BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1.
Agency Theori Teori keagenan (Agency Theory) merupakan sebuah kontrak antara
seseorang atau lebih (yang disebut sebagai Principal) yang menunjuk orang yang lainnya (yang disebut sebagai Agen) untuk menjalankan layanan sesuai dengan kepentingan Principal, yang mencakup pendelegasian beberapa kewenangan pengambilan keputusan kepada Agen (Jensen dan Meckling, 1976, dalam McCue dan Prier). Stassart & de Visscher (2005) dalam Legrain dan Auwers (2006) menjelaskan bahwa: The supervisory authority thus becomes the principal, which, for reasons of efficiency,delegates part of its mission to specialized implementing parties (the agents). Their relation is mainly governed by means of a contract (formal or no), which determines therights and obligations of each party, including the results that the principal would like tosee, as well as the resources made available by the principal to enable the agencies tocarry out the assignment given to them. Akibat
yang
ditimbulkan
dari
penerapan
teori
keagenan
dapat
menimbulkan hal positif dalam bentuk efisiensi, tetapi lebih banyak yang menimbulkan hal negatif dalam bentuk perilaku opportunistik (opportunistic behaviour). Hal tersebut terjadi karena pihak agensi memiliki informasi keuangan yang lebih daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (self-
11
interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power). Masalah keagenan yang timbul di kalangan eksekutif cenderung memaksimalkan utiliti (self-interest) dalam pembuatan atau penyusunan anggaran APBD, karena memiliki keunggulan informasi (asimetri informasi). Akibatnya eksekutif cenderung melakukan ”budgetary slack”. Hal ini terjadi disebabkan pihak eksekutif akan mengamankan posisinya dalam pemerintahan di mata legislatif dan masyarakat/rakyat, bahkan untuk kepentingan pilkada berikutnya, tetapi budgetary slack APBD lebih banyak untuk kepentingan pribadi kalangan eksekutif (self interest ) daripada untuk kepentingan masyarakat. (Latifah, 2010). Teori
keagenan
berfokus
pada
persoalan
asimetri
informasi:
agen mempunyai informasi lebih banyak tentang kinerja aktual, motivasi, dan tujuan, yang berpotensi menciptakan moral hazard dan adverse selection. Prinsipal sendiri harus mengeluarkan biaya (costs) untuk memonitor kinerja agen dan menentukan struktur insentif dan monitoring yang efisien(Petrie, 2002). Lebih lanjut, Kasper dan Streit (1999) dalam Abdullah dan Asmara (2006)menjelaskan bahwa dengan
adanya asimetri
danlegislatif-pemilih
menyebabkan
informasi
di
terbukanya
antara eksekutif-legislatif ruang
bagi
terjadinya
perilaku oportunistik dalamproses penyusunan anggaran, yang justru lebih besar daripada di dunia bisnis yang memiliki automatic checks berupa persaingan. Penelitian empiris Syukriy Abdullah (2006) menunjukkan pihak legislatif di sebagian pemerintah daerah di Indonesia berperilaku opportunistik dalam penyusunan APBD dan digunakan sebagai political corruption.
12
2.1.2.
Pengertian APBD Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP, 2005), Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD membuat rencana pendapatan dan rencana belanja untuk satu tahun yang setiap tahunnya disusun oleh kepala daerah dan disampaikan kepada DPRD untuk ditetapkan. Pengertian APBD menurut Direktorat Jenderal Pemerintah Umum dan Otonomi Daerah adalah “Anggaran daerah yang lazim disebut dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) merupakan gambaran keseluruhan perencanaan keuangan dan program kerja pemerintah daerah selama satu tahun anggaran yang membuat seluruh perkiraan kegiatan dalam bentuk angkaangka baik pada sisi pendapatan maupun pada sisi belanja.” Dari uraian diatas maka Anggaran daerah merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. Anggaran merupakan rencana program/kegiatan yang diukur dalam satuan uang yang berisikan perkiraan kebutuhan belanja dalam satu periode tertentu serta sumber dana yang yang diusulkan untuk membiayai belanja tersebut. Selanjutnya menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan
13
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (APBD) dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Soetjipto dan Sudikdiono (2011) mendefinisikan anggaran sebagai “rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja; gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk pembangunan, alat pengendalian, instrumen, politik dan disusun dalam periode tertentu” Dengan demikian, APBD merupakan suatu rencana keuangan pemerintah daerah yang membuat anggaran pendapatan, anggaran belanja dan anggaran pembiayaan untuk satu periode tahun anggaran yang telah disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD serta ditetapkan melalui peraturan daerah. Berdasarkan hal diatas, anggaran yang belum ditetapkan dengan peraturan daerah tentu tidak akan bisa dilaksanakan kecuali terdapat ketetapan khusus yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengecualikannya. Format APBD sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 adalah sebagai berikut. Tabel 2.1.1. Format APBD Pendapatan
A
Belanja
B
Surplus/defisit
C = A-B
Penerimaan Pembiayaan
D
Pengeluaran Pembiayaan
E
Pembiayaan Netto
F = D-E
SiLPA
G = C+F
14
2.1.3.
