BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Teori Agensi Teori agensi merupakan salah satu cara untuk lebih memahami ekonomi informasi dengan memperluas satu individu menjadi dua individu yaitu agent dan principal. Didalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa atas nama principal dan memberi wewenang kepada agent untuk membuat keputusan terbaik bagi principal. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandungkan pemilik (pemegang saham). Oleh sebab itu, manajer mempunyai kewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi
seperti
laporan
keuangan
perusahaan.
Laporan
keuangan
dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk manajemen perusahaan. Namun yang paling berkepentingan dengan laporan keuangan adalah para pengguna eksternal (diluar manajemen) karena pengguna laporan keuangan diluar manajemen berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastian. Sedangkan para pengguna internal (manajemen perusahaan)
11
12
memiliki kontak langsung dengan perusahaan dan mengetahui peristiwa yang terjadi sehingga tingkat ketergantungan terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna eksternal. Situasi ini akan memicu timbulnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry), yaitu suatu kondisi dimana principal tidak memiliki informasi yang mencukupi mengenai kinerja agent dan tidak pernah merasa pasti bagaimana usaha agen memberikan kontribusi pada hasil akrual perusahaan. Salah satu elemen kunci dari teori agensi adalah bahwa principal dan agent memiliki preferensi atau tujuan yang berbeda dikarenakan semua individu bertindak atas kepentingan individu sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya tertarik kepada pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka di perusahaan tersebut, sedangkan para agent diasumsikan tidak hanya menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan akan tetapi juga dari tambahan yang terlibat dalam hubungan suatu agensi, seperti waktu luang yang banyak, kondisi kerja yang menarik, keanggotaan klub, dan jam kerja yang fleksibel. Dalam hubungan agensi terdapat tiga masalah utama yaitu pertama masalah pengendalian yang dilakukan oleh principal terhadap agent. Masalah pengendalian tersebut meliputi beberapa masalah pokok yaitu tindakan agent yang tidak bisa diamati oleh principal dan mekanisme pengendalian tersebut. Tanpa memantau kegiatan agent, hanya agent yang mengetahui apakah agent
13
bekerja atas kepentingan terbaik principal. Disamping itu, hanya agent yang mengetahui lebih banyak tentang tugas agent dibandingkan principal. Adanya tindakan agent yang tidak diketahui secara pasti oleh principal, memaksa principal melakukan pengendalian dengan mekanisme pengendalian agar kepentingan yang dapat berjalan sesuai yang diharapkan yaitu melalui monitoring dan kontrak insentif. Kedua adalah masalah biaya yang menyertai hubungan agensi. Munculnya perbedaan diantara principal dan agent menyebabkan munculnya biaya tambahan sebagai biaya agensi. Sebagai contoh biaya yang termasuk biaya agensi yaitu biaya kompensasi insentif yang berupa bonus dalam bentuk opsi saham, biaya monitoring (biaya audit) dan biaya kesempatan baru sehingga kehilangan peluang untuk memperoleh keuntungan. Masalah meminimalisasi
ketiga
adalah
tentang
bagaimana
biaya
agensi.
Principal
memiliki
menghindari kepentingan
dan untuk
memperkecil biaya agensi yang muncul. Usaha yang dapat dilakukan oleh principal untuk memperkecil biaya agensi karena tidak dapat dihilangkan sama sekali adalah dengan mencari manajer yang benar-benar dapat dipercaya dan mengetahui secara jelas kapabilitas dan personalitas. Kunci kerjasama dalam hubungan agensi adalah kepercayaan yang didasarkan pada informasi yang benar tentang agent. Usaha yang kedua adalah memperjelas kontrak insentif dengan skema kompensasi opsional sehingga memotivasi agent untuk bekerja
14
sesuai kepentingan principal dengan penghargaan yang wajar terhadap principal. Dalam pelaksanaan teori agensi mengharuskan agent memberikan informasi yang rinci dan relevan atas pendanaan biaya modal perusahaan. Pada kenyataan, tidak semudah itu principal memperoleh informasi yang dibutuhkan atau agent memberikan informasi tersebut kepada principal. Perbedaan kepentingan diantara kedua pihak menyebabkan agent memberikan atau menahan informasi yang diminta principal bila menguntungan bagi agent, walaupun sudah menjadi kewajiban bagi agent untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh principal.
