BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Teori Agensi Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Hubungan agensi adalah sebuah kontrak kerja sama antara manajemen sebagai pihak agen dan stakeholders serta shareholders sebagai prinsipal. Dalam hubungan keagenan dimungkinkan terjadinya konflik antara prinsipal dan agen. Konflik dapat disebabkan karena agen tidak bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal sehingga memicu timbulnya biaya keagenan. Sebagai
agen,
manajer
secara
moral
bertanggung
jawab
untuk
mengoptimalkan keuntungan para pemilik dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan di mana masing-masing pihak berusaha mencapai tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Nahda dan Harjito, 2011). Prinsipal memiliki kepentingan untuk mendapatkan laba yang maksimal sedangkan agen memiliki kepentingan untuk memaksimalkan kebutuhan ekonomi.
12
Penyebab timbulnya konflik antara prinsipal dan agen selain adanya perbedaan kepentingan, juga dikarenakan perbedaan informasi yang dimiliki oleh kedua pihak tersebut. Agen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak mengenai kinerja dan keadaan perusahaan secara keseluruhan bila dibandingkan dengan prinsipal. Manajer akan berusaha melakukan hal tersebut untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya tanpa persetujuan pemilik atau pemegang saham (Aini, 2011). Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi (Megawati, 2009). Konflik keagenan menyebabkan penurunan nilai perusahaan. Penurunan nilai perusahaan akan mempengaruhi kekayaan dari pemegang saham sehingga pemegang saham akan melakukan tindak pengawasan terhadap perilaku manajemen (Megawati, 2009). Konflik kepentingan antara prinsipal dan agen akan menimbulkan biaya keagenan (agency cost). Corporate governance merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah biaya keagenan. Menurut Hadi (2007), konflik kepentingan antara agen dan pemilik dapat dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang dapat menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di dalam perusahaan dengan menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Corporate governance berkembang dengan bertumpu pada teori keagenan di mana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada
13
berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. GCG dianggap mampu mengurangi masalah keagenan karena dengan adanya pengawasan maka perilaku oportunis manajer dan kecenderungan untuk menyembunyikan informasi demi keuntungan pribadi dapat dikurangi dan dapat mengarah pada peningkatan pengungkapan perusahaan (Aini, 2011). 2.1.2.Corporate Social Responsibility atau Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan Pada umumnya, Corporate Social Responsibility atau dikenal dengan tanggung jawab sosial perusahaan memiliki definisi yang beragam. The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam Nahda dan Harjito (2011) mendefinisikan Corporate Social Responsibility sebagai suatu komitmen perusahaan secara penuh dan berkesinambungan untuk menjalankan bisnisnya sesuai dengan etika dan tanggung jawab sosial yang ada, serta ikut berperan dalam pembangunan ekonomi dengan meningkatkan kesejahteraan para karyawan, komunitas setempat, ataupun masyarakat umum. Johnson and Johnson (dalam Hadi, 2011) mendefinisikan Corporate Social Responsibility sebagai berikut: “Corporate Social Responsibility (CSR) is about how companies manage the business prosesses to produce on averal positive impact on society”. Definisi tersebut pada dasarnya berangkat dari filosofi bagaimana cara mengelola perusahaan baik sebagian maupun secara keseluruhan sehingga dapat memberikan dampak positif bagi dirinya dan lingkungan. Dengan demikian, suatu perusahaan harus mampu mengelola perusahaannya dengan baik
14
sehingga mampu menghasilkan produk yang berorientasi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Menurut Boone dan Kurtz (dalam Harmoni dan Ade, 2008), pengertian tanggung jawab sosial (social responsibility) secara umum adalah dukungan manajemen terhadap kewajiban untuk mempertimbangkan laba, kepuasan pelanggan dan kesejahteraan masyarakat secara setara dalam mengevaluasi kinerja perusahaan. Dari beragam pendapat yang ada mengenai definisi CSR, dapat dijelaskan secara garis besar bahwa CSR merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban
perusahaan
yang
diarahkan
untuk
meningkatkan
perekonomian masyarakat yang beriringan dengan peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas. Selain itu, secara esensial CSR menekankan pada bagaimana wujud kegiatan perekonomian yang berkelanjutan, di mana selain berorientasi pada kegiatan ekonomi, perusahaan juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan demi keberlangsungan hidup perusahaan. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia merupakan bagian dari pengungkapan wajib (mandatory disclosure). Pentingnya perusahaan untuk menyelenggarakan CSR diatur dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang tertuang dalam Pasal 74. Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi (ACCA, 2004 dalam Anggraini, 2006). Sustainability report harus menjadi dokumen strategik yang
15
berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor industrinya (Permanasari, 2010). Untuk mengukur pengungkapan CSR digunakan indeks pengungkapan tanggung jawab sosial menurut GRI (Global Reporting Initiatives) karena GRI telah diterima secara global sebagai suatu standar untuk mengungkapkan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. GRI adalah sebuah jaringan berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka laporan berkelanjutan dan berkomitmen untuk terusmenerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia (Purnasiwi, 2011). GRI membantu perusahaan untuk memutuskan apa yang akan diungkapkan dan bagaimana mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial perusahaan. 2.1.3. Nilai Perusahaan Nilai perusahaan menggambarkan seberapa baik dan buruknya kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola kekayaannya. Nurlela dan Islahuddin (2008) mendefinisikan nilai perusahaan sebagai nilai pasar, karena nilai pasar perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Dalam menjalankan usahanya, tujuan utama yang ingin dicapai perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan. Tujuan tersebut dipergunakan karena dengan memaksimumkan nilai perusahaan maka pemilik perusahaan akan menjadi lebih makmur atau menjadi semakin kaya (Husnan, 2000:7). Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi kemakmuran pemegang saham.
16
Samuel (2000) dalam Nurlela dan Islahuddin (2008) menjelaskan bahwa Enterprise Value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan Wahyudi (2005) dalam Nurlela dan Islahuddin (2008) menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli andai perusahaan tersebut dijual. Menurut Herawati (2008:7), salah satu alternatif dalam menilai nilai perusahaan adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Menurut Gordon and Sharpe dalam Sriwardany (2006:26), Tobin’s Q mencerminkan harga atau nilai suatu perusahaan di pasar. Harga saham ditunjukan dengan nilai kapitalisasi pasar yang merupakan nilai pasar agregat suatu perusahaan yang dihitung dari harga pasar saham hari ini dikalikan jumlah saham yang beredar hari ini. Untuk perusahaan yang go public, perusahaan dapat dilihat dari nilai pasar saham di pasar modal ditambah dengan nilai pasar utangnya. Harga saham semakin tinggi pada saat perusahaan memiliki banyak kesempatan untuk berinvestasi, mengingat hal tersebut berarti dapat meningkatkan pendapatan pemegang saham. Tobin’s Q memberikan informasi paling baik karena Tobin’s Q memasukkan semua unsur utang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan, namun seluruh aset perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja, yaitu investor dalam bentuk saham, namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitas saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur. Brealey dan
17
