BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4.
Anak Usia Dini Periode sesudah masa bayi hingga berusia lima tahun disebut periode masa
prasekolah. Usia ini merupakan periode berat karena kondisi kesehatan anak masih belum stabil. Usia ini merupakan periode berat karena kondisi kesehatan anak masih belum stabil. Jika makanan yang diberikan tidak memenuhi standar gizi, anak mudah terserang infeksi, terutama diare atau cacingan. Jika terserang, anak akan menjadi kurus, kurang bersemangat, cengeng, cenderung lamban, dan bodoh. Karena itu, kebutuhan gizinya yang semakin besar sejalan dengan perkembangan fisiknya harus diperhatikan (Widjaja, 2002). Otak anak mempunyai satu triliun sel otak dan bertriliun- triliun sambungan antar sel saraf otak. Bila tidak distimulasi sejak dini, sambungan ini akan musnah. Layaknya daun di musim gugur, potensi mereka pun akan berguguran. Usia balita disebut sebagai the golden age (usia keemasan) seorang manusia. Penelitian mengenai otak manusia telah menunjukkan bahwa perkembangan intelektual otak berkembang pesat menjadi 50% potensi otak dewasa pada empat tahun pertama sejak anak dilahirkan. Usia empat hingga delapan tahun bertambah 30%, selanjutnya hingga delapan tahun bertambah 30%, selanjutnya hingga 18 tahun bertambah 20%. Hal ini menunjukkan bahwa stimulus otak yang dilakukan pada empat tahun pertama kehidupan seorang anak akan sangat bermanfaat bagi kehidupannya di masa depan ( Mushoffa, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Anak usia dini termasuk dalam kelompok umum prasekolah. Pada usia ini pertumbuhan fisik khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-rata pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan kurus akan tetapi aktivitas motorik tinggi, di mana sistem tubuh sudah mencapai kematangan. Sedangkan pertumbuhan khususnya ukuran tinggi badan anak akan bertambah rata-rata 6,75-7,5 centi meter setiap tahunnya (Hidayat, 2005). Pada masa ini, anak sering dikenal sebagai “masa keras kepala”. Akibat pergaulan dengan lingkungannya terutama dengan anak-anak yang lebih besar, anak mulai senang jajan. Jika hal ini dibiarkan, jajanan yang dipilih dapat mengurangi asupan zat gizi yang diperlukan bagi tubuhnya sehingga anak mengalami kurang gizi. Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis, kesehatan, dan sosial anak. Oleh karena itu, keadaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makanan pada anak (Uripi, 2004). 2.4.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini Menurut Whalley dan Wong (2000) Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar. Pertumbuhan dan perkembangan pada anak terjadi mulai dari pertumbuhan dan perkembangan secara fisik, intelektual maupun emosional. Peristiwa pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dapat terjadi dalam perubahan ukuran besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh. Pertumbuhan dan perkembangan secara intelektual anak dapat dilihat dari kemampuan secara simbol maupun abstrak
Universitas Sumatera Utara
seperti
berbicara,
bermain,
berhitung,
membaca
dan lain-lain.
Sedangkan
perkembangan secara emosional anak dapat dilihat dari perilaku sosial di lingkungan anak (Hidayat, 2005). Masa ini diperlukan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal. Kondisi kesehatan
anak
yang
buruk
akan
menghambat
proses
pertumbuhan
dan
perkembangan anak. Akibatnya kualitas SDM anak secara otomatis menurun. Kondisi yang mendukung proses dan perkembangan anak yang baik adalah kondisi lingkungan fisik yang sehat dan terhindar dari penyebaran kuman dan penyakit. Selain itu, asupan gizi yang baik pun tentu saja sangat mempengaruhi pertumbuhan anak, terutama otak yang sedang berkembang pesat pada masa ini (Anonim, 2012). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pertumbuhan dan perkembangan anak adalah: a). Faktor Dalam •
Ras/etnik atau bangsa: Anak yang dilahirkan dari bangsa Amerika, maka ia tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.
•
Keluarga: ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk, atau kurus.
•
Umur: Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.
Universitas Sumatera Utara
•
Jenis kelamin: Fungsi reproduksi anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat
•
Genetik: Bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya, ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil
b) Faktor Luar yaitu: Faktor pranatal: •
Gizi ibu hamil: Terutama dalam trimester akhir kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin.