2. Kondisi Keuangan Kondisi keuangan perusahaan adalah keadaan atas keuangan perusahaan selama periode waktu tertentu. Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan kinerja sebuah perusahaan. Media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba-rugi, ikhtisar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan. Manajemen dalam menjalankan perusahaan tidak jarang mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut biasanya ditandai dengan buruknya kondisi keuangan perusahaan yang berakibat tertanggungnya kelangsungan hidup perusahaan. Dewayanto (2011) menyatakan bahwa kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan secara utuh atas keuangan perusahaan selama
15
periode atau kurun waktu tertentu. Media yang dapat dipakai untuk menilai kondisi keuangan perusahaan adalah laporan keuangan yang laporan posisi keuangan.
Kondisi
keuangan
perusahaan
menggambarkan
kesehatan
perusahaan sesungguhnya (Ramadhany, 2004). Menurut Mc. Keown (1991) menjelaskan bahwa semakin memburuk atau terganggunya kondisi keuangan suatu perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern dan sebaliknya pada perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, auditor tidak pernah memberikan opini audit going concern. Kasus yang cukup menarik adalah kasus Bank Lippo, ditengah upaya pemulihan kepercayaan terhadap dunia perbankan dan perekonominan nasional, kita dikejutkan oleh skandal keuangan yang dilakukan Bank Lippo Tbk. Salah satu bank peserta rekapitalisasi itu memberikan laporan keuangan berbeda ke public dan manajemen BEJ. Dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke public pada 28 November 2002 disebutkan total aktiva perseroan Rp 24 triliun dan laba bersih Rp 98 miliar. Namun dalam laporan BEJ pada 27 Desember 2002 total aktiva perusahaan berubah menjadi Rp 22,8 triliu (turun Rp 1,2 triliun) dan perusahaan merugi bersih Rp 1,3 triliun. Altman dan McGough (1974) menemukan bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model prediksi dapat mencapai tingkat keakuratan 82% dan menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan kemampuan
16
perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hasil beberapa penelitian seperti yang dilakukan Fanny dan Saputra (2005) dan penelitian Santoso dan Wedari (2007) menyatakan bahwa penggunaan model prediksi kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman mempengaruhi ketetapan dalam pemberian opini audit going concern. Oleh karena itu model revised Edward I. Altman banyak digunakan oleh para peneliti, praktisi, dan akademis di bidang akuntansi dibandingkan dengan model prediksi kebangkrutan lainnya. Berdasarkan perkembangannya terdapat model Z Score terlebih dahulu dengan formula sebagai berikut : Z = 1.2Z1 + 1.4Z2 + 3.3Z3 + 0.6Z4 + 0.999Z5 Dimana : Z1
= Working capital/total asset
Z2
= Retained earning/total asset
Z3
= Earning before interest and taxes/total asset
Z4
= Market value of equity/ book value of debt
Z5
= Sales/total asset Model Z Score ini hanya dapat diaplikasikan pada perusahaan
manufaktur yang go public. Altman mengembangkan model ini dengan melakukan suatu revisi agar model prediksi kebangkrutan dapat diaplikasikan baik pada perusahaan manufaktur yang go public dan perusahaan-perusahaan di sektor swasta serta menggantikan market value of equity dengan book value of equity (Z4). Model Revised Altman Z Score diformulakan sebagai berikut :
17
Z’ = 0.717Z1 + 0.847Z2 + 3.107Z3 + 0.420Z4 + 0.998Z5 Dimana : Z1
= Working capital/total asset
Z2
= Retained earning/total asset
Z3
= Earning before interest and taxes/ total asset