Myers (2000) dalam Sukamulja (2004) menyebutkan bahwa perusahaan dengan Tobin’s Q yang tinggi biasanya memiliki brand image yang sangat kuat. Perusahaan sebagai entitas ekonomi tidak hanya menggunakan ekuitas dalam mendanai kegiatan operasionalnya, namun juga dari sumber lain seperti utang, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Oleh karena itu, penilaian yang dibutuhkan perusahaan tidak hanya dari investor saja, namun juga dari kreditur. Semakin besar pinjaman yang diberikan oleh kreditur, menunjukkan bahwa semakin tinggi kepercayaan yang diberikan. Hal ini menunjukkan perusahaan memiliki nilai perusahaan yang lebih besar. Nilai Tobin’s Q di atas satu menunjukkan bahwa investasi dalam aset menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi. Hal ini akan merangsang investasi baru. Jika Tobin’s Q di bawah satu, investasi dalam aset tidak menarik. Tobin’s Q merupakan ukuran yang lebih teliti tentang seberapa efektif manajemen memanfaatkan sumber-sumber daya ekonomis dalam kekuasaannya. 2.1.4. Corporate Governance Untuk menciptakan nilai tambah bagi pihak-pihak yang berkepentingan, perusahaan perlu melaksanakan tata kelola perusahaan atau Corporate Governance (CG). Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan Corporate Governance sebagai serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders). FCGI juga mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk
18
memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Hidayah (2008) menjelaskan penerapan prinsip GCG dengan dukungan regulasi yang memadai akan mencegah berbagai bentuk ketidakjujuran dalam financial disclosure yang merugikan para stakeholder, seperti ekspektasi yang jauh melampaui kinerja perusahaan yang sesungguhnya. GCG mengontrol perusahaan untuk bertindak bagi kepentingan seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas. Penerapan GCG mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan, dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Manfaat dari penerapan corporate governance dapat diketahui dari harga saham perusahaan yang bersedia dibayar oleh investor (Rustiarini, 2010). Hal tersebut disebabkan perusahaan yang menerapkan GCG lebih dipercaya oleh para investor dan kreditor sehingga lebih likuid dan harga saham pun akan semakin meningkat. Seperti yang diungkapkan dalam penelitian Silveira dan Barros (2007) yang menunjukkan pengaruh kualitas CG yang positif dan signifikan terhadap nilai pasar perusahaan. Corporate Governance Perception Index (CGPI) merupakan program riset dan pemeringkatan penerapan GCG di Indonesia. CGPI adalah salah satu inisiatif mendorong penegakan GCG di Indonesia melalui penilaian penerapan GCG yang menuntut perusahaan terus mengembangkan dan memperbaiki kualitas CG dari berbagai perspektif secara berkelanjutan. Bagi perusahaan yang telah diwajibkan menerapkan GCG maupun yang telah menjadi kebutuhan terhadap GCG,
19
mengikuti CGPI merupakan salah satu upaya untuk melakukan evaluasi dan mengukur kualitas penerapan GCG selain manfaat lain yang dapat diperoleh dalam mengikuti CGPI. GCG dapat diukur dengan menggunakan skor CGPI yang dipublikasikan oleh IICG (The Indonesian Institute of Corporate Governance). Indeks yang digunakan untuk memberikan skor berupa angka mulai dari 0 sampai 100. Jika perusahaan memiliki skor mendekati atau mencapai nilai 100, maka perusahaan tersebut semakin baik dalam menerapkan CG. Skor CGPI diterbitkan di majalah SWA Edisi 26/XXVI/9, 27/XXVII, dan 27/XXVIII. Adapun penilaian CGPI meliputi empat tahap, yaitu: 1) Self Assessment Pada tahap ini perusahaan diminta mengisi kuesioner self assessment seputar penerapan konsep CG di perusahaannya. Tahapan ini melibatkan seluruh organ dan anggota perusahaan serta para pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholders) dalam memberikan tanggapan terhadap implementasi GCG di perusahaan. 2) Kelengkapan Dokumen Kelengkapan dokumen mempersyaratkan pemenuhan dokumen terkait penerapan GCG dan praktik bisnis yang beretika serta kelengkapan sistem yang berlaku di perusahaan. 3) Penyusunan Makalah dan Presentasi Pada tahap ini perusahaan diminta untuk membuat penjelasan tentang kebijakan dan kebijakan perusahaan terkait GCG dalam bentuk makalah dengan memperhatikan sistematika penyusunan yang telah ditentukan.
