BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Fisika Collette dan Chiappetta (1994: 30) menyatakan bahwa “sains pada hakikatnya merupakan sebuah kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (a way of thinking), dan cara untuk penyelidikan (a way of investigating)”. Menurut Collette dan Chiappetta hakikat IPA atau sains dipandang sebagai ilmu yang komprehensif. Fisika adalah bagian dari sains. Sains berasal dari kata scientia yang berarti pengetahuan. Membicarakan hakikat fisika sama halnya dengan membicarakan hakikat sains karena fisika merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sains. Oleh karena itu, karakteristik fisika pada dasarnya sama dengan karakteristik sains pada umumnya. Dalam jurnalnya, Supahar (2014) menyatakan bahwa Nature of Physics atau hakikat fisika terdiri atas (1) physics as a product aspect or a body of knowledge, (2) physics as an attitude aspect or a way of thinking, and (3) physics as a process aspect or a way of investigating. Maksud dari pernyataan berikut yaitu bahwa fisika sebagai produk atau body of knowledge, fisika sebagai sikap atau a way of thinking, dan fisika sebagai proses atau a way of investigating. Fisika sebagai produk yaitu body of knowledge. “the body of knowledge produced from the scientific disciplines represents the creative
11
product of human invention that have occued over the centuries” (Collette % Chiappetta, 1994: 39). Hal tersebut menjelaskan bahwa body of knowledge merupakan hasil disiplin ilmu yang merupakan produk kreatif dari penemuan manusia. Collette dan Chiappetta menjelaskan dalam bukunya terdapat lima elemen dalam body of knowledge meliputi fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. a. Fakta meliputi apa yang mampu kita lihat dan rasakan dengan panca indera. Fakta dalam ilmu pengetahuan mendasari konsep, prinsip, dan teori dalam sains. b. Konsep adalah abstraksi dari berbagai kejadian, objek, fenomena dan fakta. Konsep memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut tertentu. Menurut Bruner, Goodnow, dan Austin dalam Collette & Chiappetta (1994: 40) menyatakan bahwa konsep memiliki lima elemen utama: (1) nama, (2) definisi, (3) atribut, (4) nilai, (5) contoh. c. Prinsip dan Hukum Istilah prinsip dan hukum sering sering digunakan secara bergantian karena dianggap sebagai sinonim. Prinsip dan hukum dibentuk oleh fakta atau fakta-fakta dan konsep atau konsep-konsep. Ini sangat perlu dipahami bahwa, hukum dan prinsip fisika tidaklah mengatur kejadian alam (fakta), melainkan kejadian alam (fakta) yang dijelaskan keberadaannya oleh prinsip dan atau hukum. d. Prinsip dan hukum adalah generalisasi konsep. Prinsip dan hukum dibentuk berdasarkan fakta dan konsep. Gejala alam tidaklah tunduk
12
pada prinsip dan hukum, tetapi gejala alam mampu dijelaskan melalui prinsip dan hukum. e. Teori disusun untuk menjelaskan sesuatu yang terembunyi dan tidak bisa diamati secara langsung. Teori bersifat tentatif sampai sesuatu tersebut tak terbukti atau direvisi. Tidak semua teori mampu dibuktikan secara eksperimen meski mampu diakui kebenarannya, sehingga teori memiliki fungsi berbeda dengan fakta, konsep, dan hukum. f. Istilah model sering digunakan dalam literatur ilmiah. Model ilmiah adalah representasi dari sesuatu yang kita tidak bisa melihat. Secara umum model adalah simpulan dari ide abstrak, hipotesis, dan teori. The way of thinking merupakan hakikat fisika dimana gagasan kreatif, atau ide-ide untuk menjelaskan suatu gejala alam dapat disusun. Sikap tersebut mampu mendasari dalam setiap kegiatan pengukuran, penyelidikan, dan percobaan. Dalam Collette & Chiappetta (1994) dijelaskan sikap tersebut meliputi rasa percaya diri, rasa ingin tahu. Fisika sebagai proses juga disebut a way of investigating memberikan penjelasan bagaimana memahami fisika melalui studi objek, dan peristiwa. Banyak sekali metode yang digunakan untuk membangun hakikat ini. Seperti demonstrasi, observasi, eksperimen dan lain sebagainya. The way of investigating diharapkan dalam menemukan ilmu pengetahuan fisika melalui pengambilan hipotesis, penyelesaian masalah, serta mampu memanipulasi variabel. Menurut Franz dalam Collette & Chiappetta (1994: 36) aspek yang dapat dikembangkan dalam hakikat the
13
way of investigating yaitu: (1) observing, (2) collecting data, (3) developing a hypothesis, (4) experimenting, (5) concluding. 2. Pembelajaran Fisika Belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Dalam belajar siswa tidak berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. (Nana Sudjana, 2005: 28). Sedangkan menurut Gagne (Ratna, 2011: 2) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Sehingga belajar dapat diartikan sebagai pengalaman proses dimana siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar guna mencapai tujuan untuk membentuk siswa ke arah yang lebih baik. Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu: belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pembelajaran (Jihad & Haris, 2008: 11). Guru membutuhkan strategi untuk melaksanakan pembelajaran. Strategi mengajar adalah pendekatan umum mengajar yang berlaku dalam berbagai bidang materi dan digunakan untuk memenuhi berbagai tujuan pembelajaran.. Strategi pembelajaran tertanam dalam model mengajar. Model mengajar merupakan pendekatan spesifik yang memiliki tiga memiliki ciri (Eggen & Kauchak, 2012: 7):
