BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Analisis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:43) analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Menganalisis berarti menguraikan bagian-bagian dari suatu pokok untuk kemudian dilihat hubungan antar bagian tersebut. Sementara itu Spradley dalam Sugiyono (2013:89) mengatakan bahwa analisis adalah sebuah kegiatan untuk mencari suatu pola. Kemudian ditambahkan oleh Nasution dalam Sugiyono (2013:88) bahwa melakukan analisis adalah pekerjaan sulit, memerlukan kerja keras. Ini berarti, dalam menganalisis diperlukan suatu langkah yang tepat agar menganalisis tidak menjadi hal yang sulit. Dari beberapa pernyataan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis adalah kegiatan untuk menguraikan berbagai bagian dari suatu pokok yang memiliki pola tertentu, serta mengetahui hubungan antar bagian hingga memperoleh pemahaman yang tepat. Dikarenakan analisis kegiatan yang memerlukan kerja keras karena dianggap sulit, maka dari itu diperlukan metode atau cara yang tepat untuk sampai pada pengertian ataupun pemahaman hingga menyeluruh sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
11
12
2.2 Tinjauan Proses Berpikir 2.2.1 Pengertian Berpikir Berpikir merupakan aktivitas yang tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari, sebab hampir dilakukan oleh manusia setiap saat. Berpikir menjadi salah satu ciri utama yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Berpikir adalah aktivitas mental yang dilakukan seseorang ketika sedang menghadapi sesuatu hal yang terjadi pada dirinya. Berpikir dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia
(2007:872)
adalah
menggunakan
akal
budi
untuk
mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa dalam berpikir, kinerja otak akan sangat berperan aktif dalam mengolah informasi, hingga melakukan pertimbangan-pertimbangan dan sampai akhirnya diperoleh suatu keputusan. Berpikir adalah proses yang dialektis, di mana akan ada keadaan tanya jawab di dalam pikiran seseorang dalam meletakkan hubungan pengetahuannya (Ahmadi dan Supriyono, 2004:31). Sementara itu para psikolog dalam Feldman (2012:299) mendefinisikan berpikir sebagai manipulasi terhadap representasi mental dari informasi. Suatu representasi dapat berbentuk kata, gambaran visual, suara, dan data dalam modalitas sensori lain yang tersimpan di dalam memori. Berpikir dapat mengubah suatu representasi tertentu menjadi sesuatu yang baru bahkanberbeda, sehingga seseorang dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapi dalam hidupnya, membuat suatu keputusan, serta mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
13
Dengan mengacu pada beberapa pendapat di atas,dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah aktivitas mental yang dilakukan seseorang sebelum membuat keputusan. Berpikir sangat tidak mungkin tidak terjadi pada manusia dalam menjalani kehidupan. Sebab dengan berpikir, seseorang akan mampu memperoleh sesuatu yang baru dengan mempertimbangkan hubungan-hubungan yang terkait di dalamnya. Serta, memudahkan manusia dalam menghadapi masalah dan persoalan, membuat keputusan, hingga mencapai tujuan yang dikehendaki. 2.2.2 Pengertian Proses Berpikir Proses berpikir terdiri dari kata proses dan berpikir. Proses dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:899) adalah rangkaian tindakan, pembuatan, dan pengolahan yang menghasilkan produk. Sedangkan berpikir dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia
(2007:872)
adalah
menggunakan
akal
budi
untuk
mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Dari kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses berpikir adalah rangkaian tindakan yang dilakukan secara dinamis untuk memutuskan dan menghasilkan sesuatu. Suryabarata (2015:54) menyatakan bahwa berpikir adalah proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. Proses atau jalannya berpikir pada pokoknya memiliki tiga langkah, antara lain: 1. Pembentukan pengertian Di dalam pembentukan pengertian, seseorang akan menganalisis serta membandingkan objek dengan cara memilah ciri-ciri yang sejenis atau tidak
14
sejenis. Selain itu, seseorang akan mengabstraksikan objek dengan menyisihkan ataupun membuang ciri-ciri yang tidak sesuai. 2. Pembentukan Pendapat Suatu pendapat terbentuk karena adanya hubungan antara beberapa pengertian. Seseorang akan membentuk suatu pendapat setelah menggabungkan beberapa pengertian yang telah diperoleh. Pendapat tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat. Pendapat dapat dibedakan menjadi 3 macam, antara lain: (1) Pendapat afirmatif/positif yaitu pendapat yang mengiyakan, yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu, (2) Pendapat negatif yaitu pendapat yang menidakkan, yang secara tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu sifat pada sesuatu hal, dan (3) Pendapat modalitas/kebarangkalian yaitu pendapat yang menerangkan kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada sesuatu hal. 3. Pembentukan Keputusan atau Penarikan Kesimpulan Keputusan adalah hasil perbuatan akal setelah menggabungkan pendapat yang telah dibentuk sebelumnya. Keputusan terbagi menjadi 3 macam, antara lain: (1) Keputusan deduktif, (2) Keputusan induktif, dan (3) Keputusan analogis. Oleh karena itu, proses berpikir dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai rangkaian tindakan yang dilakukan secara dinamis untuk memutuskan dan menghasilkan suatu jawaban dalam penyelesaian soal cerita. Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan sebagai indikator proses berpikir mengacu pada langkah-langkah proses berpikir yang dikemukakan oleh Suryabarata, yaitu: pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, pembentukan keputusan, dan penarikan kesimpulan.
