1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Biomassa Biomassa adalah suatu bahan atau material yang didapatkan dari tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung dan dimanfaatkan sebagai energi atau
bahan dalam jumlah
yang
besar. Biomassa
disebut
juga
sebagai
„Fitomassa” dan sering kali diterjemahkan sebagai bioresources atau sumber daya yang diperoleh dari hayati. Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford istilah biomassa pertama kali muncul diliteratur pada tahun 1934. Di dalam journal of marine biology
association, ilmuwan rusia bernama bogorov
menggunakan
biomassa sebagai tatanama. Biomassa merupakan sumber daya terbaharui dan energi yang diperoleh dari biomassa disebut energi terbarukan. Dari persektif sumber daya energi definisi umumnya adalah istilah umum untuk sumber daya hewan dan tumbuhan serta limbah yang berasal darinya dimana ia terkumpul dalam jangka waktu tertentu (tidak termasuk sumber fosil)
Biomassa sangat
beragam dan berbeda dalam hal sifat kimia, sifat fisis, kadar air, kekuatan mekanis dan sebagainya dan teknologi konversi menjadi bahan dan energi juga beragam(yokoyama,2008).
2
Sumber Energi Terbarukan
Biomassa
Kotoran Ternak Limbah kertas, makan nan, minyak , sisa
Limbah (Plastik Dan Ban)
Jerami Padi Sekam Padi Tanaman penghasil energi (kehutanan, herbaceus
kayu. dll
& biomasa air)
Gambar 2.1 Definisi Energi Biomassa (yokoyama,2008). Sumber daya biomassa dapat digunakan berulang kali dan bersifat tidak terbatas berdasarkan siklus dasar karbon melalui proses fotosintesis. Sebaliknya sumber daya fosil secara prinsip bersifat terbatas dan hanya untuk sementara. Selain itu emisi CO2 yang tidak terbalikan dari pembakaran fosil akan memberikan efek yang serius terhadap iklim global
[Sumber Daya Biomassa]
[Sumber Daya Fosil ] CO2/udara)
(use)
(use)
CO2 (**
CO2 (**
atmosfer CO2 )
atmosfer CO2 )
(akumulasi
Gambar 2.2 Perbandingan sistem biomassa dan fosil pada siklus karbon
3
2.2
Kelapa
2.2.1
Taksonomi Tanaman Kelapa Pohon Kelapa
termasuk kedalam
Kingdom
Plantae,
Divisi
Magnoliophyta, Kelas liliopsoda Orde arecales, Keluarga Arecaceae, dan genus cocos. 2.2.2
Asal Tanaman Kelapa Ada 2 pandangan yang berbeda mengenai asal kelapa. Salah satunya adalah kelapa berasal dari amerika karena beberapa spesies di dalam genus cocos hanya bisa ditemukan di amerika, dan kehadiran kelapa di amerika telah dicatat dalam sejarah. Disisi lain ada juga orang lain yang mengatakan bahwa kelapa berasal dari Asia seperti yang ditunjukan melalui penemuan buah dari spesies cocos di dalam deposit Pleiocene di Auckland utara selandia baru, keberadaan kelapa di asia tenggara lebih beragam dibandingkan dengan di amerika serta alasan alasan lainya.
2.2.3
Ekologi Tanaman Kelapa Kelapa merupakan tumbuhan yang menyukai matahari dan membutuhkan cahaya matahari yang cukup untuk proses fotosintesis dan menaikan suhu udara. Ia dapat tumbuh paling baik pada suhu rata-rata 27oC dan bersifat sensitive pada suhu yang rendah. Kelapa juga tumbuh dengan baik pada distribusi hujan antara 1300 sampai 2300 mm per tahun. Kelapa mungkin bahkan dapat tumbuh dengan baik pada curah hujan 3800 mm per tahun atau lebih apabila tanah tempat tumbuhnya memiliki system drainase yang baik. Tanah yang terbaik untuk proses tumbuhnya tanaman kelapa
4
adalah tanah yang matang dan dalam seperti berpasir, berlempung, berdebu atau tanah liat dengan struktur bergranular. 2.2.4
Pembuahan Varietas kelapa yang berbeda akan berbuah pada usia yang berbeda pula varietas kerdil
akan
mulai
berbuah
pada
usia 3-4 tahun
penanaman sedangkan varietas yang tinggi akan dimulai setelah usia 57 tahun, cahaya matahari, distribusi hujan dan suhu yang kompleks mengakibatkan keberkalaan hasil buah dibulan bulan yang berbeda dalam setahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil yang lebih banyak adalah diperoleh antara bulan maret sampai juni. 2.2.5
