BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pelayanan
2.1.1 Pengertian pelayanan Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1982) adalah cara melayani, jasa, atau kemudahan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan jual beli barang atau jasa. Menurut Kotler (2005) pelayanan merupakan suatu aktifitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produk pelayanan mungkin terikat atau tidak terikat pada produk fisik. Hal ini sesuai dengan karakteristik pelayanan yang diungkapkan oleh Sutopo (2003) dalam Wahyuni (2006), yaitu sebagai berikut: (1) pelayanan bersifat tidak dapat diraba, sehingga memiliki sifat yang bertentangan dengan barang jadi, (2) pelayanan terdiri dari kegiatan yang bersifat nyata, dan merupakan pengaruh dari tindakan-tindakan sosial, dan (3) produksi dan konsumsi dari pelayaanan tidak dapat dipisahkan, karena kejadiannya terjadi pada periode yang sama, dilokasi yang sama pula. Definisi pelayanan lainnya, diungkapkan oleh Moenir (1992) di mana menurutnya pelayanan merupakan suatu proses penggunaan akal pikiran, panca indera, dan anggota badan dengan atau tanpa alat bantu, yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan baik dalam bentuk barang maupun jasa. Secara umum, Moenir membedakan pelayanan menjadi dua jenis, yaitu: (1) layanan fisik, yang sifatnya pribadi sebagai manusia dan (2) layanan administratif, yang
diberikan oleh orang lain selaku anggota organisasi. 14
15
Barata (2004), memiliki pandangan serupa, dimana menurutnya pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan antar seseorang dengan orang lain. Berdasarkan pemaparan dari beberapa definsi pelayanan diatas, maka dapat simpulkan bahwa pelayanan merupakan suatu usaha dari seorang individu atau lebih untuk melayani kebutuhan orang lain, sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Dewasa ini, perkembangan dunia jasa telah memperkenalkan istilah pelayanan prima (service of exellence) kepada masyarakat. Pelayanan prima adalah kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya agar palanggan selalu loyal kepada perusahaan atau organisasi (Barata, 2004). Batinggi (2005 dalam Cahyono, 2008), menyatakan pelayanan umum lahir karena adanya kepentingan umum. Pelayanan umum bukanlah tujuan, melainkan suatu proses untuk mencapai sasaran tertentu yang telah ditetapkan. Selanjutnya Batinggi
mengemukakan bahwa pelayanan terdiri dari empat faktor, yaitu :
(1) sistem, prosedur dan metode; (2) personel, terutama ditekankan pada perilaku aparat; (3) sarana dan prasarana, serta (4) masyarakat sebagi pelanggan. (Tjiptono, 2004), mengemukakan ada empat aspek dalam pelayanan yakni : (1) intangibility atau tidak memiliki wujud; (2) inseparibility atau bersifat dijual terlebih dahulu, baru kemudian dipakai dan diproduksi secara bersamaan; (3) variability atau memiliki banyak variasi bentuk, kualitas dan (4) perishability atau merupakan komoditas.
