BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan tentang Down Syndrome a. Pengertian Down Syndrome Tunagrahita
merupakan
salah
satu
jenis
kelainan
anak
berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan dalam hal intelektual dan perilaku adaptif pada masa perkembangan. Mulyono Abdurrahman dan Sudjadi S dalam Wantah (2007: 21) mengemukakan “Seperti namanya, tunagrahita ditandai oleh ciri utamanya adalah kelemahan dalam berfikir atau bernalar, akibat kelemahan tersebut anak tunagrahita memiliki kemampuan belajar dan adaptasi sosial dibawah rata-rata”. Tunagrahita memiliki beberapa faktor penyebab yang menjadikan anak menjadi tunagrahita, beberapa diantaranya yaitu disebabkan oleh kelainan dalam kromosom ketika proses pembentukan di dalam kandungan. Hal ini terdapat pada hasil penelitian yang dilakukan Martin 2002; 2, dan Animous, 2005(a); 2 dan Animous, 2005(c); 2 menyimpulkan bahwa 5% dari keterbelakangan mental/tunagrahita disebabkan oleh keturunan (Wantah, 2007: 67). Dalam kasus anak tunagrahita yang memiliki hambatan intektual dan mental, terdapat beberapa kelainan yang menjadikan anak tersebut secara langsung termasuk dalam jenis tunagrahita. Diantaranya yang termasuk tunagrahita yaitu down syndrome. Down syndrome merupakan salah salah satu klasifikasi yang terdapat dalam tunagrahita yang memiliki hambatan mental dan intelektual, Libal (2009: 28) mengemukakan bahwa “Down syndrome merupakan satu dari berbagai kondisi tunagrahita”. Kelainan ini diketahui sejak tahun 1866 oleh Dr. Longdon Down, Down adalah seorang dokter dari Inggris, tetapi baru awal tahun enam puluhan
7
8 ditemukan diagnosisnya secara pasti, yaitu dengan pemeriksaan kromosom (Geonifam, 2010: 35). Sejarah singkat ditemukannya down syndrome, Muchidin dalam Gunarhadi (2005) mengemukakan: Longdon Haydon Down Pada tahun 1866 ia menindaklanjuti pemahaman yang pernah dikemukakan oleh Siguin melalui penelitian. Dalam penelitiannya ia menguraikan tanda-tanda klinis kelainan aneuploidi pada manusia. Seorang individu aneuploidi memiliki kelebihan dan kekurangan di dalam sel tubuhnya. Jenis aneuploidi sebagai penyimpangan kromoson tersebut ia namakan trisomy 21 yang berarti kromosom nomor 21 memiliki tiga genom (hlm 13). Kondisi pada manusia yang diakibatkan oleh penyimpangan kromosom jenis trisomy 21 diberi istilah idiot mongoloid atau mongolisme. Namun, pada saat ini kondisi yang demikian diberi nama down syndrome/sindroma down dengan asumsi keterbelakangan mental tidak melekat pada golongan atau bangsa tertentu. Hal tersebut dapat diperkuat dengan pendapat Rosida dan Panghiyangi (2006: 71) pada jurnal anatomi mengemukakan bahwa, “Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang paling sering dengan angka kejadian secara umum adalah 1 diantara 650-1000 orang, kelainan ini bersifat universal, tidak mengenal batas ras, bangsa, suku bangsa, geografi, musim, dan jenis kelamin”. Down syndrome merupakan istilah yang menyatakan bahwa, ”Syndrome atau syndrome (dalam bahasa Indonesia) merupakan himpunan gejala atau tanda yang terjadi secara serentak (muncul bersamasama) dan menandai ketidak normalan tetentu; hal-hal seperti emosi dan tindakan yang biasanya secara bersama-sama membentuk pola yang dapat diidentifikasi, sedangkan down merupakan nama belakang dari John Longdon Down dokter penemu dari Inggris” (Wiyani, 2014: 113). Selain itu Geniofam (2010: 35) menyatakan bahwa, “Syndrome Down/Down Syndrome termasuk dalam golongan penyakit genetis karena cacatnya terdapat pada bahan keturunan/materi genetis, tetapi ini bukan penyakit keturunan (diwariskan)”. Secara garis besar anak dengan down
9 syndrome ini mudah dilihat, yaitu dengan wajah yang khas dengan mata sipit yang membujur ke atas, jarak kedua mata yang berjauhan dengan jembatan hidung rata, hidung yang kecil, mulut, kecil dengan lidah yang besar sehingga dijulurkan dan letak telinga rendah. Mengenai pengertian down syndrome, Chaplin dalam Wiyani berpendapat, “Suatu kerusakan atau cacat fisik bawaan yang disertai dengan keterbelakangan mental, lidahnya tebal, dan retak-retak atau tebelah, wajah datar ceper, dan mata miring” (2014: 144). Sementara itu menurut Kartini dan Gulo dalam Wiyani (2014: 144) menyatakan, “Down syndrome merupakan suatu bentuk ketebelakangan mental yang disebabkan satu kromosom tambahan”. Dari berbagai pengertian yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa
pengertian
down
syndrome
merupakan
suatu
bentuk
kelainan/kecacatan pada anak dimana terjadi pada saat pembentukan sel/kromosom
di
dalam
kandungan
diakibatkan
oleh
kelainan
kromosom/trisomi pada nomor 21 yang menyebabkan anak terlahir dengan kelainan genetik yang ditandai dengan ciri-ciri keterbelakangan mental, dan memiliki fisik yang hampir sama pada seluruh anak yang mengalami kelainan genetik pada kromosom nomor 21. b. Penyebab Down Syndrome Tubuh manusia terdiri atas sel-sel, di dalam sel terdapat inti sel, di dalam inti sel terdapat kromosom yang dimiliki oleh orang normal berjumalah 46. Jumlah tesebut tediri atas kromosom 1 sampai dengan 22 masing-masing sepasang (jumlah menjadi 44) ditambah dengan 2 kromosom penanda kelamin yaitu sepasang kromosom X pada wanita dan kromosom X dan Y pada laki-laki. Pada anak down syndrome jumlah kromosom 21 tidak sepasang, tetapi 3 buah sehingga jumlah total kromosom menjadi 47.