Buah Kelapa Buah Kelapa sebenarnya merupakan pelok yang berbiji satu. Diluarnya ada kulit aslinya berwarna hijau tetapi akan berubah menjadi warna coklat ketika dipetik dan dikeringkan. Di dalam bagian luar daripada buah ada mesokrap yang terdiri atas pembuluh. Serat ini disebut dengan sabut, dan digunakan untuk tikar dan tali. Tempurung dapat digunakan sebagai wadah dan digunakan secara luas oleh para pengrajin untuk membuat perhiasan dan dekorasi. Bagian berikutnya ada lapisan biji yang tipis dan ada daging putih atau disebut sebagai kopra/santan. Baik kopra maupun santan merupakan bagian endosperm dari biji kelapa. Kelapa merupakan pohon yang unik diantara lainya karena mengandung cairan endosperm yang membanjiri embrio yang muda itu. Awalnya santan itu agak manis dan kopra berbentuk tipis akan tetapi ketika biji
5
itu telah mulai matang cairan itu akan berubah menjadi padatan endosperm yang kaya akan minyak ( trigliserida). Endosperm yang keras itu di panen, dikeringkan kemudian diperas untuk menghasilakna minyak yang secara luas. 2.2.6
Hasil Sampingan Buah Kelapa Hasil sampingan utama dari kelapa adalah tempurung kelapa, sabut kelapa dan pelapah kelapa. Tempurung kelapa bisa dirubah menjadi karbon aktif sedangkan sabut kelapa dapat diolah untuk menghasilkan arang tempurung kelapa, sabut kelapa dan serbuk sabut. Jumlah residu yang dihasilkan selama setahun di dalam negeri adalah setara dengan hasil dari nilai rasio atau residu dengan produk (RPR) untuk residu yang tertentu dan produksi tahunanan tanaman atau produk. Nilai RPR Untuk tanaman utama disajikan dalam table 1 berikut. Residu Pertanian
RPR
Tempurung kelapa
0,15
sabut kelapa
0,33
Pelepah kelapa
0,33
Tabel 2.1. Nilai RPR Tanaman (yokoyama,2008). Tabel 2 Menunjukan nilai kalor dari residu kelapa yang umum digunakan dalam dunia industry.
6
Jenis Residu Kelapa
Nilai Kalor Kcal.Kg
Tempurung kelapa
4436 ( I. Cruz)
Arang Tempurung Kelapa
6540 ( Lozada)
Arang Sabut Kelapa
6320ozada)
Tabel 2.2 Nilai Kalor Residu Kelapa (yokoyama,2008). 2.2.7 Karakteristik Tempurung Kelapa Berat dan tebal tempurung sangat ditentukan oleh jenis tanaman kelapa. Berat tempurung sekitar 15-19% bobot total buah kelapa dengan ketebalan 3-5 mm (Ferry Y,2005). Tempurung kelapa termasuk golongan kayu keras (pranata J 2007) secara kimiawi memiliki komposisi kimiawi yang hampir mirip dengan kayu, seperti yang tercantum pada Tabel 2.3 Komponen
Prosentase (%)
Cellulose
33,61
Hemicellulose
29,27
Lignin
36,51
Tabel 2. 3 Kandungan Kimiawi Tempurung Kelapa secara umum Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa berdasarkan asal lokasi pohon kelapa ditanam, tempurung kelapa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pohon kelapa yang ditanam di daerah pegunungan dan pohon kelapa yang ditanam
7
di daerah pantai. Perbedaan tempat tumbuh pohon kelapa akan menghasilkan ketebalan dan kekerasan tempurung kelapa yang berbeda.
Tabel 2. 4. Pengaruh Daerah Asal Kelapa Tumbuh (Pegunungan dan Pantai) (pugersari, et al) Pohon kelapa yang hidup di daerah pegunungan memiliki tempurung dengan ketebalan dan kekerasan yang lebih besar dari pada pohon kelapa yang hidup di daerah pantai. Perbedaan ketebalan dan kekerasan tempurung berpengaruh pada cara produksi dan produk yang dihasilkan. Tempurung kelapa dengan ketebalan dan kekerasanan lebih rendah akan bersifat lebih lunak dan lebih mudah untuk diolah dibandingkan tempurung kelapa dengan ketebalan dan kekerasan lebih tinggi. Kekerasan tempurung juga berpengaruh pada umur pakai peralatan produksi, di mana umur peralatan produksi pengolah tempurung kelapa yang lebih tebal dan keras memiliki umur yang cenderung lebih pendek.