• Makanan: posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital • Toksi/zat kimia: Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan kelainan kongenital. • Psikologi ibu: kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental pada ibu hamil. c) Faktor Persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan kaerusakan otak. d) Sosio Ekonomi: Kemiskinan selalu berkaitan dengan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan akan menghambat pertumbuhan anak. e) Lingkungan Pengasuhan: Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu anak sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak (Anonim, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.5. Program Pendidikan Anak Usia Dini Program pendidika Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu program pendidikan bagi anak sejak lahir sampai berusia 6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sesuai tahap-tahap perkembangan atau tingkat usia mereka. PAUD juga merupakan pendidikan persiapan untuk mengikuti jenjang pendidikan sekolah dasar. Secara lebih spesifik, program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan melalui jalur formal seperti Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat, serta jalur pendidikan non-formal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat, dan jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan (Departemen Pendidikan Nasional 2007). PAUD bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai kultur, budaya, dan falsafah suatu bangsa. Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia. Ia belum mengetahui tatakrama, sopan-santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal tentang dunia. Ia juga sedang belajar berkomunikasi dengan orang lain dan belajar memahami orang lain. Anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai hal tentang dunia dan isinya. Ia juga perlu dibimbing agar memahami berbagai fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan dengan orang lain diperlukan untuk belajar agar anak mampu mengembangkan kepribadian, watak, dan akhlak yang
Universitas Sumatera Utara
mulia. Usia dini merupakan saat yang amat berharga untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme, kebangsaan, agama, etika, moral, dan sosial yang berguna untuk kehidupannya dan strategis bagi pengembangan suatu bangsa (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Dalam rangka mendukung kebijakan pembinaan layanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang terarah, terpadu dan terkoordinasi pada tahun 2010 Kementerian Pendidikan Nasional telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional. Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa pembinaan PAUD baik formal, nonformal maupun informal, berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (Ditjen PAUDNI), yang secara teknis dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Anak Usia Dini (Direktorat Pembinaan PAUDNI, 2011) 2.6.
Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh
seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
individu secara biologis, psikologis,
maupun sosial. Hal ini terkait dengan fungsi makanan yaitu gastronomis, identitas budaya, religi dan magis, komunikasi, lambang status ekonomi serta kekuatan dan kekuasaan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang lain. Ekspresi tersebut akan membentuk pola perilaku makan yang disebut kebiasaan makan (Khomsan, 2010). Jumlah dan kualitas pengetahuan dan budaya
masyarakat. Penganekaragaman konsumsi pangan
Universitas Sumatera Utara
merupakan upaya memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beranekaragam dan seimbang dalam jumlah dan komposisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi yang dapat mendukung hidup sehat, aktif dan produktif. Mengkonsumsi pangan yang beranekaragam akan dapat memenuhi kebutuhan gizi secara seimbang (Pangan, 2008). 2.3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi Pengetahuan ibu tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka pemberian makanan untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan makanan yang hanya dapat mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau tidak, sehingga kebutuhan gizi energi dan zat gizi masyarakat dan anggota keluarga tidak tercukupi. Bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan gizi yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan yang begizi untuk dikonsumsi ( Ramayulis, 2008). 2. Pendidikan ibu Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya. Pendidikan ibu sangat menentukan dalam pilihan makanan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh balita dan anggota keluarga lainnya. Pendidikan gizi ibu bertujuan meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia.Hal ini dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan zat gizi pada balita tinggi bila pendidikan ibu tinggi.