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu jenis pendapatan pada
pemerintahan daerah. Menurut standar akuntansi pemerintahan (KSAP, 2005) pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Pendapatan Pemerintah Daerah terdiri dari pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, dan lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri dari: a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Berdasarkan uraian diatas, dapat diuraikan bahwa pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah yang bersumber dari sumber ekonomi asli daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang menjadi hak pemerintah yang tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
15
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 disebutkan bahwa Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mencakup: bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN; dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah merupakan pendapatan asli daerah yang diperoleh Pemerintah Daerah di luar pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, seperti: hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian dan lain-lain.
16
2.1.4.
Belanja Pemeliharaan Belanja pemeliharaan merupakan salah satu rekening obyek belanja
dalam pengelolaan keuangan daerah. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP, 2005) belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan Nomor 59 Tahun 2007, beberapa pengelompokan belanja dalam penyusunan APBD adalah sebagai berikut: Belanja barang/jasa yang merupakan bagian dari belanja operasi digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang dan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Belanja barang/jasa dapat berupa belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan harihari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai, pemeliharaan, jasa konsultansi, dan lain-lain pengadaan barang/jasa, dan belanja lainnya yang sejenis.
17
Belanja pemeliharaan yang merupakan bagian dari belanja barang adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Belanja pemeliharaan meliputi antara lain: pemeliharaan tanah, pemeliharaan gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, perbaikan peralatan dan sarana gedung, jalan, jaringan irigasi, peralatan mesin, dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, belanja pemeliharaan untuk aset tetap telah ditetapkan dengan nomor dan nama rekening/akun belanja. Rekening belanja pemeliharaan tersebut dikelompokkan dalam dalam dua objek rekening belanja yakni belanja perawatan kendaraan bermotor untuk menampung seluruh rekening belanja pemeliharaan yang terkait dengan kendaraan bermotor dan belanja pemeliharaan yang menampung seluruh rekening belanja pemeliharaan aset tetap selain dari belanja perawatan kendaraan. Rincian obyek belanja yang terkait dengan belanja pemeliharaan aset tetap dapat didilihat pada Tabel 2.1.4. Walaupun nomor dan nama rekening belanja pemeliharaan telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri, hal ini tidak menutup kemungkinan Pemerintahan Daerah untuk menambah nomor dan nama rekening yang terkait dengan belanja pemeliharaan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintahan daerah.
18
Tabel 2.1.4. Rekening Belanja Pemeliharaan No. Rekening
Nama Rekening (Obyek dan Rincian Obyek Belanja
5.2.2.05
Belanja Perawatan Kenderaan Bermotor
5.2.2.05.01
Belanja Jasa Service
5.2.2.05.02
Belanja Penggantian Suku Cadang
Dst........... 5.2.2.20
Belanja Pemeliharaan
5.2.2.20.01
Belanja Pemeliharaan Jalan
5.2.2.20.02
Belanja Pemeliharaan Jembatan
Dst............
2.1.5.
Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap
dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Dengan demikian istilah belanja dalam akuntansi pemerintahan berbeda dengan istilah beban dalam akuntansi keuangan. Belanja dalam akuntansi pemerintahan adalah merupakan pengeluaran kas yang
19
terjadi selama tahun anggaran sedangkan beban merupakan nilai perolehan sumber daya yang telah digunakan. 2.1.6.