15
2.3 Tinjauan Soal Cerita Soal adalah rangkaian pertanyaan yang diberikan oleh guru kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa memahami pelajaran yang telah disampaikan oleh guru, serta melihat keberhasilan pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh guru tersebut. Salah satu bentuk soal yang sering ditemui dalam pembelajaran matematika adalah soal berbentuk cerita, yang kemudian lebih dikenal dengan soal cerita. Tambunan (Retna dkk, 2013:74) menyatakan bahwa soal cerita adalah suatu pertanyaan yang diuraikan dalam cerita bermakna yang dapat dipahami, dijawab, secara sistematis berdasarkan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya. Soal cerita yang terdapat di dalam matematika merupakan persoalan yang
berkaitan
dengan
permasalahan
sehari-hari,
yang
dapat
dicari
penyelesaiannya dengan menggunakan kalimat matematika (Raharjo dan Astuti, 2011:8). Kalimat matematika berarti kalimat yang memuat operasi perhitungan matematika di dalamnya. Retna dkk (2013:75) menyatakan bahwa penyajian soal dalam bentuk cerita merupakan usaha menciptakan suatu cerita untuk menerapkan konsep-konsep matematika yang sedang atau sudah dipelajari sesuai dengan pengalaman sebelumnya atau pengalaman sehari-hari. Dengan mengacu pada beberapa pendapat di atas, maka soal cerita yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah soal cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari serta memuat konsep matematika di dalamnya. Soal cerita dalam pengajaran matematika menjadi sangat penting bagi perkembangan proses berpikir peserta didik sehingga keberadaannya mutlak
16
diperlukan (Susanto, 2013). Soal bentuk cerita memuat pertanyaan yang menuntut pemikiran dan langkah-langkah penyelesaaian secara sistematis. Oleh karena itu, soalcerita dianggap mampu menjelaskan proses berpikir siswa dibandingkan soal lainnya. Dalam menyelesaikan soal cerita, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan siswa secara tepat untuk sampai pada sebuah jawaban. Selain itu, di dalam soal cerita terdapat tantangan dalam penyelesaiannya. Langkah-langkah penyelesaian soal cerita di dalam penelitian ini mengadaptasi pada langkah pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya (1973:xvi). Hal ini disebabkan agar penyelesaian soal cerita ini lebih terarah serta lebih terstruktur. Dalam memecahkan masalah (dalam hal ini menyelesaikan soal cerita), Polya (1973:xvi) menawarkan empat tahapan yang terdiri dari: understanding the problem (memahami masalah), devising a plan (menyusun rencana penyelesaian masalah), carrying out the plan (melaksanakan rencana penyelesaian masalah), dan looking back (memeriksa kembali). 1.
Understanding the problem (Memahami masalah) Pada tahap ini siswa harus mengerti apa yang dimaksud dari masalah yang
diberikan, dengan mengungkapkan apa yang diketahui dan ditanyakan, serta mengetahui syarat yang diperlukan. Siswa harus mampu menganalisa dan menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam bentuk rumus, simbol, ataupun kalimat sederhana.
17
2.
Devising a plan (Menyusun rencana penyelesaian masalah) Pada tahap ini siswa harus menentukan strategi yang sesuai dengan
mencari konsep ataupun rumus-rumus yang tepatuntuk membantu penyelesaian masalah tersebut, dengan menghubungkan apa yang diketahui dan ditanyakan. Tahap ini didukung oleh pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya. 3.
Carrying out the plan (Melaksanakan rencana penyelesaian masalah) Pada tahap ini siswa menjalankan rencana penyelesaian yang telah disusun
sebelumnya. Dengan kata lain siswa telah sepenuhnya siap melakukan perhitungan berdasarkan strategi yang telah ditentukan. Siswa juga harus dapat membentuk sistematika soal yang lebih baku, dengan maksud konsep atau rumus yang ditentukan merupakan rumus yang paling tepat. 4.
Looking back (Memeriksa kembali) Pada tahap ini siswa melakukan refleksi dengan cara menguji jawaban
yang diperoleh. Sebab dengan memeriksa kembali siswa dapat memastikan kebenaran jawaban dan juga menambah pengetahuannya. Dengan mengadopsi tahapan yang telah dijabarkan oleh Polya, maka peneliti berupaya untuk mengadaptasikan tahapan tersebut menjadi langkahlangkah dalam penyelesaian soal cerita yang akan digunakan dalam penelitian ini.Adapun langkah-langkah penyelesaian soal cerita yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, antara lain: memahami soal cerita, menyusun rencana penyelesaian soal cerita, menyelesaikan soal cerita sesuai perencanaan, dan memeriksa kembali.