10
(Sumber: Perpustakaan cyber, mutasi gen dan kromosom 2013) Gambar 2.1. Pembelahan Kromosom Pada Kondisi Normal dan Down Syndrome Down syndrome disebabkan oleh kromosom yang menyimpang, Libal (2009: 29) mengemukakan: Pertemuan sperma dan telur mungkin terdengar seperti suatu proses yang sederhana, tetapi sebenarnya rumit. Tidak semuanya selalu membuahkan hasil sesuai dengan yang diinginkan. Terkadang kromosom tidak menyatu atau membelah seperti seharusnya. Kadang-kadang terdapat tiga, bukannya dua, kromosom di dalam pasangan kedua puluh satu. Bila ini tejadi, anak yang sedang terbentuk dapat mengidap down syndrome. Dalam kasus lain, kromosom kedua puluh satu memisah dan menyatu dengan pasangan kromosom lainnya, ini juga akan mengakibatkan anak yang akan lahir terbentuk dan mengidap down syndrome. Down syndrome merupakan jenis Anak Berkebutuhan Khusus yang memiliki berbagai penyebab akibat kelainan kromosom. Gunarhadi dalam bukunya yang berjudul Penanganan Anak Sindroma Down Dalam Lingkungan Keluarga Dan Sekolah (2005: 27) menyebutkan faktor penyebab down syndrome ada 2, yaitu: 1) Hubungan faktor eksogen dengan down syndrome Penyebab down syndrome merupakan kecelakaan yang bersifat genetika yang bisa dideteksi dengan pemeriksaan amniosintetis. Para dokter menekankan bahwa down syndrome tidak tekait dengan segala yang dilakukan orang tua sebelum maupun selama kehamilan. Bukan pula tejadi akibat dari
11 makanan, minuman yang dikonsumsi ibu pada saat mengandung, tidak pula karana ibu mengalami traumatis, serta bukan pula disebabkan oleh ibu atau ayah melakukan /menyesali perbuatan yang pernah dialaminya. 2) Hubungan faktor endogen dengan down syndrome Pada tahun 1959 Drs.Jeromy Lejehne, Marthae Ganthier dan Raymond Turpin mengemukakan keberhasilan penelitian dalam mengidentifikasi asal-usul down syndrome. Dalam penelitiannya mereka menunjukkan bahwa disebabkan oleh adanya kromosom ekstra dalam setiap sel tubuhnya (Brill, 1981). Namun, belum ada kepastian lanjut mengenai penyebab anak down syndrome. Beberapa penelitian selanjutnya mengemukakan bahwa penyebab terjadinya disebabkan karena umur orang tua pada saat kehamilan dan pembuahan. Beberapa diantara menyebutkan bahwa usia ibu diatas 35 tahun menyebabkan banyak bayi telahir dengan down syndrome, dan umur ayah 50 tahun terbukti menunjukkan pengaruh terhadap konsepsi janin dengan down syndrome (stray, 1986). Selain itu penyebab terjadinya anak telahir down syndrome menurut Geonifam (2010: 43), “Syndrome down banyak dilahirkan oleh ibu berumur tua. Oleh karena itu, ibu-ibu diatas 35 tahun harus waspada akan kemungkinan ini. Angka syndrome down meningkat jelas pada wanita yang melahirkan anak setelah berusia 35 tahun ke atas”. Hal tersebut sama denagn penelitian pada jurnal anatomi yang dilakukan oleh Rosida dan Panghiyangi (2006: 71) mengemukakan bahwa, “Insiden kelainan kromosom seperti trisomi 21 (sindrom down) akan meningkat dengan meningkatnya usia maternal”. Menurut
catatan
Indonesia
Center
for
Biodiversity
and
Boiotechnoology (ICBB) Bogor dalam Gunarhadi (2005: 18), di Indonesia terdapat lebih dari 300 ribu anak down syndrome. Di Amerika Serikat, setiap tahun lahir 3000-5000 anak dengan kelainan ini. Kemudian, angka kejadian penderita down syndrome di seluruh dunia diperkirakan mencapai 8 juta jiwa. Dalam beberapa kasus, terlihat bahwa umur perempuan terbukti berpengaruh besar terhadap munculnya down syndrome pada bayi yang dilahirkannya. Kemungkinan, wanita berumur 30 tahun melahirkan bayi dengan down syndrome adalah 1:1000, sementara itu jika usia
12 kelahiran bayi tersebut pada perempuan usia 35 tahun, kemungkinannya adalah 1:400. Penyebab dari down syndrome merupakan faktor dari umur orang tua yang menjadikan kelainan kromosom dalam pembentukan didalam kandungan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Wiyani yang mengemukakan bahwa “Hal ini memungkinkan munculnya down syndrome makin tinggi sesuai usia ibu saat melahirkan (2014: 115). Berdasarkan beberapa penjelasan yang telah diuraikan, penyebab dari terlahirnya anak down syndrome disebabkan oleh kelainan kromosom dalam proses pembelahan yang terjadi di dalam kandungan menyebabkan anak terlahir dengan down syndrome, selain itu dalam proses pembentukan/pembelahan dipengaruhi oleh usia orang tua pada saat konsepsi dimana orang tua dengan usia yang lebih tua di atas usia 35 tahun untuk ibu dan 50 tahun untuk usia ayah memberikan peluang lebih besar anak yang dilahirkannya akan down syndrome. c. Karakteristik Down Syndrome Karakteristik yang dimilki anak down syndrome yaitu memiliki wajah yang sama dihampir seluruh belahan dunia, dalam beberapa definisi disebut dengan anak kembar sedunia. Down syndrome memiliki karakteistik yang hampir sama setiap anak yaitu dengan ketebelakangan mental yang menyertainya. Mengenai karakteristik anak down syndrome memiliki perbedaan dengan anak lainnya dalam masa perkembangan, Salim (2007) berpendapat, “Anak-anak down syndrome mempelajari lebih lambat daripada anak-anak lain sebayanya. Dia mungkin terlambat mulai bergerak,
tersenyum,
menunjukkan
minat
pada
berbagai
hal,
menggunakan tangan, duduk, berjalan, berbicara dan lain-lain, semua mengalami keterlambatan” (hlm. 220). Selain itu karakteristik down syndrome menurut Werner dalam Salim (2007: 221) gejala-gejala anak down syndrome diantaranya adalah sebagai berikut:
13 1) Ketika bayi lahir tampak lemas atau lemah lunglai 2) Bayi tidak banyak menangis 3) Bayi lebih lambat dari bayi lain sebayanya dalam hal berguling, mengambil benda-benda main, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan 4) Ketika diturunkan tiba-tiba, refleknya tidak baik 5) Ada lipatan kulit menutupi sudut dalam kelopak matanya 6) Mungkin kelopak matanya merah dan bengkak 7) Manik matanya banyak bercak putih seperti pasir 8) Kepala pendek atau kecil, lebar dan datar dibagian belakang 9) Kadang panggulnya meleset dari sendi 10) Wajah pipih 11) Hidung kecil pesek diantara kedua mata 12) Tangan pendek dan lebar, jari-jarinya pendek. Kelingking mungkin bengkok atau hanya memiliki satu lipatan 13) Leher pendek, bahu bundar 14) Lengan dan tungkai pendek 15) Tempurung lutut meleset ke satu sisi 16) Berjari kaki burung dara, kaki datar 17) Ibu jari kaki tepisah jauh dari jari –jari lainnya. Anak down syndrome disebut juga kembar sedunia, dalam karakteristiik fisik tersebut, Libal dalam bukunya yang berjudul Namaku Bukan Si Lamban (2009: 30) menguraikan menjadi poin-poin berupa: 1) 2) 3) 4)
Mata menyempit ke atas dengan garis kelopak mata sempit Wajah yang tampak rata dengan hidung pesek Posisi telinga rendah Kaki melebar dengan jari-jari kaki pendek dan tangan melebar dengan jari-jari tangan pendek 5) Ada satu lipatan pada telapak tangan 6) Lengan dan tungkai pendek serta kepala lebih kecil bila dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya 7) Lidah besar mulut kecil sehingga tampak lidah tejulur 8) Kemampuan otot yang buruk 9) Masalah penglihatan 10) Kondisi jantung 11) Masalah tiroid 12) Masalah tulang dan sendi 13) Epilepsy 14) Masalah THT 15) Keterlambatan perkembangan (cacat mental pada usia lebih tua).