14
a. Tujuan:
Model
mengembangkan
mengajar kemampuan
dirancang
untuk
membantu
berpikir
kritis
dan
siswa
memperoleh
pemahaman mendalam tentang bentuk spesifik materi. b. Fase: Model mengajar mencakup serangkaian langkah yang sering disebut “fase” yang bertujuan membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang spesifik. c. Fondasi: Model mengajar didukung teori dan penelitian tentang pembelajaran dan motivasi. Fisika termasuk dalam sains, sehingga pembelajaran fisika sama halnya dengan pembelajaran sains. Sund Carin (1993: 83) dalam bukunya menyatakan untuk mampu melakukan pembelajaran sains di dalam kelas harus sesuai gambar 1.
Aims Goals
Evaluating Student and Teacher Performance
Planning
Teaching Activities Behavioral/Performance Objectives
Gambar 1. Siklus Pembelajaran Fisika Dalam Kelas
15
3. Perangkat Pembelajaran Perangkat pembelajaran merupakan bahan yang harus disiapkan dan dimiliki guru untuk mengajar. Menurut Zuhdan, dkk (2011: 16) perangkat pembelajaran adalah alat atau perlengkapan untuk melaksanakan proses yang memungkinkan pendidik dan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Perangkat pembelajaran menjadi pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium atau di luar kelas. Dalam Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa penyusunan perangkat pembelajaran
merupakan
bagian
dari
perencanaan
pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk RPP yang mengacu pada standar isi. Selain itu, dalam perencanaan pembelajaran juga dilakukan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian, dan skenario pembelajaran. Berikut macam-macam perangkat pembelajaran. a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Menurut Permendikbud No. 81A
Tahun
2013 tentang
Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran, bahwa tahap pertama dalam pembelajaran menurut standar proses yaitu perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Selanjutnya dijelaskan bahwa RPP adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. RPP mencakup beberapa hal yaitu: (1) Data sekolah, mata pelajaran, dan
16
kelas/ semester; (2) Materi Pokok; (3) Alokasi waktu; (4) Tujuan pembelajaran, KD dan indikator pencapaian kompetensi; (5) Materi pembelajaran; metode pembelajaran; (6) Media, alat dan sumber belajar; (7) Langkah-langkah kegiatan pembelajaran; dan (7) Penilaian. b. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) LKPD adalah lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Tugas yang diperintahkan dalam LKPD harus mengacu pada kompetensi dasar yang akan dicapai peserta didik dalam setiap kegiatan pembelajaran. Tugas tersebut dapat berupa tugas teoritis dan tugas praktis (Abdul Majid, 2008: 176). LKPD digunakan sebagai sarana untuk mengoptimalkan hasil belajar peserta didik dan meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam proses belajar mengajar. c. Instrumen Penilaian Penilaian bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik. Dalam Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran dijelaskan bahwa penilaian dalam setiap mata pelajaran meliputi kompetensi
pengetahuan
(kognitif),
kompetensi
keterampilan
(psikomotor) dan kompetensi sikap (afektif). Penilaian dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil belajar dari masingmasing domain tersebut. Ada beberapa teknik dan instrumen penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan peserta didik baik berupa tes maupun non-tes antara lain tes tertulis,
17
penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian hasil karya, penilaian portofolio dan penilaian diri. 4. Ranah Kognitif Bloom (1956) membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa pengetahuan dan bagian kedua berupa kemampuan dan keterampilan. Tiga level pertama merupakan lower order thinking, sedangkan tiga level berikutnya merupakan high order rhinking. Adapun penjabara level dalam taksonomi Bloom sebagai berikut. a. Mengingat (Remembering) Berisikan
kemampuan
untuk
mengenali
dan
mengingat
peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, b. Memahami (Understanding) Pemahaman sebagai kemampuan untuk memahami makna materi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan menerjemahkan materi dari satu bentuk ke bentuk lainnya (kata-kata untuk nomor), menafsirkan bahan (menjelaskan atau meringkas), dan memperkirakan masa depan (memprediksi konsekuensi atau efek).
