BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Landasan Teori
1.
Teori Agensi Hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak di mana satu orang atau
lebih (principal) mengikutsertakan orang lain (agent) untuk memberikan jasa atas nama mereka yang melibatkan penyerahan beberapa otoritas pembuatan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam teori agensi terdapat dua pihak yang melakukan kesepakatan atau kontrak, yakni pihak yang memberikan kewenangan yang disebut principal dan pihak yang menerima kewenangan yang disebut agent (Halim dan Abdullah 2006). Hubungan keagenan ini menyebabkan agency problem berupa asimetri informasi dan konflik kepentingan. Menurut Lane (2003) teori agensi dapat diterapkan dalam organisasi publik. Negara demokrasi modern didasarkan pada serangkaian hubungan prinsipal-agent. Banker dan Patton (1987) menyatakan hubungan keagenan antara political manager dan pemilih dapat dideskripsikan sebagai hubungan agensi dimana pemilih sebagai principal dan political manager sebagai agent. Masyarakat selaku principal memberikan amanat kepada pemerintah selaku agent untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Hilmi dan Martani, 2012; Medina, 2012). Hubungan keagenan ini dapat memunculkan agency problem berupa asimetri informasi dan
10
11
konflik kepentingan. Pada organisasi pemerintahan, agency problem terjadi antara pejabat pemerintah yang terpilih dan diangkat sebagai agent dengan para pemilih (masyarakat) sebagai principal. Pemerintah memiliki informasi pemerintahan lebih banyak daripada masyarakat, sehingga menimbulkan asimetri informasi. Masyarakat tentu tidak dapat mengawasi seluruh tindakan dan keputusan yang dibuat oleh pemda, sehingga pemda memiliki kesempatan untuk bertindak sesuai kepentingannya tanpa menghiraukan kepentingan masyarakat ( Medina, 2012). Untuk mengurangi agency problem, muncul agency cost yang harus ditanggung baik agent maupun principal. Publikasi informasi keuangan melalui internet merupakan salah satu cara efektif untuk mengatasi agency problem dengan biaya yang ringan (Puspita dan Martani, 2012). Beberapa penelitian terdahulu menggunakan teori agensi sebagai teori utama dalam penelitian terkait pengungkapan di internet oleh pemerintah daerah. Hubungan antara pemerintah dan warga telah dianggap di bawah teori principalagent (keagenan) yang telah digunakan luas dalam administrasi publik untuk memeriksa masalah yang terkait dengan manajemen dan administrasi di negara yang berlandaskan prinsip desentralisasi (Thompson dalam Medina 2011). Penelitian Alvares dan Hall (2006) menyatakan permasalahan yang timbul dalam hubungan principal – agent secara inheren terkait ketersediaan informasi yang diungkap oleh agent. Pelaporan informasi secara sukarela telah dianalisis dengan pendekatan teori agensi oleh Garcia dan Garcia (2010). Penelitian Laswad dkk. (2005) menggunakan teori agensi untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaporan keuangan di internet secara sukarela oleh pemerintah
12
daerah di New Zealand, dalam penelitiannya Laswad, dkk (2005) menyatakan hubungan keagenan pada sektor publik memberikan insentif manajer sektor publik untuk mengungkapkan informasi secara sukarela yang mengizinkan pengawasan atas tindakan mereka. Pejabat terpilih menyediakan informasi untuk pengawasan dalam rangka menunjukkan mereka menghargai janji-janji pemilu dan motivasi mereka meningkat seiring dengan kompetisi politik meningkat (Baber, 1983). Pengungkapan laporan keuangan dan kinerja oleh pemerintah daerah melalui internet dapat digunakan sebagai alat untuk mengurangi biaya agensi (Martani, dkk. 2014). Teori principal – agent yang umumnya dikenal sebagai “teori keagenan” memberikan wawasan ke dalam hubungan akuntabilitas dari sudut pandang ekonomi serta wawasanalasan dibalik pelaporan keuangan dan nonkeuangan secara sukarela oleh pemerintah daerah (Monir dkk. 2014). Dengan demikian di bawah teori principal-agentdapat digunakan untuk mengidentifikasi insentif-insentif yang timbul dari beberapa pengungkapan di sektor publik (Gang, 1988).
2.