8
2.3
Definisi Pirolisis Pirolisis adalah proses dekomposisi bahan kimia organik melalui proses
pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainya, dimana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas, pada tingkat tertentu untuk suhu maksimum, yang dikenal sebagai temperatur pirolisis, dan menahannya di sana untuk waktu yang ditentukan. Dalam proses pirolisis ini ada tiga produk dalam prosesnya yaitu: gas, pirolisis oil, dan arang, besarnya produk yang akan dihasilkan dipengaruhi oleh kondisi proses terutama temperature dan laju pemansan. Perbedaan utama proses pirolisis dengan gasifikasi dan insenerasi adalah dalam hal jumlah oksigen yang disupply ke raktor thermal. Adapun reaksi pembakaran selama proses pirolisis adalah sebagai berikut: Heat ( 500~600 oC) (C6H12O6)m (Biomassa) CH3COOH+…) + C (Char)
( H2+CO+CH4 +…….+ C5H12) + (H2O+…+CH3OH + ( gas )
( Liqiud )
9
Gambar.2.3 Proses penguraian molekul hidrokarbon besar menjadi lebih kecil selama pirolisis (prabir basu,2010) 2.4
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Proses Pirolisis 1. Bahan baku disini meliputi komposisi kimia penyusus material dan kadar air yang ada pada material tersebut. 2. Type Reaktor, type reactor ini ada 2 jenis yaitu vertical shaft ( batch reactor dan rotataing turbular/fluidized bed reactor. 3. Kondisi operasi meliputi suhu/temperatur pada saat proses pyrolisis serta waktu pirolisis (waktu tinggal).
2.5
Tahapan Pirolisis Tahapan dalam proses pirolisis ini dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu: 1. Proses primer Proses primer adalah proses pirolisis yang (umpan), pirolisis primer ini
terjadi pada
terjadi pada suhu
bahan baku
dibawah 600 oCdan
10
produk penguraian
yang
pembentukan arang ini
utama
adalah
karbon/arang, proses
terjadi karena adanya energi panas yang
mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang komplek teruarai sebagian besar menjadi karbon atau arang. 2. Pirolisis Sekunder Pirolisis sekunder adalah pirolisis yang terjadi pada partikel dan gas atau uap hasil pirolisis primer, pirolisis sekunder terjadi padasuhu > 600 oC berlangsung cepat dan produk penguraian yang dihasilkan adalah gas karbon monoksida(CO), Hydrogen(H2), senyawa-senyawa hydrocarbon berbentuk gas dan tar, pirolisis sekunder ini merupakan dasar proses yang digunakan pada system
gasifikasi (gas producer) dimana biomassa
diuraikan untuk memperoleh gas bahan bakar karbon monoksida (CO)
Gambar 2.4 Pirolisis dalam partikel biomassa (prabir basu,2010) 2.6 Keunggulan Pirolisis: 1.
Dapat mereduksi gas buang yang dihasilkan
11
2. Kondisi operasi proses pirolisis bisa diatur sesuai keinginan tergantung kualitas produk yang dihasilkan 3. Pirolisis menyediakan kontrol suhu yang baik dan seragam di semua bagian unit reactor, terutama pirolisis fluidisasi bed. 4. Hasil produk dari proses pirolisis dapat dimanfaatkan lebih fleksibel dan mudah dalam penangananya . 1.7
Definisi Karbonisasi. Karbonisasi adalah proses pemansan batubara/biomassa sampai suhu dan
waktu tertentu berkisar antara 200oC sampai >1000oC pada kondisi sedikit oksigen untuk menghilangkan kandungan zat terbang (Volatile matter) sehingga dihasilkan padatan yang berupa arang batubara/biomassa dengan hasil sampingan berupa tar dan gas, fungsi utama karbonisasi adalah meningkatkan nilai kalor karena pelepasan kandungan air dan juga pembentukan tar yang bisa berfungsi sebagai coating film yang mencegah penyerapan kandungan air. 1.7.1
Karakteristik Karbonisasi Karbonisasi adalah konversi energi klasik dari suatu biomassa, mirip dengan proses pembakaran. Dimana tujuan
utama
dari
proses
karbonisasi ini adalah peningkatan nilai kalor dari produk arang yang padat dimana hal ini memiliki dua sisi dari pencairan dan gasifikasi. Pencairan
berarti
sesuai dengan proses
pirolisis biasa, operasi
komersial awal diperiksa bersama sama dengan proses tekanan tinggi. Akan tetapi tar yang diperoleh (minyak) memiliki hasil yang rendah (<30%) dengan kualitas yang buruk (viscositas tinggi, kadar oksigen
12
yang tinggi, nilai kalor rendah, PH rendah). Sebagai proses gasifikasi lebih inferior daripada proses saat ini dalam proses produksi komponen yang terbakar karena suhu operasi yang rendah. Dalam pemanfaatan produk gas untuk pembangkitan, sejumlah besar Tar harus dihilangkan. Namun demikian karbonisasi yang memiliki keunggulan industri yaitu peralatanya yang murah
dan pengoperasianya yang mudah masih
penting untuk memproduksi bahan bakar padat murah dengan nilai pemanasan yang tinggi. Ciri tersebut membuat proposi tertentu dari karbon organik secara stabil diikat dan ciri yang membuat volume limbah kota, sampah, lumpur limbah, kotoran sapi, secara efektif mengurangi kontribusi untuk pengendalian emisi CO2 dan berfungsi sebagai ukuran praktis untuk membuang berbagai limbah yang ada.