18
c. Mengaplikasikan (Applying) Di
tingkat
ini,
seseorang
memiliki
kemampuan
untuk
menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram. d. Menganalisis (Analysing) Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level
ini
seseorang
akan
mampu
memilah-milah
penyebab
meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan. e. Mengevaluasi (Evaluating) Mengevaluasi
adalah
tahap
dimana
seseorang
mampu
mengevaluasi dari informasi-informasi yang tersedia dan memberikan penilaian terhadap informasi-informasi yang ada. Adapun kata kerja operasional dalam tahap ini meliputi membandingkan, menilai, mengarahkan dsb.
19
f. Mencipta (Create) Menyatukan elemen-elemen untuk membentuk satu gagasan umum yang koheren atau berfungsi menyusun atur elemen ke bentuk atau struktur baru melalui penjanaan, perancangan dan penghasilan. Mencipta merupakan tahhap akhir dari ranah kognitif taksonomi Bloom yang telah terevisi. 5. Ranah Afektif Penilaian afektif (sikap) sangat menentukan keberhasilan peserta didik untuk mencapai ketuntasan dan keberhasilan dalam pembelajaran. Seorang peserta didik yang tidak memiliki minat terhadap mata pelajaran tertentu, maka akan kesulitan untuk mencapai ketuntasan belajar secara maksimal. Sedangkan peserta didik yang memiliki minat terhadap mata pelajaran, maka akan sangat membantu untuk mencapai ketuntasan pembelajaran secara maksimal. Menurut Krathwol (1964) klasifikasi tujuan domain afektif terbagi lima kategori. a. Penerimaan (receiving) Mengacu kepada kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap sitimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif. b. Pemberian respon atau partisipasi (responding) Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara afektif, menjadi peserta dan tertarik.
20
c. Penilaian atau penentuan sikap (valuing) Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi “sikap dan opresiasi”. d. Organisasi (organization) Mengacu kepada penyatuan nilai, sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup. e. Karakterisasi / pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex) Mengacu kepada karakter dan daya hidup sesorang. Nilai-nilai sangat berkembang nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa. 6. Ranah Psikomotor Psikomotorik adalah kemampuan yang menyangkut kegiatan otot dan fisik. Menurut Davc (1970) klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori yaitu: a. Peniruan Terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan
21
kontrol otot-otot saraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna. b. Manipulasi Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja. c. Ketetapan Memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum. d. Artikulasi Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan yang berbeda. e. Pengalamiahan Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.
22
7. Direct Instruction Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi peserta didik, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya. Menurut Arends (2012: 296) ”A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model”. Artinya: “Sebuah model pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan pengetahuan yang dapat diajarkan langkah-demi-langkah. Untuk tujuan tersebut, model yang digunakan dinamakan model pengajaran langsung. Model pengajaran direct instruction dilandasi oleh teori belajar perilaku yang berpandangan bahwa belajar bergantung pada pengalaman termasuk pemberian umpan balik. Satu penerapan teori perilaku dalam belajar adalah pemberian penguatan. Umpan balik kepada siswa dalam pembelajaran merupakan penguatan yang merupakan penerapan teori perilaku tersebut. Model pembelajaran Direct Instruction memiliki karakteristik hampir sama dengan metode pembelajaran yang diarahkan oleh guru (teacher instruction). Pembelajaran ini juga terfokus pada kegiatan guru dan pengorganisasian kelas.Tetapi, fokus utama pembelajaran ini terletak pada belajar, dan penekanan pada keterlibatan siswa di dalam mengerjakan
23
tugas akademik dengan pengaturan waktu yang telah disesuaikan agar siswa mencapai prestasi belajar yang tinggi. Direct Instruction atau pengajaran langsung dirancang secara khusus dapat menunjang proses belajar siswa berkenaan dengan pengetahuan prosedural dan deklaratif yang dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Pengajaran ini berpusat pada guru tapi juga harus melibatkan peserta didik. Jadi lingkungannya harus diciptakan yang berorientasi pada tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik. Berikut ciri-ciri Direct Instruction menurut Jihad, Haris (2008: 28) a.
Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar.
b.
Sintaks/pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
c.
Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pengajaran. Menurut Eggen & Kauchak (2012: 368) fase dalam melaksanakan
direct instruction sesuai tabel 1. Tabel 1 Fase Pembelajaran Model Direct Instruction
Fase Fase 1 : Orientasi
Tujuan Menarik perhatian siswa dan menarik mereka ke dalam Guru memperkenalkan pelajaran pembelajaran dan mereview pemahaman awal. Secara informal menilai pemahaman siswa untuk menjamin mereka memiliki pemahaman minimum yang dibutuhkan untuk memahami keterampilan Fase 2 : Demonstrasi Mendorong keterlibatan siswa Memastikan bahwa siswa Keterampilan baru disajikan, memahami kerangka kerja
24
Fase dijelaskan, dan digambarkan dengan contoh berkualitas-tinggi.
Tujuan konseptual untuk keterampilan
Fase 3 : Latihan Terstruktur
Siswa melatih bimbingan guru.
di
bawah
Fase 4 : Latihan Terbimbing
Siswa menerapkan pengetahuan dan mendapat umpan balik dari guru.
Fase 5 : Latihan Mandiri
Siswa melatih keterampilan.
sendiri
Memulai proses mengembangkan keterampilan Memastikan keberhasilan siswa Melatih proses keterampilan dalam penerapan Memberikan umpan balik pada siswa Membangun otomatisitas keterampilan Mendorong transfer ke konteks
8. Gerak Lurus a. Jarak, dan Perpindahan Gerak sebuah benda dapat diketahui apabila posisi benda setiap saat dalam ruang diketahui. Posisi benda dapat didefinisikan sebagai
lokasi benda pada suatu kerangka acuan yang dianggap
sebagai titik asal sistem koordinat (Serway & Jewett, 2009: 34). Ketika sebuah benda bergerak lurus menempuh jarak tertentu, maka menentukan berapa jarak yang telah ditempuh oleh benda tersebut pun harus mengacu pada kerangka acuan. Perpindahan merupakan besaran vektor Sedangkan jarak merupakan besaran skalar. Menurut Serway & Jewett (2009: 36) besaran
vektor adalah besaran yang mempunyai nilai dan arah.
Sebaliknya, besaran skalar hanya memiliki nilai dan tidak mempunyai arah. Ketika benda bergerak lurus dalam sumbu x bepindah dari posisi
25
awal xi ke posisi akhir xf . Maka, perpindahan atau perubahan posisi benda dapat ditulis. ̅
(1)
b. Kecepatan Ketika sebuah benda bergerak lurus dari posisi x1 ke posisi x2 selama interval waktu ∆t = t2 - t1, kecepatan rata-rata selama interval waktu tersebut adalah.
̅
(2)
dengan:
̅ = kecepatan rata-rata (m/s) = perubahan posisi atau perpindahan (m) = perubahan waktu (s) Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa perpindahan merupakan contoh besaran vektor. Selain punya nilai juga punya arah. Maka, kecepatan rata-rata benda yang bergerak selama selang waktu tertentu termasuk besaran vektor juga. Kemudian besarnya nilai kecepatan rata-rata benda tersebut bisa dinyatakan sebagai kelajuan rata-rata. Kecepatan rata-rata melibatkan perpindahan benda ∆x, sedangkan kelajuan rata-rata melibatkan jarak total yang ditempuh oleh suatu benda (Halliday & Walker,2010: 17). Sehingga kelajuan rata-rata dapat dituliskan ke dalam persamaan:
26
̅
(3)
dengan: = kelajuan rata-rata (m/s) ∆t = perubahan waktu (s) c. Percepatan Benda yang kecepatannya berubah dikatakan mengalami percepatan. Sebuah mobil yang kecepatannya naik dari 0 km/jam sampai 70 km/jam berarti dipercepat. Begitu sebaliknya jika mobil dengan
kecepatan 70
km/jam
tiba-tiba melakukan pengereman
maka, dikatakan mobil mengalami perlambatan. Apabila mobil mengalami perubahan kecepatan dari kecil ke besar dalam waktu yang lebih cepat dari mobil lainnya, dikatakan bahwa mobil tersebut mendapat percepatan yang lebih besar. Dengan demikian percepatan menyatakan seberapa cepat kecepatan sebuah benda berubah (Giancoli, 2001: 28). Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai perbandingan antara perubahan kecepatan dengan perubahan waktu yang diperlukan dalam perubahan ini.