Aset Tetap Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP, 2005) Aset tetap
adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap terdiri dari: tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya; dan konstruksi dalam pengerjaan. Tanah yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan. Dalam akun tanah termasuk tanah yang digunakan untuk bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan. Peralatan dan mesin mencakup antara lain: alat berat; alat angkutan; alat bengkel dan alat ukur; alat pertanian; alat kantor dan rumah tangga; alat studio, komunikasi, dan pemancar; alat kedokteran dan kesehatan; alat laboratorium; alat persenjataan; komputer; alat eksplorasi; alat pemboran; alat produksi, pengolahan, dan pemurnian; alat bantu eksplorasi; alat keselamatan kerja; alat peraga; dan unit peralatan proses produksi yang masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap digunakan. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang dibeli atau dibangun dengan maksud untuk digunakan dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan. Gedung dan bangunan di neraca
20
meliputi antara lain bangunan gedung; monumen; bangunan menara; dan ramburambu. Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan. Jalan, irigasi, dan jaringan yang terdapat dalam neraca antara lain meliputi jalan dan jembatan; bangunan air; instalasi; dan jaringan. Akun ini tidak mencakup tanah yang diperoleh untuk pembangunan jalan, irigasi dan jaringan. Tanah yang diperoleh untuk keperluan dimaksud akan dimasukkan dalam akun tanah. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan. Aset tetap lainnya di neraca antara lain meliputi koleksi perpustakaan/buku dan barang bercorak seni/budaya/olah raga. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan, yang pada tanggal neraca belum selesai dibangun seluruhnya. Berdasarkan uraian di atas, barang milik daerah dapat dikelompokkan sebagai aset tetap hanya bila diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan dengan masa manfaat lebih dari dua belas bulan. Barang milik daerah dengan kondisi yang rusak berat sehingga tidak siap digunakan atau dimanfaatkan, tidak dapat dikelompokkan
21
sebagai aset tetap. Barang milik daerah yang rusak berat akan kelompokkan sebagai aset lainnya bila aset tersebut belum dihapuskan. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan, aset lainnya adalah aset pemerintah yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan dana cadangan. Aset lainnya antara lain terdiri dari: aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran, tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi (TP/TGR), kemitraan dengan pihak ketiga, dan aset lain-lain. Aset lain-lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran, tuntutan perbendaharaan, tuntutan ganti rugi, dan kemitraan dengan pihak ketiga. Sebagai contoh dari aset lain-lain adalah aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah. Dengan demikian suatu aset tetap dengan kondisi rusak berat harus direklasifikasi ke aset lainnya karena tidak lagi memenuhi definisi aset tetap. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 disebutkan bahwa barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah. Istilah Barang milik daerah berbeda dengan aset tetap. Dalam barang milik daerah telah termasuk seluruh aset tetap, persediaan, aset lainnya, dan barang milik daerah lainnya yang tidak dicatat dalam neraca. 2.1.7.
Penatausahaan dan Pemeliharaan Aset Tetap Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
disebutkan bahwa penatausahaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan barang milik daerah sesuai
22
dengan ketentuan yang berlaku. Dalam menatausahakan barang milik daerah, kuasa pengguna barang/pengguna barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP)/Daftar Barang Pengguna (DBP) menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Pengelola barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam Daftar Barang Milik Daerah (DBMD) menurut penggolongan barang dan kodefikasi barang. Kuasa pengguna barang/pengguna barang harus menyimpan dokumen kepemilikan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya. Pengelola barang harus menyimpan dokumen kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang berada dalam pengelolaannya. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 disebutkan bahwa pemeliharaan merupakan kegiatan atau tindakan agar semua barang selalu dalam kedaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pemeliharaan dilakukan terhadap barang inventaris yang sedang dalam unit pemakaian, tanpa merubah, menambah atau mengurangi bentuk maupun kontruksi asal, sehingga dapat dicapai pendayagunaan barang yang memenuhi persyaratan baik dari segi unit pemakaian maupun dari segi keindahan. Penyelenggaraan pemeliharaan dapat berupa: a.
Pemeliharaan ringan adalah pemeliharaan yang dilakukan sehari hari oleh unit pemakai/pengurus barang tanpa membebani anggaran;
23
b.
Pemeliharaan sedang adalah pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara berkala oleh tenaga terdidik/terlatih yang mengakibatkan pembebanan anggaran; dan
c.