Laporan Keuangan Sektor Publik Bastian (2006) mendefinisikan laporan keuangan sektor publik sebagai
representasi posisi keuangan dari sejumlah transaksi sektor yang dilakukan oleh suatu entitas sektor publik. Menurut Bastian (2006), bentuk dan penyusunan laporan keuangan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti sifat lembaga sektor publik, sistem pemerintahan suatu negara, mekanisme pengelolaan keuangan, dan sistem anggaran negara.
13
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, laporan keuangan pemerintah terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports), laporan finansial dan CaLK. Laporan pelaksanaan anggaran terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporam Perubahan SAL). Laporan finansial terdiri dari Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) dan Laporan Arus Kas (LAK) . a.
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Laporan
Realisasi
pemerintah
Anggaran
pusat/daerah
yang
mengungkapkan
kegiatan
keuangan
menunjukkan
ketaatan
terhadap
APBN/APBD. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam satu periode pelaporan. Dalam penyajian laporan realisasi anggaran setidaknya harus memuat unsur pendapatanLRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran. b.
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL) menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
c.
Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Neraca menyajikan
14
secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang pajak dan bukan pajak, persediaan, investasi jangka panjang, aset tetap, kewajiban jangka pendek, kewajiban jangka panjang,dan ekuitas. d.
Laporan Operasional (LO) Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan Operasional terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa.
e.
Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) menyajikan informasi kenaikan atau penurunan
ekuitas
tahun
pelaporan
dibandingkan
dengan
tahun
sebelumnya. f.
Laporan Arus Kas (LAK) Laporan arus kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas, yang masingmasing dapat dijelaskan sebagai berikut :
15
a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum Negara/Daerah. b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara Umum Negara/Daerah. g. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan, penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi dan komitmen-komitmen lainnya.
3.
Good Public Governance Berdasarkan pedoman umum Good Public Governance yang dikeluarkan
oleh KNKG (2010), Good Public Governance (GPG) merupakan sistem atau aturan perilaku terkait dengan pengelolaan kewenangan oleh para penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya secara bertanggungjawab dan akuntabel.GPG pada dasarnya mengatur pola hubungan antara penyelenggara negara dan masyarakat dan antara penyelenggara negara dan lembaga negara serta antar lembaga negara.
16
Setiap lembaga negara harus memastikan bahwa asas Good Public Governance diterapkan dalam setiap aspek pelaksanaan fungsinya. Asas Good Public Governance adalah : 1. Demokrasi 2. Transparansi 3. Akuntabilitas 4. Budaya hukum 5. Kewajaran dan kesetaraan Diperlukan tiga pilar dalam rangka menciptakan situasi yang kondusif untuk melaksanakan GPG. Tiga pilar tersebut adalah. 1. Negara Negara harus merumuskan dan menerapkan GPG sebagai pedoman dasar dalam melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangannya. Negara juga berkewajiban untuk menciptakan situasi kondusif yang memungkinkan penyelenggara negara dan jajarannya melaksanakan tugasnya dengan baik. 2. Dunia Usaha Dunia usaha harus merumuskan dan menerapkan good corporate governance
(GCG)
dalam
melakukan
usahanya
sehingga
dapat
meningkatkan produktivitas nasional. Dunia usaha juga berkewajiban untuk berpartisipasi aktif memberikan masukan dalam perumusan danpelaksanaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik yang bertalian dengan sektor usahanya. 3. Masyarakat
17
Masyarakat harus melakukan kontrol sosial secara efektif terhadap pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangan negara. Masyarakat juga berkewajiban untuk berpartisipasi aktif memberikan masukan dalam perumusan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik. Untuk itu masyarakat harus:
Meningkatkan
pengetahuan
dan
kemampuan
untuk
dapat
melaksanakan kontrol sosial secara sehat dan bertanggungjawab.
Meningkatkan konsolidasi sumberdaya agar dapat memberikan kontribusi secara maksimal.
4.