̅
(4)
dengan:
̅ = percepatan rata-rata (m/s2) = perubahan kecepatan (m/s)
27
= perubahan waktu (s) Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa kecepatan merupakan besaran vektor maka, percepatan rata-rata juga merupakan besaran vektor yang mempunyai nilai dan juga arah. d. Gerak Lurus Beraturan (GLB) Gerak lurus beraturan didefinisikan sebagai gerak suatu benda pada lintasan lurus dengan kecepatan tetap. Kecepatan dikatakan tetap memiliki arti besar maupun arahnya tetap. Pada GLB tak terjadi perubahan kecepatan sehingga tidak memiliki nilai percepatan. Obyek gerak ini kecepatannya tetap atau tanpa percepatan, sehingga jarak yang ditempuh dalam gerak lurus beraturan adalah kelajuan kali waktu (5) dengan: = jarak tempuh (m) = kecepatan (m/s) = waktu (s) e. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) Gerak lurus berubah beraturan sering disebut dengan gerak satu
dimensi
yang
memiliki
percepatan
konstan. Percepatan
konstan berarti ketika sebuah benda bergerak dalam selang waktu tertentu, maka perubahan kecepatannya dalam selang waktu tertentu selalu sama. Sehingga untuk benda yang bergerak dengan percepatan
28
konstant, percepatan rata-rata dan percepatan sesaat adalah sama (Halliday & Walker, 2010: 23). (6) Akibat adanya percepatan, rumus jarak yang ditempuh tidak lagi linier melainkan kuadratik. (7) dengan: = Jarak yang ditempuh (m) = kecepatan mula-mula (m/s) = percepatan (m/s) = waktu (s)
B. Hasil Penelitian Relevan 1. Pada
tahun
2010,
menurut
hasil
penelitian
Sofiyah
mengenai
menghasilkan bahwa model Direct Instruction lebih baik dari model pembelajaran
konvensional.
Model
tersebut
mampu
menguatkan
kemampuan prosedural serta deklaratif dari siswa. Karakter siswa yang menggunakan model direct instruction sangat antusisas. Hal tersebut ditunjukkan dengan perolehan rata-rata posttest 63,7 > dari pretest 53,6. 2. Pada tahun 2013, menurut hasil penelitian Dhany Efita Sari, Susilaningsih, Elvida Ivada menegenai Penggunaan model Direct Instruction sebagai Upaya Peningkatan Pemahaman Siswa Melalui Kertas Kerja menunjukkan beberapa indikator sebagai berikut: (1) Siswa yang aktif selama apersepsi
29
menunjukkan peningkatan dari 72,73% pada siklus I menjadi 79,8% pada siklus II. (2) Siswa yang aktif selama pembelajaran berlangsung menunjukkan peningkatan dari 75,76% pada siklus I menjadi 81,82% pada siklus II. (3) Tingkat pemahaman dan ketepatan penjelasan proses pembuatan jurnal penyesuaian yang diamati selama proses diskusi kelompok dan penyajian hasil diskusi melalui presentasi menunjukkan peningkatan dari 76,77% pada siklus I menjadi 85,86% pada siklus II. (4) Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dari 75,76% pada siklus I menjadi 84,85% pada siklus II. 3. Pada tahun 2014, berdasar hasil penelitian I G. Sudirgayasa, I W. Suastra, dan N. P. Ristiati mengenai Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Nature of Science (NOS) terhadap Kemampuan Aplikasi Konsep Biologi dan pemahaman NOS Siswa Dalam Pembelajaran Biologi. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Menganalisis perbedaan kemampuan aplikasi konsep biologi dan pemahaman NOS antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis NOS dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran langsung. (2) Menganalisis perbedaan kemampuan aplikasi konsep biologi antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis NOS dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran langsung. (3) Menganalisis perbedaan pemahaman NOS antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis NOS dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran
langsung. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Terdapat
perbedaan kemampuan aplikasi konsep biologi dan pemahaman NOS
30
antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis NOS dengan siswa yang mengikuti model
pembelajaran langsung
(F=366,570;
p<0,05). (2) Terdapat perbedaan kemampuan aplikasi konsep biologi antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis NOS dengan siswa yang mengikuti model
pembelajaran
langsung
(F=449,443;
p<0,05). (3) Terdapat perbedaan pemahaman NOS antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis NOS dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran langsung (F=240,991; p<0,05). Hasil uji lanjut dengan LSD menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis NOS lebih unggul dibandingkan dengan model pembelajaran langsung (p<0,05).
