Bab II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Dampak psikologis 2.1.1 Pengertian dampak psikologis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002, h. 234) dampak berarti pengaruh kuat yang mendatangkan akibat baik negatif maupun positif. Adapun yang dimaksud dengan psikologis (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002, h.901) adalah sifat kejiwaan , ditinjau dari segi kejiwaan Berkaitan dengan stimulus dan respon yang mendorong seseorang bertingkah laku, maka dampak psikologis dapat dipandang sebagai hasil dari adanya stimulus dan respon yang bekerja pada diri seseorang. Hal ini ditegaskan oleh Miller bahwa setiap stimulus internal atau eksternal jika cukup kuat mampu membangkitkan suatu dorongan dan memcu tindakan (Artuti,2002). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dampak psikologis adalah merupakan pengaruh positif maupun negatif yang muncul sebagai hasil adanya stimulus dan respon yang bekerja pada diri seseorang di mana pengaruh tersebut nampak dalam perilaku individu.
2.3 Remaja 2.3.1 pengertian remaja Masa remaja (adolescence) merupakan peralihan masa perkembangan yang berlangsung sejak usia 10 atau 11, atau bahkan lebih awal sampai masa remaja akhir atau usia dua puluhan awal, serta melibatkan perubahan dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial
yang berkaitan. Secara umum masa remaja ditandai dengan munculnya pubertas (puberty), proses yang pada akhirnya akan menghasilkan kematangan seksual, atau fertilitas (kemampuan untuk melakukan reproduksi). Hurlock (2004) mengungkapkan istilah adolescene sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Sementara definisi remaja secara lengkap menurut WHO (Sarwono, 2010) terbagi dalam tiga konseptual, yaitu : 1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan fisik. 2. Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanakkanak menjadi dewasa. 3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Santrock (2003) menyatakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode transisi antara masa kanak-kanak dan orang dewasa yang meliputi perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Masa remaja juga disebut masa topan badai (strum & drang), karena mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat pertentangan nilai. Karena hal itu, para ahli mempunyai perbedaan dalam menentukan batasan remaja. Hal ini disebabkan banyaknya faktor yang mempengaruhi perkembangan setiap individu. Santrock (2002) berpendapat bahwa remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18-22 tahun. Dalam Papalia (2009) memberikan batasan usia yang hampir sama, yaitu 12-13 tahun hingga akhir belaan atau pada awal dua puluhan. Sementara Sarwono (2010) membuat batasan mengenai remaja Indonesia sesuai dengan kultur budaya yang ada dimasyarakat kita. Menurutnya remaja Indonesia adalah individu yang berada pada usia 1124 tahun, dan belum menikah. Usia 11 tahun adalah saat seseorang mulai mengalami perubahan seksual yang umumnya berakhir pada usia 24 tahun. Sedangkan dalam masyarakat
Indonesia, seseorang yang sudah menikah (berapapun usianya) akan dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa.
2.3.2 Karakteristik Remaja Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis, tetapi juga fisik. Pada masa remaja terjadi perubahan karakteristik seks primer dan seks sekunder. Menurut papalia (2009) kedua karakteristik memiliki pengertian yaitu: 1. Seks primer adalah perubahan biologis yang secara langsung melibatkan organ-organ yang di perlukan untuk melakukan reproduksi. Pada permpuan, organ-organ ini adalah indung telur, tuba falopi rahim, dan vagina; pda laki-laki adalah testis, penis, skrotum, vesikula seminalis,dan kelenjar prostat. 2. Seks skunder adalah tanda-tanda fisiologis dari kematanagn seksual yang tidak secara langsung melibatkan organ seks: misalnya, payudara pada perempuan dan bahu bidang pada laki-laki. Menurut Papalia (2009), terdapat perubahan yang dimiliki remaja, ketidakmatangan cara berpikir pada remaja memiliki enam ciri :
1. Idealisme dan mudah mengkritik. Saat remaja memikirkan dunia ideal, mereka menyadari bahwa dunia nyata dimana mereka menganggap orang dewasa bertanggung jawab atas keberadaannya, tidak sesuai dengan pemikiran mereka. Mereka menjadi sangat sadar akan kemunafikan, dengan penalaran verbal mereka yang semakin tajam, mereka menikmati membaca