Z4
= Book value of equity/book value of debt
Z5
= Sales/total asset Z Score yang dikembangkan Altman ini dapat digunakan untuk
menentukan kecenderungan kebangkrutan dan juga dapat digunakan sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan perusahaan serta sebagai alat analisis tanpa memperhatikan bagaimana ukuran perusahaan (Astuti, 2012). Sebuah perusahaan dianggap sangat makmur, namun jika Z Score mulai turun dengan tajam, maka mengindikasikan adanya bahaya akan kebangkrutan. Atau, jika perusahaan baru saja survive, Z score bisa digunakan sebagai alat bantu dalam melihat dampak yang telah diperhitungkan dari perubahan upaya-upaya manajemen perusahaan. Berikut definisi kelima rasio yang digunakan Altman, yaitu: 1. Z1 = Net Working Capital to Total Assets Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Rasio ini dihitung dengan membagi modal kerja bersih dengan total aktiva. Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar. Modal kerja
18
bersih yang negative kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut. Sebaliknya, perusahaan dengan modal kerja bersih yang bernilai positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya. 2. Z2 = Retained Earning to Total Assets Rasio ini menunjukkan adanya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Laba ditahan menunjukkan klaim terhadap aktiva, bukan aktiva per ekuitas pemegang saham. Laba ditahan terjadi karena pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba yang tidak didistribusikan sebagai dividen. Oleh karena itu laba ditahan yang dilaporkan dalam neraca bukan merupakan kas dan tidak tersedia untuk pembayaran dividen atau yang lain. 3. Z3 = Earning Before Interest and Tax to Total Assets Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktivitas perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak. 4. Z4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibankewajiban dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar ekuitas
19
sendiri diperoleh dengan mengkalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar dengan harga pasar per lembar pasar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang. 5. Z5 = Sales to Total Assets Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup dibandingkan investasi dalam total aktivanya. Rasio ini mencerminkan efisiensi manajemen dalam menggunakan keseluruhan aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba. Penelitian yang dilakukan Altman menunjukkan nilai tertentu pada perusahaan yang bangkrut atau tidak bangkrut. Kriteria yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan model diskiminan adalah dengan melihat zone of ignorance yaitu daerah nilai Z, dikategorikan sebagai berikut : Tabel 2.1 Tabel Zone of Ignurance Z Score Kriteria titik cut off Model Z Score
Nilai Z
Tidak bangkrut/sehat jika Z lebih dari (>)
2, 99
Daerah rawan bangkrut (grey area)
1,81-2,99
Bangkrut jika Z kurang dari (<)
1,81
Berdasarkan tabel diatas dapat dianalisis bahwa apabila Z score dari suatu perusahaan yang diteliti menunjukkan angka lebih besar dari (>) 2,99
20
maka perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai perusahaan sehat atau perusahaan bebas dari masalah kebangkrutan (non bankrupt company) dan jika perusahaan yang diteliti menunjukkan nilai Z Score kurang dari (<) 1,88 maka perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang berisiko tinggi
terhadap
kebangkrutan.
Sedangkan
jika
perusahaan
tersebut
menunjukkan nilai Z score diantara 1,81 sampai 2,99 maka perusahaan tersebut dapat dikatakan masih memiliki resiko kebangkrutan.