14 Geonifam (2010) menyebutkan, “Karakteristik lainya yang dimiliki oleh down syndrome adalah IQ yang rendah, biasanya anak down syndrome memiliki IQ berkisar 50 – 70, namun ada juga yang ringan bisa sampai 90 namun pada kasus-kasus yang diberikan latihan-latihan, serta memiliki pigmentasi rambut dan kulit yang tidak sempurna (2010: 36). Kemampuan mental anak down syndrome dapat diuraikan menurut hasil riset Association For Retarded citizen, Arlington, Texas dalam Gunarhadi (2005: 88) menyatakan bahwa, “Sebagian down syndrome tergolong dalam rentangan retardasi mental ringan dengan umur mental antara 50– 70, dan retardasi sedang dengan umur mental 35–50. Perspektif pendidikan menyebutkan 80% down syndrome termasuk dalam kategori mampu didik (educability). Dengan kemampuan mampu didik berarti down syndrome mampu belajar meskipun dengan keterbatasan tertentu sehingga membutuhkan waktu dan kesempatan yang lebih banyak”. Anak down syndrome mungkin terlahir memiliki beberapa saja atau banyak dari kondisi tersebut. Kondisi anak mungkin cukup ringan dan relative mudah ditangani, tetapi bisa juga cukup berat sehingga mengancam atau memperpendek hidup anak. Banyak pula diantara down syndrome yang memiliki kehidupan yang pendek/meninggal diusia muda diakibatkan kelainann bawaan yang dimilikinya seperti jantung dan leukemia. Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak down syndrome secara umum yaitu: 1) Memiliki postur yang khas dan berbeda dengan bayi lainnya 2) Muka lebar, dengan hidung pesek, mata sipit dan mulut kecil serta lidah tebal mudah terjulur (mongoloid) 3) Jari kaki dan tangan pendek 4) Memiliki hambatan sosial, komunikasi dan hambatan dalam merawat diri sendiri/binadiri 5) Memiliki hambatan sosial dan intelektual 6) Masalah kesehatan/ penyerta lainnya.
15 d. Hambatan Anak Down Syndrome Anak down syndrome memiliki hambatan bawaan berupa kelemahan mental dan intelektual dan beberapa penyakit bawaan diakibatkan dari pembelahan kromosom yang tidak sempurna. Sejak bayi, anak down syndrome tidak begitu responsive tehadap interaksi dengan lingkungannya. Dengan bertambahnya umur, kemampuan belajar mereka banyak tergantung pada benda konkrit yaitu benda yang dapat mereka lihat, sentuh dan dengar. Menurut Hallahan dalam Gunarhadi (2005: 89) menyebutkan bahwa ada empat bidang hambatan kognisi pada retardasi mental: 1) Hambatan perhatian Hambatan Anak down syndrome berupa kesulitan dalam mencurahkan perhatian. Anak down syndrome harus banyak menumpahkan perhatian untuk memahami suatu proses yang sederhana atau mendasar (Brrookland Mc Cauley,1984), pada umumnya tidak tergolong dalam hiperaktif sehingga hambatan mereka adalah kepada kadar perhatian yang diberikan untuk mengamati suatu objek tidak optimal. 2) Hambatan ingatan Ciri lain dari anak down syndrome adalah sulit mengingat suatu benda atau proses yang telah dialaminya. Proses kognitif yang dilakukan sesorang dalam mengingat suatu objek yang diamati merentang dari proses persepsi sampai dengan semantik. Proses persepsi yaitu berupa mengolah informasi sebatas menangkap objek, proses semantic merupakan proses yang dilakukan setelah menangkap objek berupa pengolahan yang nantinya menjadi tindakan. Pada umumnya anak down syndrome mengalami hambatan pada proses semantik dalam melakukan proses kognitif, sehingga kesan objek tidak terukir kuat dalam ingatan, kalaupun ingat, tidak akan bertahan lama. 3) Hambatan bahasa Anak down syndrome sering mengucapkan kata-kata yang salah dan kurang jelas. Selain itu kemampuan bahasa down syndrome seperti: a) Karena kemampuan mentalnya down syndrome terhambat perkembangan bahasanya sehingga sering tidak sesuai dengan kontek komunikasi yang sedang berlangsung. b) Kelainan ucapan seperti artikulasi, suara dan gagap lebih sering tejadi (Spradlin dalam Hallahan, 1988)
16 c) Ucapan gannguan bahasa yang dialami anak retardasi mental hampir mirip walaupun penyebab retardasi mentalnya berbeda d) Kadar gangguan bahasa akan sangat sesuai dengan kemampuan mentalnya (Jordan 1976). Bahasa yang dimiliki anak memiliki kekhasan yaitu monoton dan tidak bisa mengeluarkan kata-kata bagi yang retardasi mental berat. 4) Hambatan akademis Anak down syndrome tertinggal semua pada bidang akademis. Secara spesifik hambatan akademis ini merupakan dampak dari ketebatasan kemampuan kognisi. Ashman (1983) mengemukakan anak yang tergolong memiliki retardasi mental ringan dan menengah memiliki masalh dalam mengolah informasi berupa kesulitan mengintegrasikan atau menggeneralisasikan informasi. Karakteristik yang dimiliki anak down syndrome menjadi hambatan dalam proses belajar anak. Anak down syndrome dihadapkan oleh masalah internal dalam mengembangkan dirinya melalui pendidikan yang diikutinya, permasalahan yang menjadi hambatan akan tampak. Amin (1995: 41) menyebutkan bahwa tunagrahita (termasuk down syndrome) memiliki permasalahan dalam beberapa poin yaitu: 1) Kehidupan sehari-hari Anak Tunagrahita cenderung belum dapat mengurus dirinya sendiri, hal ini merupakan suatu permasalahan yang menjadi hambatan dalam proses belajar anak. Biasanya disekolah anak akan mendapatkan pembelajaran khusus kehidupan sehar-hari yaitu binadiri. 