jenis, serta
16
Selanjutnya,
Zeithaml
(1990
dalam
Subroto
dan
Yamit,
2004)
mengemukakan bahwa baik atau tidaknya pelayanan dapat dilihat dari seberapa besar dimensi kualitas pelayanan tersebut. Berikut ini akan dijelaskan mengenai dimensi dari kualitas pelayanan, yaitu sebagai berikut: 1. Reliabilitas (reliability) berkaitan dengan kemampuan pemberian layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati. 2. Daya tanggap (responssiveness) berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara tepat. 3. Jaminan (assurance) yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggannya. 4. Empati (empathy) berarti perusahaan memahami masalah pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. 5. Bukti fisik (tangibles) berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan,
dan
material
yang
digunakan
perusahaan,
serta
penampilan karyawan. Kualitas berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan dorongan khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan (Tjiptono, 2004). 2.1.2 Pengertian pelayanan publik Pelayanan publik, pada umumnya dilihat sebagai representasi dari eksistensi birokrasi pemerintahan, karena bersentuhan langsung dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Filosofi dari pelayanan publik menempatkan rakyat sebagai subyek
17
dalam penyelenggaraan pemerintahan (Rachmadi, 2008). Sebelum mengetahui arti kinerja pegawai publik, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai organisasi publik. Organisasi publik diartikan sebagai organisasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia, yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik (Sinambela, 2007). Secara eksplisit Sianipar (1999) menjelaskan bahwa pelayanan publik dapat dinyatakan sebagai segala bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam bentuk barang dan jasa, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ketentuan
perundangan
yang
berlaku. Widodo (2001)
mengartikan pelayanan publik sebagai pemberian layanan keperluan masyarakat yang mempunyai kepentingan pada orang tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Selanjutnya di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M/PAN/2/2004 tentang Pedoman Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah,
pelayanan
publik
adalah
segala
kegiatan
pelayanan
yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada hakikatnya, penyelenggara pelayanan publik yang dimaksud di sini adalah pemerintah. Jadi pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai suatu proses pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh pegawai pemerintah, khususnya instansi yang bertanggung jawab terhadap pelayanan masyarakat.
18
Menurut Widodo (2001), sebagai perwujudan dari apa yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh pelayan publik agar kualitas layanan menjadi baik, maka dalam memberikan layanan publik seharusnya : (1) mudah dalam pengurusan bagi yang berkepentingan; (2) mendapat pelayanan yang wajar; (3) mendapat pelayanan yang sama tanpa pilih kasih; dan (4) mendapat perlakuan yang jujur dan transparan. Hakikat
kualitas
pelayanan
publik
menurut
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003
Keputusan Menteri adalah
pemberian
pelayanan prima kepada masyarakat yang berasaskan pada: 1. Tranparansi, bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. 2. Akuntabilitas,
dapat
dipertanggungjawabkan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan perundang-undangan. 3. Kondisional, sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima layanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas. 4. Partisipatif,
yang
berarti
mendorong
peran
serta
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pelayanan pubik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. 5. Kesamaan hak, tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. 6. Keseimbangan hak dan tanggung jawab, antara pihak pemberi layanan dan pihak penerima layanan harus memenuhi hak dan kewajiban masingmasing pihak.
19
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, diuraikan juga mengenai prinsip pelayanan publik. Adapun prinsip-prinsip tersebut ialah sebagai berikut: 1.
Kesederhanaan yaitu berupa prosedur pelayanan publik yang tidak berbelitbelit, mudah dipahami, dan mudah untuk dilaksanakan.
2.
Kejelasan dalam tiga hal, yaitu: (1) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik. (2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan publik. (3) Rincian biaya pembayaran publik dan tata cara pembayaran.
3.
Kepastian waktu mencerminkan pelaksanaan pelayanan publik yang dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4.
Akurasi mencerminkan produk telah diterima oleh masyarakat dengan benar, tepat, dan sah.
5.
Keamanan yaitu ketika proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
6.
Tanggung
jawab
mencerminkan
suatu
kondisi
dimana
pimpinan
penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk dapat bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan, dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik tersebut. 7.
Kelengkapan sarana dan prasarana
8.
Kemudahan akses, mencerminkan suatu kondisi dimana masyarakat dapat dengan mudah menjangkau lokasi pelayanan. Disamping itu, kemudahan akses juga dapat dilihat dari kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan teknologi telekomunikasi yang disediakan untuknya dengan baik.
9.
Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan dari pemberi layanan.