3. Pertumbuhan Perusahaan Pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu indikasi mengenai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup usahanya (going concern). Pada penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Menurut Wetson dan Copeland (1992) dalam Setyarno et al (2006) rasio ini mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Perusahaan dengan pertumbuhan yang baik akan mampu meningkatkan volume penjualannya tiap tahunnya sehingga akan menghasilkan laba tinggi. Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi (Weston dan Brigham, 1993) dalam Putrady (2014). Perusahaan yang mengalami pertumbuhan akan menunjukkan aktivitas operasional
berjalan
dengan
semestinya
sehingga
perusahaan
dapat
mempertahankan posisi ekonomi dan kelangsungan hidupnya (Rahman dan
21
Siregar, 2012). Oleh karena itu diasumsikan bahwa penjualan merupakan kegiatan operasi utama perusahaan, karena perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan negative akan berpotensi besar dalam mengalami penurunan laba. Hal tersebut didukung dengan pernyataanSetyarno et al. (2006) bahwa semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan perusahaan akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. Altman (1986) dan Petronela (2004) mengemukakan bahwa perusahaan dengan negative growth mengindikasikan perusahaan tersebut cenderung lebih besar kearah kebangkrutan sehingga perusahaan yang laba tidak akan mengalami kebangkrutan. Karena kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor dalam memberikan opini audit going concern. Oleh karena itu perusahaan yang mengalami pertumbuhan penjualan perusahaan yang negatif maka kemungkinan untuk menerima opini audit going concernakan tinggi. Kasus yang terjadi adalah kasus bank yang dilikuidasi setelah sebelumnya menerima pendapat wajar tanpa pengecualian. Pada awal tahun 1990, Bank Suma dilikuidasi. Selanjutnya terdapat 16 Bank yang telah dilikuidasi pemerintah per 1 November 1997, Bank Prasidha Utama dan Bank Ratu dilukuidasi tahun 2000, Unibank pada tahun 2001, Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali pada tahun 2004, serta Bank Global Internasional pada tahun 2005. .
22
4. Opini Audit Tahun Sebelumnya Tujuan utama audit atas laporan keuangan adalan untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien disajikan secara wajar, semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan
audit
adalan
alat
formal
yang
digunakan
auditor
dalam
mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Auditor adalah salah satu pihak yang memegang peranan penting untuk tercapainya laporan keuangan yang berkualitas di pasar modal. Auditor bertugas memberikan assurance terhadap kewajaran laporan keuangan yang disusun dan diterbitkan oleh manajemen perusahaab. Assurance terhadap laporan keuangan tersebut, diberikan auditor melalui opini auditor (Hilmi dan Ali 2008 dalam Sari 2012). Opini audit tahun sebelumnya akan dijadikan pertimbangan dalam memutuskan opini tahun berjalan.
5. Opini Audit Opini Audit merupakan bagian dari laporan audit atas laporan keuangan perusahaan. Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia (SPAP seksi 110 tahun 2011). Auditor harus mengumpulkan bukti-bukti kewajaran informasi dalam laporan perusahaan dengan memeriksa catatan akuntansi yang
23
mendukung laporan audit. Laporan audit yang mencakup paragraf, kalimat, frasa dan kata yang digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pemakai laporan. Auditor menyatakan pendapatnya tentang kewajaran suatu laporan keuangan perusahaan dalam sebuah laporan. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yakni laporan audit bentuk baku. Laporan audit terdiri dari tiga paragraf, antara lain : paragraf pembukaan (opening paragraph), paragraf lingkup (scope paragraph) dan paragraf pendapat (opinion paragraph). Paragraf pembukaan (opening paragraph) mengidentifikasikan laporan keuangan yang telah diaudit dan menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen entitas. Dalam paragraf ruang lingkup (scope paragraph), auditor menguraikan sifat eksplisit audit dan secara eksplisit menyatakan bahwa audit yang dilakukan telah memberikan dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Dan dalam paragraf pendapat (opinion paragraph), auditor mengkomunikasikan hasil audit. Opini yang diberikan auditor merupakan pernyataan mengenai kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha dan arus kas entitas tertentu apakah telah sesuai dengan Standar Akuntansi di Indonesia (SPAP, 2011). Opini audit tersebut dinyatakan dalam tipe pendapat yang dinyatakan auditor dalam setiap keadaan. Opini Audit terdiri atas 5 jenis (SPAP, 2011) yaitu : 1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
24
Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut ini terpenuhi : a. Semua laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan. b. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh auditor. c. Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan. d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia dan tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah paragraph penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit. 2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Language ) Dalam keadaan tertentu mungkin memerlukan pendapat wajar dengan pengecualian. Arren, et al (1993) menyatakan bahwa laporan wajar tanpa pengeculian dengan bahasa penjelas atau modifikasi perkataan memenuhi kriteria suatu proses audit yang lengkap dengan hasil memuaskan dan laporan
25
keuangan disajikan secara wajar, tetapi auditor merasa perlu untuk memberikan sejumlah informasi tambahan. Berikut ini adalah keadaan yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelas atau bahasa penjelasan lain dalam laporan auditor bentuk baku adalah (SPAP, 2011) : a. Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain. b. Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaankeadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia. c. Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai. d. Diantara periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya. e. Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan keuangan komparatif. f. Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak di-review. g. Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia- Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut, dan
26
auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut atau auditor tidak dapat menghilangkan keragu-raguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut. h. Informasi lain dalam suatu dokumen berisi laporan keuangan auditan secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Selain itu auditor dapat menambahkan paragraf penjelas untuk menekankan suatu hal tentang laporan keuangan. 3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila perusahaan menyajikan secara wajar laporan keuangan, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas dalam semua hal yang material sesuai dengan, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat ini dinyatakan apabila : a. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat. b. Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari Standar Akuntansi di Indonesia, yang berdampak material dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.
27
Jika auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian, ia harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan dalam satu atau lebih paragraf terpisah yang dicantumkan bahasa pengecualian yang sesuai dan menunjuk ke paragraf penjelasan didalam paragraf pendapat. Pendapat wajar dengan pengecualian harus berisi kata “kecuali” atau “pengecualian” dalam suatu frasa seperti “kecuali untuk” atau “dengan pengecualian untuk”. Frasa seperti “tergantung atas” atau “dengan penjelasan berikut ini” memiliki makna tidak jelas atau tidak cukup kuat dan oleh karena itu pemakainya harus dihindari. Karena catatan atas laporan keuangan merupakan bagian laporan keuangan auditan, kata-kata seperti “disajikan secara wajar, dengan semua hal yang material, jika dibaca sehubungan dengan catatan 1” mempunyai kemungkinan untuk disalah tafsirkan dan oleh karena itu pemakainya dihindari. 4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) Pendapat ini dinyatakan bila, menurut pertimbangan auditor, laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Bila auditor menyatakan pendapat tidak wajar, ia harus menjelaskan dalam paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat dalam laporannya (a) semua alasan yang mendukung pendapat tidak wajar dan (b) dampak utama hal yang menyebabkan pemberian pendapat tidak wajar terhadap posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas, jika secara praktis untuk dilaksanakan. Jika dampak tersebut tidak dapat ditentukan secara beralasan, laporan auditor harus menyatakan hal itu.
28
5. Pernyataan yang Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion) Auditor dapat tidak menyatakan suatu pendapat bilamana ia tidak dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Jika auditor tidak memberikan pendapat, laporan auditor harus memberikan semua alasan subtantif yang mendukung pernyataan tersebut. Pernyataan tidak memberikan pendapat harus tidak diberikan karena auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa terdapat penyimpangan material dari Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Jika pernyataan tidak memberikan pendapat disebabkan pembatasan lingkup audit, auditor harus menunkukkan dalam paragraf terpisah semua alasan substantive yang mendukung pernyataan tersebut. Ia harus menyatakan bahwa lingkup auditnya tidak memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Auditor tidak harus menunjukkan prosedur yang dilaksanakan dan tidak harus menjelaskan karakteristik auditnya dalam suatu paragraf.