2) Kesulitan belajar Kesulitan tebesar anak adalah belajar, mengingat keterbatasan mereka yaitu pada hambatan mental dan intektual. Anak down syndrome kesulitan dalam mengikuti pembelajaran disekolah, mengalami hambatan pada seluruh aspek akademik. 3) Penyesuaian diri Tingkat kecerdasan anak bukan hanya mempengaruhi tingkat belajarnya saja, namun juga tehadap penyesuaian diri. Anak tunagrahita membutuhkan porsi pembelajaran untuk meningkatkan ketrampilan sosialnya. 4) Ketrampilan bekerja Ketrampilan bekerja erat kaitannya dengan kehidupan yang mandiri. Keterbatasan anak banyak menyekat antara kemampuan dan tuntutan kreatifitas untuk bekerja, akibatnya
17 untuk bekerja dengan tuntutan kepada orang lain anak sering tersingkirkan dalam kompetisi. 5) Kepribadian dan emosi Karena kondisi mentalnya anak sering menampilkan pribadi yang tidak seimbang. Terkadang tenang dan terkadang kacau. Ia sering termenung (ngambek), marah-marah, mudah tersinggung, mengganggu orang lain, atau membuat kacau bahkan merusak. 6) Pemanfaatan waktu luang Wajar jika pada anak tunagrahita dalam perilakunya menampilkan tingkah nakal, ataupun berdiam diri dan menjauhkan diri dari keramaian sehingga hal ini dapat berakibat fatal nagi dirinya. Untuk mengimbangi ini sangat perlu adanya imbangan kegiatan dalam waktu luang. Dari berbagai pendapat menyebutkan bahwa hambatan down syndrome bermacam-macam, berdasarkan uraian yang telah disebutkan bahwa anak down syndrome memiliki hambatan-hambatan yang menyebabkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, masalah belajar, keterampilan sosial, dan ketrampilan dalam mengurus diri.
2. Tinjauan Pemahaman Lambang Bilangan Anak Down Syndrome a. Lambang Bilangan Pemahaman lambang bilangan merupakan tujuan utama dalam mempelajari matematika dasar untuk mencapai pembelajaran matematika selanjutnya. Dengan pengenalan dan pemahaman lambang bilangan diharapkan anak dapat mempelajari tahap matematika awal. Pemahaman anak dalam lambang bilangan akan menumbuhkan anak secara kognitif, sehingga anak dapat mengaplikasikan lambang bilangan dalam kehidupan sehari-hari. Bilangan ditemukan untuk membantu manusia dalam behitung dan mengukur benda. Akan tetapi, bilangan mempunyai dunianya sendiri. Menurut Frith, Lacey & Gillespie (2012: 9) berpendapat, “Matematikawan menemukan bahwa bilangan-bilangan berkaitan satu sama lain menciptakan macam pola”. Beberapa pola ini mengungkapkan trik yang
18 berguna untuk memudahkan penghitungan dan pengukuran benda, tetapi kadang semua itu hanya pola. Selain itu menurut Kamsiyati (2012: 43) bilangan (number) merupakan, “Suatu ide yang bersifat abstrak. Bilangan itu bukan simbol atau bilangan, dan bukan pula lambang bilangan. Bilangan itu adalah sesuatu yang bersifat abstrak yang memberi keterangan mengenai banyaknya anggota suatu himpunan”. Sementara itu menurut Sudaryanti (2006: 1) bilangan adalah “Suatu objek matematika yang sifatnya abstrak dan termasuk ke dalam unsur yang tidak didefinisikan (underfined term)”. Jadi pengertian bilangan berdasarkan beberapa pendapat adalah suatu ide, sesuatu yang abstrak, yang memberi keterangan tentang banyaknya anggota suatu kelompok/himpunan. Menurut sejarah perkembangan matematika, sejak zaman kuno telah menggunakan lambang untuk menyatakan konsep banyaknya anggota suatu himpunan. Mereka yang hidup di gua membuat gambar tiga rusa atau membuat tiga goresan pada batu dinding gua untuk menyatakan banyaknya hasil rusa hasil buruan. Selain itu mereka menggunakan onggokan batu kerikil, tumpukan potongan kayu, untuk menyatakan banyaknya sesuatu. Dari sejarah singkat kita ditahui bahwa banyak lambang yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu bilangan tertentu. Kamsiyati (2012: 44) juga mengemukakan bahwa, “Untuk mengetahui dan untuk membedakan bilangan yang satu dengan yang lainnya, maka bilangan-bilangan itu diberi nama lambang, misalnya nama yang diberikan pada bilangan dari himpunan yang anggotanya tunggal dinamakan satu dan lambangnya adalah 1”. Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa lambang bilangan merupakan suatu symbol berupa angka numerik untuk melambangkan suatu bilangan/ banyaknya suatu jumlah dari objek tetentu. Lambang bilangan merupakan langkah awal dalam mempelajari matematika yang berhubungan dengan banyaknya jumlah suatu objek yang dapat diterapkan dalam kehidup sehari-hari.