C. Kerangka Berpikir Fisika merupakan ilmu tentang mengetahui peristiwa dan gejala alam yang nantinya dapat dirumuskan secara matematis. Fisika mampu didekati dengan hakikat sains dimana fisika tak hanya didekati secara satu arah saja. Berdasar observarsi yang ada, pembelajaran fisika hanya memberikan rumus dan mengandalkan kemampuan matematis. Hal tersebut sudah kabur dari hakikat fisika yang sebenarnya. Hakikat fisika memberikan beberapa pendekatan untuk mampu mengenal lebih jauh mengenai fisika. Sesuai hakikatnya, fisika terdiri dari tiga aspek dasar yaitu fisika sebagai ilmu, fisika sebagai sikap, dan fisika sebagai proses. Dalam pembelajaran, fisika sebagai ilmu yaitu ranah kognitif, fisika
31
sebagai sikap yaitu ranah afektif, dan fisika sebagai proses yaitu ranah psikomotor. Sudah menjadi kewajiban apabila peserta didik mampu menguasai ketiga aspek tersebut sebagai keberhasilan dalam hasil belajar fisika. Model pembelajaran Direct Instruction yaitu model yang bersifat membimbing peserta didik untuk menerima informasi secara tahap demi tahap. Metode tersebut menerangkan materi secara tahap demi tahap serta mampu memberikan contoh penggunaan suatu prosedur percobaan. Proses ini mengandalkan
kemampuan
prosedural
dan
kemampuan
deklaratif.
Kemampuan tersebut diharapkan dapat melatih peserta didik mengembangkan kemampuan kognitif, keterampilan dalam menggunakan perangkat percobaan, serta mampu mewujudkan sikap-sikap sesuai hakikat fisika. Dari
uraian
diatas,
dapat
ditarik
kesimpulan
bahwa
perlu
dikembangkannya perangkat pembelajaran fisika model Direct Instruction sesua Nature of Physics dengan harapan mamapu meningkatkan hasil belajar peserta didik SMA sehingga dapat dijadikan sebagai referensi guru untuk melakukan pembelajaran sesuai hakikat fisika.
32
OBSERVASI
Mengamati proses pembelajaran fisika dalam kelas SMA
MUNCUL PERMASALAHAN
Peran guru kurang maksimal dalam mengajarkan fisika di kelas Fisika diajarkan hanya secara hafalan rumus dan tidak sesuai Nature of Physics Peserta didik tidak menguasai aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotor sesuai hakikat fisika.
SOLUSI
PRODUK
Merancang perangkat pembelajaran fisika model Direct Instruction Perangkat pembelajaran fisika yang mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik sesuai Nature of Physics
Perangkat pembelajaran fisika dengan model Direct Instruction untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik sesuai Nature of Physics Gambar 2. Diagram Kerangka Berpikir
D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka pikir, maka dapat disusun pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat kelayakan perangkat pembelajaran fisika model Direct Instruction menurut ahli dan praktisi? 2. Bagaimana tingkat kualitas perangkat pembelajaran fisika model Direct Instruction menurut ahli dan praktisi?
33
3. Bagaimana reliabilitas perangkat pembelajaran fisika model Direct Instruction? 4. Seberapa efektif perangkat pembelajaran fisika SMA dengan model Direct Instruction untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik sesuai Nature of Physics?
34