20
10. Kenyamanan akan tercapai apabila lingkungan pelayanan tertib, teratur, dan disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti toilet, parkir, tempat ibadah, dll. Sebagai upaya untuk mendukung peningkatan pelayanan publik, maka terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan (Ridwan dan Sudarajat, 2009 dalam Wahyuni, 2006). Adapun faktor-faktor tersebut ialah sebagai berikut: 1. Faktor Hukum, di mana peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan kebutuhan untuk terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik. 2. Faktor aparatur pemerintah mencerminkan suatu kondisi dimana aparatur pemerintah merupakan salah satu faktor dalam terciptanya peningkatan pelayanan publik dan merupakan unsur yang bekerja di dalam praktik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. 3. Faktor sarana mencerminkan penyelenggaraan pelayanan publik tidak akan berjalan dengan lancar dan baik tanpa adanya suatu sarana atau fasilitas yang mendukung. Sarana ini dapat mencakup tenaga manusia yang berpendidikan, organisasi yang baik, peralatan yang memadai dan keuangan yang cukup. 4. Faktor masyarakat, di mana pelayanan diperuntukkan untuk masyarakat, dan masyarakat harus mendukung kegiatan peningkatan pelayanan publik yang diaktualisasikan melalui hukum. 5. Faktor kebudayaan, di mana kebudayaan merupakan faktor yang hampir sama dengan faktor masyarakat. 2.1.3 Perilaku layanan Perilaku layanan yang berorientasi kepada masyarakat adalah perilaku pelayanan yang mampu melayani masyarakat sebagai pelanggan. Agar pelayanan kepada masyarakat dapat berhasil sesuai dengan tujuan organisasi yang berorientasi pada masyarakat maka harus didukung oleh :
21
(1) Pimpinan yang berorientasi kepada masyarakat; (2) Penyesuaian organisasi; (3) Peningkatan mutu sumber daya manusia; (4) Peningkatan kemampuan manajerial; dan (5) Peningkatan mutu dalam proses. Kualitas layanan akan semakin baik bila penyedia layanan (karyawan) memiliki sikap positif, motivasi internal dan pengawasan yang baik terhadap kinerja layanan. Pelayanan prima yang dilakukan adalah pelayanan yang terbaik, yang dilakukan oleh karyawan untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya agar mereka selalu loyal kepada organisasi (Barata, 2004). Pada penelitian ini, layanan terbaik yang diberikan oleh karyawan terdiri atas tujuh unsur pokok yaitu sebagai berikut : 1. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan
pelayanan ( nama, jabatan
serta
kewenangan,
dan
tanggung jawabnya); 2. Kedisiplinan
petugas
pelayanan,
yaitu
kesungguhan
petugas
dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; 3. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; 4. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki
petugas dalam memberikan / menyelesaikan
pelayanan kepada
masyarakat; 5. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;
22
6. Keadilan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani; dan 7. Kesopanan dan keramahan petugas pelayanan, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati. 2.1.4 Standar layanan Setiap penyelenggaraan pelayanan harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Menurut Wahyuni (2006) standar pelayanan publik berfungsi untuk memberikan arah bertindak bagi instansi penyedia pelayanan publik, di mana dengan ditetapkannya suatu standar atas pelayanan publik, maka dapat mempermudah instansi penyedia pelayanan untuk menentukan strategi dan prioritas. Standar pelayanan publik, sekurang-kurangnya meliputi: 1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; 2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang dibutuhkan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; 3. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan; 4. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; 5. Kesesuaian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;
23
6. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; dan 7. Keamanan lingkungan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap risiko-risiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. Terdapat dua manfaat standar pelayanan yang diungkapkan oleh Supranto dan Sugiyanti (2001 dalam Wahyuni, 2006), yaitu sebagai berikut: 1. Standar pelayanan memberikan jaminan mutu bagi pelanggan. Melalui standar pelayanan ini, masyarakat (pelanggan) dapat mengetahui apa saja yang diharapkan dari sebuah pelayanan. 2. Standar pelayanan dapat digunakan sebagai ukuran baku atas mutu yang harus ditampilkan oleh para petugas pelayanan. Selanjutnya, di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004 disebutkan bahwa hendaknya setiap penyelenggara pelayanan melakukan survey indeks kepuasan masyarakat secara berkala. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan dan menjaga kualitas pelayanan agar tetap pada tingkat yang baik, bahkan memuaskan. Pada umumnya, masyarakat menginginkan produk jasa layanan yang memiliki karakteristik lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik. Dengan demikian, perlu diperhatikan dimensi waktu, biaya, maupun kualitas baik produk maupun sikap. Pelayanan yang terbaik adalah melayani setiap saat, secara cepat dan memuaskan, berlaku sopan, ramah, dan menolong, serta profesional (Rachmadi, 2008).