1.7.2
Reaksi Karbonisasi Reaksi karbonisasi pada dasarnya sama dengan reaksi pirolisis dalam suatu gas yang lembam seperti nitrogen. Untuk kayu, setelah hamper semua air diuapkan pada suhu dibawah 200 oC, tiga komponen utama yaitu selulosa, hemiselulosa,
dan lignin terdekomposisi untuk
menghasilakan fraksi cair dan fraksi gas, terutama terdiri atas CO dan CO2 pada suhu 200 – 500o C oleh karenanya menghasilkan penurunan berat yang cepat. Pada wilayah ini tiap komponen dari kayu melalui proses
dehidrasi dan depolimerisasi
untuk mengulangi fisi dan
pengikatan ulang secara intermolekuler dan intramolekuler dan fragmen
13
berbobot molekul rendah yang dihasilkan dipecah menjadi produk cair dan gas, sedangkan fragmen berbobot molekul tinggi yang terbentuk melalui kondensasi
diarangkan bersama
dengan bagian yang tidak
terdekomposisi. Walaupun kehilangan berat menjadi lebih kecil pada suhu diatas 500o C, karbon aromatic terpolikondensasi
meningkat
dengan evolusi dari H2 sampai berkisar 80% C diarang sampai 700o C. Dengan peningkatan suhu lebih lanjut struktur karbon terpolikondensasi berkembang untuk meningkatkan kandungan C tanpa memproduksi H2 lebih lanjut. Skema dari keseluruhan karbonisasi
dutunjukan pada
gambar dibawah ini.
K4 K1 Biomass
K2
Primary Volatile
Xchar + y gas + (1-x-y) secondary tar
active biomass K3
K1,k2,k3,k4: rate constants
Z char + (1-z) gas X,y,z : fractions
Gambar 2.5 Skema Broide – Shafizadeh termodifikasi (Prabir basu,2010) Hal ini menegaskan bahwa distribusi produk tergantung pada kedua langkah yaitu dekomposisi dari “ meleleh” yang dihasilkan dari partikel kayu menjadi gas, cairan dan fraksi padat (tahap pertama) dan dekomposisi lanjutan dari fraksi cair tahap kedua dan rasio dari laju konstan untuk tahap pertama ke tahap kedua. Distribusi dipengaruhi oleh kelembaban dan ukuran dari bahan, laju pemanasan,
14
dan suhu operasi hasil produk cair atau tar meningkat seiring dengan penurunan ukuran atau peningkatan laju, suhu yang labih tinggi membuat arang yang dihasilkan lebih sedikit dan tar yang dihasilkan lebih tinggi dibawah suhu 500oC, tekanan juga penting, karena hasil dari tar menjadi lebih tinggi pada nilai tekanan yang rendah. 1.8
Pengertian Briket Briket adalah sebuah blok bahan yang dapat dibakar yang digunakan
sebagai bahan bakar untuk memulai dan mempertahankan nyala api. Briket yang paling umum digunakan adalah briket batu bara, briket arang, briket gambut, dan briket biomassa. Bahan penyusun briket dapat mencakup: Bahan bakar utama: 1.
Arang kayu
2.
Batu bara
3.
Biomassa:
4.
Gambut
Bahan pendukung: 1.
Batu kapur (pewarna)
2.
Pati (pengikat)
3.
Boraks (bahan pelepas, release agent)
4.
Natrium nitrat (akselerator)
5.