19 b. Pemahaman Lambang Bilangan Anak Down Syndrome Anak down syndrome memiliki hambatan dalam mental dan intelektual, sehingga dalam pembelajaran matematika diperlukan adanya motivasi, keretifitas dari guru untuk membantu memahamkan materi matematika. Hal ini sesuai dengan data dari Japan League for Mentally Retarded dalam temuannya IQ atau intelegensi anak tunagrahita (down syndrome) berada pada 70 ke bawah berdasarkan tes intelegensi yang baku (Geonifam, 2010: 69). Anak down syndrome memiliki hambatan dalam berfikir abstrak sehingga kesulitan dalam berhitung, membaca dan ketrampilan menulis lainnya. Mulyati (2010) mengemukakan bahwa, “Dalam mengajarkan matematika pada anak tunagrahita ringan kita harus menperhatikan beberapa kondisi, yaitu: usia mental (umur kecerdasan), kemampuan berpikir, belajar melalui aktifitas konkret, memperkaya pengalaman dengan mengfungsikan seluruh pengindraan (sensori), dan tingkat kemandirian anak” (hlm.50). Dengan memperhatikan kondisi tersebut, maka perkembangan kognitif dapat ditingkatkan, sehingga anak memperoleh
pengalaman
konkret
tentang
konsep
matematika.
Pengalaman tersebut dapat diperkuat dengan melakukan kegiatan yang berulang-ulang dengan variatif dan dinamis. Dalam belajar matematika down syndrome dimulai dari pengenalan konsep. Membuat konsep merupakan salah satu cara membuat kategori. Sedangkan pembuatan kategori merupakan cara mengenal halhal yang ada disekitar kita dan merupakan cara menyederhanakan hal-hal tersebut. Jadi, dengan bantuan konsep kita dapat membatasi apa yang akan kita pelajari itu; tak perlu kita pelajari seluruhnya. Menurut Amin (1995: 219) mempelajari konsep dapat dilakukan melalui empat tahap belajar, yaitu: 1) Tahap konkret, murid mengenal objek dan membuat tanggapan mengenai objek tersebut 2) Tahap identitas, murid mengenal objek tersebut yang muncul pada waktu dan tempat lain.
20 3) Tahap klasifikasi, murid menemukan persamaan antara dua hal yang sama kategorinya, akan tetapi belum menyebutkan ciri-ciri yang sama antara kedua hal tersebut. Dari pengertian yang telah diuraikan, anak down syndrome merupakan anak dengan hambatan dalam intelektualnya sehingga kesulitan dalam tahapan berfikir abstrak, sebaiknya pembelajaran matematika dimulai dari hal-hal yang konkrit dan semi konkrit. Materi pelajaran untuk tungrahita dapat diberikan berdasarkan kemampuan tentunya dibawah standar, Amin dalam bukunya yang berjudul Ortopedagogik Anak Tunagrahita (1995: 222) menguraikan bahwa materi pelajaran berhitung atau matematika yang dapat diberikan atau diajarkan kepada anak tunagrahita ringan meliputi: 1) Pengenalan kuantitas (jumlah) dan symbol dari 0-10 2) Pengenalan sistem decimal, penjumlahan pengurangan dan pembagian. 3) Pengenalan bilangan 1-9, dan 11-19 4) Pengenalan mata uang, konsep waktu, jam dan kalender 5) Aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari Pada anak tunagrahita sedang termasuk down syndrome, mereka tidak diharapkan untuk dapat mengerjakan soal matematika yang biasa dikerjakan oleh anak SD kelas 1. Akan tetapi diharapkan mempunyai konsep-konsep kuantitatif yang umum seperti: lebih, kurang, sedikit, besar, kecil dan sebagainya. Mereka juga diharapkan agar dapat menghitung sampai dengan 10 (sepuluh) dan dapat melihat perbedaan himpunan sederhana. Anak tunagrahita sedang yang lebih maju bahkan diharapkan untuk menulis angka 1-10, bahkan kelompok atas diharapkan dapat belajar konsep waktu, jam dan kalender dan mengerti kemampuan dasar tentang uang. Anak down syndrome termasuk anak tunagrahita ketegori ringan sampai dengan sedang bahkan terdapat pula yang berat, mereka memiliki hambatan dalam intelektual sehingga dalam pembelajaran matematika menggunakan hal-hal konkret terlebih dahulu. Anak down syndrome memiliki kesempatan untuk dapat belajar kuantitas berupa pemahaman
21 terhadap kuantitas seperti lambang bilangan 1-10. Dengan mempelajari lambang bilangan anak down syndrome dapat digunakan didalam kehidupan sehari-hari, maka dari itu perlu adanya pembelajaran tentang pemahaman lambang bilangan bagi anak down syndrome. Tahap pengenalan dan pemahaman lambang bilangan menjadi tahap awal untuk belajar perhitungan, pemahaman lambang bilangan dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari misalnya ia menginginkan permen dalam jumlah 2, membantu ibu untuk membeli sesuatu yang berjumlah 3 dan kegiatan sehari-hari lainnya. Memahami lambang bilangan sangat penting bagi anak down syndrome dan sebaiknya diajarkan kepada anak sesuai dengan tahap perkembangan anak down syndrome.
3. Tinjauan Metode Glenn Doman a. Pengertian Metode Glenn Doman Metode Glenn Doman berasal dari seorang penemu metode yang bernama Glenn Doman, ia mendirikan sebuah institute yang benama Institute for Achiefment of Human Potential (IAHP) pada tahun 1955. IAHP
terkenal
dengan
konsep
pengajaran
berdasarkan
tingkat
perkembangan otak anak yang masih terbatas. Doman meyakini bahwa metode pengajaran konfensional sangat mengeksploitasi gairah anak untuk memiliki kemampuan pengetahuan dan ketrampilan lain. Glenn doman seorang pendiri Institute for Achiefment of Human Potention di Philadelpia, puluhan tahun meneliti perkembangan otak anak, khususnya anak terkena cedera otak. Menurut Doman (2006: 44) menyebutkan bahwa, “Otak anak memiliki kemampuan yang utuh bahkan pada anak dengan pembedahan otak Hemisfrektomi”. Selain itu dalam otak anak menurut seorang praktisi metode glenn doman, Mongkar (2007: 9) mengatakan, “Otak anak sejak usia nol tahun, bahkan sejak dalam kandungan di stimulus sehingga sel-sel otaknya berkembang dengan cepat. Karena itu, terdapat anak berumur 2, 5 tahun sudah dapat membaca buku”.