dan penghibur yang menyerang tokoh publik dengan parodi. Merasa yakin lebih baik dibandingkan orang dewasa dalam menjalankan dunia, mereka sering kali menemukan kesalahan orangtua mereka. 2. Sifat argumentatif. Remaja terus-menerus mencari kesempatan untuk mencoba dan memamerkan kemampuan penalaran mereka. Mereka menjadi sering berdebat seiring dengan penguasaan fakta dan logika untuk membangun kasus, misalnya tidur lebih larut dibandingkan dengan pendapat orang tua mereka. 3. Sulit untuk memutuskan sesuatu. Remaja dapat memikirkan banyak alternatif di pikirannya dalam waktu yang sama, tetapi kurang memiliki strategi yang efektif untuk memilih. Mereka mungkin bermasalah untuk mengambil keputusan, bahkan tentang hal-hal sederhana. 4. Kemunafikan yang tampak nyata. Remaja sering kali tidak menyadari perbedaan antara mengekspresikan sesuatu yang ideal, seperti menghemat energi, dan membuat pengorbanan yang diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut, misalnya dengan mengurangi mengendarai mobil. 5. Kesadaran diri. Remaja yang berada dalam tahap operasional formal dapat berpikir mengenai berpikir, baik dalam diri mereka sendiri atau orang lain. Akan tetapi, karena terlalu terfokus pada keadaan mental mereka sendiri, remaja sering kali menganggap bahwa orang lain berpikir hal yang sama dengan diri mereka sendiri. Elkind menyebut kesadaran ini sebagai imaginary audience yaitu konseptualisasi “pengamat” yang peduli terhadap pemikiran dan perilaku remaja tersebut seperti dirinya sendiri. 6. Keistimewaan dan kekuatan.
Elkind menggunakan istilah personal fable untuk menunjukan keyakinan remaja bahwa mereka istimewa, bahwa keberadaan mereka unik, dan bahwa mereka tidak harus menaati peraturan yang memerintahkan seluruh dunia.
2.3.3
Tahap dan Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Sarwono (2010), dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, setiap remaja harus melewati tiga tahap perkembangan, yaitu : 1. Remaja Awal (early adolescene), remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. 2. Remaja Madya (middle adolescene), pada tahap ini remaja sangat tergantung pada teman dan senang kalau mempunyai banyak teman. Terdapat kecenderungan “narcistic”, menyukai teman-teman yang mempunyai sifat dan minat yang sama. Selain itu remaja dalam tahap ini berada dalam kondisi bingung untuk memilih, antara peka
atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau
materialis. 3. Remaja Akhir (late adolescene), tahap ini adalah masa konsolidasi remaja menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu : a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman baru. c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. d. Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public). Dalam
perkembangan
dengan
lingkungannya
remaja
memiliki
tugas-tugas
perkembangan yang oleh William Kay (dalam Yusuf, 2008) tugas-tugas perkembangan remaja tersebut yaitu :
a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya. b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur yang mempunyai otoritas c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok. d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya. e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri. f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup (Weltanschauung). g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanakkanakan. Selain itu menurut Hurlock (dalam Ali dan Asrori, 2004) remaja memiliki tugas-tugas dalam perkembangan masa remajanya yaitu : 1. Mampu menerima keadaan fisiknya. 2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa. 3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis. 4. Mencapai kemandirian emosional. 5. Mencapai kemandirian ekonomi.
6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat. 7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dang orangtua. 8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa. 9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan. 10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
2.4 Perceraian 2.4.1 Defenisi perceraian Menurut papalia (2009), perceraian merupakan suatu proses-“rangkain yang potensial membawa keoengalaman penuh stress yang mulai sebelum perpisan fisik dan berlanjut setelahnya”. Dari beberpa difenisi diatas,dapat di simpulkan bahwa perceraian
merupakan proses
berakhirnya pernikahan secra sah di mata hukum yang berpotensi menimbulkan pengalaman penuh tekanan yang biasanya di mulai sebelum terjadinya perpisahan fisik dan terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama. Berdasarkan jenisnya perceraian dibedakan menjadi 2, yaitu :
Cerai hidup
Perceraian adalah berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya suatu ikatan perkawinan yang diakui oleh hukum atau legal. Emery (1999) mendefinisikan perceraian hidup adalah berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya perkawinan karena
tidak tercapainya
kata kesepakatan mengenai
masalah
hidup.Perceraian dilakukan karena tidak ada lagi jalan lain yang ditempuh untuk menyelamatkan perkawinan mereka.