24
Sejalan dengan otonomi daerah, pada hakekatnya pemerintah harus mampu menyediakan pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini sesuai dengan fungsi utama dari pemerintah yaitu memberikan kesejahteraan masyarakatnya. Tingkat kesejahteraan masyarakat akan sangat tergantung pada pelayanan publik yang prima yang dilaksanakan oleh pemerintah. 2.2
Kepuasan
2.2.1 Pengertian kepuasan Secara umum, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja produk dengan hasil yang diinginkan (Kotler, 2005). Jika kinerja memenuhi harapan, maka pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi harapan, maka pelanggan akan merasa amat puas. Sedangkan, Jacobalis (dalam Supraptono, 1998) menyatakan bahwa kepuasan adalah rasa lega atau senang karena harapan tentang sesuatu terpenuhi. Berdasar dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang dirasakan dengan harapan. Kepuasan masyarakat adalah pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan
antara
harapan
dan
kebutuhannya
(Keputusan
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004). Menurut Dutton (1998 dalam
Supraptono, 1998), ukuran kepuasan
masyarakat yang tinggi mencakup kecakapan petugas, keramahan pelayanan, suasana lingkungan yang nyaman, waktu tunggu yang singkat, dan aspek pelayanan lainnya. Menurut Selnes (dalam Endah, 2008), kepuasan masyarakat
25
mencakup tingkat kepuasan secara keseluruhan (overall satisfaction), kesesuaian pelayanan dengan harapan masyarakat (expectation), dan tingkat kepuasan masyarakat selama menjalin hubungan dengan instansi (experience). 2.2.2 Indeks kepuasan masyarakat Pemerintah sebagai penyedia jasa layanan publik, harus senantiasa meningkatkan kualitasnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), perlu disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004). Di samping itu, data IKM akan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat dimaksudkan sebagai acuan bagi Unit Pelayanan instansi pemerintah untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik selanjutnya. Bagi masyarakat, indeks kepuasan masyarakat dapat digunakan sebagai gambaran tentang kinerja pelayanan unit
26
yang
bersangkutan
(Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 25 Tahun 2004). Dengan tersedianya data IKM secara periodik, dapat diperoleh manfaat sebagai berikut : 1. Diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik; 2. Diketahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik secara periodik; 3. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan; 4. Diketahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah; 5. Memacu persaingan positif, antar unit penyelenggara pelayanan pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan; dan 6. Bagi masyarakat, dapat diketahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan. Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 25 Tahun 2004, ada beberapa dimensi yang menjelaskan kinerja pegawai pelayanan publik. Dari peraturan tersebut, ada empat belas hal yang berkaitan dengan kepuasan masyarakat dari pelayanan yang dilakukan oleh pegawai/petugas pelayanan, yaitu: 1.
Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;
2.
Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang dibutuhkan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya;
3.
Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan
pelayanan
tanggung jawabnya);
(nama,
jabatan serta kewenangan dan
27
4.
Kedisiplinan
petugas
pelayanan,
yaitu
kesungguhan
petugas
dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; 5.
Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan;
6.
Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan / menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;
7.
Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;
8.
Keadilan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;
9.