22 Pada prinsipnya metode glenn doman memahami bahwa otak anak memiliki persamaan meskipun anak yang cedera otak, cedera otak diartikan sebagai anak yang memiliki gangguan perkembangan pada otaknya seperti autis, ketebelakang mental, ADHD, down syndrome dsb. Metode glenn doman mengajarkan bahwa anak lebih baik diajarkan secara faktual konkret dengan itu anak akan menemukan rumusnya sendiri. Metode glenn doman pada dasarnya adalah menstimulasi otak secara maksimal untuk membuat jembatan-jembatan baru menutupi bagian otak yang cidera. Anak-anak memiliki kemampuan untuk dapat belajar lebih banyak, dimana anak pada saat perkembangan membutuhkan banyak informasi untuk tahap belajarnya kelak. Otak tidak ada bedanya apakah ia melihat atau mendengar sesuatu. Otak dapat mengerti keduanya dengan baik, yang dibutuhkan adalah stimulus yang diberikan dengan baik seperti suara yang cukup jelas untuk didengar ditelinga, dan cukup jelas dilihat oleh mata sehingga otak dapat menafsirkan. Jika telinga menerima rangsang suara, baik sepatah kata atau pesan lisan, maka pesan pendengaran ini diuraikan menjadi serentetan impuls elektronika dan diteruskan ke otak yang bisa melihat dan diartikan menjadi kata-kata yang mudah dipahami. Begitu pula dengan mata yang jika melihat sebuah gambar/titik berdasarkan jumlah, pesan akan diuraikan mejadi serentetan impuls elektronika yang diteuskan ke otak untuk disusun dan dipahami. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan metode glenn doman merupakan suatu metode untuk mengajarkan anak dalam membaca dan berhitung dilakukan dengan menggunakan visual secara bertahap, yaitu menggunakan beberapa alat media berupa Flash Card (kata yang ditulis pada karton putih berukuran tertentu dan ditulis dengan warna merah) dan Dot Card (jumlah angka yang ditulis pada karton pulih dengan titik bulat berwarna merah dalam ukuran tertentu).
23 b. Tahap Pengajaran Metode Glenn Doman Pada tahapan pengenalan berhitung atau matematika yaitu menggunakan Dot Card untuk mengajarkan kepada anak. Pada tahap pembelajaran pada anak metode Glenn doman menggunakan prinsip anti gagal dan pembelajaran tidak menuntut anak dalam suasana yang menyenangkan dan dalam kondisi yang baik. Doman (2005) berpendapat “Anak –anak dapat melihat segala sesuatu apa adanya, sedangkan orang dewasa melihat sesuatu karena yakin bahwa hal itu ada atau seharusnya ada hal tersebut mendasari penggunaan dot cards” (hlm. 95). Beberapa dasar-dasar pengajaran metode glenn doman, dalam bukunya Doman (2005: 122) menguraikan dengan beberapa poin, sebagai berikut: 1) 2) 3) 4)
Mulailah pada usia sedini mungkin Lakukan pengajaran dengan gembira Hargailah anak Berikan pelajaran jika suasana hati pengajar dan anak sedang baik 5) Hentikan pembelajaran sebelum anak ingin berhenti 6) Tunjukkan materinya dengan cepat 7) Tunjukan materi baru sesering mungkin 8) Lakukan secara konsisten 9) Siapkan materi dengan teliti jauh hari 10) Hukum anti gagal. Dasar-dasar pembelajaran metode Glenn Doman yang harus diikuti sebelum melaksanakan pembelajaran anak. Dot card dibuat menggunakan sejumlah karton putih, ukuran 28 x 28 cm dengan gambar titik warna merah berdiameter 2 cm yang diharapkan anak dapat melihat dengan baik. Masing –masing kartu diberi gambar titik sesuai jumlah bilangan yang akan diajarkan. Pada gelombang kedua pembuatan kartu angka, sama dengan sebelumnya yaitu dengan karton putih dan angka ditulis dengan warna merah. Beberapa tahap dalam pengajaran berhitung menurut Doman (2005: 124) dalam pengenalan angka dan bilangan dengan menggunakan metode glenn doman tedapat beberapa tahap yaitu:
24 1) Pengenalan jumlah a) Membuat bilangan pada dot card dibagi menjadi beberapa set: set A (5 kartu), set B (5 kartu) dan set C (5 kartu) dst. b) Angkat salah satu dot card dimulai dari “satu” dan katakanlah bahwa “ini satu”. c) Memberikan tidak lebih dari satu detik d) Mengambil dot card dari belakang e) Tidak boleh meminta anak mengulang jumlah bilangan yang terapis bacakan f) Setelah membaca lima jumlah bilangan, terapis berhenti, lalu peluk anak dengan hangat, hal ini menunjukan kebahagiaan dan kegembiraan terapis dengan nyata dan luar biasa, sehingga anak dapat memahami dan merasakan bahwa kegiatan tersebut membuat sang ibu atau terapis gembira. Dalam melakukan langkah ini detil kegiatan dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1) Hari pertama set A sebanyak tiga kali. (2) Hari kedua set A sebanyak tiga kali dan ditambah set B tiga kali (3) Hari ketiga set A sebanyak tiga kali, set B sebanyak tiga kali dan set C sebanyak 3 kali juga (4) Hari keempat sampai hari ke enam lakukan 3 set perhari secara acak 2) Persamaan a) Tahap ini merupakan tahap persamaan setelah anak mengenal jumlah bilangan dengan fakta (jumlah titik) b) Tahap persamaan mengajarkan pengenalan operasi hitung seperti penjumlah, pengurangan dan pembagian (tetap dengan dot card) c) Dalam pengajarannya dilakukan secara bertahap dengan berbagai set yang telah dibentuk (satu set 3 kartu) 3) Pemecahan masalah a) Tahap ini anak akan diajarkan bagaimana menjawab soal dari berbagai pertanyaan seputar operasi hitung dengan menebak jawaban b) Dalam tahap ini anak dapat diajarkan tentang deret, sama dengan dan tidak sama dengan, lebih besar dan lebih kecil, sifat bilangna, pecahan, dan aljabar sederhana c) Dalam pengajarannya dilakukan secara bertahap dengan berbagai set yang telah dibentuk (satu set 3 kartu) 4) Pengenalan angka a) Tahap ini akan menjadi mudah, karena sebelumnya anak telah diajarkan mengenai jumlah bilangan, hanya saja tahap ini pengenalan lambang bilangan/angka
