TINJAUAN PUSTAKA Risiko Setiap transaksi yang melibatkan ketidakpastian di masa yang akan datang memiliki risiko. Pelaku bisnis dalam melakukan kegiatan investasi tentu menginginkan keuntungan dan mengindari kerugian. Pada dunia investasi, aktivitas untuk mendeteksi, mengukur dan mengelola risiko diperlukan guna menghadapi ketidakpastian yang berujung pada risiko kerugian. Pendefinisian risiko berkaitan dengan kerangka waktu yang ditetapkan. Choudhry (2006) mendefinisikan risiko berkaitan dengan periode waktu di mana risiko akan diperhitungkan. Jadi risiko adalah kerugian yang mungkin dialami dalam suatu horison waktu tertentu. Pada penelitian ini istilah risiko mengacu pada tingkat kerugian pada horison waktu per hari yang akan ditanggung akibat posisi yang diambil pada suatu kurs pasang mata uang. Ada dua macam posisi pada perdagangan valuta asing, posisi jual yang akan menimbulkan risiko kerugian pada saat harga naik, dan posisi beli yang akan menghasilkan risiko kerugian pada saat harga turun. Hal yang terkait dengan perhitungan risiko adalah nilai risiko dan pengujian atas perhitungan nilai risiko yaitu: a.
Nilai Risiko (Value-at-Risk/VaR) Secara umum VaR didefinisikan sebagai suatu nilai harapan kerugian
maksimum dari nilai aset pada suatu periode tertentu dan tingkat kepercayaan tertentu. Pada suatu peubah acak dengan fungsi sebaran kumulatif F yang memodelkan data kerugian dari suatu aset keuangan untuk horison waktu tertentu. VaR dapat didefinisikan sebagai kuantil ke- p dari sebaran F pada suatu peubah acak (Gilli dan Kellezi, 2003) VaR p = F −1 (1 − p ) −1 dengan F juga disebut fungsi kuantil yang didefinisikan sebagai
kebalikan dari fungsi sebaran F . b.
Pengujian ke Belakang (Backtesting) Model VaR hanya akan berguna apabila dapat mendemonstrasikan akurasi
dari hasil perhitungannya. Pengujian atas akurasi perhitungan dari model VaR
6
yang diperoleh dilakukan dengan membandingkan hasil prediksi model dengan kerugian aktual yang telah terjadi. Nilai pendugaan risiko (VaR) yang dibandingkan dengan amatan yang melampaui nilai VaR. Fungsi indikator dapat digunakan untuk menentukan nilai pelanggaran terhadap VaR (overshoot).
1 X i ≥ VaRp ,i Ii = 0 X i < VaRp ,i Fungsi indikator akan menghasilkan deret
{I i }
dengan mengasumsikan bahwa
P [ I i = 1] = A atau I i ∼ Bernoulli ( A ) dan diharapkan A = p (Baran dan Witzany,
2011). Teori Nilai Ekstrem Menurut Gilli dan Kellezi (2003) penentuan nilai-nilai ekstrem dapat dilakukan dengan cara mengambil nilai-nilai maksimum suatu periode berurutan yang tidak saling bertumpang tindih, misal periode mingguan, bulanan, tiga bulanan atau tahunan. Pengamatan yang diambil sebagai nilai ekstrem adalah nilai maksimum (atau nilai minimum) pada tiap periode yang ditentukan. Cara ini disebut juga blok maksima (atau blok minima), dan model yang dihasilkan adalah Generelized Extreme Value Distribution (GEVD). Cara lain dalam pengambilan sampel nilai adalah dengan mengambil nilai amatan yang melampaui ambang (threshold) tertentu sebagai amatan ekstrem. Model yang dihasilkan adalah model Generalized Pareto Distribution (GPD). Cara ini disebut juga pelampauan ambang (peak over threshold). Menurut Cebrian et al. (2003) metode dalam teori nilai ekstrem ini tidak hanya bertumpu pada amatan saja tetapi memuat argumentasi yang berdasar pada teori peluang mengenai perilaku amatan ekstrem. Pemodelan perilaku amatan ekstrem yang melampaui suatu nilai ambang tertentu merupakan cara untuk memahami perilaku amatan pada ujung sebaran yang belum diketahui. Misalkan barisan amatan X 1 ,… X n yang berasal dari sebaran F yang tidak diketahui, dan x0 adalah titik akhir (berhingga atau tak berhingga) dari sebaran F yakni x0 = sup { x ∈ ℝ : F ( x ) < 1} ≤ ∞ .