Cerai mati
Cerai mati merupakan meninggalnya salah satu dari pasangan hidup dan sebagai pihak yang ditinggal harus sendiri dalam menjalani kehidupannya (Emery, 1999). Salah satu pengalaman hidup yang paling menyakitkan yang mungkin dihadapi oleh seseorang adalah meninggalnya pasangan hidup yang dicintai. Benaim (dalam Ulfasari, 2006) mengatakan bahwa meninggalnya pasangan hidup bagi seorang wanita akan terasa lebih menyakitkan dibanding laki-laki, karena itu seorang laki-laki yang ditinggal mati pasangan hidupnya cenderung lebih cepat dapat melupakan atau menyelesaikan masalah tersebut dan memilih untuk menikah kembali. Sebaliknya bagi para wanita yang ditinggal mati suaminya biasanya akan memiliki masalah yang lebih kompleks. Mereka harus memikirkan sumber masalah, sumber keuangan bagi kehidupan dan juga untuk anak-anaknya.
2.4.2 Bentuk dan tahap perceraian Perceraian menjadi salah satu persoalan yang paling menyakitkan dan menyulitkan dalam kehidupan seseorang. Hal ini dikarenakan perceraian menghadapkan seseorang dengan sejumlah proses dan pengambilan keputusan yang penting.proses perceraian merupakan hal yang menekan bahkan traumatis untuk kebanyakan orang yang mengalaminya.masa-masa yang paling sulit dalam proses perceraian adalah saat-saat keputusan untuk mengambil keputusan untuk bercerai(olson & DeFrain,2006). Bohannon (2004) mengungkapkan 6 tahapan dalam proses perceraian yang harus dilalui oleh seseorang, yaitu :
Perceraian Emosional merupakan awal persoalan dari perkawinan yang mulai memburuk. Bentuk perceraian ini adalah tahapan awal yang sangat berpengaruh dimana struktur perkawinan menjadi runtuh dan motivasi untuk bercerai mulai muncul. Perilakuperilaku yang muncul diantanya adalah konflik, terhambatnya komunikasi, hilangnya kepercayaan, dan kebencian.
1. Perceraian Legal memerlukan lembaga pengaduan untuk memutuskan ikatan perkawinan. Pasangan biasanya mengalami kelegaan, jika perceraiannya telah diputuskan secara legal dimana berbagai ekspresi emosional akan muncul pada tahap ini. 2. Perceraian Ekonomi
menunjukkan pada
tahap dimana
pasangan telah
memutuskan untuk membagi kekayaan dan harta mereka masing-masing. Pada tahap ini seringkali dibutuhkan seorang penengah karena biasanya Kedua pasangan menunjukkan reaksi kebencian, kemarahan, dan permusuhan berkaitan dengan pembagian harta kekayaan. 3. Perceraian antar orang tua merupakan tahapan keempat yang berkenan dengan persoalan pengasuhan anak. Kekhawatiran dan perhaatian terhadap dampak perceraian pada anak seringkali muncul dalam tahap ini. 4. Perceraian Komunitas menunjukkan bahwa status individu dalam hubungan sosial menjadi berubah. Banyak individu yang bercerai merasa bahwa mereka terisolasi dan kesepain. 5. Perceraian Psikis berkaitan dengan mendapatkan kembali otonomi individual. Perubahan dari situasi yang berpasangan menjadi individu yang sendirian, membutuhkan penyesuaian kembali peran-peran dan penyesuaian mental.
Tahapan-tahapan dalam proses percerain itu disebut sebagai “stasiun”(stations).tidak semua orang yang mengalami perceraian akan melalui tahapan dengan urutan yang sama.mereka terkadang mundur kembali mengulang suatu tahap, atau melalui beberpa tahap secara bersamaan (bird & Melville dalam dewi,2010). Reaksi pertama yang dimunculkan oleh individu saat menghadapi perceraian umumnya adalah reaksi – reaksi yang bersifat emosional. Rekasi tersebut tampak dengan wujud penyangkalan terhadap kenyataan perceraian dan kemarahan yang memuncak pada depresi. Individu pada akhirnya setuju untuk bercerai, hanya ketika melihat kenyataan bahwa perceraian merupakan keputusan yang terbaik dari pada mempertahankan perkawinan yang sudah tidak harmonis.