25 b) Tahap ini dimulai dengan pembuatan kartu angka berukuran 28 x 28 cm dengan kertas karton putih dan dituliskan dnegan angka/lambang bilangan setinggi 15 cm c) Tahap pengajarannya sam dengan tahap mengajarkan pada pengenalan jumlah namun dengan disandingkan antara kartu angka dan dot card. 5) Persamaan dengan angka a) Pada tahap ini anak akan dikenalkan dengan persamaan menggunakan angka/lambang bilangan b) Proses pengajaran seperti dalam langkah persamaan hanya saja menggunakan lambang bilangan/angka secara langsung. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, metode glenn doman merupakan suatu metode yang dapat digunakan oleh anak-anak baik normal atau yang mngalami cidera otak dengan prinsip pengajaran yang konsisiten dan menyenangkan, serta memiliki pendapat bahwa lebih dini diajarkan akan lebih baik anak dapat melakukannya. Dalam pengajaran berhitung dengan metode glenn doman memiliki beberapa tahap dalam pelaksanaannya, diberikan ketika anak dalam keadaan senang dan tanpa paksaan. Metode glenn doman merupakan salah satu metode yang dapat di aplikasikan kepada anak dengan cidera otak termasuk anak down syndrome. c. Faktor Penting Metode Glenn Doman Terdapat beberapa faktor penting dalam melaksanakan metode glenn doman, (Doman, 2006: 213), yaitu: 1) Sikap orang tua dan pendekatan yang dilakukan. Bahwa belajar yaitu, a) Hal yang menyenangkan, bukan suatu kesusahan b) Hadiah bukan hukuman c) Permainan yang menyenangkan bukan bekerja, dan suatu kehormatan bukan kehinaan 2) Tidak memaksa anak untuk belajar tanpa kemauan sendiri 3) Membatasi waktu secara singkat dan tidak lupa menghentikan permainan sebelum anak mengajukan permintaan Metode glenn doman juga memiliki manfaat untuk pembelajaran yang dapat dilakukan kepada anak diantaranya untuk mengajarkan
26 membaca dan berhitung dengan flash card dan dot card, patterning dan fisioterapi.
4. Metode Glenn Doman Untuk Meningkatkan Pemahaman Lambang Bilangan Anak Down Syndrome Metode Glenn doman menerapkan pembelajaran secara aktif dan menyenangkan bagi pembelajaran membaca dan matematika/ berhitung dengan menggunakan flash cards dan dot cards sebagai alatnya. Ponidi dalam Doman (2005) menyebutkan bahwa, “Disadari atau tidak, didalam kehidupan sehari-hari kita selalu berinteraksi dengan matematika” (hlm. 23). Disisi lain kita menyadari realita bahwa banyak siswa yang menjadikan matematika sebagai pelajaran yang sulit dan kurang menyenangkan bagi sebagian lainnya. Oleh karena itu dengan metode Glenn doman diharapkan pembelajaran matematika akan menjadi menyenangkan dan mudah. Penggunaan suatu metode yang tepat dapat membantu anak dalam belajar dan memahami suatu pembelajaran, terutama bagi anak down syndrome yang memiliki ketebatasan mental dan intelektual. Metode pembelajaran yang tepat diharapkan dapat membantu proses belajar mengajar kepada siswa terlebih siswa berkebutuhan khusus termasuk anak down syndrome. Doman menciptakan suatu metode dengan meneliti selama bertahuntahun dengan harapan dapat membantu belajar bagi anak temasuk Anak dengan cidera otak/ ABK yang sekarang menjadi banyak digunakan oleh para orang tua untuk membantu belajar membaca dan matematika pada anak. Penggunaan metode glenn doman bagi matematika menggunakan beberapa tahap yang awalnya memperkenalkan jumlah bilangan dan pengenalan lambang bilangan/angka. Pengenalan jumlah bilangan dan lambang bilangan merupakan tahap matematika dasar, termasuk dalam pembelajaran bagi anak down syndrome. Jumlah bilangan dan lambang bilangan secara tidak langsung digunakan pada kehidupan sehari-hari anak down syndrome. Metode glenn doman menggunakan dot card sebagai media dalam pengajarannya yang memiliki prinsip konsistensi, menyenangkan dan tidak
27 terlalu lama dalam proses pembelajarannya. Dot card memberikan kemudahan dalam membantu proses belajar lambang bilangan dengan melatih ketajaman visual/penglihatan dan ingatan anak mengingat down syndrome memiliki ketebatasan dalam intelektual. Selain menajamkan aktivitas visual anak metode glenn doman merupakan metode yang menyenangkan dan memiliki prinsip berhenti pemelajaran sebelum anak meminta berhenti, selain itu diharapkan siswa tertarik untuk belajar matematika khususnya lambang bilangan. Metode Glenn doman menjadi salah satu alternative metode pembelajaran untuk mengajarkan lambang bilangan kepada anak down syndrome, kerena sesuai dengan tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan anak down syndrome belajar melalui hal yang konkrit dan semi konkrit. 5. Penelitian Yang Relevan Sebagai penguat penelitian tentang efektifitas penggunaan metode glenn doman untuk pemahaman lambang bilangan pada anak down syndrome, peneliti mengutip beberapa penelitian yang relevan. Penelitian oleh Minianur Rohman dalam skripsinya yang berjudul “Peran Glenn Doman Sebagai Metode Pembelajaran Membaca Pada Anak Yang Mengalami Cidera Otak”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan subjek anak dengan cidera otak berjenis autis dan retardasi mental/tunagrahita. Penelitian yang dilakukan ialah untuk memberikan gambaran apakah efektif tidaknya metode glenn doman untuk mengajarkan membaca bagi anak dengan cidera otak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan metode glenn doman dapat efektif meningkatkan tingkat baca bagi kedua subjek namun diantara kedua subjek yang lebih meningkat dalam hal membacanya adalah anak dengan tunagrahita karena didalamnya peran orang tua sangat mendukung dan dan lebih dekat ikatan kekeluargaannya disbandingkan dengan subbjek autis. Dalam menggunakan metode glenn doman dikatakan lebih efektif jika sesuai dengan prosedur metode itu sendiri, metode glenn doman sebaiknya dilakukan secara sabar, bertahap dan konsisiten sehingga dapat tercapai dengan baik hal ini yang diterapkan pada orang tua retardasi mental/tunagrahita sehingga hasil dari metode glenn doman lebih terlihat dan efektif. Penelitan ini membuktikan
