajar terus menguji hipotesis melalui negosiasi sosial. Setiap orang memiliki interpretasi yang berbeda dan konstruksi dari proses pengetahuan. Hidayat (2010 : 1) mengemukakan bahwa Teori koperatif tipe example non example pembelajaran akan memungkinkan anak-anak, pada usia dini atau usia yang terlambat, mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri untuk menganalisis dunia di sekitar mereka, menciptakan solusi atau dukungan untuk isu yang berkembang, dan kemudian membenarkan kata-kata mereka dan
27
tindakan, serta mendorong orang di sekitarnya mereka untuk melakukan hal yang sama dan menghormati perbedaan pendapat untuk kontribusi yang mereka dapat membuat seluruh situasi. Kelas aplikasi koperatif tipe example non example mendukung filosofi belajar yang membangun 'guru dan' hasil belajar siswa. Menurut teori Koperatif tipe example non example, akomodasi dalam proses pembelajaran sebgai proses reframing representasi mental seseorang tentang dunia luar agar sesuai pengalaman baru. Akomodasi dapat dipahami sebagai mekanisme yang menyebabkan kegagalan belajar: ketika kita bertindak berdasarkan harapan bahwa dunia bergerak dalam satu cara dan itu melanggar harapan kita, kita sering gagal, tapi dengan mengakomodasi pengalaman baru dan reframing model kita dari jalan dunia bekerja, kita belajar dari pengalaman kegagalan, atau kegagalan orang lain. Raihan (2008:8) mengemukakan bahwa upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan teknik koperatif tipe example non example dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran. b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP. c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar. d. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas. e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
28
f. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai. g. Kesimpulan. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa penerapan metode koperatif tipe example non example dalam pembelajaran sangat memerlukan peran serta guru untuk memfasilitasi berbagai kegiatan belajar, sehingga siswa dapat
mencapai hasil belajar dengan baik sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan. 2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian tentang penggunaan model koperatif dalam pembelajaran telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya: 1. Jumriaty. 2009 dalam skripsinya yang berjudul: Meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai materi gaya dan perubahannya pada siswa kelas VI pada mata pelajaran IPA melalui penggunaan model example non example di SDN 13 Manado. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif example non example mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai materi gaya dan perubahannya pada siswa kelas VI yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan kemampuan siswa setelah dilakukan penelitian melalui 2 siklus penelitian. Pada siklus I menunjukkan terdapat peningkatan hingga mencapai 65% kemampuan siswa jika dibandingkan hasil observasi awal. Selanjutnya pada siklus II terjadi peningkatan mencapai 85% dari keseluruhan jumlah siswa kelas VI DN 13 Manado mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam mata pelajaran IPA
29
khususnya pada materi dalam menguasai materi gaya dan perubahannya. Terkait dengan kondisi tersebut maka model pembelajaran koperatif kooperatif example non example dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa khususnya pada mata pelajaran IPA. 2. Lina Rahman Pitooy tahun 2012 dalam skripsinya yang berjudul meningkatkan kemampuan siswa dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA melalui penggunaan model koperatif jigsaw pada siswa kelas III SDN 2 Tikala Manado. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa penggunaan model koperatif jigsaw mampu meningkatkan hasil belajar siswa II SDN 2 Tikala Manado pada mata pelajaran IPA. Hal ini ditunjukkan dengan capaian hasil penelitian selama 2 siklus yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I 65% pada siklus II mengalami peningkatan hingga mencapai 85%. Terkait temuan tersebut maka disarankan untuk menggunakan model koperatif jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.
2.3 Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan yang diuji dalam penelitian ini adalah jika digunakan model koperatif tipe example non example maka hasil belajar siswa pada materi sumber daya alam di Kelas IV SDN 18 Pulubala Kabupaten Gorontalo dapat meningkat. 2.4 Indikator Kinerja
30
Indikator kinerja dalam penelitian ini adalah jika hasil belajar IPA pada materi sumber daya alam dapat ditingkatkan dari 10 siswa (33.33%) menjadi 25 siswa (83.33%) dari 30 siswa yang ada di Kelas IV SDN 18 Pulubala Kabupaten Gorontalo, dengan KKM rata-rata 75.