18
2.4 Proses Berpikir dalam Penyelesaian SoalCerita Dalam proses pembelajaran, siswa akan selalu melalui proses berpikir. Menurut Ronis (2009:140) proses berpikir berkaitan dengan penjelasan mengenai apa yang terjadi dalam otak siswa selama memperoleh pengalaman baru, yaitu bagaimana pengetahuan baru tersebut diperoleh, diatur, disimpan dalam memori dan digunakan lebih lanjut dalam pembelajaran dan pemecahan masalah. Suatu permasalahan di dalam matematika biasanya diintepretasikan ke dalam bentuk soal matematika. Seperti yang dikemukakan oleh Cornelius (Abdurrahman, 2010:253) bahwa salah satu alasan pentingnya belajar matematika ialah karena matematika merupakan sarana berpikir. Hal ini didukung oleh pendapat Hudojo (Siswono, 2002:45) bahwa dalam proses belajar matematika terjadi proses berpikir, sebab seorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika pasti melakukan kegiatan mental. Dalam pembelajaran matematika, salah satu kegiatan yang sangat membutuhkan proses berpikir adalah di saat siswa akan menyelesaikan soal cerita matematika, di mana seorang siswa akan menyusun hubungan-hubungan yang terkait hingga akhirnya memperoleh suatu kesimpulan (menemukan jawaban). Sebelum mencapai kesimpulan, siswa harus menggunakan langkah-langkah yang tepat di mana dalam prosesnya akan terjadi pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, pembentukan keputusan, dan penarikan kesimpulan. Dalam menyelesaikan soal cerita, pembentukan pengertian terjadi ketika siswa dapat mengetahui apa yang diperlukan dan apa yang tidak diperlukan untuk
19
menyelesaikan soal yaitu dengan menyatakan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal. Pembentukan pendapat terjadi ketika siswa dapat menghubungkan pengertian-pengertian/informasi yang telah diperolehnya dengan mengubah soal tersebut ke dalam bentuk model matematika sebagai langkah pertama untuk bisa menyelesaikan soal cerita. Pembentukan keputusan terjadi ketika siswa dapat memutuskan hal yang harus dilakukan melalui pengertian serta pendapat sebelumnya dengan menentukan metode yang tepat untuk ia gunakan dalam menyelesaikan soal cerita. Penarikan kesimpulan terjadi ketika siswa dapat menyimpulkan hasil yang diperolehnya dan memastikan jawaban tersebut sudah tepat. Untuk lebih jelasnya, indikator proses berpikir dalam menyelesaikan soal cerita yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut: Tabel 2.1 Indikator Proses Berpikir dalam Menyelesaikan Soal Cerita Tahapan Proses Berpikir 1 Pembentukan Pengertian Pembentukan Pendapat Pembentukan Keputusan Penarikan Kesimpulan
Indikator 2 Menyatakan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan Mengubah soal cerita ke dalam bentuk model matematika Menentukan metode yang tepat untuk menyelesaikan soal Memastikan dan menyimpulkan jawaban yang telah diperoleh
Deskriptor 3 Subjek dapat menyatakan: 1. Apa yang diketahui dari soal 2. Apa yang ditanyakan pada soal Subjek dapat mengubah soal cerita ke dalam model matematika Subjek dapat menentukan metode yang tepat untuk menyelesaikan soal Subjek dapat: 1. Memastikan jawaban yang diperoleh sudah tepat 2. Membuat kesimpulan dari jawaban tersebut
2.5Tinjauan Adversity Quotient Adversity Quotient (AQ) pertama kali dikembangkan oleh Paul G. Stoltz. Seorang konsultan yang sangat terkenal dalam topik-topik kepemimpinan di dunia kerja dan dunia pendidikan berbasis skill. Paul G. Stoltz menganggap bahwa IQ
20
dan EQ yang sudah lebih terkenal sebelum AQ itu tidaklah cukup dalam meramalkan kesuksesan seseorang.AQ dianggap mampu untuk mengukur tingkat kesuksesan seseorang, selain daripada IQ, EQ maupun SQ yang sudah lebih terkenal sebelumnya. Di dalam bukunya, Stoltz (2005:8) mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil riset selama 19 tahun dan penerapannya selama 10 tahun, AQ dianggap menjadi terobosan penting dalam menunjang kesuksesan. Suksesnya seseorang dapat ditentukan dengan Adversity Quotient (AQ), yang kemudian dijabarkan oleh Stoltz sebagai berikut: 1. AQ memberi tahu seberapa jauh seseorang mampu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan mengatasi kesulitan tersebut. 2. AQ meramalkan siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang akan hancur. 3. AQ meramalkan siapa yang akan melampaui harapan atas kinerja dan potensi diri seseorang dan siapa yang akan gagal. 4. AQ meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan. Menurut Stoltz (2005:9), Adversity Quotient mempunyai tiga bentuk. Pertama, AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. AQ berlandaskan pada riset yang berbobot dan penting, yang menawarkan suatu gabungan yang praktis dan baru, yang merumuskan kembali apa yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan. Kedua, AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon terhadap kesulitan. Selama ini pola-pola bawah sadar ini sebetulnya sudah dimiliki. Saat ini untuk
21