Akuntabilitas dan Transparansi Wujud nyata dari menjalankan prinsip akuntabilitas serta transparansi
pengelolaan keuangan daerah ialah penyajian laporan keuangan pemerintah daerah. Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk
memberikan
pertanggungjawaban,
menyajikan,
melaporkan,
dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2009). Akuntabilitas publik terdiri dari dua jenis, yaitu : akuntabilitas vertikal (vertical accountability) dan akuntabilitas horisontal (horizontal accountability) (Mardiasmo, 2009). Pertanggungjawaban vertikal ialah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Sedangkan pertanggungjawaban horisontal ialah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.
18
Dalam rangka untuk menjalankan akuntabilitas publik ini, perlu transparansi pada tingkat dimana warga, media, dan pasar modal dapat memperoleh informasi tentang strategi, kegiatan dan hasil kegiatan (Alt dkk., 2006). Dalam istilah yang lebih ringkas, Piotrowski dan Bertelli (2010) berpendapat bahwa transparansi merupakan akses bagi masyarakat untuk memperoleh informasi publik. Informasi yang sangat tersedia menjadi penting untuk memungkinkan warga untuk mendeteksi korupsi dan menjaga pemerintah mereka tetap akuntable (McGee dan Gaventa, 2013). Mardiasmo (2009) menyatakan transparansi berarti keterbukaan (openness) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak – pihak yang membutuhkan informasi. Martani (2014) merumuskan bahwa transparansi diperlukan agar masyarakat dan dunia usaha dapat mengawasi pelaksanaan pemerintahan secara obyektif. Melalui transparansi fiskal - informasi tentang anggaran, audit, dan kebijakan keuangan yang terkait warga mampu untuk membuat tuntutan untuk tindakan pemerintah, menerapkan tekanan untuk peningkatan kinerja, dan mengevaluasi efisiensi tindakan admiistratif (Harrison dan Sayogo, 2014). Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 Pasal 12 menjelaskan salah satu tujuan penyelenggaraan Sistem Informasi Keuangan Daerah adalah menyajikan Informasi Keuangan Daerah secara terbuka kepada masyarakat. Dengan adanya transparansi laporan keuangan pemerintah daerah, maka masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah daerah.
19
5.
Pelaporan Keuangan di Internet Pelaporan keuangan adalah struktur dan proses tentang bagaimana
informasi keuangan untuk semua unit usaha dan pemerintahan harus disediakan dan dilaporkan dalam suatu negara untuk tujuan pengambilan keputusan ekonomik (Suwardjono, 2005). FASB mengartikan pelaporan keuangan sebagai sistem dan sarana penyampaian (means of communication) informasi tentang segala kondisi dan kinerja entitas terutama dari segi keuangan dan tidak terbatas pada apa yang dapat disampaikan melalui laporan keuangan (Suwardjono, 2010). Secara singkat, pelaporan keuangan lebih luas dari pada laporan keuangan (Bastian, 2006). Informasi keuangan yang dibutuhkan berdasarkan riset terdauhulu diantaranya ialah informasi kondisi keuangan, kinerja, perencanaan dan penganggaran. Setidaknya infromasi tersebut masing-masing dapat dilihat dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) , Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (Yentifa, dkk dalam Sinaga dan Prabowo 2011). Saat ini pemerintah daerah telah menggunakan media internet untuk menyampaikan
informasi
kepada
pengguna.
Melalui
website
masing-
masingpemerintah daerah, informasi akan tersampaikan dengan tepat waktu. Mardiasmo (2009) menyatakan semakin cepat waktu penyajian laporan keuangan, maka akan semakin baik untuk pengambilan keputusan.
6.
Pengungkapan (Disclosure)
20
Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan (Suwardjono, 2005). Pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen keuangan. Suwardjono (2005) menyatakan pengungkapan (disclosure) berkaitan dengan cara pembeberan atau penjelasan hal-hal informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai selain apa yang dapat dinyatakan melalui statemen keuangan utama. Peraturan mengenai pengungkapan informasi dalam laporan tahunan di Indonesia dikeluarkan oleh Ketua BAPEPAM melalui keputusan nomor 17/PM/2002 atau VIII.G.7. Menurut Chariri dan Ghozali (2007), ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar, yaitu: a) Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure) Pengungkapan wajib adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh
standar
akuntansi
yang
berlaku.