Universitas Sumatera Utara
3. Pendapatan dan anggaran belanja keluarga Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan orangorang akan mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Rendahnya pendapatan itu mungkin disebabkan menganggur atau setengah menggangur karena susahnya memperoleh lapangan kerja tetap sesuai dengan yang diinginkan. Adapula keluarga-keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan cukup akan tetapi sebagian anaknya gizi kurang. Hal ini oleh karena cara mengatur belanja keluarga yang kurang baik. Untuk pangan misalnya disediakan belanja terlalu sedikit, lebih banyak diperuntukkan bagi pembelian barang-barang lain karena pengaruh lingkungan atau kebiasaan. Ada Juga keluarga-keluarga yang membeli bahan pangan dalam jumlah cukup tetapi karena kurang pandai memilih tiap jenis pangan yang dibeli berakibat kurangnya mutu dan keragaman pangan yang diperoleh. Diantara keluarga dengan penghasilan cukup atau lebih masih banyak yang belum terbiasa membuat perencanaan pengeluaran keluarga sehingga hasilnya lebih acak-acakan (Sajogyo, 1994). 2.4 Kebutuhan Gizi Pada Anak Usia Dini Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Keadaan gizi seseorang dapat dikatakan baik bila terdapat keseimbangan antara perkembangan fisik dan perkembangan mental anak tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut terdapat kaitan yang erat antara tingkat keadaan gizi dengan konsumsi makanan, tingkat keadaan gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan gizinya terpenuhi. Keadaan gizi seseorang banyak ditentukan oleh
Universitas Sumatera Utara
konsumsi pada masa lalu. Ini berarti bahwa konsumsi gizi masa kanak-kanak memberi andil terhadap status gizi masa dewasa (Anonim, 2012). Menurut Behrman (1996), Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang nutrisi dalam tubuh seperti kekurangan energi dan protein, anemia dan lain-lain. Selain itu kebutuhan nutrisi dapat membantu dalam aktifitas sehari-hari karena nutrisi merupakan sumber tenaga yang dibutuhkan berbagai organ dalam tubuh, dan juga sebagai sumber pembangun dan pengatur dalam tubuh. Sebagai sumber tenaga nutrisi dapat diperoleh dari karbohidrat sebanyak 50-55%, lemak sebanyak 30-35% dan protein sebanyak 15%. Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak haruslah mengandung zat gizi yang seimbang (Hidayat, 2005). Prioritas nutrisi adalah energi dan protein, namun tidak mengabaikan kebutuhan zat gizi lainnya masukan energi dan protein yang kurang pada masa ini akan berdampak pada perkembangan otak dan susunan syaraf menjadi terhambat (Mitayani, 2010). Tabel 2.1. Kebutuhan Konsumsi Energi dan Protein Anak Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per hari. No Golongan Umur Berat Badan Tinggi Badan Energi Protein (Tahun) (Kg) (cm) (Kkal) (gr) 1 1-3 12 90 1.000 25 2 4-6 17 110 1.550 39 Sumber: Widya Karya Nasinal Pangan dan Gizi VIII, 2004 2.4.1. Energi Energi yang diperlukan tubuh dapat bersumber dari zat gizi karbohidrat, lemak, dan protein. Setiap 1 gram karbohidrat menghasilkan energi sebesar 4 kalori,1
Universitas Sumatera Utara
gram protein menghasilkan 4 kalori, dan 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori. Menurut Beck (2000), energi diperlukan untuk berbagai proses metabolisme di dalam tubuh, yaitu untuk proses pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh agar tetap stabil, dan gerakan otot untuk aktivitas (Uripi, 2004). Energi atau kalori sangat berpengaruh terhadap laju pembelahan sel pembentukan struktur organ-organ tubuh. Apabila energi berkurang maka proses dan pembelahan sel akan terganggu dapat mengakibatkan organ-organ tubuh dan otak anak mempunyai sel-sel yang lebih sedikit dari pada pertumbuhan normal (Asydhad, 2006). 2.4.2. Protein Protein merupakan zat makanan bagian terbesar tubuh sesudah air, seperlima bagian tubuh adalah protein. Protein bertindak sebagai prekusor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan, membangun serta memelihara sel-sel jaringan tubuh (Mitayani, 2010). Protein berfungsi
sebagai zat pembangun bagi jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang telah ada. Kebutuhan protein menurut FAO/WHO adalah konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan pada masa pertumbuhan atau masa balita. Sumber protein hewani yang baik, terutama dilihat dari segi jumlah maupun mutu adalah daging sapi, daging ayam, ikan, udang, hidangan laut, susu, telur dan semua jenis olahannya. Sumber protein nabati, contohnya jamur dan kacang kedelai dan semua olahannya, seperti tempe, tahu, oncom kecap (Sutomo, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.8. Pola Makan dan Status Gizi Pola konsumsi pangan yaitu susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Khomsan, 2010). Pola makanan anak yang dianjurkan berdasarkan bentuk makanan dan banyaknya makanan dalam ukuran rumah tangga dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.2. Pedoman Pola Makan Balita Sumber Tenaga Sumber zat Pembangun 3-4 piring nasi @100 4-5 porsi daging @50 gram gram atau penggantinya atau penggantinya (tempe, (mie, bihun, roti, kentang) tahu, telur, daging ayam). Dianjurkan sekurangkurangnya 1 porsi berasal dari sumber protein hewani. Susu dianjurkan 2 gelas sehari. Sumber : widjaja, 2002