2.4.3 alasan bercerai Ada beberpa alasan mengapa suatu ikatan pernikahan harus di akhiri dengan perceraian. Menurut papalia (2009) alasan-alasan untuk bercerai adalah:
a) Dalam berumah tangga Ketidakharmonisan merupakan alasan yang kerap dikemukakan bagi pasangan yang hendak bercerai. Ketidakhrmonisan disebabkan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, ketidakcocokan pandangan, krisis akhlak, perbedaan pendapat yang sulit disatukan dan lain-lain. b) Krisis moral dan akhlak Perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak misalnya kelalaian tanggung jawab baik suami maupun istri, poligami yang tidak sehat,
pengaiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya misalnya mabuk-mabukkan, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang. c) Perzinahan Terjadinya perzinahan yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik suami maupun istri merupakan penyebab perceraian. Di dalam hukum perkawinan Indonesia, perzinahan dimasukkan kedalam salah satu pasalnya yang dapat mengakibatkan berakhirnya percereaian. d) Tanpa cinta Alasan lain yang kerap dikemukakan baik oleh suami atau istri untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. 2.4.4 dampak perceraian Perceraian adalah tindakan yang harus di pertimbangkan secara matang dan harus memikiran dampak secara keseluruhanya. Percerain dapat menimbulkan stress pada anak akibat konflik dalam pernikahan,yang dilanjutkan dengan perpisahan orang tua dan perginya salah satu orang tua biasanya ayah (papalia,2007). Perceraian tentunya juga menimbulkan setress pada orang tua dan mungkin meberi efek negative pada pola asuh setelah perceraian. a) Dampak perceraian terhadap orang tua. Hurlock (2006) menjelaskan dampak perceraian kepada orang tua dengan lebih spesifik,yaitu: 1. dampak emosi,psikologis, dan fisik istilah sparations distress dialamatkan kepda kondisi psikologis yang menyertai
perpisahan,yang
mungkin
mencakup
perasaan
dipresi,kehilangan,dan kecemasan,dan kesepian yang intens. Kehilangan keintiman emosional dan seksual dan identitas sebagai bagian dari pasangan
dapat merusak kebahagian-
khususnya untuk individu yang pasanganya
menjadi inisiator perceraian.akan
tetapi inisitor percerain pun mengalami
depresi,kemarahan, dan perasaan bersalah,walaupun biasanya terjadi di awal proses perceraian. 2. kesepian dan perasaan di-stigmatisasi meninggalkan rumah atau melihat pasangan pergi, tidur sendiri,mkan sendiri,dan mencari persahabatan teman dan orang asing dapat meningkatkan perasaan kesepian.berpisah atau bercerai juga dapat memunculkan perasan di beri stigma oleh orang tua dan saudara, sperti juga oleh keluarga mertua dan bahkan oleh teman dan rekan kerja.conohnya adalah telah mempermalukan diri sendiri dan orang lain dengan ketidakberhasilan pernikahan. 3. Stress Semua persaan negtif pastimenimbulkan stress, walaupun jumlah stress dapat bervariasi berdasarkan jumlah stress yang di alami dalam pernikahan sebelum terjadinya pernikahan.perceraian di anggap sebagai peristwa ke dua yang menghasilkan tekanan terbesar dalam hidup,setelah wafatnya pasangan. 4. masalah kesehatan masalah kesehatan individu yang
memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami masalah kesehatan karna proses perceraian yang berlangsung terus-menrus dapat membebani system imun mereka. 5. dampak positif dalam studi buehler dalam langenbrunner tagan 1987 terhadap dalam 80 orang yang telah bercerai
dalam jangka waktu 6-12 bulan sebelumnya,mereka
menemukan bahwa mayoritas dari partisipan menunjukan rasa positif seperti
persaan berharga sebagai manusia (96%),mengalami pertumbuhan dan kematangan personal(94%), lega (92%), merasa lebih dekat dengan anak (89%),dan merasa kompten (89%). a.
Dampak perceraian pada remaja Dampak perceraian orang tua terhadap remaja dapat mengakibat kan 2 hal yaitu
positif dan negatif : 1. positif adapun dampak positif
menurut wallerstain dan jhonson (dalam
Wong,dkk,2009) adalah keluarga yang berhasil setelah percerain,baik orang tua tunggal atau sebagai keluarga yang di bentuk kembali,dapat meningkatkan kualitas kehidupan orang dewasa dan anak. Hidup dengan konflik telah dapat diselesaikan , dan hubungan yang lebih baik dengan salah satu atau kedua orang tua dapat terjadi. Maturitas yang lebih besar,kemandirian,dan komitmen untuk mempertahankan hubungan,juga merupkan hasil yang positif. 2. Dampak negative menurut Wong dkk (2009)damapak negative perceraian orang tua pada remaja memiliki kecenderungan perasaan dan perilaku sebagai berikut: tidak mampu melepaskan dirinya sendiri dari konflik orang tua:merasa kehilangan keluarga,masa
kanak-kanak,merasa
cemas,khawatir
tentang
dirinya
sendiri,orang tua dan saudaranya: mengekspresikan kemarhannya, kesedihan, rasa malu dan di permalukan,dapat menarik diri dari keluarga dan temanteman,terganggunya konsep seksualitas dapat terlibat dalam perilaku yang meledak-ledak.