7
Didefinisikan apabila u adalah suatu ambang yang ditetapkan, sebaran x yang melampaui u dapat didekati dengan Fu ( x ) = P { X − u ≤ x | X > u} =
F ( x + u ) − F (u )
1 − F (u )
untuk 0 ≤ x ≤ x0 − u .
Fu ( x ) merupakan peluang kemunculan amatan yang melampaui ambang u tapi kurang dari x , dengan nilai ambang u yang tertentu yang ditetapkan. Sebaran yang berasal dari model amatan pelampauan adalah kelompok sebaran Generalized Pareto Distribution (GPD) yang biasa dinyatakan dengan dua parameter sebaran yakni
(
Gξ ,σ
)
−1
1− 1+ ξ x ξ σ ( x) = x 1 − exp − σ
jikaξ ≠ 0 jikaξ = 0
dengan ξ dan σ masing-masing menyatakan indeks ekor dan faktor skala (Liu 2007). GPD dapat dikelompokkan menjadi 3 berdasar parameternya. Saat ξ > 0 akan dihasilkan sebaran Pareto biasa; jika ξ < 0 akan didapatkan sebaran Pareto tipe II dan jika ξ = 0 maka dihasilkan sebaran eksponensial. Kelompok sebaran ini dapat diperluas dengan menambahkan parameter lokasi µ , GPD dinyatakan sebagai Gξ , µ ,σ ( x ) yang didefinisikan sebagai Gξ ,σ ( x − µ ) . Pada metode peak-over-threshold model yang diperoleh ditentukan oleh nilai ambang yang dipilih. Semakin tinggi ambang (pada kasus ekstrem maksimum) jumlah amatan yang terpilih akan semakin sedikit dan sebaliknya. Pemilihan ambang dilakukan dengan pertimbangan: (1) pemilihan ambang yang terlalu tinggi akan meningkatkan ketelitian pada kuantil yang tinggi tetapi menutup kemungkinan untuk mencari nilai kuantil yang rendah; (2) pemilihan ambang yang terlalu rendah bisa membuat sebaran generalized Pareto tidak dapat diterapkan dan membuat pendugaan kuantil menjadi bias (Cebrian et al. 2003).
(1)
8
Salah satu alat yang dipergunakan untuk menentukan nilai ambang adalah grafik rataan pelampauan berupa pasangan data ( u, en ( u ) ) untuk x1:n < u < xn:n dengan fungsi rataan pelampauan n
en ( u ) = dengan
k = min {i xi:n > u} dan
∑(x i =k
i:n
− u)
n − k +1
n − k +1 menyatakan cacah amatan yang
melampaui ambang u. Pendekatan pencarian ambang dengan menggunakan grafik rataan ditentukan dengan mencari pola linier pada plot. Kesulitan dari cara ini adalah bergantung pada pemeriksaan visual pada grafik rataan untuk menentukan titik ambang. Cara lain untuk menentukan nilai ambang ini adalah dengan menetapkan jumlah amatan yang akan terpilih menjadi sampel ekstrem. Pendekatan ini menetapkan ambang u sehingga jumlah amatan ekstrem terpilih untuk menyusun model sebanyak
n , dengan n adalah cacah amatan secara keseluruhan. Hanya
belum ada pembuktian bahwa penetapan jumlah amatan tersebut merupakan penetapan yang terbaik (Blum dan Dacorogna 2002).
Cebrian et al. (2003)
memberikan saran untuk mengambil amatan ekstrem sebanyak persentase tertentu disesuaikan dengan ketelitian kuantil yang diinginkan. Persamaan untuk menentukan nilai VaR pada tingkat kepercayaan
100 (1 − q ) % , untuk q menyatakan peluang yang kecil, dapat diperoleh dengan mencari penduga kuantil ke- q yakni rˆqgev dengan menggunakan persamaan
gpd q
rˆ
σˆ n = µ + ξˆ N µ
q
− ξˆ
− 1
di mana n dan N µ masing-masing menyatakan jumlah amatan dan jumlah amatan ekstrem (Low dan Dark, 2008). Menurut McNeil (1999) Persamaan (2) berlaku untuk 1 − q > Gξ ,σ ( µ ) .