Kesopanan petugas pelayanan, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati;
10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan; 11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan; 12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; 13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; dan 14. Keamanan lingkungan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap risikorisiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
28
2.2.3 Biro jasa pelayanan Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelengaraan Pelayanan Publik, pengurusan pelayanan publik pada dasarnya dilakukan sendiri oleh masyarakat. Namun dengan pertimbangan tertentu dan sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik
tertentu dimungkinkan
adanya biro jasa untuk membantu penyelenggaraan pelayanan publik. Status biro jasa tersebut harus jelas, memiliki izin usaha dan instansi berwenang dalam penyelenggaraan
kegiatan
pelayanannya
harus
berkoordinasi
dengan
penyelenggara pelayanan yang bersangkutan, terutama dalam hal yang menyangkut persyaratan, tarif jasa dan waktu pelayanan, sepanjang tidak mengganggu fungsi penyelenggaraan pelayanan publik. 2.3
Penelitian Terdahulu Sejumlah peneliti telah melakukan berbagai penelitian yang berkaitan
dengan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perizinan. Hasil-hasil penelitian terdahulu tentu sangat relevan sebagai referensi ataupun pembanding, karena terdapat beberapa kesamaan prinsip, walaupun menggunakan variabel dan metode penelitian yang berbeda-beda. Penggunaan hasil-hasil penelitian sebelumnya dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dalam kerangka dan kajian penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah:
29
Tesis Rusanto (2005) yang berjudul “ Kepuasan pengguna layanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) pada Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi (KPPI) Kabupaten Purbalingga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-faktor
apa
yang
menyebabkan
timbulnya
ketidakpuasan
dalam
penyelenggaraan pelayanan SIUP dan peningkatan kinerja KPPI juga diikuti dengan kepuasan dari para pengguna layanan SIUP. Teori yang digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Zeithaml, Parasuraman, dan Berry di mana dalam penyelenggaraan suatu pelayanan publik sering terjadi lima kesenjangan. Kesenjangan yang paling berpengaruh dalam menggambarkan tingkat kepuasan pengguna layanan adalah kesenjangan antara expected service dan perceived service. Penelitian ini menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, dan memposisikan data kualitatif sebagai penjelas data kuantitatif. Objek penelitian adalah pengguna layanan SIUP di KPPI Purbalingga dari 12 September 2005 s/d 22 Oktober 2005, penentuan sampel menggunakan accidental sampling, pengumpulan data menggunakan kuesioner, pengamatan, wawancara tidak terstruktur dan dokumentasi, analisa data
menggunakan
Importance–
Performance Analysis Technique, distribusi frekuensi, dan nilai rata-rata (mean). Operasionalisasi kepuasan menggunakan 19 unsur yang dikembangkan dari Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. KEP/25/M.PAN/2/2004. Penelitian menghasilkan delapan unsur yang sangat memuaskan yaitu: prosedur; kesungguhan petugas; ketaatan pada jam kerja; kemampuan petugas; kejelasan informasi dari petugas; kesopanan dan keramahan petugas; serta keamanan lingkungan kantor; dua unsur yang biasa-biasa saja yaitu: kenyamanan dan
30
kebersihan ruang tunggu; dan sembilan unsur yang tidak memuaskan yaitu: tatacara pengisian dan kesederhanaan blanko formulir; kemudahan dalam melengkapi persyaratan dan jumlahnya; ketepatan waktu penyelesaian; keadilan pelayanan; keterjangkauan dan kepastian biaya; serta keamanan parkir kendaraan. Adanya ketidakpuasan dalam pelayanan SIUP disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: kurangnya komunikasi horizontal antara manajemen KPPI dengan para pengguna layanannya, tidak cocoknya karakteristik sebagian pekerja dengan pekerjaan, lemahnya komitmen dan kontrol manajemen KPPI, serta kurang optimalnya pemanfaatan mekanisme voice yang telah diselenggarakan oleh manajemen KPPI selama ini. Oleh karena itu KPPI hendaknya meningkatkan sosialisasi penggabungan TDP dan SIUP, memberikan diklat khususnya kepada para pegawai kontrak, menggunakan mekanisme pendelegasian wewenang (peunjukkan Pjs & Pgs), menyempurnakan format SIUP, meningkatkan kontrol terhadap standar alur pelayanan pada front office dan loket pembayaran, pemberian bukti setor kepada para pengguna layanan, dan mengoptimalkan mekanisme