20
4) Observasi Tahap klarifikasi dan konfirmasi data dan informasi seputar penilaian melalui diskusi dan kunjungan ke perusahaan. Diskusi observasi melibatkan dewan komisaris, direksi, dan pimpinan manajerial perusahaan. 2.2. Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Gunawan dan Utami (2008) melakukan penelitian untuk menganalisis pengaruh tanggung jawab sosial terhadap nilai perusahaan, dengan menggunakan dua variabel moderasi, yaitu persentase pengelolaan kepemilikan dan pengelolaan jenis industri. Penelitian ini menggunakan sampel yang terdiri dari 131 perusahaan yang terdaftar di Bursa Saham Indonesia periode 2005 dan 2006 dengan menggunakan metode purposive sampling dan pengujian hipotesa dengan menggunakan Simple Regression Analysis serta Moderated Regression Analysis (MRA). Hasil dari penelitian ini adalah pertama CSR, presentase kepemilikan manajemen, tipe industri, dan variabel-variabel yang berinteraksi dalam penelitian ini memiliki implikasi pada nilai perusahaan secara simultan, kedua bahwa CSR memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan, serta yang ketiga adalah persentase kepemilikan manajemen dan jenis industri tidak berperan sebagai variabel moderasi dalam hubungan antara CSR dan nilai perusahaan. Rossi (2009) menganalisis dampak kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) terhadap nilai perusahaan pada perusahaan non-keuangan yang terdapat di Brasil tahun 2005-2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan tanggung jawab sosial perusahaan dapat meningkatkan nilai
21
perusahaan. Perusahaan memperoleh keuntungan yang signifikan dengan mengadopsi kebijakan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial. Surocca et al. (2009) menyelidiki efek sumber daya tidak berwujud perusahaan dalam memediasi hubungan antara tanggung jawab perusahaan dan kinerja keuangan. Penelitian ini menggunakan data 599 perusahaan dari 28 negara. Hasilnya, tidak ada hubungan langsung antara tanggung jawab perusahaan dan kinerja keuangan, serta terdapat hubungan tidak langsung yang diakibatkan efek mediasi dari sumber daya tak berwujud perusahaan. Rustiarini (2010) meneliti tentang pengaruh CSR dan corporate governance terhadap nilai perusahaan, di mana variabel corporate governance diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit. Selain itu, penelitian ini juga mengungkapkan pengaruh corporate governance pada hubungan CSR dengan nilai perusahaan. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sampai tahun 2008. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, diperoleh sampel sebanyak 40 perusahaan. Teknik analisis data yang digunakan, yaitu analisis faktor dan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengungkapan CSR dan corporate governance berpengaruh terhadap nilai perusahaan, serta corporate governance merupakan variabel pemoderasi pada hubungan pengungkapan CSR dengan nilai perusahaan. Jo dan Harjoto (2011) meneliti efek dari penerapan tata kelola perusahaan internal dan eksternal, pemantauan terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan nilai perusahaan. Data yang digunakan, yaitu database
22
statistik dari Kinder, Lydenberg, dan Domini (KLD). Dari data statistik tersebut, terdapat 3000 perusahaan yang mengandung berbagai karakteristik CSR. KLD ini memuat kriteria penilaian sosial yang menyeluruh dan mengandung peringkat kepedulian perusahaan terhadap masyarakat, keragaman, hubungan dengan karyawan, lingkungan, dan produk. Hasil penelitian ini menunjukkan CSR secara positif berpengaruh terhadap corporate governance. Keterlibatan CSR juga berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Namun, keberadaan corporate governance ternyata memperlemah pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan. Nahda
dan
Harjito
(2011)
menguji
pengaruh
Corporate
Social
Responsibility terhadap nilai perusahaan dengan Corporate Governance sebagai variabel moderasi. GCG sebagai variabel moderasi diukur dengan menggunakan instrumen yang telah dikembangkan oleh IICG. Penelitian tersebut menggunakan 22 sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 20052009, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa Corporate Social Responsibility secara signifikan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan Good Corporate Governance sebagai variabel moderating secara signifikan berpengaruh terhadap hubungan CSR dan nilai perusahaan. Mosaid dan Boutti (2012) melakukan penelitian untuk membuktikan hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA dan ROE. Penelitian tersebut dilakukan terhadap 8 Bank Syariah selama tahun 2009 dan 2010. Hasilnya menyatakan bahwa bank Syariah yang diteliti masih
23
belum memberikan informasi yang memuaskan terkait dengan CSR. Di sisi lain, hasil model regresi membantah adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara CSR terhadap ROA. Retno dan Denies pada tahun 2012 meneliti pengaruh Good Corporate Governance dan pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap nilai perusahaan. GCG dan pengungkapan CSR berperan sebagai variabel independen, sementara
nilai
perusahaan
sebagai
variabel
dependen.