Pendugaan Fungsi Kepekatan Peluang dengan Pemulus Kernel Ide dasar dari pendugaan fungsi kepekatan peluang dengan pemulus kernel berasal dari histogram yang memberikan gambaran dari perilaku data. Sebuah histogram terdiri dari susunan frekuensi data yang digambarkan dengan rentetan
(2)
9
persegi panjang pada kelas-kelas interval, di mana tinggi persegi panjang menggambarkan frekuensi data yang terletak dalam kelas interval masing-masing. Histogram dapat dipandang sebagai bentuk penduga fungsi kepekatan peluang (untuk selanjutnya disingkat fkp) yang berupa fungsi konstan sepotong-sepotong. Bentuk histogram yang dihasilkan bergantung pada pemilihan titik awal jendela, lebar jendela, dan jumlah jendela yang diperlukan. Kebergantungan histogram pada hal tersebut menjadi kelemahan histogram sebagai penduga fkp. Kelemahan lain dari histogram sebagai penduga fkp adalah kekonstanan peluang pada tiap kelas sehingga tidak kontinu atau mulus pada batas-batas kelas yang dihasilkan. Pendugaan fkp dapat juga dilakukan dengan memuat fungsi kepekatan tertentu pada interval-interval yang membentuk jendela pada histogram. Ide ini didasarkan pada asumsi bahwa jika dilakukan pengamatan atas X i = xi , maka suatu fkp f tidak hanya berlaku untuk xi tetapi juga untuk wilayah yang berada di sekitar xi apabila f merupakan fkp yang cukup mulus. Oleh karena itu, untuk menduga fkp f dari X 1 ,… , X n ∼ i.i.d. f adalah dengan mengakumulasikan fkp lokal pada tiap persekitaran dari X i (Given dan Hoeting 2005). Secara khusus, untuk menduga kepekatan pada titik x diperlukan wilayah yang berpusat di x dengan lebar dx = 2h dengan h konstanta yang ditetapkan. Proporsi amatan yang termuat di dalam wilayah γ = ( x − h, x + h )
akan
menggambarkan kepekatan di titik x . Sehingga akan diperoleh penduga fungsi kepekatan berikut 1 n fˆ ( x ) = ∑I 2hn i =1 { x − X i < h}
dengan I{ A} = 1 apabila A benar dan bernilai 0 untuk lainnya. Pendugaan fkp kernel memperumum ide dari pendugaan fkp histogram. Pada histogram dengan lebar kelas h yang dibangun dari sampel X 1 ,… , X n , didapatkan penduga kepekatan pada titik x dalam rentang data adalah
1 fˆ ( x ) = ×k 2hn
10
dengan k menyatakan cacah sampel yang termuat dalam interval ( x − h, x + h ) . Penduga tersebut dapat dinyatakan sebagai 1 n 1 x − Xi fˆ ( x ) = ∑ w n i =1 h h
dengan w ( t ) = 12 I{ t <1} sebagai fungsi pembobot. Penduga kepekatan demikian disebut sebagai penduga kepekatan sederhana (naïve density estimator). Penduga fungsi kepekatan kernel mengganti fungsi pembobot w ( t ) pada penduga kepekatan sederhana dengan suatu fungsi K ( i ) yang dinamakan sebaga fungsi kernel sedemikian sehingga
∫
∞
−∞
K ( t ) dt = 1
Secara umum, dalam pendugaan fkp, K ( i ) merupakan fkp simetris. Pendugaan fkp kernel didefinisikan sebagai 1 n x − Xi fˆ ( x ) = ∑ K n i =1 h
berdasar definisi fungsi penduga fkp kernel dan sifat kekontinuan dan kediferensiabelan dari fungsi kernel, penduga fkp kernel juga kontinu dan diferensiabel. a.
Penentuan Lebar Jendela Pada penduga kernel, lebar kelas h (pada penduga histogram) menjadi
faktor pemulus yang disebut lebar pita, parameter pemulus, atau lebar jendela (Rizzo, 2008). Pada penelitian ini h disebut lebar jendela. Persamaan (3) memperlihatkan bahwa pendugaan fkp bergantung pada lebar jendela dan fungsi kernel
K ( i ) yang digunakan. Pemilihan lebar jendela akan menentukan
pemulusan dari penduga fkp. Penilaian atas kinerja fˆ sebagai penduga fkp f dapat dilakukan dengan integrated squared error (ISE) yang didefinisikan sebagai
ISE ( h ) =
∞
∫ ( fˆ ( x ) − f ( x ) ) dx .
−∞
2
(3)
11
Fungsi ISE ( h ) adalah fungsi atas data amatan, yang bergantung pada fˆ ( x ) , pada keseluruhan data amatan, didapat rataan ISE ( h ) yang didefinisikan sebagai mean integrated squared error yakni
MISE ( h ) = E {ISE ( h )} . MISE ( h ) dapat dipandang sebagai nilai rataan dari nilai ISE ( h ) pada seluruh amatan. Penukaran nilai harapan dan pengintegralan didapatkan
(
)
MISE ( h ) = ∫ MSE h fˆ ( x ) dx . dengan
(
)
MSE h fˆ ( x ) = E
{( fˆ ( x ) − f ( x )) } = var { fˆ ( x )} + ( bias{ fˆ ( x )}) . 2
2
MISE ( h ) dan ISE ( h ) adalah ukuran yang menerangkan kualitas dari pendugaan fkp, dan masing-masing dapat dipergunakan sebagai kriteria dalam menentukan lebar h. Berdasarkan kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin sempit jendela akan menghasilkan fungsi kepekatan yang bergerigi (tidak mulus) yang memperlihatkan keragaman yang besar, sedangkan apabila jendela semakin lebar akan menjadikan fungsi penduga kepekatan semakin mulus tetapi akan memperbesar bias (Given dan Hoeting 2005). Dengan menghilangkan komponen ordo tinggi pada ekspansi deret Taylor dari MISE ( h ) akan diperoleh AMISE ( h ) atau asymptotic mean integrated squared error yang lebih mudah penyelesaiannya, yaitu AMISE( h ) =
Nilai h yang meminimumkan
R ( K ) h 4σ K 4 R ( f '') + . nh 4
(4)
AMISE ( h ) adalah h = R4 ( K ) dengan nσ R ( f ′′ ) K
1
5
R ( g ) menyatakan ukuran kekasaran dari suatu fungsi g yang didefinisikan R ( g ) = ∫ g 2 ( z ) dz . Penentuan lebar jendela dengan menggunakan ukuran kualitas fˆ memiliki kelemahan berupa pengulangan dalam penggunaan data amatan. Pertama untuk
12
menghitung fˆ dan kedua mengevaluasi fˆ sebagai penduga dari f . Teknik cross validation diharapkan dapat mengurangi kelemahan ini. Evaluasi terhadap
fˆ ( x )
di titik ke-i, model diduga berdasarkan seluruh
pengamatan tanpa melibatkan pengamatan ke-i. Misalkan
fˆ−i ( xi ) =
( xi − x j ) 1 K ∑ h(n − 1) j ≠i h
adalah penduga kepekatan di Xi dengan fungsi kernel K(z) tanpa melibatkan pengamatan ke-i, selanjutnya didefinisikan n
PL(h) = ∏ f −i ( xi ) i
sebagai pseudo-likelihood untuk h. Lebar jendela h yang terbaik adalah yang membuat fungsi PL ( h) maksimum (Given dan Hoeting 2005). Beberapa jenis rumusan h yang dapat digunakan (Aunuddin, 2009) yaitu: 1. Rumusan yang diberikan oleh Silverman (NRD) yang diperoleh berdasarkan pendekatan normal baku. h = 1.06σ n −1 5 2.
Rumusan yang disarankan oleh Sheater Jones (SJ) yang diperoleh dengan menduga
"
dalam
ℎ
dengan fungsi peluang Normal.
h = 1.59 σ n −1/3
3. Rumusan yang disarankan oleh Terrel Biased Cross Validation (BCV) dikenal dengan sebutan pemulus maksimal, nilai ini diperoleh dengan mengganti
"
oleh nilai paling kecil yang mungkin diperoleh. h = 1.44 σ n −1/5
4. Rumusan dengan menggunakan metode validasi silang tak bias, Unbiased Cross Validation (UCV) yang diperoleh dengan meminimumkan nilai
(
)
.
2 h = ∫ fˆ ( x ) dx − ∑ f − i ( xi ) n i
dengan
2
adalah pendugaan fungsi kepekatan peluang untuk semua data
kecuali data .
13
b. Pemilihan Fungsi Kernel Pada pendugaan fungsi kepekatan terdapat beberapa macam fungsi kernel yang biasa dipergunakan. Jenis fungsi kernel yang biasa dipergunakan tersaji pada Tabel 1. Menurut Silverman (1996), pemilihan pendugaan fungsi kernel tidak terlalu berpengaruh terhadap bentuk pendugaan fungsi kepekatan yang diperoleh. Tabel 1 Fungsi Kernel untuk penduga fungsi kepekatan
K (t)
Kernel Gaussian
K (t ) =
Persegipanjang
K ( t ) = 12 , t < 1
Epanechnikov
K (t ) =
Triangle
K (t ) = 1 − t , t < 1
Biweight
1 2π
3 4
e
− 12 t 2
(1 − t ) , t < 1 2
2 K ( t ) = 15 16 (1 − t ) , t < 1 2
dengan t = ( x − xi ) h−1 . Pada kajian nilai risiko ini, pendugaan fkp lebih ditekankan pada pendugaan fungsi kepekatan di ujung sebaran untuk pendugaan kuantil pada tingkat yang tinggi. Pemilihan fungsi kernel dilakukan untuk mempertimbangkan kekekaran hasil pendugaan. Fungsi Epanechnikov yang merupakan fungsi kernel yang paling efisien (Silverman 1996) dan merupakan pilihan umum dalam bidang ekonometrika dan statistika (Butler dan Schachter, 1997). Menurut Given dan Hoeting (2005) fungsi epanechnikov merupakan fungsi kernel yang paling optimal untuk meminimumkan AMISE pada persamaan (4). Transformasi dalam Pendugaan Fungsi Kernel Permasalahan dalam pendugaan sebaran dengan menggunakan fungsi kernel terletak pada penentuan lebar jendela. Permasalahan ini menjadi semakin rumit bila dilakukan pendugaan fungsi sebaran pada data dengan nilai kemencengan (skewness) yang besar, karena teknik penentuan lebar jendela melibatkan rentang data sehingga penentuan global akan cenderung menghasilkan dugaan sebaran yang mendekati pusat data sehingga bias pada ujung sebaran akan membesar. Menurut Low dan Dark (2008) penentuan lebar jendela yang terlalu kecil akan menghasilkan sebaran yang berpunuk di ujung sebaran sedangkan lebar
14
jendela yang terlalu besar akan menghasilkan dugaan dengan bias yang besar (underfit) dan mengaburkan perilaku amatan terutama di ujung sebaran. Wand et al. (1991) menyatakan transformasi kernel meningkatkan akurasi pendugaan fungsi kepekatan sebanyak enam hingga tujuh kali daripada dengan menggunakan pendugaan fungsi kernel biasa. Misal {ri , i = 1,…, n} adalah sampel acak dari nilai return yang diambil dari sebaran yang tak diketahui. Tahapan pendugaan fungsi kepekatan dengan menggunakan transformasi sebaran normal adalah sebagai berikut (Low dan Dark 2008). 1. Menghitung µˆ dan σˆ yakni penduga rataan dan ragam dari {ri } . 2. Melakukan transformasi pada gugus data {ri } dengan fungsi sebaran kumulati
Φ ( r µˆ , σˆ )
normal
sehingga
didapatkan
{w = Φ ( r µˆ ,σˆ ) , i = 1,…, n} . i
i
3. Dengan menggunakan teknik pendugaan fungsi kepekatan diperoleh 1 n w − wi fˆW ( w ) = Kh ∑ nh i =1 h
dengan dengan jendela h dan fungsi kernel 4. Fungsi hasil pendugaan dengan transformasi kernel diperoleh dengan melakukan transformasi kebalikan pada fungsi yang didapat pada langkah sebelumnya yaitu
(
)
fˆR ( r ) = fˆW Φ ( r µˆ , σˆ ) φ ( r µˆ , σˆ ) di mana φ ( r µˆ , σˆ ) merupakan fkp normal. Persamaan (5) dapat dipergunakan untuk menghitung kuantil ke- q pada ujung sebaran dengan menjumlahan nilai-nilai fˆR ( r ) .
(5)