pengaduan melalui polling kepuasan dan hotline pengaduan
bebas pulsa. Penelitian Wahyuni (2010) yang berjudul “Kualitas Pelayanan Pembuatan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) di Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Cilegon Bulan Agustus s/d Desember Tahun 2009”. Tujuan penelitian ini adalah mengukur kualitas pelayanan pembuatan surat izin usaha perdagangan (SIUP) di Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Cilegon yang ditinjau dari dimensi Realibility, Responsiveness, Assurance,
31
Emphaty, dan Tangibles. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat kesenjangan antara persepsi dengan ekspektasi responden atas pelayanan pembuatan surat izin usaha perdagangan (SIUP) yang diselenggarakan oleh pegawai
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Cilegon. Skor
SERVQUAL untuk masing-masing dimensi diantaranya Realibility (-3,14), Responsiveness (-2,75), Assurance (-2,8), Emphaty (-2,72) dan Tangibles (-3), dimana kualitas pelayanan pembuatan
surat
izin
usaha
perdagangan
(SIUP) tidak memuaskan bagi responden. Penelitian Fardhani (2010) yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan masyarakat pada pelayanan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Semarang”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelayanan sebagai faktor yang mempengaruhi kepuasan masyarakat. Menurut Kepmen PAN No. 25 Tahun 2004 tentang Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) ada 14 hal yang berkaitan dengan kinerja dan pelayanan yang dilakukan oleh pegawai pelayanan, antara lain Prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kejelasan petugas pelayanan, kedisiplinan petugas pelayanan, tanggung jawab petugas pelayanan, kemampuan petugas pelayanan, kecepatan pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas, kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya pelayanan, kepastian jadwal pelayanan, Kenyamanan lingkungan
dan
keamanan
lingkungan.
Penelitian
ini
dilakukan
untuk
menganalisis nilai variabel-variabel tersebut, serta pengaruhnya terhadap kepuasan masyarakat.Melalui penghitungan IKM, dapt diketahui nilai indeks adalah 3,180 dan nilaik IKM setelah dikonversi sebesar 79,6. Berdasarkan nilai
32
IKM tersebut, dapat disimpulkan mutu pelayanan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Semarang masuk dalam kriteria yang baik (B). Melalui analisis faktor, 14 indikator tentang pelayanan telah direduksi menjadi 8 indikator yang kemudian mengelompok dalam dua faktor yaitu faktor mutu layanan dan faktor prosedur pelayanan. Melalui analisis regresi, dapat diketahui bahwa faktor mutu layanan dan faktor prosedur pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan masyarakat. Penelitian Primanda (2012) yang berjudul “Analisis Penyelenggaraan Pemerintahan yang baik pada Kantor Pelayananan Perizinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Kebumen Guna Mewujudkan Kepuasan Masyarakat”. Penelitian ini untuk mengetahui penerapan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik pada Kantor Pelayananan Perizinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Kebumen didalam menyelenggarakan pelayanan publik di bidang perizinan. Prinsip tersebut antara lain akuntabilitas, transparansi serta partisipasi publik. Maksud dari penerapan prinsip tersebut adalah untuk mewujudkan pelayanan yang optimal kepada masyarakat guna meuwujudkan kepuasan masyarakat akan layanana perizinan di Kabupaten Kebumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa prinsip akuntabilitas dan transparansi organisasi KPPT Kabupaten Kebumen telah dilaksanakan dengan baik, hanya untuk prinsip partisipasi masyarakat masuk dalam kategori sangat rendah. Laporan penelitian Erida, dkk. (2012) yang berjudul “Pengaruh Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terhadap Citra Penyelenggara Layanan Publik”. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis beberapa unsur IKM yang berpengaruh
33
terbesar/dominan terhadap citra penyelenggaraan layanan publik khususnya di kantor PTSP Kota Jambi. Dengan hasil penelitian IKM menunjukan hasil bahwa 14 unsur pelayanan menunjukan angka baik, terdapat pengaruh antara kepuasan masyarakat terhadap citra penyelenggara layanan
publik
dan terdapat tiga
unsur yang berpengaruh terhadap citra yaitu prosedur pelayanan, kesopanan dan keramahan serta kenyamanan.