Penelitian
ini
menggunakan variabel kontrol, yaitu size, jenis industri, profitabilitas, dan leverage untuk mencegah adanya hasil perhitungan bias. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2007-2010. Sampel dipilih melalui metode purposive sampling, dengan teknik analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu GCG berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, pengungkapan CSR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, serta GCG dan pengungkapan CSR berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Mwangi dan Oyenje pada tahun 2013 melakukan penelitian tentang hubungan antara kinerja keuangan dan praktik CSR pada perusahaan manufaktur dan konstruksi yang terdaftar di NSE. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu praktik CSR tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja perusahaan. Perusahaan tidak harus mengeluarkan biaya tinggi pada CSR dengan harapan meningkatkan kinerja keuangan melainkan untuk beberapa alasan
24
keberlanjutan lainnya. Perusahaan harus meningkatkan efisiensi dalam proses manufaktur sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan. 2.3. Hipotesis Penelitian Nilai perusahaan menggambarkan seberapa baik atau buruk kemampuan perusahaan dalam mengelola kekayaan perusahaan. Nurmansyah (2006) mengungkapkan meskipun tujuan utama perusahaan adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya, sebuah perusahaan tidak dapat dilepaskan dari masyarakat. Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility merupakan suatu tindakan yang terbentuk berdasarkan pertimbangan etis perusahaan untuk meningkatkan perekonomian, yang diikuti dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan dan keluarganya, masyarakat sekitar, dan masyarakat secara lebih luas. Menurut Rachman (2012), dengan adanya pengungkapan tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) yang tinggi maka akan berakibat meningkatnya nilai perusahaan karena investor tertarik untuk berinvestasi pada perusahaaan yang tingkat pengungkapan tanggung jawab sosialnya tinggi. Poddi dan Vergalli (2009) menyatakan tujuan utama dari perusahaan tidak hanya untuk memenuhi keinginan shareholders tetapi juga stakeholders, baik yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan proses produksi. Perusahaan yang idealnya mampu menarik investor untuk berinvestasi adalah perusahaan yang memiliki tanggung jawab perusahaan secara sosial, di mana tanggung jawab sosial perusahaan merupakan cerminan bahwa perusahaan telah menerapkan tata kelola yang baik. Corporate Governance sebagai variabel
25
moderasi diduga memberikan pengaruh positif, di mana semakin baik pelaksanaan tata kelola perusahaan, maka semakin tinggi pula pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sehingga nilai perusahaan yang diraih akan semakin meningkat. Berdasarkan latar belakang dan landasan teori di atas maka berikut disajikan kerangka pemikiran yang ditugaskan dalam model penelitian. Hubungan antar variabel dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Corporate Social Responsibility (X1)
Nilai Perusahaan (Y)
Corporate Governance (X2)
2.3.1. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Perusahaan bukan lagi sebagai entitas yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat, melainkan entitas yang wajib melakukan adaptasi terhadap lingkungan sosial dengan melibatkan diri dalam kegiatan sosial, mematuhi aturan yang berlaku dalam aspek sosial dan lingkungan, dan menghormati kepentingan para stakeholders. Pleifger et al. (dalam Ramadhani dan Hadiprajitno, 2012) mengungkapkan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan beberapa keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan pemegang
26
saham dan stakeholder terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab. Cormier et al. (2009) menyampaikan bahwa perbaikan dalam aktivitas sosial perusahaan dapat membangun kepercayaan hubungan agen dengan stakeholder external. Hal ini berarti bahwa pengungkapan informasi sosial dapat digunakan sebagai alat bagi perusahaan agar operasi yang dijalankan serasi dengan nilai-nilai sosial, sehingga perusahaan dapat menunjukkan image tanggung jawab sosial dan meningkatkan pengakuan dari masyarakat akan keberadaan perusahaan tersebut. Corporate Social Responsibility berkaitan dengan citra perusahaan di mata investor dan masyarakat. Semakin banyak pertanggungjawaban sosial yang dilakukan oleh perusahaan, maka citra perusahaan akan semakin membaik. Di samping berfokus pada pencapaian profit yang maksimal, perusahaan yang juga menaruh perhatian pada lingkungan dan sosial akan menjadi pertimbangan investor dan calon investor dalam memilih tempat investasi. Dengan adanya perhatian perusahaan terhadap lingkungan dan sosial, masyarakat yang merupakan konsumen akan meningkatkan loyalitasnya atas produk perusahaan, yang pada akhirnya akan meningkatkan penjualan perusahaan. Dengan meningkatnya penjualan, maka profitabilitas dan nilai perusahaan juga akan mengalami peningkatan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Gunawan dan Utami (2008) menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Semakin banyak item pengungkapan sosial yang diungkapkan
27
bila diiringi dengan kualitas pengungkapan yang semakin baik, maka dapat meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan yang memiliki komitmen terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility dalam jangka panjang akan mengalami peningkatan harga saham yang lebih signifikan daripada perusahaan yang
tidak
melakukan
pengungkapan
Corporate
Social
Responsibility.