pertama kalinya pola-pola tersebut diukur, dipahami, dan diubah. Ketiga, AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon seseorang terhadap kesulitan, yang akan berakibat memperbaiki efektivitas pribadi dan profesional seseorang secara keseluruhan. Agar kesuksesan menjadi nyata, maka Stoltz berpendapat bahwa modifikasi dari ketiga unsur tersebut yaitu, pengetahuan baru, tolok ukur, dan peralatan yang praktis merupakan sebuah kesatuan yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki komponen dasar dalam meraih sukses. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa Adversity Quotient (AQ) adalah kecerdasan individu dalam berpikir mengontrol, mengelola, dan mengambil tindakan dalam menghadapi kesulitan, hambatan atau tantangan hidup, serta mengubah kesulitan maupun hambatan tersebut menjadi peluang untuk meraih kesuksesan. Pada umummnya siswa sering mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika. Terutama dalam memecahkan masalah (dalam hal ini menyelesaikan soal cerita). Kenyataan menunjukkan bahwa setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda, maka kemampuan bahkan kecerdasan yang dimiliki pun pasti selalu berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dilihat dari cara belajar, keaktifannya di saat mengikuti proses pembelajaran, ataupun ketika siswa dihadapkan pada suatu masalah dalam soal cerita. Kemampuan berarti kesanggupan siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan hingga sampai pada jawaban. Jika dikaitkan dengan kesanggupan siswa ketika mengatasi kesulitan (dalam hal ini menyelesaikan soal cerita yang berisi permasalahan), dari sinilah Adversity
22
Quotient (AQ) dianggap memiliki peranan penting dalam proses berpikir siswa ketika menyelesaikan soal cerita. Oleh karena itu, proses berpikir siswa yang akan dilihat dalam penelitian ini ditinjau dari adversity quotient (AQ) siswa tersebut. 2.5.1 Tipe Adversity Quotient Stoltz meminjam istilah para pendaki gunung untuk memberikan gambaran mengenai tingkatan Adversity Quotient (AQ). Stoltz (2005:18), membagi para pendaki menjadi 3 bagian, yaitu : 1. Tipe Quitters (Orang-orang yang berhenti) Tipe ini adalah tipe seseorang yang menghindar dari kewajibannya, mundur, berhenti. Seseorang yangbertipe ini mempunyai kemampuan yang kecil atau bahkan tidak mempunyai sama sekali kemampuan dalam menghadapi kesulitan. Dalam merespon perubahan, tipe ini cenderung menolak dan mengabaikan peluang yang berupa tantangan. Selain itu juga,tipe ini menutupi atau meninggalkan dorongan inti dengan manusiawi untuk berusaha. Dalam konteks ini, para quitterdianggap memiliki AQ rendah. 2. Tipe Campers (Orang-orang yang berkemah) Tipe yang kedua adalah campers atau orang-orang yang mudah puas dengan hasil yang diperolehnya. Mereka tidak ingin melanjutkan usahanya untuk mendapatkan lebih dari yang didapatkan sekarang. Tipe ini kerap mengakhiri usahanya karena sudah merasa puas dengan hasil yang didapat. Berbeda dengan quitters, campers sekurang-kurangnya telah menanggapi tantangan. Hanya saja tipe ini mengabaikan kesempatan dan selalu mengambil batas nyaman. Namun demikian, meskipun campers telah berhasil mencapai tujuan atau posisinya, tetap
23
saja campers tidak mungkin dapat mempertahankan posisinya itu tanpa ada usaha lagi.Dalam konteks ini, para camper dianggap memiliki AQ sedang. 3. Climbers (Para pendaki) Climbers adalah tipe yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental atau hambatan lainnya untuk menghalangi usahanya. Orang-orang bertipe climberadalah orang yang siap menghadapi resiko dengan segala usaha keberaniannya untuk menuntaskan apa yang menjadi tujuannya. Tipe ini selalu merespon baik setiap tantangan yang terjadi di dalam hidupnya. Karena bagi climbertantangan merupakan hal yang mampu melatih potensi di dalam dirinya. Dalam konteks ini, para climber dianggap memiliki AQ tinggi. Berdasarkan
istilah
pendaki
yang
digunakan
Stoltz
untuk
mengklasifikasikan tipe-tipe dalam adversity quotient, maka dapat pula dibedakan bagaimana siswa dalam pembelajaran matematika.Siswa dengan tipe quitter adalah siswa yang berusaha menjauh dari permasalahan. Siswa quitter adalah siswa yang beranggapan bahwa matematika itu rumit, membingungkan, dan seperti pelajaran yang selalu menghantui. Motivasi siswa quitter sangat kurang, sehingga ketika menemukan sedikit kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika siswa tersebut menyerah dan berhenti tanpa dibarengi usaha sedikitpun. Siswa dengan tipe camper adalah siswa yang tak mau mengambil resiko yang terlalu besar dan merasa puas dengan kondisi atau keadaan yang telah dicapainya saat ini. Siswa tipe ini pun kerap mengabaikan kemungkinan-
24
kemungkinan yang akan didapat. Siswa tipe ini cepat puas atau selalu merasa cukup berada di posisi tengah, serta tidak memaksimalkan usahanya walaupun peluang dan kesempatannya ada. Tidak ada usaha untuk lebih giat belajar. Dalam belajar matematika siswa camper tidak berusaha semaksimal mungkin, namun berusaha sekedarnya saja. Siswa camper berpandangan bahwa tidak perlu nilai tinggi yang penting lulus, tidak perlu juara yang penting naik kelas. Siswa dengan tipe climber adalah siswa yang mempunyai tujuan atau target. Untuk mencapai tujuan itu, tipe ini mampu mengusahakan dengan ulet dan gigih. Tak hanya itu, siswa climberjuga memiliki keberanian dan disiplin yang tinggi. Tipe inilah yang tergolong memiliki AQ yang baik. Siswa climber adalah mereka
senang
belajar
matematika.