Malam (wax, sebagai pengikat, akselerator, dan penyala (igniter))
15
Briket dibuat dengan menekan dan mengeringkan campuran bahan menjadi blok yang keras. Metode ini umum digunakan untuk batu bara yang memiliki nilai kalori rendah atau serpihan batu bara agar memiliki tambahan nilai jual dan manfaat. Briket digunakan di industri dan rumah tangga. Bahan yang digunakan untuk pembuatan briket sebaiknya yang memiliki kadar air rendah untuk mencapai nilai kalor yang tinggi. Keberadaan bahan volatil juga mempengaruhi seberapa cepat laju pembakaran briket; bahan yang memiliki bahan volatil tinggi akan lebih cepat habis terbakar. 2.8.1 Standarisasi Mutu Briket Mutu dari briket bioarang dapat ditentukan oleh sifat fisik dan sifat kimia dari briket itu sendiri yang meliputi dari kadar air (moisture contents), kadar abu (ash), kadar zat terbang (volatile matter), kadar karbon (fixed carbon), karapatan/ massa jenis, nilai kalor. Standar kualitas baku untuk briket arang di Indonesia mengacu pada standard SNI (Standar Nasional Indonesia), serta mengacu pada standar sifat briket buatan Jepang, Amerika dan Inggris.
16
Tabel 2.5 Sifat briket arang buatan Jepang, Inggris, USA dan Amerika (Triono,2006) 1.9
Nilai Kalor Bakar Nilai kalori adalah suatu angka yg menyatakan jumlah panas / kalori yg
dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah tertentu bahan bakar dengan udara / oksigen. Bahan bakar dapat diartikan sebagai bahan yang apabila dibakar dapat meneruskan proses pembakaran dengan sendirinya, disertai dengan pengeluaran kalor (Chaniwala, et al, 2002). Nilai kalor adalah jumlah kalor yang dihasilkan dari pembakaran sempurna
per unit bahan bakar dibawah kondisi standard
(yokoyama, 2008). Nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi dua golongan berdasarkan fasa salah satu produk pembakaran yaitu air (H2O), yaitu: 1. HHV (Higher Heating Value) Suatu besaran yang menyangkut bahan bakar yang mengandung hidrogen di mana air yang terbentuk dalam produk pembakaran berbentuk fase cair.
17
NKA =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 ∗ ∆𝑇 𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑏𝑎 𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟
…………………………...……(2.1)
2. LHV (Lower Heating Value) Suatu besaran yang menyangkut bahan bakar yang mengandung hidrogen: di mana air yang terbentuk dalam produk pembakaran berbentuk fase uap Hubungan antara HHV dan LHV adalah sebagai berikut: LHV = HHV –
𝑚 𝑎𝑖𝑟 ∗ 𝑓𝑔𝑎𝑖𝑟 𝑚 𝑏𝑏
……………………………………....( 2.2)
Dimana: LHV
: Lower Heating Value (kJ/kg bahan bakar)
HHV
: Higher Heating Value (kJ/kg bahan bakar)
Mair
:Massa air yang mengembun setelah proses pembakaran (kg)
Mbb
:Massa bahan bakar (kg)
hfg.air
:Panas
laten
penguapan
air
(=2440
kJ/kg)
(Bormab,G. L., 1998:29) Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang nilai kalor bahan bakar padat yang kebanyakan dengan bahan batubara. Estimasi nilai kalor berdasarkan komposisi dasar bahan bakar telah disampaikan oleh beberapa peneliti [19], seperti: 1. Dulong memberikan korelasi nilai kalor HHV = 0,3383 C + 1,443 (H –(O/8))- 0,0942 S MJ/kg……………..(2.3) Korelasi tersebut berdasarkan pada reaksi pembakaran. Hal tersebut diperoleh dari sifat batubara.
18
2. Strache dan Lant (1924) memberikan korelasinya HHV = 0,3406 C + 1,4324 H -0,1532 O + 0,1047 S……………….(2.4) 3. Steuer menyempurnakan korelasi diatas pada tahun 1926 menjadi HHV = 0,3391 (C - ((3/8) O)) + 0,2386 ((3/8) O) + 1,444 (H - ((1/16) O) + 0,1047 S …………………………………………………………..(2.5) 4. Vondrecek pada tahun 1927 memberikan korelasinya HHV = (0,373 – 0,00026 C) C + 1,444 (H - (1/10) O) + 0,1047 S ……………………………………………………………………….(2.6) 5. D‟Huart (1930) mendapatkan korelasi HHV = 0,3391 C + 1,4337 H + 0,0931 S – 0,127 O…………..........(2.7) 6. Schuster pada tahun 1931 memberikan korelasi HHV = (1,0632 – 1,486 x 10 - 3O)(C / 3 + H –(O-S)/ 8) MJ/kg ……………………………………………………………………….(2.8) Aplikasi untuk berbagai korelasi untuk cakupan bahan bakar yang lebih luas dilakukan oleh Van Krevelon. 7. Grummel dan Davis memberikan rumus korelasinya pada tahun1933 sebagai berikut:
HHV = (0,0152 H + 0,9875) ((C/3) + H - ((O -
S)/8))……………………………………………………………….... (2.9) 8. Beberapa analisa untuk biomassa dilakukan oleh Grabosky yang menyatakan bahwa korelasi IGT dinyatakan lebih valid untuk biomassa dan arang, dimana: HHV = 0,31 C + 1,323 H + 0,0685 – 0,0153 A – 0,1194 (O+N) MJ/kg …………………………………………………………………….(2.10)
19
9. Channiwala memberikan korelasinya HHV = 0.349C+1.1783 H-0.1034 O-0.021 A + 0.1005 S - 0.0151 N ……………………………………………………………………...(2.11) 10.Estimasi nilai kalor biomassa telah dilakukan juga oleh Changdong (2005), dimana data bioamassa diperoleh dari literatur terbuka. Dari sini diperoleh korelasi baru yaitu: HHV = -1,3675 + 0,3137 C + 0,07009 H + 0,0318 O MJ/kg …………………………………………................(2.12) 2.10 Ultimat Analisis Analisis ultimat adalah analisa laboratorium untuk menentukan kandungan abu, karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen
dan belerang dalam briket dengan
metode tertentu. Kandungan itu dinyatakan dalam persen pada basis dan sampel dikeringkan pada suhu 105 oC dalam keadaan bebas kelembaban dan abu, anlisis ultimat dilakukan untuk menentukan kadar karbon ( C ) Hidrogen ( H ), oksigen ( O ), nitrogen ( N ) dan sulfus ( S ) dalam karbon. Di sini, komposisi bahan bakar
hidrokarbon
dinyatakan
dalam
hal
elemen yang dasar
kecuali
kelembabannya, M, dan unsur anorganik. Analisis ultimat umum adalah: C +H +O +N +S +ASH +M = 100% ………………………………………..(2.13) Di sini, C, H, O, N, dan S adalah persentase berat dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan belerang, masing-masing, dalam bahan bakar. Tidak semua bahan bakar mengandung semua elemen ini. Sebagai contoh, sebagian besar biomassa mungkin tidak mengandung sulfur. Kelembaban atau air dalam bahan bakar dinyatakan secara terpisah sebagai M. Dengan demikian, hidrogen atau oksigen
20
dalam analisis akhir tidak termasuk hidrogen dan oksigen dalam air, tapi hanya hidrogen dan oksigen hadir di komponen organik dari bahan bakar. Ingatlah bahwa Gambar dibawah adalah suatu plot dari rasio atom (H / C) dan (O / C) ditentukan dari analisis akhir dari bahan bakar yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa biomassa, khususnya selulosa, memiliki jumlah oksigen dan hidrogen relatif sangat tinggi. Hal ini menyebabkan nilai-nilai pemanasan yang relatif rendah
Gambar 2.6 Klasifikasi bahan bakar padat ditinjau berdasarkan rasio hidrogen / karbon dan oksigen / karbon. (prabir basu,2010) Kandungan sulfur biomassa ligno-selulosa adalah sangat rendah, adalah keuntungan yang besar dalam pemanfaatannya dalam konversi energi ketika emisi SO2 diperhitungkan. Analisis Ultimate relatif sulit dan mahal dibandingkan dengan proksimat analisis. Standar ASTM berikut tersedia untuk penentuan analisis akhir dari komponen biomassa.
21
1. Carbon, hydrogen: E-777 for RDF 2. Nitrogen: E-778 for RDF 3. Sulfur: E-775 for RDF 4. Moisture: E-871 untuk bahan bakar kayu 5. Ash: D-1102 untuk bahan bakar kayu
Tabel 2.6 Metode Standar Untuk Analisis Komposisi Biomassa (prabir basu, 2010) Meskipun tidak ada standar untuk bahan bakar biomassa lain yang ditentukan, kita dapat menggunakan Standar RDF dengan tingkat kepercayaan yang memadai. Untuk penentuan karbon, hidrogen, dan nitrogen komponen analisis utama batubara, kami dapat menggunakan standar ASTM D-5373-08. Tabel 2.7 daftar metode standar analisis untuk bahan biomassa. Tabel 2.8 membandingkan analisis utama beberapa bahan biomassa dengan beberapa bahan bakar fosil. Prosedur analisis ultimat ini cukup ringkas dengan memasukan sampel karbon ke dalam