Pemeliharaan berat adalah pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan
secara
sewaktu-waktu
oleh
tenaga
ahli
yang
pelaksanaannya tidak dapat diduga sebelumnya, tetapi dapat diperkirakan
kebutuhannya
yang mengakibatkan
pembebanan
anggaran. Perencanaan kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah dengan memperhatikan data barang yang ada dalam pemakaian. Perencanaan kebutuhan dan pemeliharaan barang milik daerah berpedoman pada standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dan standar harga yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Peraturan Kepala Daerah dan Keputusan Kepala Daerah dijadikan acuan sebagai dalam menyusun Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (RKPBMD). RKPBMD tersebut menjadi dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) masing-masing satuan kerja perangkat daerah yang pada akhirnya sebagai bahan penyusunan Rancangan APBD. Pengelola barang bersama pengguna barang membahas usul Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah masing-masing SKPD dengan memperhatikan data barang pada pengguna dan/atau pengelola untuk ditetapkan
24
sebagai Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah. Setelah APBD ditetapkan, pembantu pengelola menyusun Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (DKPBMD), sebagai dasar pelaksanaan pemeliharaan barang milik daerah yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 disebutkan bahwa pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas pemeliharaan barang milik negara/daerah yang ada di bawah penguasaannya. Pemeliharaan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB). Biaya pemeliharaan barang milik negara/daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah. Kuasa pengguna anggaran wajib membuat daftar hasil pemeliharaan barang yang berada dalam kewenangannya dan melaporkan/menyampaikan daftar hasil pemeliharaan barang tersebut kepada pengguna barang secara berkala. Pengguna barang atau pejabat yang ditunjuk, meneliti laporan dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang dilakukan dalam satu tahun anggaran sebagai bahan untuk melakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan barang milik negara/daerah. Dalam penatausahaannya, barang milik daerah dikelompokkan dalam tiga jenis kondisi yakni: baik, rusak ringan, dan rusak berat. Kondisi barang milik daerah ini akan tercantum dalam daftar inventaris barang. Kriteria untuk penentuan kondisi suatu barang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 01/KM.12/2001. Kriteria tersebut dikelompokkan untuk barang bergerak dan barang tidak bergerak, yakni sebagai berikut:
25
Tabel 2.1.7. Kriteria Kondisi Barang No. 1.
Uraian Barang Bergerak a. Baik (B)
Apabila kondisi barang tersebut masih dalam keadaan utuh dan berfungsi dengan baik
b. Rusak Ringan (RR)
Apabila kondisi barang tersebut masih dalam keadaan utuh tetapi kurang berfungsi dengan baik. Untuk berfungsi dengan baik memerlukan perbaikan ringan dan tidak memerlukan penggantian bagian utama/komoponen pokok
c. Rusak Berat (RB)
Apabila kondisi barang tersebut tidak utuh dan tidak berfungsi lagi atau memerlukan perbaikan besar/penggantian bagian utama/komponen pokok, sehingga tidak ekonomis untuk diadakan perbaikan/rehabilitasi.
No. 2.
Uraian Barang Tidak Bergerak a. Tanah 1). Baik (B) 2). Rusak Ringan (RR)
3). Rusak Berat (RB)
Apabila kondisi tanah tersebut siap dipergunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Apabila kondisi tanah tersebut karena sesuatu sebab tidak dapat dipergunakan dan/atau dimanfaatkan dan masih memerlukan pengolahan/perlakuan (misalnya pengeringan, pengurugan , perataan dan pemadatan) untuk dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya. Apabila kondisi tanah tersebut tidak dapat lagi dipergunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya karena adanya bencana alam, erosi dan sebagainya.
b. Jalan dan Jembatan 1). Baik (B) 2). Rusak Ringan (RR)
Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan utuh dan berfungsi dengan baik Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan utuh namun memerlukan perbaikan ringan untuk dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya.
26
No.
Uraian
3). Rusak Berat (RB)
Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan tidak utuh/tidak berfungsi dengan baik dan memerlukan perbaikan dengan biaya besar.
c. Bangunan 1). Baik (B) 2). Rusak Ringan (RR) 3). Rusak Berat (RB)
Apabila bangunan tersebut utuh dan tidak memerlukan perbaikan yang berarti kecuali pemeliharaan rutin. Apabila bangunan tersebut masih utuh, memerlukan pemeliharaan rutin dan perbaikan ringan pada komponen-komponen bukan konstruksi utama. Apabila bangunan tersebut tidak utuh dan tidak dapat dipergunakan lagi.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa barang milik negara ataupun daerah dengan kondisi rusak berat, tidak akan dapat dimasukkan atau digolongkan sebagai bagian dari aset tetap di neraca. Hal ini tentu sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang menyebutkan bahwa bahwa aset tetap harus dalam kondisi siap pakai untuk digunakan. Barang milik negara ataupun daerah dengan kondisi rusak berat akan dikelompokkan atau digolongkan sebagai aset lain-lain dalam neraca sepanjang barang tersebut belum dilakuan penghapusan.