Tugas-tugas
yang
diberikan
guru
diselesaikannya dengan baik dan tepat waktu. Jikamenemukan masalah matematika yang sulit dikerjakan, maka siswa climber berusaha semaksimal mungkin sampai mereka dapat menyelesaikannya. Tipe ini tidak mengenal kata menyerah, akan selalu mencoba berbagai cara atau metode, serta memiliki keberanian dan disiplin tinggi. Untuk lebih jelasnya, karakteristik siswa berdasarkan masing-masing kategori AQ akan dipaparkan pada tabel berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tabel 2.2 Karakteristik masing-masing kategori AQ AQ Tinggi atau Climber AQ Sedang atau Camper AQ Rendah atau Quitter Memiliki motivasi yang tinggi 1. Memiliki cukup motivasi 1. Tidak tampak memiliki motivasi Selalu berusaha maksimal 2. Memiliki usaha cukup 2. Tidak memiliki keinginan untuk Tidak mudah menyerah maksimal berusaha Aktif dalam pembelajaran 3. Mudah merasa puas 3. Mudah menyerah Mampu mengendalikan diri 4. Cukup mampu 4. Tidak mampu mengendalikan dengan baik mengendalikan diri diri Mampu mengatasi kesulitan 5. Cukup mampu mengatasi 5. Tidak memiliki keinginan yang dihadapi kesulitan mengatasi kesulitan
25
2.5.2 Dimensi-dimensi Adversity Quotient Stoltz (2005:140) menyatakan bahwa aspek-aspek dari adversity quotient (AQ) mencakup beberapa komponen yang kemudian disingkatmenjadi CO2RE. CO2RE merupakan singkatan dari control, origin and ownership, reach, dan endurance. a. C = Control (Kendali) C adalah singkatan dari “control” atau kendali yang merupakan kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan mengelola sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan di masa mendatang. C mempertanyakan: Berapa banyak kendali yang Anda rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan? (Stoltz, 2005:141). Dimensi ini menjelaskan bagaimana seseorang mengendalakan dirinya dalam menghadapi permasalahan. Kendali diri ini akan berdampak pada tindakan selanjutnya atau respon yang dilakukan individu bersangkutan, tentang harapan dan idealitas individu untuk tetap berusaha keras mewujudkan keinginannya walau sesulit apapun keadaannya sekarang. b. O2 = Origin(Asal-usul) dan Ownership (Pengakuan) O2adalah singkatan dari “origin” dan “ownership”. O2mempertanyakan: Siapa atau apa yang menjadi penyebab atau usul-usul kesulitan? Dan sampai sejauh manakah saya mengakui akibat kesulitan-kesulitan itu?(Stoltz, 2005:146). Dimensi ini menjelaskan sejauh mana seseorang memandang sumber masalah yang ada, yakni sumber masalah yang berasal dari dirinya sendiri atau dari faktor lain. Dimensi ini menunjukkan sejauh mana seseorang mempermasalahkan dirinya ketika mendapati bahwa kesalahan tersebut berasal dari dirinya, atau
26
sejauh mana seseorang mempermasalahkan orang lain atau lingkungan yang menjadi sumber kesulitan atau kegagalan. Serta, dimensi ini menjelaskan bagaimana seseorang mengakui akibat dari permasalahan yang timbul. c. R = Reach (Jangkauan) R adalah singkatan dari “reach” atau jangkauan. R mempertanyakan: Sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan saya? (Stoltz, 2005:158). Dimensi ini menjelaskan sejauh mana masalah akan mempengaruhi segi kehidupan yang lain, akankah suatu masalah mengganggu aktivitas lainnya sekalipun tidak berhubungan dengan masalah 4yang sedang dihadapi atau tidak sama sekali. d. E= Endurance (Daya tahan) E adalah singkatan dari “endurance” atau daya tahan. E mempertanyakan: Berapa lamakah kesulitan akan berlangsung? Dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung?(Stoltz, 2005:162). Endurance adalah dimensi yang menjelaskan tentang ketahanan individu. Sejauh mana kecepatan dan ketepatan seseorang dalam memecahkan masalah. Sehingga pada aspek ini dapat dilihat berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan itu akan berlangsung. Hal ini berkaitan dengan pandangan individu terhadap kepermanenan dan ketemporeran kesulitan yang berlangsung. Efek dari aspek ini adalah pada harapan tentang baik atau buruknya keadaan masa depan. CO2RE merupakan akronim dari dimensi-dimensi AQ. Dimensi-dimensi AQ tersebut, yang terdiri dari control, origin and ownership, reach, dan endurance, dapat digunakan untuk mengukur AQ seseorang. Pengukuran tersebut
27
dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang mewakili tiap-tiap dimensi AQ, yang terkumpul dalamAdversity Response Profile (ARP). 2.5.3
Pengembangan Adversity Quotient Berawal dari keterkaitan kecenderungan seseorang membiarkan pesan