Berkaitan
dengan
sektor
pemerintahan di Indonesia, baik pemerintah pusat maupun daerah, pengungkapan wajib mengacu pada pengungkapan informasi dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. b) Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure) Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang dilakukan perusahaan di luar apa yang diwajibkan oleh standar akuntansi atau peraturan badan pengawas (Suwardjono,2005). Menurut Suwardjono, secara umum tujuan
21
dari pengungkapan (disclosure) adalah menyajikan informasi keuangan yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang memiliki kepentingan yang berbedabeda. Apa yang harus diungkapkan kepada publik dibatasi dengan apa yang dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju. Sementara untuk tujuan pengawasan, informasi tertentu harus disampaikan kepada badan pengawasan berdasarkan peraturan melalui formulir-formulir yang menuntut pengungkapan secara rinci (Rahman,dkk. 2013).
7.
Electronic Government (E-Government) Electronic government merupakan suatu proses sistem pemerintahan
dengan memanfaatkan ICT (Information, Communication, and Technology) sebagai alat untuk memberikan kemudahan proses komunikasi dan transaksi kepada warga masyarakat, organisasi bisnis dan antara lembaga pemerintah serta stafnya, sehingga
dapat
dicapai
efisiensi, efektivitas, transparansi
dan
pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakatnya (Hartono, 2010). Egovernment merupakan bentuk aplikasi dari teknologi informasi, khususnya teknologi internet untuk memperluas akses, menyampaikan informasi dan pelayanan pemerintah untuk rakyat, pegawai, unit bisnis, dan stakeholder lainnya. Norris dan Christopher (2013) mendefinisikan e-government sebagai suatu pengiriman layanan pemerintah dan informasi elektronik selama 24 jam per hari dan tujuh hari per minggu. E-government dapat didefinisikan sebagai penggunaan informasi dan teknologi untuk mendukung serta meningkatkan kebijakan publik
22
dan operasi pemerintah, melibatkan warga dan menyediakan pelayanan pemerintah yang komprehensif dan tepat waktu (Scholl 2008).Hermana (2012) menyebutkan bahwa e-government adalah penggunaan teknologi informasi dan aplikasinya oleh pemerintah untuk menyediakan informasi dan jasa umum bagi masyarakat. Sedangkan Durrant (2002) mendefinisikan e-government sebagai suatu komitmen pemerintah untuk meningkatkan hubungan antara warga negara dan pemerintah melalui peningkatan pelayanan, efektivitas dan efisiensi biaya pelayanan, serta informasi dan pengetahuan. Lee (2010) menyatakan egovernment melibatkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, terutama aplikasi berbasis web untuk menyediakan lebih cepat, akses yang lebih mudah dan lebih efisien untuk dan penyampaian informasi/layanan kepada publik. Pengembangan kapabilitas e-government merupakan pekerjaan yang penting karena tidak hanya secara cepat mengubah cara pemerintah memberikan informasi, memberikan layanan, dan berurusan dengan publik, tapi juga menjadi bagian integral dari strategi pemerintah (Zhang dkk. 2014).
Berdasarkan interaksi yang dilakukan pemerintah dengan stakeholdersnya, Gupta dkk.(2008) mengkasifikasikan e-government sebagai interaksi antara pemerintah dengan: (1) Klien internal dan penduduknya “Government to Citizen (G2C)”; (2) Unit bisnis terkait “Government to Business (G2B)”; (3) Pegawai Internal Pemerintah “Government to Employee (G2E)”; (4) Institusi Pemerintah lainnya “Government to Government (G2G)”; (5) hubungan antara penduduk dengan penduduk “Citizen to Citizen (C2C)”.
23
Di Indonesia, penerapan e-government diatur dalam sebuah Instruksi Presiden No. 3 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan e-government, dalam Inpres tersebut e-government didefinisikan sebagai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas pemerintahan. Dalam peraturan ini juga dijabarkan bahwa egovernment diperlukan untuk mewujudkan Good Public Governance.
8.
Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Undang-undang
ini
memberi
jaminan
kepada
masyarakat
untuk
memperoleh informasi. Dijelaskan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No.14 tahun 2008 bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses dengan mudah bagi Pengguna Informasi Publik. Pasal 2 ayat 3 menegaskan bahwa setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Dengan adanya keterbukaan informasi publik ini diharapkan mampu menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.
9.