6. Opini Audit Going Concern Going concern adalah salah satu konsep yang paling penting yang mendasari pelaporan keuangan. Auditor mempunyai tanggung jawab untuk menilai kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaannya. Mengacu pada Statement On Auditing Standar No.59 (AICPA, 1998), auditor harus memutuskan apakah mereka yakin bahwa perusahaan klien akan bisa bertahan
29
di masa yang akan datang. Auditor harus memberikan opini audit going concern jika menemukan adanya keraguan terhadap kemampuan perusahaan melanjutkan usahanya. Auditor harus mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu tertentu dengan cara sebagai berikut (SPAP, 2011) : 1. Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan dalam perencanaan, pengumpulan bukti audit untuk berbagai tujuan audit, dan penyelesaian auditnya, dapat mengidentifikasi keadaaan atau peristiwa yang secara keseluruhan menunjukkan adanya kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Mungkin diperlukan untuk memperoleh informasi tambahan mengenai kondisi dan peristiwa beserta bukti-bukti yang mendukung informasi yang dapat mengurangi kesangsian auditor. 2. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, maka ia harus : 1. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditunjukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut, dan 2. Menentukan kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan.
30
3. Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, ia mengambil kesimpulan apakah ia masih memiliki kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Apabila setelah mempertimbangkan dampak dan kondisi dan peristiwa, auditor tidak menyaksikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas maka auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Dalam hal satuan usaha tidak memiliki rencana manajemen atau auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen entitas tidak dapat secara efektif mengurangi dampak negatif kondisi atau peristiwa tersebut, maka auditor menyatakan tidak memberi pendapat. Auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang jika dipertimbangkan secara keseluruhan akan menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Berikut adalah kondisi dan peristiwa tersebut (SA Seksi 341) : a. Trend negatif. Sebagai contoh : kerugian operasi yang berulangkali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang jelek. b. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan. Contoh : kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran deviden, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan
31
permintaan pembelian kredit biasa, rektrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar asset. c. Masalah intern. Contoh : pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi. Masalah luar yang telah terjadi. Contoh : pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi ; kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.
32
B.Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Peneliti (tahun)
Alat Analisis
Variabel Dependen
Hasil Penelitian
Independen
Gea Cherlita Regresi logistik Putrady (2014)
Penerimaan opini audit going concern
Kondisi keuangan, Debt default, Pertumbuhan perusahaan, Auditor client tenure, Opinion shopping, Audit lag, Disclosure.
Kondisi keuangan, debt default, dan disclosure memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan variabel pertumbuhan perusahaan, auditor client tenure, opinion shopping, dan audit lag tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
Abdul Rahman Regresi logistik & Baldric Siregar (2012
Penerimaan opini audit going concern
Kualitas audit, Kondisi keuangan perusahaan, Pertumbuhan perusahaan, Opini audit tahun sebelumnya, Ukuran perusahaan dan Debt to equity ratio.
Pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya dan debt to equity ratio berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh.
33
Irtani Retno Regresi logistik Astuti (2012)
Penerimaan opini audit going concern
Kondisi keuangan, Debt default, Reputasi auditor, Opinion shopping, Disclosure, Audit lag
Totok Dewayanto (2012)
Regresi logistik
Penerimaan opini audit going concern
Andi Kartika Regresi logistik (2012)
Penerimaan opini going concern
Indira Januarti Regresi logistik (2009)
Penerimaan opini audit going concern
Kondisi keuangan, Ukuran perusahaan, Opini audit tahun sebelumnya, Auditor client tenure, Opinion shopping, Reputasi auditor. Kondisi keuangan, Kualitas audit, Opini audit tahun sebelumnya, Pertumbuhan perusahaan, Opinion shopping. Kondisi keuangan, Debt default, Ukuran perusahaan, Audit lag, Opini audit
Debt default, reputasi auditor, audit lag mempengaruhi penerimaan opini audit going concern, sedangkan kondisi keuangan, opinion shopping dan disclosure tidak mempengaruhi penerimaan opini audit going concern. Kondisi keuangan dan opini audit sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan ukuran perusahaan, auditor client tenure, opinion shopping, dan reputasi auditor tidak mempengaruhi penerimaan opini audit going concern. Kondisi keuangan, kualitas audit, dan opinion shopping tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern sedangkan opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Variabel signifikan: kondisi keuangan, debt default, ukuran perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, kualitas audit, auditor client tenure. Variabel
34
tahun sebelumnya, Auditor client tenure, Kualitas audit, Opinion shopping, Kepemilikan manajerial dan institusional.
tidak signifikan: audit lag, opinion shopping, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.