pesan destruktif yang akan mempengaruhi persepsi dan respon seseorang itu sendiri, yang juga berakibat akan hancurnya energi, motivasi,serta efektifitasnya. Oleh karena itu, Stoltz menyusun teknik-teknik untuk membantu seseorang mempertanyakan respon-respon destruktif seseorang terhadap peristiwa peristiwa kehidupan. Yang dalam perjalanannya teknik ini dikenal dengan rangkaian LEAD yang terbukti sangat efektif untuk membantu seseorang menciptakan perbaikan perbaikan permanent dalam AQ yang dimilikinya, serta cara merespon kesulitan (Stoltz, 2005:203) Rangkaian LEAD mempunyai empat langkah yang terdiri dari: 1. Listen: mendengarkan respon terhadap adversity. Mendengarkan respon adversity merupakan langkah penting dalam mengubah AQ seseorang dari sebuah pola seumur hidup, tidak sadar, yang sudah menjadi kebiasaan, menjadi alat yang sangat ampuh untuk memperbaiki pribadi dan efektifitas jangka panjang. Disini menanyakan apakah respon AQ seseorang rendah atau tinggi? Dan pada dimensi dimensi mana paling tinggi dan paling rendah? 2. Explore: mengexplorasi semua asal-usul dan pengakuan seseorang atas akibatnya. Pada tingkatan ini seseorang didorong untuk mengetahui apa kemungkinan penyebab adversity,dimana hal ini merujuk pada kemampuannya untuk mencari sebab sebab terjadinya, dan mengerti bagian mana yang menjadi
28
kesalahan seseorang, seraya mengexplorasi secara spesifik apa yang dapat dilakukan menjadi lebih baik. Pada tingkatan ini juga seseorangdidorong untuk menyadari aspek-aspek mana dari akibat-akibatnya yang harus dan bukan menjadi tanggung jawabnya. 3. Analyse: menganalisa bukti kesulitan, ditingkat inilah seseorang harus belajar menganalisa bukti apa yang ada sehingga menyebabkan seseorang itu sendiri tak dapat mengendalikan adversity, bukti apa yang ada sehingga menyebabkan adversity itu menjangkau bidang-bidang yang lain dari kehidupan seseorang, serta bukti apa yang ada bahwa adversity tersebut harus berlangsung lebih lama dari pada yang perlu. 4. Do: lakukan sesuatu, pada tahapan ini seseorang diharapkan mampu terlebih dahulu mendapatkan informasi tambahan yang diperlukan guna melakukan sedikit banyak hal dalam mengendalikan situasi adversity, dan kemudian melakukan sesuatu yang dapat membatasi jangkauan dan membatasi keberlangsungan adversity dalam keadaannya saat adversity itu terjadi. Menurut Stoltz (2005:200) teknik kognitif atau perilaku seperti LEAD ini efektif karena dapat mengubah sistem di otak. Stoltz mengungkapkan bahwa pokok pikiran akan mengubah fisiologi otak, agar membiasakan otak untuk menghadapi dan mengatasi setiap kesulitan dengan mempertanyakan responrespon destruktif terhadap peristiwa-peristiwa dalam kehidupan. Rangkaian LEAD didasarkan pada pengertian bahwa seseorang dapat mengubah keberhasilan dengan mengubah kebiasaan-kebiasaan berpikir. Hasilnya adalah keuletan emosional dan berjiwa besar sebesar respon terhadap tekanan hidup sehari-hari.
29
2.5.4 Adversity Response Profile (ARP) Di dalam bukunya, Stoltz (2005:120) menyatakan bahwa Adversity Response Profile (ARP) adalah instrument yang telah dicoba oleh lebih dari 7500 orang di seluruh belahan dunia. ARP merupakan tolak ukur yang valid untuk mengukur bagaimana seseorang merespon kesulitan di dalam hidupnya. Adversity Response Profile (ARP) berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengandung dimensi control, origin and ownership, reach, dan endurance. Berbeda dengan tes ataupun instrumen lain, ARP memberikan suatu gambaran singkat yang baru dan sangat penting mengenai apa yang mendorong seseorang dan apa yang mungkin menghambat seseorang untuk melepaskan potensinya(Stoltz, 2005:120). AQ memiliki rentang untuk mengelompokkan seseorang ke dalam tingkat tinggi, sedang, dan rendah, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: Tabel 2.3 Rentang Adversity Quotient Rentang Adversity Quotient 1 166-200
135-165
95-134
60-94
59 ke bawah
Keterangan 2 Jika AQ keseluruhan seseorang berada dalam kisaran ini,orang tersebut memiliki kemampuan untuk menghadapi kesulitan dan terus bergerak maju dalam hidupnya. Pada kisaran ini, seseorang disebut memiliki AQ tinggi. Jika AQ keseluruhan seseorang berada dalam kisaran ini, orang tersebut mungkin sudah cukup bertahan menembus tantangan dalam hidupnya dan memanfaatkan sebagian besar potensinya. Pada kisaran ini, terdapat orang yang berada dalam peralihan AQ sedang ke AQ tinggi. Jika AQ keseluruhan seseorang berada dalam kisaran ini, orang tersebut lumayan baik dalam menempuh lika-liku tantangan dalam hidupnya. Namun, orang tersebut mengalami penderitaan yang tidak perlu. Pada kisaran ini, seseorang disebut memiliki AQ sedang. Jika AQ keseluruhan seseorang berada dalam kisaran ini, orang tersebut kurang memanfaatkan potensi dalam dirinya. Sehingga kesulitan menjadi kerugian yang besar. Pada kisaran ini, terdapat orang yang berada dalam peralihan AQ rendah ke AQ sedang. Jika AQ keseluruhan seseorang berada dalam kisaran ini, orang tersebut mungkin telah mengalami penderitaan yang tidak perlu dalam segala hal. Pada kisaran ini, seseorang disebut memiliki AQ rendah.