Kompetisi politik (Political Competition) Kompetisi politik atau disebut juga dengan persaingan politik dapat dilihat
dari persaingan antara partai politik dalam mendapatkan jumlah pemilih pada saat
24
pemilu. Menurut Downs (1957) Kompetisi politik diartikan sebagai kompetisi antara kandidat untuk mendapatkan suara terbanyak dari pemilih untuk menjalankan suatu platform kebijakan yang layak dijalankan.Bardhan dan Yang (2004) menyatakan kompetisi politik adalah kompetisi untuk mendapatkan kekuasaan mengendalikan pemerintahan dan mengalokasikan sumberdaya yang tersedia untuk kepentingan politik dan kepentingan masyarakat.
10.
Ukuran Pemerintahan Daerah (Size) Size dapat diartikan sebagai suatu nominal yang dapat digunakan untuk
mendeskripsikan sesuatu. Sebagai informasi bahwa size perusahaan yang diukur dengan menggunakan total aktiva akan lebih baik karena nilai aktiva relatif stabil dibandingkan dengan nilai penjualan dan kapitalisai pasar dalam mengukur size perusahaan (Nasser, dkk. 2006). Ukuran pemerintahan daerah menunjukkan besar kecilnya pemerintahan daerah (Sinaga dan Prabowo).
11.
Leverage Leverage adalah kemampuan perusahaan dalam menjamin dana yang
dipinjam menggunakan jumlah aset yang dimiliki.Leverage mengindikasikan sejauh mana dana yang dipinjam digunakan untuk mendanai aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah (Sinaga dan Prabowo 2011). Leverage dapat digunakan untuk menaksirkan risiko yang melekat pada suatu perusahaan. Dapat diambil kesimpulan bahwa semakin kecil leverage semakin besar kemampuan entitas dalam membiayai biaya operasional melaui dana internalnya. Sebaliknya, semakin
25
besar leverage semakin menunjukkan entitas tidak mampu dalam membiayai biaya operasionalnya sendiri karena membutuhkan dana dari pihak eksternal. Horne (1997) menyatakan bahwa dengan tingginya rasio leverage menunjukkan bahwa perusahaan tidak solvable, artinya total hutangnya lebih besar dibandingakan dengan total asetnya. Terdapat beberapa macam rasio leverage, antara lain debt ratio (debt to total asset), debt to equity ratio, long term debt to equity, dan time interested earned.
12.
Kekayaan Pemerintahan Daerah (Wealth) Kekayaan pemerintahan daerah dapat menggambarkan kemakmuran
wilayah daerah tersebut. Jika terjadi peningkatan angka kekayaan daerah, menggambarkan secara ekonomi terjadi peningkatan tingkat kemakmuran daerah tersebut. Laswad dkk. (2005) menyatakan bahwa kekayaan pemerintahan daerah dapat diukur dari pendapatan per kapita. Sedangkan Rahman dkk. (2013) mendefinisikan kekayaan pemerintahan daerah dengan rasio pengelolaan belanja yang diukur dengan total Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan total belanja.
13.
Tipe Pemerintahan Daerah(Local Government Type) Tipe pemerintahan didefinisikan sebagai bentuk dari suatu pemerintahan
daerah serta menggambarkan status pengakuan nasional sebuah daerah sebagai suatu kabupaten atau kota. Kabupaten dan kota adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah propinsi.
26
Secara umum, baik kabupaten dan kota memiliki wewenang yang sama yaitu mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri. Di
Indonesia,
pemerintahan daerah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pemerintahan provinsi, pemerintahan kota, dan pemerintahan kabupaten.
B.
Penelitian Terdahulu Berikut
adalah
penelitian
terdahulu
yang
berhubungan
dengan
pengungkapan informasi keuangan : Peneliti
Variabel Penelitian
Teori
Hasil
Laswad
Y:Voluntary Use of
Teori
1. Adanya hubungan
dkk. (2005)
Internet Financial
Agensi
positif IFR dengan
Reporting (IFR)
leverage, wealth, dan
X:Political
press visibility.