35
C. Rerangka Pemikiran Penilitian ini berusaha menguji pengaruh kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya terhadap opini audit going concern. Rerangka Pemikiran yang diajukan sebagai berikut :
Gambar 2.3 Model Pemikiran Variabel Independen
Variabel Dependen
Kondisi Keuangan
Pertumbuhan Perusahaan
Opini Audit Tahun Sebelumnya
Opini Audit Going Concern
36
D. Hipotesis Variabel independen dalam penelitian ini adalah Kondisi Keuangan, Pertumbuhan Perusahaan dan Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap variabel dependennya yaitu Opini Audit Going Concern. 1. Pengaruh Kondisi Keuangan terhadap Opini Audit Going Concern Perusahaan yang mempunyai kondisi keuangan yang baik maka auditor tidak akan mengeluarkan opini audit going concern (Ramdhany, 2004). Krishnan (1996) dalam Setyarno (2006) menyatakan bahwa auditor lebih cenderung untuk mengeluarkan opini audit going concern ketika kemungkinan kebangkrutan berada di atas 28 persen dengan menggunakan model prediksi Zmijeski. Carcello dan Neal (2000) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa semakin kondisi keuangan perusahaan terganggu atau memburuk maka akan semakin besar perusahaan menerima opini audit going concern. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Kondisi Keuangan perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern 2. Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern Dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Rasio ini mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992) dalam Setyarno dkk (2006). Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee.
37
Auditee yang mempunyai rasio pertumbuhan penjualan yang posisi ekonominya dan lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Penjualan yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberikan peluang auditee untuk memperoleh peningkatan laba. Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan auditee, akan semakin kecil auditor untuk menerbitkan opini audit going concern (Kartika, 2012). Maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2 : Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh terhadap Opini Audit Going Concern 3. Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap Opini Audit Going Concern Carcello dan Neal (2000) dalam Ramdhany (2004) memperkuat bukti mengenai opini audit going concern yang diterima tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Ada hubungan positif yang signifikan antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit going concern maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. Karena adanya perbedaan kepentingan antara agen dan principal memungkinkan adanya ketakutan pada pihak agen untuk mengungkapkan informasi yang tidak diharapkan oleh pemilik sehingga ada kecenderungan untuk memanipulasi laporan keuangan, maka dibutuhkan pihak ketiga yang independen dalam hal ini adalah akuntan publik. Adapun kaitan antara opini tahun sebelumnya dengan teori agency adalah adanya perbedaan tujuan agen dan principal memungkinkan adanya ketidakjujuran dalam
38
menyampaikan laporan keuangan, dan ini akan berlangsung pada tahun berikutnya. Dalam kaitannya dengan penerimaan opini audit going cocern, agen bertanggung jawab secara moral terhadap kelangsungan hidup perusahaan yang dipimpinnya. Jika suatu perusahaan menerima opini audit going cocern maka akan cenderung untuk mengganti auditor dengan harapan menerima opini yang berbeda (unqualified opinion) sehingga berdampak pada audit delay. Akan tetapi jika suatu perusahaan menerima opini going concern pada tahun tertentu akan semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan opini yang sama pada tahun berikutnya meskipun sudah mengganti auditor dalam hal ini terjadi karena kegiatan usaha pada tahun berikutnya berdasar pada kegiatan usaha pada tahun sebelumnya. H3 : Opini Audit Tahun Sebelumnya berpengaruh terhadap Opini Audit Going Concern