30
2.5.5 Pentingnya Adversity Quotient dalam Pembelajaran Matematika Dalam pembelajaran matematika, masih banyak sekali siswa yang sering mengalami kesulitan. Kesulitan yang dihadapi oleh siswa pun sangat beragam. Hal ini didukung oleh perbedaan karakteristik yang ada pada setiap siswa. Dengan perbedaan tersebut, respon siswa dalam menghadapi kesulitan pasti berbeda-beda juga. Maka dari itu perlu adanya AQ dalam belajar matematika. Sebab, Adversity Quotient (AQ) adalah kecerdasan dalam menghadapi kesulitan. Salah satu kesulitan dalam pembelajaran matematika ialah saat siswa menyelesaikan soal cerita. Soal cerita yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal cerita materi sistem persamaan linear dua variabel. Dalam menyelesaikan soal cerita, dengan tingkatan AQ yang berbeda, seperti climber, camper, dan quitter, siswa-siswa tersebut memiliki perbedaan yang signifikan. Siswa climber cenderung akan berusaha menggunakan metode apa saja untuk sampai pada jawaban dari soal cerita. Sementara siswa camper akan berusaha sekedarnya saja dalam menyelesaikan soal cerita, atau cepat puas dengan hasilnya. Hal lain akan dilakukan oleh siswa quitter, yang cenderung menyerah ketika diminta menyelesaikan soal cerita matematika karena siswa quitter adalah siswa yang memiliki pandangan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit. Oleh karena itu, adversity quotient dianggap memiliki peranan dalam pembelajaran matematika, terutama menyelesaikan soal cerita. Sebab semakin tinggi tingkat AQ siswa, maka siswa tersebut akan semakin mudah dalam menghadapi hambatan-hambatan yang dialami dalam pembelajaran matematika.
31
2.6 Tinjauan Materi 2.6.1 Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Jika terdapat dua persamaan linear dua variabel yang berbentuk ax + by = c dan dx + ey = f atau biasa ditulis: ax + by = c dx + ey = f
maka dikatakan dua persamaan tersebut membentuk sistem
persamaan linear dua variabel. Penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel tersebut adalah pasangan bilangan (x,y) yang memenuhi kedua persamaan tersebut. Untuk menyelesaikan persamaan linear dua variabel, dapat dilakukan dengan metode grafik, eliminasi, substitusi, dan metode gabungan. 1. Metode grafik Pada metode grafik, himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel adalah koordinat titik potong dua garis tersebut. Jika garis-garisnya tidak berpotongan di satu titik tertentu maka himpunan penyelesaiannya adalah himpunan kosong. Contoh:Dengan
metode grafik,
tentukan
himpunan
penyelesaian
sistem
persamaan linear dua variabel x + y = 5 dan x – y = 1 jika x,y variabel pada himpunan bilangan real. Penyelesaian:Untuk memudahkan menggambar grafik dari x + y = 5 dan x – y = 1, buat tabel untuk nilai x dan y yang memenuhi kedua persamaan tersebut. Tabel 2.4 Metode Grafik 1 X 0 5 Y 5 0
(x, y) (0, 5)(5, 0)
Tabel 2.5 Metode Grafik 2 x 0 1 y -1 0
(x, y) (0, 1) (-1, 0)
32
Y
x–y=1 x+y=5
7
6 5 4 3 2 1 01
2
3
4
5
6
7
X
-1 Gambar 2.1Metode Grafik SPLDV
Gambar 2.1 adalah grafik sistem persamaan linear dua variabel dari persamaan x + y = 5 dan x – y = 1. Dari gambar tersebut tampak bahwa koordinat titik potong kedua garis adalah (3, 2). Jadi, himpunan penyelesaian dari sistem persamaam x + y = 5 dan x – y = 1 adalah {(3, 2)}. 2. Metode eliminasi Pada metode eliminasi, untuk menentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel adalah dengan menghilangkan salah satu variabel. Jika variabelnya x dan y, untuk menentukan variabel x berarti harus mengeliminasi variabel y, begitupun sebaliknya. Hal penting lainnya, jika ternyata koefisien dari salah satu variabel sama maka dapat dihilangkan salah satu variabel tersebut. Contoh: Dengan metode eliminasi, tentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan 2x + 3y = 6 dan x – y = 3.