Competition, size,
2. Adanya hubungan
leverage, municipal
negatif antara IFR
wealth, press
dengan council type.
visibility, council type
3. Size dan political competition tidak memiliki hubungan dengan IFR.
27
Garcia dan Garcia (2010)
Y:
Teori
1. Voluntary
Agensi
1. Adanya hubungan positif pelaporan
reporting of
informasi keuangan di
financial
internet dengan size,
information on
capital investment,
the internet.
dan political
2. Reporting index X:Size,capital
competition. 2. Variabel press
investment, political
visibility memiliki
competition
hubungan negatif
press visibility.
dan
dengan pelaporan informasi keuangan di internet. 3. Variabel press visibility memiliki hubungan negatif dengan tingkat pelaporan. 4. Hubungan positif tingkat pelaporan keuangan dengan size, capital investment, dan political competition.
28
Sinaga dan
Y : Pelaporan
Teori
1. Variabel kompetisi
Prabowo
keuangan di internet
Legitimasi
politik dan leverage
(2011)
secara sukarela.
dan
tidak mempunyai
X : Kompetisi
Teori
pengaruh positif
politik,
Stakeholder
terhadap Pelaporan
size,leverage,
keuangan di internet
wealth, tipe
secara sukarela.
pemerintah daerah.
2. Kekayaan pemerintah tidak memiliki pengaruh positif terhadap pelaporan keuangan di internet secara sukarela. 3. Ukuran pemerintah daerah tidak memiliki pengaruh positif terhadap pelaporan keuangan di internet secara sukarela. 4. Tipe pemerintah kabupaten memiliki pengaruh negatif.
29
Medina
Y : Tingkat
Teori
Metode logit :
(2012)
pengungkapan
Agensi
1. Tingkat ketersediaan
informasi keuangan.
informasi keuangan
X : Ukuran
dalam website
pemerintah, tingkat
pemerintah daerah
independensi,
dipengaruhi oleh
pendapatan
ukuran pemerintah,
perkapita dan
tingkat independensi,
kompleksitas
dan kompleksitas
pemerintah.
pemerintah. 2. Pendapatan perkapita berpengaruh negatif dengan tingkat ketersediaan informasi keuangan dalam website pemerintah daerah. Metode regresi berganda : 1. Ukuran dan kompleksitas pemerintah berpengaruh positif
30
terhadap ketersediaan informasi keuangan dalam website pemerintah daerah. 2. Leverage dan pendapatan perkapita berpengaruh negatif terhadap ketersediaan informasi keuangan dalam website pemerintah daerah.
Rahman
Y : Internet
Teori
dkk. (2013)
Financial Local
Agensi
1. Kompetisi politik, Leverage dan wealth
Government
berpengaruh
Reporting .
terhadap IFLGR.
X : Kompetisi
2. Tipe pemerintah
politik,
daerah dan size tidak
size,leverage,
terbukti signifikan
wealth, tipe
terhadap IFLGR
pemerintah daerah.
31
C.
Pengembangan Hipotesis
1.
Kompetisi Politik (Political Competition) Penelitian yang dilakukan oleh Laswad dkk. (2005) menjelaskan terdapat
hubungan positif antara kompetisi politik dan pelaporan keuangan di Internet secara sukarela. Semakin tinggi level kompetisi politik, maka semakin tinggi pula kecenderungan pemerintah daerah untuk melakukan pelaporan keuangan di internet. Internet merupakan sarana yang efektif dan efisien bagi pemerintah daerah
untuk
melaporkan
informasi
keuangan
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban dan transparansi kepada masyarakat. Adanya bukti kinerja yang baik membuat pejabat terpilih agar mendapat kepercayaan dari masyarakat yang telah memilihnya dahulu, serta dapat berekspektasi untuk memenangkan pemilu periode berikutnya (Rahman dkk. 2013) . Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini. H1 :
Kompetisi politik mempunyai pengaruh positif terhadap pelaporan keuangan di internet oleh pemerintah daerah.
2.