28 bahwa metode glenn doman dapat menjadi alternative metode yang digunakan untuk membantu meningkatkan kognitif dalam hal membaca bagi cidera otak/Anak Berkebutuhan Khusus lainnya. Penelitian oleh Puji Isti Kawati yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Menggunakan Metode Glenn Doman Pada Siswa Tunagrahita Ringan Kelas 1 Dasar SLB/C Rena Ring Putra 2 Yogyakarta”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan subjek anak tunagrahita kelas dasar dalam memberikan metode glenn doman untuk membaca permulaan. Hasil penelitian disebutkan bahwa metode glenn doman dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak tungrahita, sesuai dengan prinsip metode glenn doman jika membaca dilakukan sejak awal anak akan dapat melakukannya secepat mungkin dan dengan ditandai pada hasil penelitian yang menunjukkan anak mengalami peningkatan dalam membaca permulaan anak tunagrahita kelas 1. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa dalam penggunaan metode glenn doman sebaiknya secara bertahap dan konsisten mengingat bahwa subjek merupakan anak berkebutuhan khusus. Pada penelitian ini juga dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan perlakuan untuk anak tungrahita yaitu konsisten dan diberikan tambahan berupa penguatan positif beserta reward untuk mendukung proses pembelajaran. Penelitian oleh Agung Prasetyo, Fitri Yulianti, Kenfitria DW, dan Nurul OL yang berjudul “Analisis Kemampuan Penguasaan Kosa kata baru pada Anak Pos PAUD Mutiara Semarang Melalui Metode Glenn Doman”. Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa metode Glenn doman dapat meningkatkan kemmapuan mengenal kosa kata baru bagi anak PAUD Mutiara Semarang. Penelitian ini menggunakan subjek anak usia dini dalam pembelajaran pengenalan kosakata baru, metode glenn doman sesuai dengan tahap perkembangan anak usia dini karena pad apenelitian ini dilakukan dengan flash card yang berupa gambar yang sesuai dengan tahap perkembangan anak usia dini yang bersifat konkret. Metode glenn doman dapat menjadi alternative untuk mengajarkan membaca pada anak usia dini karena sesuai dengan tahap awal membaca yaitu penguasaan kosakata pada anak usia
29 dini. Penelitian ini juga dapat memberikan metode alternative lain bagi guru untuk memberikan metode yang baik dalam mengajarkan tahap awal membaca pada anak usia dini, dan sesuai karena dalam praktiknya penelitian ini menggunakan tahapan sesuai dengan tahap metode glenn doman itu sendiri.
B. Kerangka Berpikir Uma Sekaran dalam Sugiyono (2013: 60) mengemukakan bahwa “Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang penting”. Kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang diteliti. Selanjutnya Suriasumantri (1986) menyebutkan “Kerangka pemikiran merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan”. Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan, yang disebut kerangka berpikir adalah suatu kerangka yang menjadi landasan penting pada suatu penelitian yang dijadikan sebagai bentuk dari keseluruhan penelitian yang akan dilakukan. Kerangka berfikir yang dihasilkan dapat berupa kerangka berfikir yang asosiatif/hubungan maupun komparatif/perbandingan. Pada penelitian ini kerangka berpikir diuraikan dari landasan teori. Anak berkebutuhan khusus termasuk anak down syndrome merupakan anak dengan kelainan pada kognitif yang menyebabkan dibutuhkannnya layanann pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan yaitu berupa pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya yang dibawah rata-rata. Anak down syndrome merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan layanan pendidikan sesuai dengan kemampuannya, kemampuan anak down syndrome yaitu dibawah kemampuan anak pada umumnya. Kemampuan yang rendah yang kurang dalam berfikir logis dan kemampuan kognitif yang rendah mengakibatkan terlambatnya dalam berbagai aspek kognitif pada ademiknya sehingga membutuhkan suatu metode pembelajaran yang sesuai dan mendukung pada saat pembelajaran berlangsung. Begitu juga dengan anak down syndrome pada siswi kelas V C1 SLB Negeri Surakarta, mereka belum mampu dalam memahami lambang bilangan seperti anak pada umumnya sehingga membutuhkan suatu
30 metode pembelajaran khusus dalam membantu permasalahan tersebut. Penggunaan metode glenn doman diharapkan dapat menjadi alternative pemecahan masalah pada anak down syndrome kelas V C1 karena peneliti menganggap sesuai dengan tahap kemampuan anak down syndrome, pada pelaksanaannya metode glenn doman dilakukan dengan dilakukan secara sabar dan konsisten serta dengan waktu yang sangat singkat kurang lebih selama 3 menit saja namun rutin dilakukan. Setelah diberikannya metode glennn doman yang menjadi tujuan jangka pendekanya yaitu diharapkan anak down syndrome dapat memahami lambang bilangan dengan baik. Dengan demikian maka penelitian ini memilki kerangka berpikir yang diuraikan pada bagan sebagai berikut: Pembelajaran Matematika dalam memahami lambang bilangan awal 1-10
Anak down syndrome kelas V C1 SLB Negeri Surakarta tahun ajaran 2015/2016
Pembelajaran matematika belum menggunakan metode glenn doman
Anak down syndrome belum memahami lambang bilangan 1-10 dengan baik
Pembelajaran matematika menggunakan metode glenn doman
Pemahaman lambang bilangan 1-10 anak down syndrome meningkat
Gambar 2.2. Kerangka Berpikir
31 C. Hipotesis Suatu penelitian ilmiah memiliki hipotesis, Sugiyono menyebutkan hipotesis adalah jawaban sementara tehadap rumusan masalah penelitian (2013: 64). Sehubungan dengan itu Noor (2012) menyatakan bahwa, “Hipotesis adalah pernyataan yang dapat diuji mengenai hubungan antar variabel” (hlm. 81). Hipotesis dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan oleh fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis dapat dikatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Dalam penelitian ini terdapat hipotesis yang menunjukkan bahwa, penggunaan metode glenn doman efektif dalam meningkatkan pemahaman lambang bilangan anak down syndrome kelas V C1 SLB Negeri Surakarta tahun ajaran 2015/2016.