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, disebutkan bahwa penghapusan barang milik negara/daerah dilakukan dalam hal barang milik negara/daerah sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang. Penghapusan dilakukan dengan penerbitan surat keputusan penghapusan dari pengguna barang setelah mendapat persetujuan dari pengelola barang untuk barang milik negara dan pengguna
27
barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota atas usul pengelola barang untuk barang milik daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka jenis aset tetap seperti: tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, dan aset tetap yang kondisinya rusak berat tidak dapat dikelompokkan atau diklasifikasikan sebagai aset tetap. Barang milik daerah yang rusak berat tersebut akan dicatat sebagai aset lainnya sepanjang belum dilakukan penghapusan melalui keputusan Kepala Daerah. 2.2. Review Penelitian Terdahulu Penelitian Sembiring (2009) tentang “Analisis Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Pemeliharaan Dalam Realisasi Anggaran Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara” menunjukkan bahwa belanja modal dan pendapatan asli daerah secara simultan mempunyai pengaruh terhadap belanja pemeliharaan. Belanja modal dan pendapatan asli daerah secara parsial mempunyai pengaruh terhadap belanja pemeliharaan, namun belanja modal memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap belanja pemeliharaan. Penelitian Karo-Karo (2006) menemukan bahwa tidak terdapat korelasi di antara belanja modal dengan belanja pemeliharaan. Dalam penelitiannya, Karokaro menggunakan sampel Kabupaten Kota di Pulau Jawa untuk anggaran 20032004 serta menemukan bahwa ketika Pemerintah Daerah membuat kebijakan untuk mengalokasikan anggaran belanja modal, tidak diiringi dengan dengan
28
pengalokasian untuk belanja operasional dan pemeliharaan yang seimbang. Penyebabnya adalah karena tidak akuratnya Pemerintah Daerah dalam mengalokasikan anggaran terhadap proyek/kegiatan. Rustiyaningsih (2012) meneliti pengaruh belanja modal terhadap belanja pemeliharaan (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Jawa Timur). Hasil penelitian menemukan bahwa belanja modal berpengaruh signifikan terhadap belanja pemeliharaan pada tahun yang sama serta belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja pemeliharaan dengan menggunakan tahun yang berbeda. Kenaikan belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kenaikan belanja pemeliharaan. Abdullah dan Halim (2004) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara belanja modal dengan belanja pemeliharaan. Pendapatan yang bersumber dari dana perimbangan berpengaruh terhadap anggaran belanja modal yakni apabila terdapat kenaikan dalam dana perimbangan akan mengakibatkan kenaikan dalam belanja modal. Thomassen (1999) menyatakan bahwa setengah negara bagian (state) di Amerika Serikat yang melaporkan pos belanja modal dan non belanja modal secara terpisah telah gagal menggabungkan anggarannya untuk melakukan evaluasi secara simultan dan komparatif untuk kedua pos belanja yang bersangkutan.
29
Tabel 2.2. Review Penelitian Terdahulu No.
Nama dan tahun Penelitian
Judul penelitian
1.
Sembiring
Analisis pengaruh belanja modal dan pendapatan asli daerah terhadap belanja pemeliharaan dalam realisasi anggaran pemerintahan kabupaten dan kota di provinsi sumatera utara.
(2006)
2.
3.
Karo Karo (2006)
Hubungan Belanja Modal dengan Belanja Operasional dan Pemeliharaan Pemerintah Kabupaten/Kota di pulau jawa
Variavel yang Digunakan
Hasil Penelitian
1. Belanja modal dan Variabel pendapatan asli daerah Independen secara simultan • Belanja mempunyai pengaruh Modal terhadap belanja. • Pendapatan pemeliharaan. Asli Daerah 2. Belanja modal dan Variabel pendapatan asli daerah Dependen secara parsial mempunyai • Belanja pengaruh terhadap belanja pemeliharaan pemeliharaan, namun belanja modal memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap belanja pemeliharaan. Pengalokasian anggaran belanja modal tidak diiringi dengan pengalokasian untuk belanja operasional dan pemeliharaan yang seimbang
Variabel Independen • Belanja Modal Variabel Dependen • Belanja Pemeliharaan • Belanja Operasional Rustiyaningsih Pengaruh Belanja 1. Belanja modal Variabel (2012) Modal Terhadap berpengaruh signifikan Independen Belanja terhadap belanja • Belanja Pemeliharaan pemeliharaan pada tahun Modal (Studi Empiris pada yang sama Variabel Pemerintah Daerah 2. Belanja modal tidak Dependen Jawa Timur berpengaruh signifikan • Belanja terhadap belanja pemeliharaan pemeliharaan dengan
menggunakan tahun yang berbeda. 3. Kenaikan Belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kenaikan belanja pemeliharaan
30
No.