22
alat dan hasil analisis akan muncul kemudian pada layar computer. Anlisis ultimat untuk menentukan kadar karbon ( C ) Hidrogen ( H ), Oksigen ( O ), Nitrogen ( N ) dan sulfur ( S ) menggunakan alat LECO CHN 2000 dengan teknik inframerah. Metode ini digunakan berdasarkan ASTM (American Society for Testing and Material). 2.11 Proximat Analisis Analisis proksimat bahan bakar padat bertujuan untuk menentukan kadar moisture (air dalam bahan bakar padat) kadar moisture ini mencakup pula nilai free moisture serta total moisture, ash (debu), volatile matters (zat terbang), dan fixed carbon (karbon tertambat). Proximate:VM FC M ASH 100% ………………………………………………….(2.14) Dimana : VM adalah Volatile matter
FC adalah Fixed Carbon M adalah Moisture Ash adalah abu Moisture ialah kandungan air yang terdapat dalam bahan bakar padat sedangkan abu (ash) merupakan kandungan residu non-combustible yang umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika oksida (SiO2), kalsium oksida (CaO), karbonat, dan mineral-mineral lainya volatile matters adalah kandungan bahan bakar padat yang terbebaskan pada temperatur tinggi tanpa keberadaan oksigen. Fixed carbon ialah kadar karbon tetap yang terdapat dalam bahan bakar padat setelah volatile matters dipisahkan dari bahan bakar padat. Kelembaban dan abu ditentukan dalam analisis proksimat mengacu pada kelembaban dan abu yang sama ditentukan dalam
23
analisis akhir. Namun, karbon tetap dalam analisis proksimat berbeda dari karbon dalam analisis akhir: Dalam analisis proksimat tidak termasuk karbon dalam hal mudah menguap dan sering disebut sebagai hasil arang setelah devolatilisasi. 2.12 Gas Mulia Gas mulia adalah unsur-unsur golongan VIIIA dalam tabel periodik. Disebut mulia karena unsur-unsur ini sangat stabil (sangat sukar bereaksi). Unsur pertama gas mulia yang ditemukan adalah argon, yang ditemukan oleh seorang kimiawan inggris bernama Sir William Ramsey (http://periodeketiga4us). Tidak ditemukan satupun senyawa alami dari gas mulia. Menurut Lewis, kestabilan gas mulia tersebut disebabkan konfigurasi elektronnya yang terisi penuh, yaitu konfigurasi oktet (duplet untuk Helium). Kestabilan gas mulia dicerminkan oleh energi ionisasinya yang sangat besar, dan afinitas elektronnya yang sangat rendah (bertanda positif). Gas mulia adalah gas yang mempunyai sifat lengai, tidak reaktif, dan susah bereaksi dengan bahan kimia lain. Gas mulia banyak digunakan dalam sektor perindustrian. Yang termasuk gas mulia adalah Helium, Neon, Argon, Kripton, Xenon, Radon. 2.12.1 Sifat – Sifat Gas Argon Argon merupakan unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ar, nomor atomnya 18. Argon adalah gas mulia ke-3 di golongan 8, 1% dari atmosfer bumi dibentuk oleh argon. Argon dihasilkan dari penyulingan bertingkat udara cair, karena atmosfer mengandung 0,94%
24
argon.
Kelarutan argon dalam air adalah 2,5 kali lipat dari kelarutan
nitrogen dalam air, serta memiliki kelarutan yang sama dengan oksigen. Selain itu, argon juga tidak berwarna dan tidak berbau, baik dalam bentuk cair atau gas. Argon pun dikenal sebagai gas inert, serta diketahui tidak dapat membentuk campuran kimia sejati, seperti krypton, xenon dan radon. Secara alami, argon merupakan campuran dari 3 isotop Molekul argon hanya terdiri dari satu atom argon, yaitu Ar. Jangkauan gaya van der Waals antar atom-atomnya sangat terbatas, begitu pula titik leleh dan titik didih argon, lebih rendah lagi.