Sumber zat Pengatur 2-3 porsi sayur dan buah. Gunakan sayur dan buah-buahan berwarna (1 porsi sayur = 1 mangkuk sayur, 1 porsi buah segar = 100 gram)
Makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Oleh sebab itu, pola makan yang baik dan teratur perlu diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan pengenalan jam-jam makan dan variasi makanan. Pada usia balita, anak mulai memiliki daya ingat yang kuat dan tajam, sehingga apa yang diterimanya akan terus melekat erat sampai usia selanjutnya. Dengan memperkenalkan anak pada jam-jam makan yang teratur dan variasi jenis makanan, diharapkan anak akan memiliki disiplin (Marimbi, 2010). Disamping makan pagi, siang dan malam juga dapat diadakan makanan selingan. Makanan selingan berguna sebagai penambah zat gizi, terutama kalori maupun zat gizi lainnya yang kurang diperoleh pada waktu makan yang ada. Makanan selingan biasanya diberikan antara makan pagi dan siang, sekitar pukul 9
Universitas Sumatera Utara
pukul 10, dan sore hari antara waktu makan siang dan malam sekitar pukul 4 pukul 5. Bentuk makanan selingan ini adalah disajikan dengan bentuk yang menarik, mudah dimakan, ukuran porsi tidak terlalu mengenyangkan. Contoh makanan selingan adalah pisang goreng atau rebus, berbagai bubur seperti bubur kacang hijau, bubur sumsum, bubur ketan hitam, kue-kue basah seperti getuk lindri, kue lapis, dan sebagainya (Soegeng, 2004). Pada anak balita kebutuhan zat gizi diperlukan dalam jumlah yang besar, dimana pada anak usia ini sedang dalam masa perkembangan. Oleh karena kapasitas perutnya masih terlalu kecil untuk menampung semua makanan yang dikonsumsi dapat terpenuhi (Asydhad, 2006). Apa yang dimakan anak lebih penting daripada kapan dan berapa kali ia makan. Sebaiknya, membiasakan anak makan tiga kali sehari, diselingi kudapan. Bila anak lebih banyak kudapan daripada makanan utama, usahakanlah agar anak mendapat nutrisi sebanyak mungkin (Lawson, 2009). 2.9. Masalah Gizi Pada Anak Usia Dini Tingkat gizi masyarakat dapat menjadi tolok ukur dari kemajuan program pembangunan suatu negara, karena itu program pemerataan kesehatan dan gizi merupakan langkah penting yang perlu dilaksanakankan. Masalah gizi di Indonesia berdasarkan penelitian oleh para ahli gizi adalah masalah Kurang Energi Protein (KEP). Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan xeropthalmia misalnya buta senja, kekurangan zat besi yang dapat menyebabkan anemia, serta kekurangan yodium mengakibatkan penyakit gondok. Dari ketiga permasalahan tersebut KEP merupakan hal yang terpenting. Salah satu penyebab kekurangan gizi adalah daya beli yang rendah pada keluarga kurang mampu dan minimnya pengetahuan tentang
Universitas Sumatera Utara
kesehatan dan gizi, serta rendahnya pendapatan keluarga yang menyebabkan kesehatan dan gizi anak tidak banyak diperhatikan. Berbagai masalah kesehatan dan gizi lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat yang mengkonsumsi bahan pangan yang kurang, baik dalam jumlah maupun mutunya. Selain faktor ekonomi, masalah sosial dan budaya juga mempengaruhi dalam kehidupan sehari-hari terbukti dengan pembiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak higinies dan tidak mencukupi kebutuhan gizi anak (Anonim, 2012). Beberapa masalah gizi yang timbul pada anak usia dini dapat dilihat sebagai berikut: - Penolakan terhadap makanan, sulit makan, hanya sedikit jenis makanan yang dimakan. - Kebiasaan makan camilan diantara waktu makan utama mengurangi nafsu makan pada waktu makan. - Tingginya konsumsi jus buah dan minuman ringan. - Diet rendah lemak/tinggi serat, yang dianggap sehat oleh orang tua. - Tingginya konsumsi kudapan kue, biskuit, keripik, kudapan manis, permen makanan digunakan sebagai hadiah. Adapun strategi/ anjuran yang dapat dilakukan/ diberikan untuk mengatasi masalah gizi pada anak usia dini adalah: - Orang
tua/pengasuh
perlu
memberi
contoh,
makan
bersama
keluarga,
memperkenalkan secara bertahap, terus mencoba makanan baru, jangan menawarkan berbagai macam alternatif untuk makanan yang tidak disukai.