4.
Nama dan tahun Penelitian
Judul penelitian
Abdullah dan Halim
Pengalokasian Bela nja Fisik dalam Anggaran Pemerintah Daerah: Studi Empiris atas Determinan dan Konsekuensinya Terhadap Belanja Pemeliharaan
1. Terdapat hubungan yang Variabel signifikan antara belanja Independen modal dengan belanja • Belanja pemeliharaan. Modal 2. Pendapatan yang bersumber • Dana dari dana perimbangan Perimbangan berpengaruh terhadap Variabel anggaran belanja modal Dependen • Belanja Pemeliharaan
Capital Budgetting for a state
Revenues and costs capital consumption
(2008)
5.
Thomassen (1999)
Variavel yang Digunakan
Hasil Penelitian
Setengah negara bagian (state) di Amerika Serikat yang melaporkan pos belanja modal dan non belanja modal secara terpisah telah gagal menggabungkan anggarannya untuk melakukan evaluasi secara simultan dan komparatif untuk kedua pos belanja yang bersangkutan.
31
2.3. Kerangka Konseptual Berdasarkan rumusan masalah penelitian dan landasan teori, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:
Nilai Aset Tetap yang Akan Dipelihara (X1)
H1
Belanja Modal (X2)
H2
Pendapatan Asli Daerah (X3)
H3
Anggaran Belanja Pemeliharaan (Y)
Gambar 2.3. Kerangka Konseptual Berdasarkan gambar 2.3 di atas terdapat satu variabel dependen (Y) yaitu Anggaran Belanja Pemeliharaan dan tiga variabel independen yaitu Nilai Aset Tetap yang Akan Dipelihara (X1), Belanja Modal (X2) dan Pendapatan Asli Daerah
(X3).
Ketiga
variabel
independen
tersebut
diperkirakan
akan
mempengaruhi anggaran belanja pemeliharaan yakni dapat menaikkan dan menurunkan anggaran belanja pemeliharaan. Nilai aset tetap yang akan dipelihara yang dimiliki secara sah oleh Pemerintah
Daerah
tentu
seharusnya
mempengaruhi
anggaran
belanja
pemeliharaan dalam penyusunan APBD. Semakin besarnya nilai aset tetap yang
32
akan dipelihara tentu berdampak pada semakin besarnya anggaran belanja pemeliharaan yang harus disediakan dalam APBD. Hal ini untuk menjaga agar aset tetap tersebut tetap terpelihara dan dapat digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Aset tetap yang akan dipelihara oleh Pemerintahan Daerah tidak termasuk aset tetap yang dimiliki Pemerintah Pusat atau Pemerintahan Daerah lainnya yang terdapat pada wilayah Pemerintahan Daerah yang bersangkutan. Anggaran belanja modal adalah untuk memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya, penambahan aset tersebut juga harus diikuti dengan penambahan belanja pemeliharaan sehingga pemerintah daerah tsb dapat memanfaatkan secara efektif sesuai dengan kegunaannya. Untuk mendapatkan aset tetap, pemerintah daerah cukup merealisasikan anggaran belanja modal pada tahun berjalan sedangkan untuk belanja pemeliharaan pemerintah daerah harus mengeluarkan secara rutin dan terus menerus selama aset tersebut dimiliki oleh pemerintah daerah sehingga penambahan jumlah aset pemerintah daerah setiap tahunnya seharusnya juga meningkat jumlah anggaran belanja pemeliharaan. Pendapatan
asli
daerah
akan
mempengaruhi
anggaran
belanja
pemeliharaan karena anggaran belanja pemeliharaan lebih banyak bersumber dari pendapatan asli daerah. Semakin besar jumlah anggaran pendapatan asli daerah akan berdampak pada semakin besarnya jumlah anggaran belanja pemeliharaan yang dianggarkan dalam APBD. Pendapatan asli daerah yang meningkat setiap tahunnya tentu menunjukkan semakin meningkatnya kinerja keuangan Pemerintah Daerah.
33
2.4.
Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah
yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan maka kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan hal di atas, maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut: “Nilai Aset Tetap yang Akan Dipelihara (X1), Belanja Modal (X2) dan Pendapatan Asli Daerah (X3) secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan dalam penyusunan APBD pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara”.
34