Kesimpulan yang serupa juga dihasilkan dari penelitian yang dilakukan Rossi dan Jose (2009). Dalam penelitian yang dilakukan di Brazil ini mengungkapkan Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan landasan teori dan dasar pemikiran di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H1: Pengungkapan Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 2.3.2.Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Hubungan antara Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan Corporate Governance berkaitan dengan bagaimana tanggung jawab perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama atas kegiatan ekonomi beserta dampaknya. Sementara itu, Corporate Social Responsibility berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan dalam memperbaiki kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas operasional perusahaan.
Penerapan
melaksanakan aktivitas
Corporate
Governance
Corporate Social
meningkatkan reputasi perusahaan.
28
mendorong
Responsibility
perusahaan
sehingga dapat
Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility merupakan suatu bentuk kesatuan. Verma dan Kumar (2012) menyatakan, keduanya berfokus pada praktik etika dalam berbisnis dan bentuk respons dari suatu organisasi terhadap stakeholders dan juga lingkungan tempat organisasi itu beroperasi. Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility mengarah pada pencapaian image yang lebih baik dari suatu organisasi dan secara langsung mempengaruhi kinerja dari organisasi tersebut. Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility memberikan manfaat bagi perusahaan dalam membangun kepercayaan dan keyakinan publik melalui peningkatan transparansi dalam pelaporan keuangan maupun non-keuangan sehingga dapat meningkatkan nilai pemegang saham. Pedoman umum Corporate Governance Indonesia mengungkapkan bahwa perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang. Penerapan Corporate Social Responsibility menunjukkan gambaran kinerja manajemen dalam mengatur tata kelola perusahaan. Semakin baik manajemen mengelola perusahaannya, maka semakin tinggi pula pengungkapan sosial yang dilakukan dan pada akhirnya nilai perusahaan yang dicapai akan semakin tinggi. Good Corporate Governance mensyaratkan adanya tata kelola perusahaan yang baik menggambarkan usaha manajemen dalam mengelola aset dan modal perusahaan untuk membuat para investor tertarik melakukan investasi. Penerapan Corporate Governance diharapkan dapat meningkatkan kinerja
29
perusahaan sehingga aktivitas Corporate Social Responsibility juga mengalami peningkatan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nahda dan Harjito (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi indeks Corporate Governance suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula tingkat pengungkapan informasinya. Hal ini berarti bahwa terdapat peningkatan upaya perusahaan untuk mengungkapkan aktivitasnya dalam laporan keuangan, sehingga dalam jangka panjang perusahaan dapat menikmati kinerja pasar yang baik. Rustiarini (2010) menyatakan Corporate Governance dapat memoderasi hubungan pengungkapan CSR dengan nilai perusahaan. Salah satu tujuan pelaksanaan Corporate Governance itu sendiri adalah untuk mendorong adanya tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat, sehingga dapat memaksimalkan nilai perusahaan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya. Berdasarkan landasan teori dan dasar pemikiran di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H2: Semakin baik mekanisme Corporate Governance semakin kuat hubungan CSR terhadap nilai perusahaan
30