33
Penyelesaian: Langkah I (eliminasi variabel y) Untuk mengeliminasi variabel y, koefisien y harus sama, sehingga persamaan 2x + 3y = 6 dikalikan 1 dan persamaan x – y = 3 dikalikan 3. 2x + 3y = 6
x1
2x + 3y = 6
x–y =3
x3
3x – 3y = 9 2x + 3x = 6 + 9 5x = 15 x=
=3
Langkah II (eliminasi variabel x) Untuk mengeliminasi variabel x, koefisien x harus sama, sehingga persamaan 2x + 3y = 6 dikalikan 1 dan persamaan x – y = 3 dikalikan 2. 2x + 3y = 6
x1
2x + 3y = 6
x–y =3
x2
2x – 2y = 6 3y – (–2y)
=6–6
3y + 2y = 0 5y
=0 y = y= 0
Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {(3, 0)}
34
3. Metode substitusi Pada metode subtitusi, langkah awal yang harus dilakukan adalah menyatakan variabel yang yang satu ke dalam variabel yang lain dari suatu persamaan. Kemudian menyubstitusikan (menggantikan) variabel itu ke dalam persamaan yang lainnya. Contoh: Dengan metode substitusi, tentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan 2x + 3y = 6 dan x – y = 3. Penyelesaian: Persamaan x – y = 3 ekuivalen dengan x = y + 3. Dengan menyubstitusikan persamaan x = y + 3 ke persamaan 2x + 3y = 6 diperoleh sebagai berikut: 2x + 3y = 6 2(y + 3) + 3y = 6 2y + 6 + 3y = 6 5y + 6 = 6 5y + 6 – 6 = 6 – 6 5y = 0 y=0 Selanjutnya untuk memperoleh nilai x, substitusikan nilai y ke persamaan x = y + 3, sehingga diperoleh: x=y+3 x=0+3 x=3
Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {(3, 0)}.
35
4. Metode gabungan Metode gabungan adalah penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel yang terdiri dari metode eliminasi dan metode substitusi. Contoh:Dengan metode gabungan, tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan 2x – 5y = 2 dan x + 5y = 6, jika x, y∈ R. Penyelesaian: Langkah I yaitu dengan menggunakan metode eliminasi, diperoleh: 2x –5y = 2
x1
x + 5y = 6
x2
–15y
2x –5y = 2 2x + 10y = 12
= –10
3y + 2y = 0 y
=
=
Selanjutnya, substitusikan nilai y ke persamaan x + 5y = 6, sehingga diperoleh: x + 5y = 6 x+5
=6
x+
=6
x
=6−
x
2 = 23
Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah{[2 , 2 ]}
36
2.6.2 Soal Cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Beberapa permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dapat diselesaikan dengan perhitungan yang melibatkan sistem persamaan linear dua variabel. Permasalahan sehari-hari tersebut biasanya disajikan dalam bentuk soal cerita. Contoh: Asep membeli 2 kg manggadan 1 kg apel dan iaharus membayar Rp15.000,00, sedangkanIntan membeli 1 kg manggadan 2 kg apel dengan hargaRp18.000,00. Berapakahharga 5 kg mangga dan3 kg apel? Penyelesaian: 1. Memahami soal cerita Diketahui:
- Harga 2kg mangga dan 1kg apel = Rp15.000,00 - Harga 1kg mangga dan 2kg apel = Rp18.000,00
Ditanya: Berapa harga 5kg mangga dan 3kg apel? 2. Menyusun rencana penyelesaian soal cerita Misalkan harga 1 kg mangga = xdanharga 1 kg apel = y Maka, 2kg mangga dan 1kg apel = Rp15.000,00
2x + y = 15.000
1kg mangga dan 2kg apel = Rp18.000,00
x + 2y = 18.000
3. Menyelesaikan soal cerita sesuai perencanaan Langkah I: (metode eliminasi) 2x + y= 15.000
x1
x + 2y = 18.000
x2
2x + y = 15.000 2x + 4y = 36.000
37
y– 4y = 15.000 – 36.000 – 3y = –21.000 y =
–
.
= 7.000
Langkah II: (metode substitusi) Substitusikan nilai y ke persamaan 2x + y = 15.000, sehingga diperoleh: 2x + y = 15.000 2x + 7.000
= 15.000
2x
= 15.000 – 7.000
2x
= 8.000 x
=
.
= 4.000
4. Memeriksa kembali x + 2y = 18.000 4000 + 2(7000) = 18.000 4000 + 14000 = 18.000 18.000 = 18.000 (terbukti) Dengan demikian harga 1kg mangga adalah Rp 4.000,00 dan harga 1kg apel adalah Rp 7.000,00. Jadi harga 5kg mangga dan 3kg apel adalah 5x + 2y = (5 x Rp 4.000,00) + (3 x Rp 7.000,00) = Rp. 20.000,00 + Rp. 21.000,00
38
= Rp. 41.000,00 2.7 Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini, secara garis besar kerangka konseptual mengikuti diagram seperti berikut: Melakukan tes Adversity Response Profile (ARP)
Siswa dengan AQ tinggi, AQ sedang dan AQ rendah
Siswa dengan AQ tinggi, AQ sedang, dan AQ rendah melakukan tes penyelesaian soal cerita sistem persamaan linear dua variabel
Indikator proses berpikir
Langkah-langkah penyelesaian soal cerita
Pembentukan Pengertian
Memahami soal cerita
Pembentukan Pendapat Menyusun rencana penyelesaiaian soal cerita Pembentukan Keputusan Menyelesaikan soal cerita sesuai perencanaan
Penarikan Kesimpulan
Memeriksa kembali
Deskripsi proses berpikir siswa dalam menyelesaikan soal cerita ditinjau dari Adversity Quotient
Ket:
: Kegiatan
: Hasil
: Urutan
39
Gambar 2.2 Diagram Kerangka Konseptual