Universitas Sumatera Utara
- Batasi ketersediaan makanan diantara waktu makan utama: Makan adalah suatu kegiatan dan bukan sekedar pelengkap untuk aktivitas lain. - Beresiko mempengaruhi nafsu makan dan kesehatan gigi : berikan hanya air, jus buah yang diencerkan. Minuman ringan hanya sesekali saja. - Berikan pilihan kudapan yang lain, buah, roti, yogurt, roti bakar yang dioles, berondong jagung tanpa tambahan rasa, sereal. - Pastikan anak cukup makan untuk memenuhi kebutuhannya: pola pertumbuhan sangatlah penting. - Gunakan hadiah (penghargaan) yang tidak ada hubungannya dengan makanan (Barasi, 2007). Menurut Khomsam, (2003) intake gizi yang baik memiliki peranan penting dalam mencapai pertumbuhan badan yang optimal juga mencakup pertumbuhan otak yang sangat menentukan kecerdasan seseorang, akibat dari seorang anak menderita gizi kurang akan terlihat: 1. Berpenampilan lebih pendek dari anak yang lain yang seumuran dengannya 2. Memiliki berat badan lebih rendah menurut umurnya 3. Memiliki daya tahan tubuh yang kurang, dan rentan terhadap penyakit 4. Mengalami gangguan perkembangan otak sehingga mempengaruhi tingkat kecerdasannya (Mitayani, 2010) 2.10. Pengukuran Status Gizi Anak Usia Dini Untuk mengetahui, menilai status gizi dapat dilakukan secara langsung dengan pemeriksaan Antropometri, pemeriksaan tanda tanda klinik, penilaian secara biokimia dan pemeriksaan biofisik. Untuk penelitian di lapangan lebih sering
Universitas Sumatera Utara
digunakan Antropometri, karena relatif murah dan mudah, objektif dan dapat dengan cepat dilakukan pengukuran serta dapat dilakukan setiap orang setelah dilatih (Supariasa, 2002). 2.8. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri Supariasa (2002), mendefenisikan antropometri adalah ukuran tubuh. Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan, akan tetapi untuk berbagai cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan dan keterangan untuk pelaksanaanya. Jika dilihat dari tujuannya antropometri dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1.
Untuk ukuran massa jaringan : pengukuran berat badan, tebal lemak dibawah kulit, lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan ini sifatnya sensitive, cepat berubah, mudah turun naik dan menggambarkan keadaan sekarang.
2.
Untuk ukuran linier : pengukuran tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar dada. Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan relatif lambat, ukurannya tetap atau naik, dapat menggambarkan riwayat masa lalu. Parameter dan indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai
status gizi anak adalah indikator berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Yuniastuti, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.8.1 Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran tetang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak misalnya karena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya makanan yang dikonsumsi maka
berat badan
merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu berkembang lebih cepat atau berkembang lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan sifatsifat ini, maka indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat badan yang stabil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat kini (current nutritional status) (Supariasa, 2002). 2.8.2 Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dangan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama. Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau, dan dapat juga digunakan
sebagai
indikator
perkembangan
sosial
ekonomi
masyarakat.
menggambarkan status gizi anak. Masalah penggunaan indeks TB/U pada masa
Universitas Sumatera Utara
balita, baik yang berkaitan dengan kesahihan pengukuran tinggi badan maupun ketelitian data umur (Jahari, 1998). 2.8.3 Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan percepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi masa kini dan masa lalu, terlebih bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Oleh karena itu indeks berat badan menurut tinggi badan disebut pula sebagai indikator yang independen terhadap umur. Karena BB/TB memiliki keuntungan dan kelemahan, terutama bila digunakan terhadap anak balita (Jahari, 1998). 2.10. Kerangka Konsep Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang dicapai dalam penelitian ini,maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Konsumsi pangan : - Jenis makanan - Jumlah zat gizi (energi dan protein) - Frekuensi makan
Status Gizi
Gambar I. Kerangka Konsep Penelitian Bagan diatas menjelaskan bahwa konsumsi pangan anak usia dini yang terdiri dari jenis makanan, jumlah zat gizi (energi dan protein), dan frekuensi makan dengan menggambarkan keadaan status gizi pada anak usia dini.
Universitas Sumatera Utara