BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Balita 1. Pengertian Balita adalah merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai dari dua sampai dengan lima tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah (Ensiklopedia). Balita adalah kelompok anak usia dibawah lima tahun. Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dasar pada masa balita ini akan mempengaruhi dan menenrukan perkembangan anak selanjutnya. Perkembangan kemampuan bahasa, kreatifitas, kesadaran social, emosional, dan intelegensinya berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya (Soetjiningsih, 1995). 2. Ciri khas perkembangan balita 1) Perkembangan fisik Pertambahan berat badan menurun, terutama diawal balita. Hal ini terjadi karena balita memnggunakan banyak energi untuk bergerak. 2) Perkembangan psikologis
2
a. Psikomotor Terjadi perubahan yang cukup drastis dari kemampuan psikomotor balita yang mulai terampil dalam pergerakannya. Mulai melatih kemampuan motorik kasar misalnya berlari, memanjat, melompat, berguling, berjinjit, menggenggam, melempar yang berguna untuk mengelola keseimbangan tubuh dan mempertahankan rentang atensi. Pada akhir periode balita kemampuan motorik halus anak juga mulai terlatih seperti meronce, menulis, menggambar menggunakan gerakan pincer yaitu memegang benda dengan hanya menggunakan jari telunjuk dan ibu jari seperti memegang alat tulis atau mencubit serta memegang sendok dan menyuapkan makanan kemulutnya, mengikat tali sepatu. b. Aturan Pada masa balita adalah saatnya dilakukan latihan mengendalikan diri atau biasa disebut sebagai toilet training. Freud mengatakan bahwa pada usia ini individu mulai berlatih untuk mengikuti aturan melalui proses penahanan keinginan untuk membuang kotoran. c. Kognitif Pada periode usia ini pemahaman terhadap obyek telah lebih ajeg. Balita memahami bahwa obyek yang diaembunyikan masih tetap ada, dan akan mengetahui keberadaan obyek tersebut jika proses penyembunyian terlihat oleh mereka. Akan tetapi jika proses
3
penghilangan obyek tidak terlihat, balita mengetahui benda tersebut masih ada, namun tidak mengetahui dengan tepat letak obyek tersebut. Balita akan mencari pada tempat terakhir ia melihat obyek tersebut. Oleh karena itu pada permainan sulap sederhana, balita masih kesulitan untuk membuat prediksi tempat persembunyian obyek sulap. Kemampuan bahasa balita bertumbuh dengan pesat. Pada periode awal balita yaitu usia dua tahun kosa kata rata-rata balita adalah 50 kata, pada usia lima tahun telah menjadi diatas 1000 kosa kata. Pada usia tiga tahun balita mulai berbicara dengan kalimat sederhana berisi tiga kata dan mulai mempelajari tata bahasa dari bahasa ibunya. d. Sosial dan individu Pada periode usia ini balita mulai belajar berinteraksi dengan lingkungan social diluar keluarga, pada awal masa balita, bermain bersama berarti bersama-sama berada pada suatu tempat dengan sebaya, namun tidak bersama-sama dalam satu permainan interaktif. Pada akhir masa balita, bermain bersama berarti melakukan kegiatan bersama-sama dengan melibatkan aturan permainan dan pembagian peran. Balita mulai memahami dirinya sebagai individu yang memiliki atribut tertentu seperti nama, jenis kelamin, mulai merasa berbeda dengan orang lain dilingkungannya. Mekanisme perkembangan ego yang drastis untuk membedakan dirinya dengan individu lain ditandai oleh
4
kepemilikan yang tinggi terhadap barang pribadi maupun orang signifikannya sehingga pada usia ini balita sulit untuk dapat berbagi dengan orang lain. Proses pembedaan diri dengan orang lain atau individuasi juga menyebabkan anak pada usia tiga atau empat tahun memasuki periode negativities sebagai salah satu bentuk latihan untuk mandiri. 3) Klasifikasi Lewer GH (1996) membagi tahap perkembangan untuk anak mulai balita meliputi usia bayi (0-1 tahun), usia bermain atau toddler (1-3 tahun), dan usia pra sekolah (3-5 tahun). 1) Usia bayi (0-1 tahun) Bayi memiliki system kekebalan tubuh yang primitive dengan kekebalan pasif yang didapat dari ibunya selama dalam kandungan. Pada saat bayi kontak dengan antigen yang berbeda ia akan memperoleh antibodynya sendiri. Imunisasi diberikan untuk kekebalan terhadap penyakityang dapat membahayakan bayi bila berhubungan secara ilmiah (Lewer, 1996). Bila dikaitkan dengan status gizi bayi memerlukan jenis makanan ASI, susu formula, dan makanan padat. Kebutuhan kalaori bayi antara 100-200kkal/kg BB. Pada empat bulan pertama, bayi yang lebih baik hanya mendapat ASI saja tanpa diberikan susu formula. Usia lebih dari enam bulan baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (Suhardjo, 2007).
5
2) Usia toddler (1-3 tahun) Menurut jellife (1987), secara fungsional biologis masa umur enam bulan hingga dua atau tiga tahun adalah rawan. Masa itu penuh tantangan karena konsumsi zat makanan yang kurang, disertai minuman buatan yang encer dan terkontaminasi kuman menyebabkan diare dan marasmus. Selain itu dapat juga terjadi sindrom kwarsiorkor karena penghentian ASI yang mendadak dan pemberian makanan padat yang kurang memadai. Imunitas pasif yang diperoleh melalui ASI akan menurun dan kontak dengan lingkungan akan makin meningkat, kejadian dari infeksi akan makin bertambah secara cepat dan menetap tinggi selama tahun kedua dan ketiga kehidupan. Infeksi dan diet yang tidak adekuat akan tidak banyak berpengaruh pada status gizi yang cukup baik (Akre, 1994). Bagi anak dengan gizi kurang, setiap tahapan infeksi akan berlangsung lama dan mempunyai pengaruh yang cukup besar pada kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan. Anak usia 1-3 tahun membutuhkan kalori kurang lebih 100 kkal/kg BB dan bahan makanan lain yang mengandung berbagai zat gizi (Supartini, 2004). 3) Usia pra sekolah (3-5 tahun) Pertumbuhan anak usia ini semakin lambat. Kebutuhan kalorinya adalah 85 kkal/kg BB. Karakteristik pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia pra sekolah yaitu nafsu makan berkurang, anak lebih tertarik
6
pada aktivitas bermain dengan teman atau lingkungannya daripada makan dan anak mulai sering mencoba jenis makanan yang baru (Supartini, 2004). Kenaikan ukuran pertumbuhan fisik selama tahun ke tiga, empat, lima bersifat tetap, yaitu kenaikan berat badan kurang dari 2,0 kg dan tinggi badan 6-8 cm per tahun. Dibandingkan dengan bentuk tubuh sebelumnya kebanyakan anak pra sekolah akan menjadi lebih langsing (Markum, 1991).
B. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu,merupakan indeks yang statis dan agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat terjadinya perubahan dalam waktu pendek misalnya bulanan. (Supariasa, dkk,2001) Menurut Soekirman (2000), status gizi berarti sebagai keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu. Sedangkan Soekidjo (1996) menyatakan bahwa status gizi adalah konsumsi gizi makanan pada seseorang yang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan.
7
Menurut (Nyoman, 2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variable tertentu. Menurut Rahfiludin, Wulansari, Aruben, Martha,dkk (2005) bahwa status gizi seorang anak memberikan refleksi tentang keadaan gizinya, sebagai akibat dari keseimbangan antara konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi pada akhirnya mempengaruhi komposisi tubuh. Pernyataan ini sesuai dengan pengertian bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. (Almatzier, 2002) 2. Klasifikasi Status Gizi Klasifikasi status gizi sesuai buku rujukan Standart Deviasi (SD) menurut WHO (Supariasa, 2001) yaitu : a. BB / U (berat badan per umur) 1) Gizi buruk : < -3 SD 2) Gizi kurang : -3 SD sampai -2 SD 3) Gizi baik
: -2 SD sampai +2 SD
4) Gizi lebih : > +3 SD b. TB / U (tinggi badan per umur) a) Normal : > -2 SD b) Rendah : <-2 SD c. BB / TB (berat badan per tinggi badan)
8
a) Kurus sekali :< -3 SD b) Kurus
: <-2 SD sampai -3 SD
c) Normal
: -2SD sampai +2 SD
d) Gemuk
: > +2 SD
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi antara lain : a. Penyebab langsung Menurut
Ragil
(2007)
ada
dua
penyebab
langsung
dapat
mempengaruhi status gizi yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena asupan makanan yang negative tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya akan menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit. b. Penyebab tidak langsung Menurut Ragil (2007) menyebutkan bahwa ada tiga penyebab tidak langsung yang dapat menyebabkan gizi kurang yaitu : 1) Ketahanan pangan keluarga Ketahanan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah cukup, baik jumlah maupun mutu gizinya. Ketahanan pangan terkait dengan ketersediaan pangan ( baik dari hasil produksi sendiri maupun
9
dari pasar / sumber lain ), harga pangan dan daya beli keluarga serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. 2) Pola pengasuhan anak Pola pengasuhan anak adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak, agar dapat tumbuh kembang dengan baik, secara fisik, mental dan social. Pola pengasuhan anak berupa sikap perilaku ibu
atau
pengasuh lain dalam masalah kedekatannya pada anak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan dan memberi kasih sayang. Semuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan yaitu fisik dan mental, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga ataupun masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat-istiadat keluarga dan masyarakat dari sisi ibu atau pengasuh lain. 3) Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan Yaitu tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang dapat dijangkau oleh masyarakat atau keluarga terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan yang baik seperti : Pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan anak dan gizi, serta sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter dan Rumah Sakit (RS). Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga terhadap pelayanan dan
10
sarana kesehatan ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi. 4. Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi balita dimaksudkan untuk mengetahui seseorang atau kelompok balita tersebut mempunyai status gizi kurang, baik atau lebih. Penilaian status gizi anak balita tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keseimbangan antara zat gizi yang masuk dalam tubuh dengan zat gizi yang digunakan oleh tubuh, sehingga tercipta kondisi fisik yang optimal. a. Penilaian gizi secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. 1) Antropometri a) Pengertian Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai pengukuran tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. b) Pengunaan Antropometri Secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energy. Ketidakseimbangan ini terlihat pada
11
pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. c) Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) Merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan atau kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko penyakit degenerative. Oleh
karena
itu,
mempertahankan
berat
badan
normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih. Pedoman ini bertujuan memberikan cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT dengan
penerapan
makanan
sehari-hari
yang
lebih
seimbang.Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur >18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
12
Tabel 2.1 Batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut : Kategori
Keterangan
MT
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat
<>
Kurus sekali
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 – 18,4
Normal
Normal
18,5 – 25,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat ringan
25,1 – 27,0
Obesitas
Kelebihan berat badan tingkat berat
>27,0
d) Klinis Pengertian Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan
yang
terjadi
dihubungkan
dengan
ketidakcukupan zat gizi. Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat. Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat riwayat penyakit.
13
e) Biokimia a. Pengertian Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. b. Penggunaan Metode
ini
digunakan
untuk
suatu
peringatan
bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi.yang spesifik. f) Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap. b. Penilaian gizi secara tidak langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu : Survey Konsumsi Makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.
14
1) Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan
data
konsumsi
makanan
dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga
dan
individu.
Survey
ini
dapat
mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2) Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan statistic vital adalah dengan menganalisa dan beberapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan. Pengunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indicator tidak langsung pengukuran status gizi. 3) Faktor ekologi “Bengoa” mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa factor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dll.
15
Penggunaan factor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. 5. Macam-macam Status Gizi pada Balita Status gizi anak balita dibedakan menjadi empat gizi balita yaitu status gizi lebih, status gizi baik, status gizi kurang dan status gizi buruk. 1) Status gizi lebih Penyakit ini bersangkutan dengan energy di dalam hidanganyang dikonsumsi relative terhadap kebutuhan atau penggunaan semua zat gizi tersebut. Dan tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan tinggi. 2) Status gizi baik Anak yang memiliki status gizi baik dapat tumbuh dan berkembang dengan normal dengan bertambahnya usia. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan hal-hal besar yaitu jumlah, ukuran, tingkat sel, organ maupun individu, yang dapat diukur dengan ukuran berat, panjang, umur tulang, dan keseimbangan metabolic. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang komplek dalam pola yang teratur dan dapat digambarkan sebagai hasil dan proses kematangan (Soetjiningsih, 1998).
16
3) Status gizi kurang dan status gizi buruk Status gizi kurang, terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa macam zat gizi yang diperlukan. Hal yang menyebabkan status gizi kurang karena zat gizi yang dikonsumsi atau mutunya rendah. Gizi kurang pada dasarnya adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Kurang gizi banyak menimpa anak khususnya balita yang berusia dibawah lima tahun, karena merupakan golongan yang rentan serta pada fase ini kebutuhan tubuh akan zat gizi meningkat karena selain untuk tumbuh juga untuk perkembangan sehingga apabila anak kurang gizi dapat menimbulkan penyakit. Akibat status gizi kurang adalah sebagai berikut : a. Kekurangan Energi Protein (KEP) KEP adalah keadaan kurang gizi yang diakibatkan oleh rendahnya konsumsi energy protein dalam maknan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang mengidap KEP nampak kurus, namun gejala klinik secara besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu marasmus, kwarsiorkor, dan marasmus-kwarsiorkor (Nyoman, 2002).
17
b. Anemia Defisiensi Zat Gizi Suatu keadaan dimana kadar hemoglobin darah kurang dari normal, biasanya dengan tanda : lelah, lesu, letih, bibir tampak pucat, lidah licin, susah BAB, kadang pusing dan mudah mengantuk (Nyoman, 2002). c. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) Kekurangan gizi yang disebabkan kurangnya konsumsi yodium dalam bahan makanannya, kekurangan yodium pada anak yaitu cacat fisik dan mental, seperti bisu tuli, pertumbuhan badan terganggu, kecerdasan dan perkembangan mental terganggu (Nyoman, 2002). d. Kekurangan Vitamin A (KVA) Penyakit mata yang disebabkan kurangnya vitamin A dan makanannya. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang paling sering pada anak-anak di Indonesia yang umumnya terjadi pada anak usia antara 2-5 tahun.adapun criteria KVA adalah sebagai berikut : bercak bitot dengan konjungtiva mengering, kornea mengering atau keratomalasia dan parut kornea (Nyoman, 2002).
18
C. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian Pola Asuh Pola asuh orang tua adalah pola perilaku orang tua yang diterapkan pada anak yang bersifat relative dan konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negative maupun positif. ( www.E Psikologi.com). Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan. Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara orang tua dalam mendidik anaknya. Cara orang tua mendidik anaknya disebut sebagai pola pengasuhan. Dalam interaksinya dengan orang tua, anak cenderung menggunakan cara-cara tertentu yang dianggap paling baik bagi dirinya.
Orang tua harus bisa menentukan pola asuh yang tepat untuk kebutuhan dan situasi anak, disisi lain sebagai orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk anak menjadi seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang tuanya (Jas dan Rahmadiana, 2004).
19
Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik anak, mutlak didahului oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak meliputi : 1) Perilaku yang patut dicontoh Perilaku yang patut dicontoh artinya setiap perilakunya tidak sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi anak-anaknya. 2) Kesadaran diri Kesadaran diri ini juga harus ditularkan pada anak-anaknya dengan mendorong mereka agar perilaku kesehatannya taat kepada nilai-nilai moral. Oleh karena itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non verbal tentang perilaku. 3) Komunikasi Komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anakanaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan masalahnya. Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian anak. Semua sikap dan perilaku anak yang telah dipolesi dengan sifat atau pola asuh dari orang tuanya akan mempengaruhi perkembangan jiwa anaknya. Pola asuh orang tua berhubungan dengan masalah tipe kepemimpinan orang tua dalam keluarga.
20
Tipe kepemimpinan orang tua dalam keluarga itu bermacammacam, sehingga pola asuh orang tua itu bersifat demokratis atau otoriter. Pada sisi lain, bersifat campuran antara demokratis dan otoriter (Baumrind, 1997). a. Pola asuh otoriter : (tertib tanpa kebebasan) Pola asuh otoriter adalah para orang tua cenderung menetapkan standart yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman-ancaman. Orang tua cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua, maka orang tua tidak segan menghukum anaknya. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dalam komunikasi, biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya. Orang tua yang otoriter beranggapan bahwa mereka dapat merubah perilaku anak yang tidak sesuai dengan nilai yang mereka anut dengan cara mencongkel perilaku itu lalu menggantikannya dengan perilaku yang mereka kehendaki tanpa memperdulikan perasaan anaknya. b. Pola asuh demokratis Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang mementingkan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu mengendalikan
21
mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiranpemikiran,
dan
orang
tua
bersikap
realistis
terhadap
kemampuan anak, memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatan pada anak bersifat hangat. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan temannya dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru. c. Pola asuh permisif : (bebas tanpa ketertiban) Pola asuh permisif yaitu orang tua memberikan kesempatan pada anaknya untuk
melakukan sesuatu tanpa pengawasan
yang cukup. Orang tua cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang tua. Namun orang tua type ini biasanya hangat sehingga disukai anak. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang secara sosial.
22
d. Pola Asuh Dialogis : (tertib dengan kebebasan) Orang tua akan membiasakan diri berdialog dengan anak dalam menemani pertumbuh -kembangan anak mereka. Setiap kali ada persoalan anak dilatih untuk mencari akar persoalan, lalu diarahkan untuk ikut menyelesaikan secara bersama. Dengan demikian anak akan merasakan bahwa hidupnya penuh arti sehingga dengan lapang dada dia akan merujuk kepada orang tuanya jika dia mempunyai persoalan dalam kehidupannya. Yang berarti pula orang tua dapat ikut bersama anak untuk mengantisipasi bahaya yang mengintai kehidupan anak-anak setiap saat. Selain itu orang tua yang dialogis akan berusaha mengajak anak agar terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam setiap tindakannya. sehingga anak akan menghindari keburukan karena dia sendiri merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan dari orang tuanya. 2. Factor-faktor yang mempengaruhi pola asuh Adapun factor-faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah : a. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalaman sangat berpengaruh dalam mengasuh anak.
23
b. Lingkungan Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya. c. Budaya Seringkali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima di masyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh pada anaknya (Anwar, 2000). D. Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Status Gizi Pada Balita Peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak sangat menentukan tumbuh kembang anak. Pengasuhan anak didefinisikan sebagai perilaku yang dipraktikan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek, atau orang lain) dalam memberikan makanan dan pemeliharaan kesehatan. Juga termasuk di dalamnya tentang kasih sayang dan tanggung-jawab orang-tua. Ibu yang dapat membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan makanan yang bergizi akan meningkatkan gizi anak.
24
Banyaknya porsi yang dapat dihabiskan anak tergantung pada bagaiman ibu atau pengasuhan memberi makan kepada anak.Budaya juga mempengaruhi bagaimana cara kita memberi makan kepada anak. Ada budaya yang mengharuskan ibu mengontrol anak makan atau sering memaksa anak makan. Cara ini kurang baik, karena dapat membuat anak takut makan atau sebaliknya makan rakus sehingga kegemukan. Ekstrem lainnya dapat terjadi bila ibu tidak acuh terhadap makanan anaknya. Sikap pasif dari ibu ini dapat berakibat anak tidak senang makan, atau tidak cukup makanan yang dimakan, atau anak menolak makan. Situasi makan dapat berpengaruh terhadap kebiasaan makan. Penelitian (Endang Suwidji, 2006) tentang “Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Pada Balita Usia 4-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora” menyatakan bahwa :Konsumsi makanan
yang
diperoleh
bayi
umur
0-12
bulan
berasal
dari pola asuh gizi yang salah satunya adalah praktek pemberian ASI. ASI merupakan makanan yang bersih, praktis dengan suhu yang sesuai dengan bayi/anak serta dapat meningkatkan hubungan psikologis serta kasih sayang antara ibu dan anak. Dengan demikian jelas bahwa ASI mempunyai hubungan terhadap status gizi, semakin baik praktek pemberian ASI maka semakin baik pula status gizi pada bayi (Depkes RI, 1998).
25
E. Kerangka Teori
Penyebab Langsung : 1. Asupan makanan 2. infeksi Penyebab Tidak Langsung : 1. Ketahanan pangan keluarga
Status gizi balita
2. Pola pengasuhan anak 3. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan
Kemiskinan, kurang pendidikan, kurang keterampilan
Skema 21 : (menurut Supariasa, 2002) Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
Status gizi balita dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu asupan makanan yang kurang dan adanya penyakit infeksi. Secara tidak langsung, pola pengasuhan anak akan berpengaruh terhadap status gizinya. Pola pengasuhan anak yang diberikan orang tua secara baik diharapkan dapat meningkatkan pula status gizi anak balitanya.
26
F. Kerangka konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu pola asuh orang tua terhadap status gizi pada balita.
Variable independent
Variable dependent
Pola asuh orang tua
Status gizi balita
Skema 2 : Kerangka konsep penelitian G. Hipotesis Adapun hipotesis yang dapat peneliti rumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ada Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Terhadap Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Rowosari RW 7 Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
H. Variabel Penelitian Variable penelitian merupakan obyek penelitian atau apa saja yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian. Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variable bebas dalam penelitian ini adalah pola asuh orang tua. 2. Variable terikat dalam penelitian ini adalah status gizi balita.