Massa atom
39,948(1) g/mol
Konfigurasi elektron
[Ne] 3s2 3p6
Jumlah elektron tiap kulit
2, 8, 8
Fase
Gas
Massa jenis
1,784 g/L
Titik lebur
83,80 K
Titik didih
87,30 K
Kalor peleburan
1,18 kJ/mol
Kalor penguapan
6,43 kJ/mol
Jari-jari Van der Waals
188
Tabel 2.7 Sifat gas argon 2.13 Teknologi Fluidisasi Bed Fluidisasi bed atau disebut juga unggun terfluidakan merupakan teknologi pengotakan fluida (cair maupun gas) yang dialirkan melalui material hamparan padat
sehingga berprilaku seperti fluida. Aplikasi sistem fluidisasi bed
25
berkembang pesat pada industri kimia dan pembangkit listrik. Luas permukaan bidang kontak yang besar antara fluida ( air atau udara) dengan partikel padat (bahan bakar) memungkinkan terjadinya keadaan isothermal pada semua kondisi sehingga didapatkan efisiensi pembakaran yang tinggi (Pari, 2004). Gambar 2.7 menunjukkan fluidized-bed pirolizer bergelembung. Bahan bakar
biomassa
dimasukkan ke
dalam
reactor hamparan pasir panas
bergelembung. Hamparan fluidized bed dialiri oleh gas inert seperti gas buang daur ulang. Pencampuran intensif gas inert pada hamparan padatan (umumnya pasir digunakan) menawarkan kontrol suhu baik dan seragam. Ini juga menyediakan perpindahan panas tinggi pada padatan biomassa. Waktu tinggal padatan jauh lebih tinggi dari gas dalam pirolizer tersebut.(Fang, 2004)
Biomassa
Freeboard
Arang, minyak, gas, uap
Fluid Bed Panas Ulir Pengumpan
Distributor Plate Fluidizing gas masuk
Gambar 2.7 Fluidisasi bed bergelembung
26
2.14 Ringkasan Jurnal Penelitian Pirolisis
adalah dekomposisi kimia
bahan organik
melalui proses
pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya, di mana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase
gas
(id.wikipedia.org). Sistem pirolisis/proses karbonisasi dapat meningkatkan kadar karbon dan nilai kalor dari briket limbah tongkol jagung (surono, 2010). Fluidized Bed (FB) merupakan teknologi pengontakan fluida (cair maupun gas) yang dialirkan melalui material hamparan padat sehingga berprilaku seperti fluida, luas permukaan bidang kontak yang besar antara fluida (udara) dengan partikel padat memungkinkan terjadinya keadaan isothermal pada semua kondisi sehingga di dapatkan efisiensi pembakaran yang tinggi, selain itu
kemampuan sistem
Fluidized Bed (FB) dalam mengolah bahan bakar berkualitas rendah memberikan keuntungan
dalam upaya pemanfaatan limbah sampah padat sebagai media
hamparan (putrawan,2013). Temperatur karbonasi sangat berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan sehingga penentuan temperatur yang tepat akan menentukan kwalitas arang (Tirono, et al, 2011). Pada proses pirolisis ini, biomassa dipanaskan pada temperatur 200oC – 500oC dan dengan sedikit atau tanpa adanya udara maupun oksigen. Umumnya dilakukan pada rentang waktu antara 30 menit – 2 jam. Hasil yang didapat dari proses pirolisis adalah sebuah padatan (arang) yang menyimpan 60% - 70% energi yang berasal dari biomassa tersebut (F Preto,2011). Adanya gas inert (N2) mampu meningkatkan nilai kalor basah maupun kering dari briket bioarang (Susana,2009). Waktu
penahanan
(holding time) memberikan efek penyempurnaan pirolisis (Himawanto, 2010).
27
untuk meningkatkan nilai kalor dari biomassa harus dikonversi menjadi energi kimia bioarang terlebih dahulu (boyles, 1984). Proses dekomposisi kimia dengan menggunakan pemanasan tanpa kehadiran oksigen disebut proses pirolisis atau bisa disebut thermolisis, di mana pada proses ini menghasilkan produk berupa bahan bakar padat yaitu karbon. Diketahui bahwa karbon merupakan salah satu penyusun sumber energi terbesar di dalam briket bioarang (Daugherty 2001). Briket batok kelapa muda yang di produksi oleh beberapa usaha industri kecil, banyak
mengalami permasalahan yaitu: briket yang di produksi
banyak
mengandung asap ketika dibakar, briket yang dibakar cepat habis, kadar air pada briket tersebut masih cukup tinggi, susah dalam proses kompaksi dan kadar karbonya rendah.
28
Untuk mengatasi permasalahan ini maka, digunakan teknologi pirolisis fluidisasi bed dengan media gas argon, yang disertai dengan penambahan variasi perlakuan waktu penahanan, sehingga dengan memakai teknologi tersebut diharapkan perfomansi briket yang dihasilkan menjadi lebih baik.
Bahan
Karbonasi
Pyrolisis
Tongkol jagung
Untoro Budi S
Kotoran Kuda
Bawa Susana
Sampah padat
Made Agus Putrawan
M. Tirono Arang (variasi tempurung temperature) kelapa Sampah bambu dan daun pisang Batok Kelapa muda
Gas Inert
Jenis Piroliser
Holding Time
Fix bed Bawa Susana (konstan 2 jam)
Bawa Susana (nitrogen) Made Agus Putrawan(fluidisasi bed)
Dwi aries Himawanto, Et al 2010
Dwi aries Himawanto, Et al 2010(nitrogen)
Dwi aries Himawanto, Et al 2010(fix bed)
Current research
argon
Fluidisasi bed
Tabel 2.8 State of The Art
Variasi holding time