Ukuran Pemerintahan Daerah (Size) Pemerintahan daerah dengan ukuran yang besar memiliki jumlah dan
transfer kekayaan yang besar ( Rahman dkk. 2013). Pemerintahan daerah yang memiliki ukuran besar dituntut untuk melakukan transparansi atas pengelolaan keuangannya sebagai bentuk akuntabilitas publik melalui pengungkapan informasi yang lebih banyak dalam laporan keuangan. Rahman dkk. (2013)
32
menyatakan besarnya total aset mendorong pemerintah daerah untuk melaporkan informasi keuangan sebagai bukti telah menyelenggarakan pemerintahan dengan baik. Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan size sebagai salah satu variabel independen. Patrick (2007) menemukan bahwa ukuran organisasi berpengaruh positif dan sangat kuat terhadap penerapan sebuah inovasi administratif baru, yaitu GASB 34. Penelitian yang dilakukan Laswad dkk. (2005) mengaitkan pelaporan keuangan di internet secara sukarela dengan ukuran pemerintah daerah. Dari hasil penelitian tersebut, dijelaskan bahwa tidak terdapat hubungan antara ukuran pemerintahan daerah yang diukur dengan seberapa besar aset pemerintah daerah, dengan pelaporan keuangan di internet secara sukarela. Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini. H2 : Ukuran pemerintahan daerah mempunyai pengaruh positif terhadap pelaporankeuangan secara di internet oleh pemerintah daerah.
3.
Leverage Laverage dapat diartikan sebagai kemampuan pemerintah daerah untuk
menjamin dana yang dipinjam menggunakan jumlah dari aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Penting untuk user mengetahui laporan keuangan yang lebih rinci agar informasi mengenai leverage antar pemerintah daerah dapat diperbandingkan (Rahman dkk., 2013). Hal tersebut dapat dicapai melalui pengungkapan informasi secara sukarela yang memfasilitasi pemantauan oleh kreditur (Gore, 2004 dalam Laswad dkk., 2005). Penelitian yang dilakukan
33
Laswad dkk. (2005) menemukan bahwa leverage berpengaruh positif signifikan terhadap pelaporan keuangan di interenet. Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini. H3 : Leverage mempunyai pengaruh positif terhadap pelaporankeuangan di internet oleh pemerintah daerah.
4.
Kekayaan Pemerintahan Daerah (Wealth) Kekayaan pemerintahan mencerminkan kinerja pemerintah daerah dalam
mengelola keuangan daerah. Ketika kinerja suatu pemerintah daerah baik, maka pemerintah daerah akan cenderung melaporkan informasi keuangannya. Sebaliknya, pemerintahan daerah dengan kekayaan yang lebih kecil akan cenderung membatasi akses informasi akuntansi kepada pengguna ( Craven dan Martson, 1999 dalam Laswad dkk., 2005). Hasil dari penelitian Laswad dkk. (2005) , menunjukkan bahwa municipal wealth berpengaruh terhadap pelaporan keuangan di internet secara sukarela. Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini. H4 : Kekayaan pemerintahan daerah mempunyai pengaruh positif terhadap pelaporan keuangan di internet oleh pemerintah daerah.
5.
Tipe Pemerintahan Daerah( Local Government Type)
34
Laswad dkk. (2005) dalam penelitiannya, menyatakan bahwa di daerah kabupaten masih kurang untuk tingkat pengungkapan secara sukarela di internet, jika dibandingkan dengan daerah kota dan provinsi, hal ini mungkin dikarenakan tingkat masyarakat dalam mengakses internet yang masih kurang. Hasil dari penelitian Laswad dkk. (2005) membuktikan bahwa tipe pemerintahan mempunyai pengaruh terhadap pelaporan keuangan di internet secara sukarela. Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini. H5 :
Tipe pemerintahan daerah mempunyai pengaruh positif terhadap pelaporan keuangan di internet oleh pemerintah daerah.
D.
Kerangka Teoritis Penelitian ini menguji pengaruh antara variabel independen terhadap
variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian adalah kompetisi politik, ukuran pemerintahan daerah, leverage, kekayaan pemerintahan daerah, dan tipe pemerintahan daerah. Variabel dependen Pelaporan Keuangan di Internet (Internet Financial Reporting) diukur dengan ada atau tidaknya APBD, LKPD atau LAKIP pada website pemerintah daerah.
35
Kompetisi Politik H1 (+) (Political Competition) Ukuran Pemerintahan Daerah (Size)
H2 (+) Pelaporan Keuangan
Leverage
H3 (+)
di Internet oleh Pemerintah Daerah
Kekayaan Pemerintahan Daerah (Wealth)
(Internet Financial H4 (+)
Reporting by local government)
Tipe Pemerintahan Daerah (Type)
H5 (+)
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis