BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Paradigma Kajian Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan suatu kebenaran. Usaha untuk mencari kebenaran dilakukan oleh peneliti melalui model tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur (bagian dan hubunganannya) atau bagaimana bagianbagian yang berfungsi (perilaku di dalamnya ada konteks khusus atau dimensi waktu) ( Moleong,2005:49). Perspektif atau paradigma yang peneliti gunakan adalah kualitatif dimana pendekatan sistematis dan subjektif dalam menjelaskan pengalaman hidup berdasarkan kenyataan lapangan (empiris). Sementara itu, penelitian kualitatif tidak menggunakan statistik, data hasil penelitian diperoleh secara langsung, misalnya observasi partisipan, wawancara mendalam, dan studi dokumen sehingga peneliti mendapat jawaban apa adanya dari responden (Iskandar,35-37). Peneliti menggunakan pendekatan interpretif dimana berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti. Pendekatan interpretif diadopsi dari orientasi praktis. Secara umum pendekatan interpretif merupakan sebuah sistem sosial yang memaknai perilaku secara detail langsung mengobservasi (Newman,1997:68). Selain itu interpretif juga melihat fakta sebagai esensi dalam memahami makna sosial. Interpretif melihat fakta sebagai hal yang cair ( tidak kaku ) yang melekat pada sistem makna dalam pendekatan interpretatif. Fakta-fakta tidaklah imparsial, objektif dan netral. Fakta merupakan tindakan spesifik dan
9 Universitas Sumatera Utara
10 kontekstual yang bergantung pada pemaknaan sebagian orang dalam situasi sosial. Interpretif menyatakan situasi sosial mengandung ambiguisitas yang besar. Perilaku dan pernyataan dapat memiliki makna yang banyak dan dapat diinterpretasikan dengan berbagai cara. (http:ernams.wordpress.com/2008/01/07/pendekatan-interpretif) diakses pada tanggal 5 febuary 2014). Ada tiga paradigma dalam kajian ilmu komunikasi. Pandangan pertama, paradigma positivisme yaitu melihat bahasa sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan simantik. Hal tersebut yang menjadi fokus utama, terkait dengan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama (Eriyanto,2001:4). Hal ini menunjukkan bahwa pandangan positivisme cenderung memandang realitas apa adanya, tanpa memikirkan dasar dari terbentuknya realitas tersebut. Pemikiran ini verasal dari Agust Comte (1798-1857). Positivisme mendominasi wacana ilmu pengetahuan pada awal abad 20-an. Paradigma ini mengutamakan objektivitas, validitas, dan reabilitas. Paradigma konstruktivisme memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruktivisme adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstrukvisme ini sering sekali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Ia sering dilawankan dengan paradigma positivis yang memandang realitas dengan objektif. Paradigma konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dengan objek komunikasi. Universitas Sumatera Utara
11 Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampaian pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek ( komunikan / decoder ) sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial. Pengetahuan manusia adalah kontruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Bahasa bukan cerminan semesta akan tetapi sebaliknya bahasa berperan membentuk semesta. Setiap bahasa mengonstruksi aspek-aspek spesifik dari semesta dengan caranya sendiri (bahasa puisi/ sastra, bahasa sehari-hari, bahasa ilmiah). Bahasa merupakan hasil kesepakatan sosial serta memiliki sifat yang tidak permanen, sehingga terbuka dan mengalami proses evolusi. Masalah kebenaran dalam konteks konstruktivis bukan lagi permasalahan pondasi atau representasi, melainkan masalah kesepakatan pada komunitas tertentu (Ardianto,2007:153). Paradigma konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Paradigma kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan konstruktivisme yang kurang sensistif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Bahasa komunikasi tidak pahami sebagai medium netral yang terletak diluar diri si pembicara. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi didalamnya. Paradigma kritis ( Eriyanto, 2001:5) adalah paradigma yang memandang bahwa bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak diluar sisi pembicara. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dengan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat
Universitas Sumatera Utara
12 dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan analisi wacana, ketiga paradigma ini memiliki pandangan masing-masing. Paradigma positivisme memandang bahwa orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya. Oleh sebab itu, tata bahasa dan kebenaran sintaksis yang menjadi cara pandang tentang wacana. Analisis wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa dan pengertian bersama. Paradigma konstruktivisme memandang wacana sebagai hasil dari kontrol subjek-subjek yang memiliki maksud-maksud tertentu yang menciptakan makna. Jika dibandingkan dengan kedua paradigma diatas, maka paradigma kritis memandang wacana sebagai representasi yang berperan membentuk subjek tertentu, tema-tema, dan strategi-strategi yang dikuasai oleh kelompok dominan. Maka dari yang ketiga paradigma diatas, yang digunakan oleh peneliti adalah paradigma konstruktivisme sebagai pandangan dasar untuk melihat dan mengetahui bagaimana pasangan suami istri banyak anak dalam membentuk konsep diri anak. II.2 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan acuan atau landasan berpikir peneliti dengan basis pada bahan pustaka yang membahas tentang teori atau hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dijalankan (Prajarto,2010:49). Pencarian dan penelusuran kepustakaan atau literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian sangat diperlukan. Penelitian tidak dilakukan di ruang kosong dan tidak pula dapat dikerjakan dengan baik, tanpa basis teoritis yang jelas. Penelitian ini sesungguhnya sesungguhnya menelusuri atau meneruskan peta jalan yang telah dirintis oleh peneliti terdahulu. (Danim Sudarwan,2001:105 dalam Iskandar, 2009:100). Berdasarkan kajian pustaka, maka peneliti akan mempunyai
Universitas Sumatera Utara
13 landasan untuk menemtukan tujuan dan arah penelitian. Adapun teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah : II.2.1 Komunikasi Komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, komunikasi adalah bagian dari kehidupan itu sendiri. Sejak dilahirkan manusia sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Selain itu, komunikasi diartikan pula sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan. Atau dapat pula diartikan bahwa komunikasi adalah saling bertukar pikiran atau pendapat. Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata Latin communicatio,dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama yang dimaksud sama makna (Effendy, 2005:9). Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahukan atau mengubah sikap, pendapat, serta perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media. (Effendy, 2005:50). Carl I. Hovland (dalam Widjaja 2000:26) mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang memindahkan perangsang yang biasanya berupa lambang kata-kata untuk mengubah tingkah laku orang lain. Adapun pengertian komunikasi yang lain menurut Rogers bersama D. Lawrence Kincaid, 1981 (dalam Cangara, 2006:19) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan yang lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saat saling pengertian yang mendalam. Menurut Onong, komunikasi sebagai proses terbagi dua tahap, yakni :
Universitas Sumatera Utara
14 a. Proses komunikasi Primer adalah penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang ( symbol ) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. b. Proses komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Proses ini termasuk sambungan dari proses primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, dalam prosesnya komunikasi sekunder ini akan semakin efektif dan efisien, yang ditopang oleh teknologi-teknologi lainnya. ( Effendy , 2003 : 11) II.2.2 Tujuan Komunikasi Dalam berkomunikasi, tidak hanya untuk memahami dan mengerti satu dengan yang lainnya tetapi juga memiliki tujuan dalam berkomunikasi. Pada umumnya komunikasi mempunyai beberapa tujuan antara lain (Effendy,2003:8) : a. Untuk mengubah sikap (to change attitude), yakni memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan mengubah sikapnya. Misalnya, memberikan informasi mengenai bahaya narkoba pada masyarakat dan remaja khususnya dengan tujuan agar masyarakat dan remaja menjadi tahu bahaya narkoba. b. Untuk mengubah opini (to change the opinion) , yakni memberikan berbagai informasi kepada masyarakat agar masyarakat mau mengubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan, misalnya informasi mengenai pemilu.
Universitas Sumatera Utara
15 c. Untuk mengubah perilaku (to change the behavior) , yaitu memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan mengubah perilakunya. Misalnya informasi yang diberikan oleh Pihak Kepolisian kepada masyarakat pengguna sepeda motor agar selalu menggunakan helm selama berkendara untuk keselamatan pengguna itu sendiri. d. Untuk mengubah masyarakat (to change the society), yaitu memberikan berbagai informasi kepada masyarakat, yang pada akhirnya bertujuan agar masyarakat mau mendukung dan ikut sera terhadap tujuan informasi yang disampaikan. II.2.3 Fungsi Komunikasi Dalam terjadinya komunikasi tidak terlepas dari bentuk dan fungsi komunikasi, dimana komunikasi yang baik tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Fungsi komunikasi adalah : 1. Menginformasikan ( to inform ) Kegiatan komunikasi itu memberikan penjelasan, penerangan, mengenai bentuk informasi yang disajikan dari seorang komunikator kepada komunikan. Informasi yang akurat diperlukan oleh beberapa bagian masyarakat untuk bahan dalam pembuat keputusan. 2. Mendidik ( to educate ) Penyebaran informasi tersebut sifanya memberikan pendidikan atau penganjuran sesuatu pengetahuan, menyebarluaskan kreativitas untuk membuka wawasan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal di sekolah maupun diluar sekolah.
Universitas Sumatera Utara
16 3. Menghibur ( to entertaint ) Penyebaran informasi yang disajikan kepada komunikan untuk memberikan hiburan. Menyampaikan informasi dalam lagu, lirik dan bunyi, maupun gambar dan membawa setiap orang pada situasi menikmati hiburan. 4. Mempengaruhi ( to influence ) Komunikasi sebagai sarana untuk mempengaruhi khalayak untuk memberi motivasi, mendorong untuk mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang dilihat, dibaca, dan didengar. Serta memperkenalkan nilai-nilai baru untuk mengubah sikap dan perilaku ke arah yang baik dan modernisasi. Mengenai fungsi komunikasi, Mc Bride (dalam Widjaja,2000:64-66) menjelaskan dalam arti yang lebih luas, tidak hanya diartikan pertukaran berita atau pesan tetapi sebagai kegiatan individu atau kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta, dan ide. Maka fungsinya dalam setiap sistem sosial sebagai berikut : 1. Informasi Pengumpulan, penyampaian, pemrosesan, penyebaran berita, data gambar, fakta, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan dan orang lain, kemudian agar dapat mengambil keputusan yang tepat. 2. Sosialisasi ( pemasyarakatan) Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
17 3. Motivasi Menjelaskan setiap masyarakat jangka panjang maupun jangka pendek, mendorong untuk menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikerjakan. 4. Perdebatan dan diskusi Menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perdebatan pendapat mengenai masalah publik dan pendidikan.
Pengalihan
ilmu
pengetahuan
sehingga
mendorong
intelektual,
pembentukan watak, pendidikan, keterampilan serta kemahiran yang diperlukan dalam semua bidang kehidupan. 5. Memajukan kebudayaan Penyebarluasan hasil budaya dan seni dengan melestarikan warisan masa lalu, membangun imajinasi dan mendorong kreativitas serta kebutuhan estetika. 6. Hiburan Penyebarluasan sinyal, simbol, suara, citra (image) dari drama, tari, kesenian, kesusasteraan, musik, komedi, olahraga, permainan, dan sebagainya untuk rekreasi dan kesenangan individu maupun kelompok. 7. Integrasi Menyediakan bagi bangsa, kelompok dan individu kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan agar mereka dapat saling kenal, mengerti dan menghargai kondisi, pandangan dan keinginan orang. Lasswell (1960) menjelaskan 5 unsur komunikasi yaitu : 1. Who (siapa) ? Siapa sumber (komunikator). Komunikator adalah pelaku utama/pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi, Universitas Sumatera Utara
18 bila seorang individu, kelompok, organisasi, maupun suatu Negara sebagai komunikator. 2. Says What (mengatakan apa)? Apa yang akan disampaikan/dikomunikasikan kepada penerima (komunikan) dari sumber (komunikator) atau isi informasi. Merupakan seperangkat simbol verbal maupun nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan maupun maksud sumber tadi. Ada 3 komponen pesan yakni makna, simbol untuk menyampaikan makna dan bentuk /organisasi pesan. 3. In Which Channel (dengan saluran apa) ? Wahana/alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima) baik secara langsung (tatap muka), maupun tidak langsung (melalui media cetak/elektronik dan lain-lain). 4. To Whom (kepada siapa)? Tujuan dari kita berkomunikasi orang/ kelompok/ organisasi/ suatu negara yang menerima pesan dari sumber. 5. With What Effect (dengan pengaruh bagaimana) ? Dampak atau efek yang terjadi pada komunikan ( penerima) setelah menerima pesan dari sumber, seperti perubahan sikap, bertambahnya pengetahuan. (Mulyana, 2005:62). Sementara Everett M.Rogers mengatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide diahlikan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Oleh karena itu, komunikasi adalah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan komunikator dapat menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan (Effendy 2004:6).
Universitas Sumatera Utara
19 II.2.4 Karakteristik Komunikasi Adapun karakteristik dari komunikasi itu sendiri adalah ( Fajar,2009:33-34) : 1. Komunikasi suatu proses. Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan srangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Proses komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor atau unsur yang dimaksud antara lain dapat mencakup pelaku atau peserta, pesan (meliputi bentuk, isi, dan cara penyajiannya) , saluran atau alat yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang terjadi. 2. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan. Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. Pengertian sadar disini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam kondisi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam kondisi mental psikologis yang terkendalikan bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya sementara tujuan menunjuk pada hasil atau akibat yang ingin dicapai. 3. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat. Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan. 4. Komunikasi bersifat simbolis Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang, misalnya : bahasa. Universitas Sumatera Utara
20 5. Komunikasi bersifat transaksional. Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakkan secara seimbang atau proposional oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi. 6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu. Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon, faksimili, teleks, dan lain-lain, kedua faktor tersebut (waktu dan ruang) bukan lagi menjadi persoalan dan hambatan dalam berkomunikasi. II.3 Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi merupakan suatu keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka dan menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Selain itu, ada sejumlah kebutuhan dalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan oleh komunikasi antarpribadi. Orang memerlukan hubungan antarpribadi terutama untuk dua hal yaitu : perasaan (attachment), dan ketergantungan (dependency). Perasaan mengacu pada hubungan yang secara emosional intensif. Sementara ketergantungan mengacu pada instrumen perilaku antarpribadi, seperti membutuhkan bantuan-bantuan, membutuhkan persetujuan, dan mencari kedekatan, selain kebutuhan berteman dengan orang lain juga kepentingan untuk mempertahankan hidup. Salah satu karakteristik dari hubungan antarpribadi adalah bahwa hubungan tersebut banyak yang tidak diciptakan untuk diakhiri berdasarkan kemauan atau kesadaran kita.
Universitas Sumatera Utara
21 Cassagrande, 1986 (dalam Liliweri,1991:48) berpendapat bahwa orang melakukan komunikasi dengan orang lain karena : 1. Setiap orang membutuhkan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan. 2. Setiap orang terlibat dalam proses perubahan yang relatif cepat. 3. Interaksi hari ini merupakan spektrum pengalaman masa lalu dan membuat orang mengantisipasi masa depan. 4. Hubungan yang diciptakan kalau berhasil merupakan pengalaman yang baru. Dari pendapat yang dikemukakan Cassagrande, dapat disimpulkan bahwa keinginan berkomunikasi antarpribadi disebabkan karena dorongan pemenuhan kebutuhan yang belum, tidak dimiliki seseorang sebelumnya atau belum layak di hadapannya (Liliweri,1991:49). Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Effendy, 1986 (dalam Liliweri,1991:12) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi antar pribadi yang dimaksud disini merupakan satu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Secara keseluruhan, komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antar dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Keberadaan
interaksi
dalam
komunikasi
antarpribadi
menunjukkan
bahwa
komunikasi antarpribadi tersebut menghasilkan suatu umpan balik pada tingkat keterpengaruhan tersebut. Ada tiga faktor yang perlu diketahui tentang interaksi antarpribadi, yaitu : 1. Bagaimana status dan peran individu dalam lingkungan tertentu
Universitas Sumatera Utara
22 2. Bagaimana ikatan-ikatan individu dengan organisasi sosial maupun politik yang menjadi afiliasi individu. 3. Pertemuan-pertemuan
apa
yang
biasa
diikuti
oleh
individu
tersebut
(Liliwer,1991:45). Dalam komunikasi antarpribadi tidak hanya tertuju pada pengertian melainkan pada fungsi dari komunikasi itu sendiri. Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha meningkatkan hubungan insani, menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman orang lain. Komunikasi antarpribadi dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan di antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Melalui komunikasi antarpribadi, kita dapat berusaha membina hubungan yang baik, sehingga menghindari dan mengatasi konflik-konflik yang muncul (Cangara, 2006: 56). II.3.1 Ciri-ciri Komunikasi Antarpribadi Menurut Branlund, ada beberapa ciri yang bisa diberikan untuk mengenal komunikasi antarpribadi, yaitu ; 1. Komunikasi antarpribadi terjadi secara spontan 2. Tidak mempunyai struktur yang teratur dan diatur 3. Terjadi secara kebetulan 4. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu 5. Identitas keanggotaannya kadang-kadang kurang jelas 6. Bisa terjadi hanya sambil lalu saja Reardon, 1987 juga mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai paling sedikit enam ciri, yaitu ;
Universitas Sumatera Utara
23 1. Dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong. 2. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak disengaja. 3. Kerap kali berbalas-balasan. 4. Mempersyaratkan adanya hubungan ( paling sedikit dua orang ) antarpribadi. 5. Serta suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan. 6. Menggunakan berbagai lambang-lambang yang bermakna. Menurut Devito, komunikasi antarpribadi memiliki lima ciri-ciri sebagai berikut : 1. Keterbukaan (openes) yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima dalam menghadapi hubungan antarpribadi. 2. Empati (emphat ) yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain. 3. Dukungan (supportivenes) yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. 4. Rasa positif (positiveness) yaitu seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpatisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang interaktif. 5. Kesetaraan (equality) yakni pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan (Liliweri, 1991:13) Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi antarpribadi bukan komunikasi lainnya. Sifat-sifat komunikasi antarpribadi itu adalah : 1. Komunikasi antarpribadi melibatkan perilaku verbal maupun nonverbal. Dalam komunikasi,
tanda-tanda
verbal
diwakili
dalam
penyebaran
kata-kata,
Universitas Sumatera Utara
24 pengungkapannya baik lisan maupun tulisan. Sedangkan tanda-tanda nonverbal terlihat dalam ekspresi wajah, gerakan tubuh atau gestrure. 2. Komunikasi antarpribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted, dan contrived. Perilaku spontan dalam komunikasi antarpribadi dilakukan secara tiba-tiba dan serta merta untuk menjawab sesuatu rangsangan dari luar tanpa terpikir terlebih dahulu. Bentuk perilaku scripted terjadi atas reaksi dari emosi terhadap pesan yang diterima jika pada taraf yang terus menerus dan akhirnya pada perilaku ini dilakukan karena dorongan faktor kebiasaan. Perilaku contrived merupakan perilaku yang sebagian besar didasarkan pada pertimbangan kognitif. 3. Komunikasi antarpribadi sebagai proses yang berkembang. Komunikasi antarpribadi tidak bersifat statis melainkan dinamis. 4. Komunikasi antarpribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai interaksi dan koherensi. 5. Komunikasi antarpribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Komunikasi yang bersifat intrinsik adalah suatu standar dari perilaku yang dikembangan oleh seorang sebagai pandu bagaimana mereka melaksanakan komunikasi. Sedangkan ekstrinsik adalah adanya standar atau tata aturan lain yang ditimbulkan karena adanya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga komunikasi antarmanusia harus diperbaiki atau malah dihentikan. 6. Komunikasi antarpribadi menunjukkan adanya suatu tindakan. Jadi kedua pihak yang berkomunikasi harus sama-sama mempunyai kegiatan, aksi tertentu sebagai tanda bahwa mereka memang berkomunikasi. 7. Komunikasi antarpribadi merupakan persuasi antarmanusia (Liliwei, 1991:31).
Universitas Sumatera Utara
25 Komunikasi antarpribadi merupakan jenis komunikasi yang frekuensi terjadinya cukup tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Judy C. Pearson menyebutkan enam karakteristik komunikasi antarpribadi, yaitu : 1. Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri pribadi (self). Artinya, segala bentuk proses penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain, berangkat dari diri sendiri. 2. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Ciri komunikasi seperti ini terlihat dari kenyataan bahwa komunikasi antarpribadi besifat dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal balik dan berkelanjutan. 3. Komunikasi antarpribadi menyangkut aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Maksudnya bahwa efektifitas komunikasi antarpribadi tidak hanya ditentukan oleh kualitas pesan, melainkan juga ditentukan kadar hubungan antar individu. 4. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan kata lain, komunikasi antarpribadi akan lebih efektif mana kala antara pihak-pihak yang berkomunikasi itu saling bertatap muka. 5. Komunikasi antarpribadi menempatkan kedua belah pihak yang berkomunikasi saling bergantung dengan yang lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa komunikasi antarpribadi melibatkan ranah emosi, sehingga terdapat saling ketergantungan emosional diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. 6. Komunikasi antarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Artinya, ketika seseorang sudah terlanjur mengucapkan sesuatu kepada orang lain, maka ucapan itu sudah tidak dapat diubah atau diulang, karena sudah terlanjur diterima oleh komunikan (Sendjaja,2002:21).
Universitas Sumatera Utara
26 II.3.2 Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antarpribadi dalam Komunikasi Antarpribadi Secara kodrat, manusia sebagai makhluk individu sekaligus sosial. Sebagai makhluk individu, artinya bahwa setiap manusia pada hakikatnya memiliki keunikan yang membedakan dengan orang lain. Setiap orang memiliki kedudukan dan peran berbeda, saling memiliki kelebihan dan kekurangan. Sebagai makhluk sosial, artinya bahwa secara kodrat sejak dilahirkan manusia tidak dapat hidup sendirian, melainkan memerlukan pertolongan orang lain dilingkungannya. Karakteristik kehidupan sosial mewajibkan setiap individu untuk membangun sebuah relasi dengan yang lain, sehingga akan terjadi sebuah ikatan perasaan yang bersifat timbal balik dalam suatu pola hubungan yang dinamakan hubungan antarpribadi. Hubungan antarpribadi dalam arti luas adalah interaksi yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dalam segala situasi dan dalam semua bidang kehidupan, sehingga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan hati pada kedua belah pihak (Aw,2011:27). Hubungan antarpribadi dapat dilakukan di berbagai situasi, seperti di perkumpulanperkumpulan olahraga, keagamaan, kesenian, konferensi, dalam seminar, bahkan di tempattempat umum, seperti kampus, tempat ibadah, restoran, stasiun, pasar, sawah, toko, dan sebagainya. Hubungan antarpribadi dalam arti sempit adalah interaksi yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dalam situasi kerja (work situation) dan dalam situasi kekaryaan (work organization) dengan tujuan untuk mengubah kegairahan dan kegiatan bekerja dengan semangat yang produktif (Aw,2011:28). Pola-pola komunikasi antarpribadi mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antarpribadi. Komunikasi antarpribadi yang efektif bukan karena komunikasi tersebut sering dilakukan tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
27 Dalam komunikasi antarpribadi ada beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan antarpribadi, yaitu : 1. Percaya Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi antarpribadi, faktor percaya adalah hal yang penting. Secara ilmiah, percaya didefenisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dalam situasi yang penuh resiko. Definisi ini menyebutkan tiga unsur percaya, yaitu : a. Ada situasi yang menimbulkan resiko. Bila orang yang menaruh kepercayaan kepada seseorang, ia akan mengahadapi resiko. Bila tidak ada resiko, percaya tidak diperlukan. b. Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada orang lain. c. Orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya. 2. Sikap Suportif Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi defensif dalam komunikasi. Orang yang bersifat defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Jack R.Gibb 1961 (dalam Rakhmat, 2007 :130) menyebutkan enam perilaku yang menimbulkan perilaku suportif, yaitu: a. Deskriptif artinya penyampaian perasaan dan persepsi yang dimiliki tanpa menilai. b. Orientasi masalah, dalam orientasi masalah artinya mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya.
Universitas Sumatera Utara
28 c. Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. d. Empati artinya menempatkan diri kita pada posisi orang lain, kita ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Dan tanpa empati, orang seakan-akan “mesin” yang hampa perasaan dan tanpa perhatian. e. Persamaan artinya sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. Dalam persamaan seseorang tidak mempertegas perbedaan. f. Provisionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita, untuk mengakui bahwa pendapat dan keyakinannya bisa berubah. 3. Sikap Terbuka Sikap terbuka sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi antarpribadi yang efektif. Beberapa karakteristik orang yang bersikap terbuka, yaitu (Rakhmat, 2007: 131); a. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan logika. b. Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dan sebagainya. c. Berorientasi pada isi. d. Mencari informasi dari berbagai sumber. e. Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya. f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya ( Rakhmat, 2007 :129) Seseorang menjalin hubungan dengan orang lain bukanlah sekedar ingin membangun relasi atau hubungan saja, hubungan antarpribadi bukan suatu keadaan yang pasif, melainkan suatu aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.Ciri-ciri hubungan antarpribadi antara lain :
Universitas Sumatera Utara
29 1. Mengenal secara dekat Artinya bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan antarpribadi saling mengenal secara dekat. Dikatakan mengenal secara dekat, karena tidak hanya saling mengenal identitas pokok seperti nama, alamat, status perkawinan, dan pekerjaan. Namun lebih dari semua itu, kedua belah pihak saling mengenal berbagai sisi kehidupan lainnya, seperti mengetahui nomor telepon selulernya, makanan kesukaannya, hari ulang tahunnya, dan sebagainya. Pada prinsipnya semakin banyak mengenal sisi-sisi latar belakang diri pribadi orang lain, hal itu menunjukkan kadar kedekatan hubungan antarpribadi. 2. Saling memerlukan Hubungan antarpribadi diwarnai oleh pola hubungan saling menguntungkan secara dua arah dan saling memerlukan. Sekurang-kurangnya kedua belah pihak merasa saling memerlukan kehadiran seorang teman untuk berinteraksi. Dengan demikian adanya rasa saling memerlukan dan saling mendapatkan manfaat ini akan mnjadi tali pengikat kelangsungan hubungan antarpribadi. 3.
Pola hubungan antarpribadi yang ditunjukkan oleh adanya sikap saling terbuka di antara keduanya. Hubungan antarpribadi juga ditandai oleh pemahaman sifat-sifat pribadi diantara kedua belah pihak. Masing-masing saling terbuka sehingga dapat menerima perbedaan sifat pribadi tersebut. Adanya perbedaan sifat pribadi bukan menjadi penghalang untuk membina hubungan baik, justru menjadi peluang untuk dapat saling mengisi kelebihan dan kekurangan.
4. Kerjasama Kerjasama akan timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup
Universitas Sumatera Utara
30 pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingankepentingan tersebut (Aw, Suranto 2011:29). II.3.3 Tujuan Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi juga memiliki tujuan agar komunikasi antarpribadi tersebut dapat berjalan dengan baik. Adapun tujuan dari komunikasi antarpribadi, yaitu : 1. Mengenal diri sendiri dan orang lain Salah satu cara mengenal diri sendiri adalah melalui komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri, dengan membicarakan tentang diri kita sendiri kepada orang lain. Kita akan mendapatkan perspektif baru tentang diri kita sendiri dan lebih memahami mendalam tentang sikap dan perilaku kita. Pada kenyataannya, persepsi-persepsi diri kita sebagian besar merupakan hasil dari apa yang kita pelajari tentang diri kita sebagian besar merupakan hasil dari apa yang kita pelajari tentang diri kita sendiri dari orang lain melalui komunikasi antarpribadi. 2. Mengetahui dunia luar Komunikasi antarpribadi juga memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik, yakni tentang objek, kejadian-kejadian dan orang lain. Banyak informasi yang kita miliki dengan interaksi antarpribadi. 3. Menciptakan dan memelihara lingkungan. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, sehingga dalam kehidupan sehari-hari orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Dengan demikian, banyak waktu yang digunakan dalam komunikasi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan demikian
Universitas Sumatera Utara
31 mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri. 4. Mengubah sikap dan perilaku Dalam komunikasi antarpribadi, seringkali kita berupaya menggunakan sikap dan perilaku orang lain. Keinginan memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, membaca buku, berfikir dalam cara tertentu, dan sebagainya. Singkatnya, banyak yang kita gunakan untuk mempengaruhi orang lain melalui komunikasi antarpribadi. 5. Bermain dan mencari hiburan Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Pembicaraanpembicaraan lain yang hampir sama, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh hiburan. Seringkali hal tersebut tidak dianggap penting, tetapi sebenarnya komunikasi yang demikian dilakukan karena memberi suasan lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan, dan sebagainya. 6. Membantu orang lain. Kita sering memberikan berbagai nasehat dan saran kepada teman-teman yang sedang menghadapi masalah atau suatu persoalan dan berusaha untuk menyelesaikannya. Hal ini memperlihatkan bahwa tujuan dari proses komunikasi antarpribadi adalah membantu orang lain (Widjaja,2000:12). Dalam proses komunikasi pasangan suami istri banyak anak, komunikasi antarpribadi yang dipakai untuk menjalin dan mempererat hubungan mereka sebagai pasangan suami istri. II.4 Pasangan Suami Istri Memilih pasangan, berarti memilih seseorang yang diharapkan dapat menjadi teman hidup, seseorang yang dapat menjadi rekan untuk menjadi orang tua dari anak–anak kelak (Lyken dan Tellegen, 1993). Pemilihan pasangan yang dilakukan oleh individu, biasanya
Universitas Sumatera Utara
32 didasari dengan memilih calon yang dapat melengkapi apa yang dibutuhkan dari individu tersebut dan berdasarkan suatu pemikiran bahwa seorang individu akan memilih pasangan yang dapat melengkapi kebutuhan yang diperlukan (Degenova, 2008). Teori Proses Perkembangan (dalam Degenova, 2008), menjelaskan bahwa pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup individu tersebut. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemilihan pasangan adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk menjadi teman hidupnya melalui proses pemilihan dari seseorang yang dianggap tidak tepat sampai akhirnya terpilih calon pasangan hidup yang tepat menurut individu tersebut.
Sebagimana kita ketahui, pernikahan adalah perjanjian bersama antara dua jenis kelamin yang berlainan untuk menempuh suatu kehidupan rumah tangga. Semenjak terucap kata zawad keduanya telah mengikat diri dan semenjak itu juga mereka mempunyai kewajiban dan hak-hak yang tidak mereka miliki sebelumnya. Kalau kita mencoba melihat kembali ke belakang, yaitu ketika zaman dahulu hak-hak wanita hampir tidak ada dan yang ada hanyalah kewajiban. Hal ini dikarenakan status wanita lebih rendah dan hampir dianggap sebagai sesuatu yang tidak berguna. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerasnya hidup yang menuntut ketahanan fisik untuk mempertahankan hidup. Disamping persaingan yang ytidak sehat dalam mencari kebutuhan hidup. Karena pada saat itu manusia hanya bergantung pada hasil alam yang ada. Dan ketika kebutuhan tersebut mereka berpindah tempat dan memerangi orang yang ingin mengambil buruannya. Dan semua itu tidak bisa dilakuakan oleh orang yang lemah fisiknya seperti wanita.
Pernikahan pada dasarnya merupakan perintah agama yang telah di atur dalam Undang-Undang Pernikahan, sehingga barang siapa yang tidak menjunjung tinggi hak dan
Universitas Sumatera Utara
33 kewajibandalam kehidupan rumah tangga, maka mereka tidak hanya melanggar UU semata melainkan sekaligus melanggar perintah agama. Tujuan dari pernikahan yaitu untuk mengatur pergaulan hidup sempurna, bahagia, dan kekal di dalam rumah tangga guna terciptanya rasa kasih sayang dan saling mencintai.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa antara suami dan istri, orang tua dan anak, serta kakak dan adik terjalin rasa kasih sayang yang mengikat rasa kekeluargaan mereka. Mereka terhubung seperti anggota tubuh yang saling melengkapi. Jika salah satu bagian sakit, maka yang lain akan merasakan hal yang sama. Keluarga harmonis akan membuat anggotanya tentram, disiplin, bertanggung jawab dan terhindar dari pergaulan yang menyesatkan. Jika ada permasalahan, mereka akan kembali kepada keluarga sebagai tempat konsultasi dan pemberi solusi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga antara lain :
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan kunci utama suksesnya sebuah hubungan. Demikian pula jika dikaitkan dengan pengertian harmonis dalam keluarga. Untuk mencapai kondisi seiasekata, perbedaan yang ada dapat diselaraskan melalui komunikasi. Jalinan komunikasi yang baik akan menciptakan saling pengertian di antara anggota keluarga. Sebaliknya, komunikasi yang kurang akan memicu banyak kesalahpahaman. Semakin sering terjadi kesalahpahaman, maka konflik akan semakin sering terjadi.
Universitas Sumatera Utara
34 2. Seks
Berdasarkan penelitian, hingga 30% perselingkuhan yang terjadi dalam rumah tangga dipicu oleh ketidakpuasan hubungan seksual. Biasanya hal ini disebabkan kurangnya komunikasi dengan pasangan untuk membicarakan seks yang diinginkan.
3. Faktor ekonomi
Mungkin banyak orang berpendapat bahwa uang bukanlah segalanya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa faktor ekonomi seringkali menjadi permasalahan dalam keluarga. Bila kekurangan tidak dapat terpenuhi dengan sempurna. Bila kelebihan uang,
maka
semakin
banyak
keinginan
ataupun
pengeluaran.
Jika
tidak
dikomunikasikan dengan baik, petentangan dalam hal pemenuhan kebutuhan keinginan masing-masing individu dapat berujung konflik.
4. Keturunan
Keturunan adalah salah satu hal terpenting dalam pernikahan. Tanpa keturunan, pernikahan akan terasa hambar. Keturunan juga merupakan salah satu indikator keberhasilan seseorang. Jika pernikahan tidak dikaruniai anak, maka konflik bisa muncul.
Biasanya
dipicu
oleh
sikap
saling
menyalahkan.(http://omjis.com
/pengertian-harmonis-dan-kunci-keluarga-harmonis.htm).
II.4.1 Komunikasi Antarpibadi Pasangan Suami Istri
Komunikasi suami istri yang baik merupakan kunci untuk mencapai keharmonisan rumah tangga. Relasi antarpribadi yang sudah dibina sampai pada tingkat hubungan yang tertinggi yaitu pernikahan harus terus dibina dengan sebuah komunikasi yang baik. Komunikasi sepertinya merupakan hal yang mudah, apalagi untuk pasangan suami istri yang Universitas Sumatera Utara
35 sudah berhasil mencapai tangga definisi hubungan yang tertinggi. Tetapi berkomunikasi antara suami istri tidaklah semudah berkomunikasi seperti ketika masih berpacaran. Akan banyak sekali gangguan (noise) dalam kegiatan tersebut yang akan menjadi batu sandungan dalam sebuah rumah tangga.
Perkawinan merupakan sebuah tahapan tertinggi dalam hubungan atau relasi antarpribadi. Dengan adanya sebuah ikatan sakral perkawinan, berarti dua orang insan manusia sudah saling memahami karakteristik pasangannya masing-masing. Kekuatan sebuah perkawinan dapat dilihat dengan adanya ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir adalah ikatan yang nampak, sesuai dengan peraturanperaturan yang ada. Ikatan batin adalah ikatan yang tidak nampak secara langsung, merupakan ikatan psikologis. Antara suami istri harus saling mencintai saling berbagi perasaan dan berbagi kebahagiaan.
Perkawinan merupakan salah satu aktivitas individu yang pada umumnya akan terkait pada suatu tujuan yang ingin dicapai individu yang bersangkutan. Tanpa adanya kesadaran akan kesatuan tujuan yang harus dicapai bersama, maka dapat dibayangkan bahwa rumah tangga itu akan mudah mengalami hambatan-hambatan, yang akhirnya akan dapat menuju keretakan rumah tangga yang dapat berakibat lebih jauh. Oleh karena itu diharapkan setiap pasangan memiliki visi dan misi yang sama dalam menjalani kehidupannya sebagai sepasang suami istri. Tujuan sebenarnya sangat mulia jika dilandasi untuk saling memberi yang terbaik bagi pasangannya. Kesepakatan dapat dijadikan dasar yang kokoh untuk membina kehidupan keluarga yang harmonis.
Perkawinan merupakan sebuah proses bersatunya seorang pria dan wanita sebagai suami istri untuk membentuk rumah tangga. Pada umumnya masing-masing pihak telah mempunyai pribadi yang telah terbentuk, karena itu untuk menyatukan satu dengan yang lain
Universitas Sumatera Utara
36 perlu adanya saling penyesuaian, saling pengorbanan, saling pengertian dan hal tersebut harus disadari benar-benar oleh kedua pihak yaitu oleh suami istri. Dalam kaitannya dengan hal itu maka peranan komunikasi dalam rumah tangga adalah sangat penting. Antara suami istri harus saling berkomunikasi dengan baik untuk dapat mempertemukan satu dengan yang lain, sehingga dengan demikian kesalahpahaman dapat dihindarkan.
Komunikasi yang dilakukan antar suami dan istri merupakan sebuah komunikasi yang sudah menyentuh tataran psikologis. Hal tersebut dikarenakan apa yang menjadi materi atau konten pembicaraan sudah merupakan hal-hal yang prisipil. Seperti yang diungkapkan oleh Miller dan Steinberg komunikasi yang sudah menyangkut pada tataran psikologis adalah komunikasi antarpribadi. Hubungan suami istri, merupakan hubungan yang paling tinggi yang dapat dibina oleh seseorang. Ikatan perkawinan merupakan sebuah ikatan suci yang mengesahkan hubungan suami istri. Pengikatan hubungan suami istri dilakukan secara sadar dan seseorang dapat melakukan pemilihan dengan siapa mereka akan hidup berumah tangga. Dalam hubungan suami istri masih memungkinkan seseorang untuk memutuskan hubungan perkawinannya.
Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah, jenis dan kualitas hubungan. Misalnya status sosial ekonomi, umur, dan gender (jenis kelamin) akan mempengaruhi bukan saja kepada siapa seseorang berhubungan, tetapi juga bagaimana dan seberapa sering orang tersebut berinteraksi dengan orang lain. Orang yang memiliki status ekonomi yang berbeda akan meyebabkan peerbedaan sumber-sumber yang dimiliki untuk mengembangkan hubungan. Misalnya jika seseorang memiliki handphone dan memiliki mobil akan membuatnya berhubungan dengan orang yang mobilitasnya tinggi. Jenis pekerjaan dari oranng
yang
berbeda
status
sosial
ekonominya
juga
mempengaruhi
hubungan
antarpribadinya, pekerjaan merupakan salah satu sumber hubungan sosial yang penting.
Universitas Sumatera Utara
37 Selain faktor sosial ekonomi, faktor usia pun mempengaruhi terbinanya sebuah hubungan atau relasi. Beberapa penelitian menemukan bahwa orang pada masa pensiun memiliki hubungan sosial yang relatif melambat. Menurunnya kesehatan dan mobilitas membuat mereka agak sulit melakukan sosialisasi. Selain itu, pasangan pengantin baru dan pasangan suami istri yang sudah menikah selama puluhan tahun akan memaknai hubungan mereka secara berbeda. Maka dari itu dibutuhkan saling pengertian agar setiap pasangan dapat menerima hal-hal yang berbeda dari pasangannya.
II.5 Komunikasi Orang Tua dengan Anak
Komunikasi adalah cara untuk membangun ikatan yang kuat dengan orang-orang di sekitar kita, termasuk anak-anak kita. Dengan adanya komunikasi, kita juga bisa belajar memahami apa yangmereka perlukan dan atau inginkan. Berikut ada beberapa cara berkomunikasi dengan anak, yaitu :
1. Kasih sayang dan perhatian: Sebagai orang tua, kita harus memprioritaskan bahwa kebutuhan anak atasperhatian dan kasih sayang, adalah modal utama untuk “kesehatan” jiwa merekadalam pertumbuhannya. Dan sebaliknya, jika kita mengabaikan hal tersebut, makahal ini akan sangat memicu kebencian dalam hati si anak, sehingga mereka tidakakan membuka diri untuk berkomunikasi.
2. Meluangkan waktu untuk anak: Anak- anak sangat suka bermain. Mereka juga banyak belajar lewat berbagaipermainan tersebut. maka tak ada salahnya bagi orang tua untuk bermain dilantai dengan anak-anak setidaknya selama 20 menit. Dengan banyak meluangkanwaktu bersama mereka, paling tidak tiga kali sehari, akan membuatnya tertarik.Dan pada akhirnya mereka akan mulai membuka diri untuk berkomunikasi.
Universitas Sumatera Utara
38 3. Menjadi pendengar yang baik: Terkadang kita sebagai orang tua, kita merasa lebih banyak tahu tentang berbagihal dari pada anak- anak kita. Selanjutnya, secara tidak sadar orang tua lalumemaksakan diri untuk memberi nasehat tentang ini dan itu. Padahal, anakanakpunya banyak hal untuk dibicarakan. Dan sebenarnya yang mereka inginkan adalahseorang pendengar yang menarik sehingga mereka dapat mencurahkan semua haldalam hati kecil mereka.Dan jika akhirnya orang tua memang harus memberikannasehat, maka orang tua harus memilih waktu yang tepat untuk menyampaikannya,tentu saja setelah melalui proses banyak mendengar tentang apa yang dirasakan oleh putra- putri mereka tersebut. Komunikasi seperti ini sangatlah penting, karena kedekatan antara orang tuabisa dimulai dari sini.
4. Melibatkan diri dengan anak- anak: Memanglah tanggung jawab menjadi orang tua tidaklah ringan. Terkadang hal tersebut sudah sangat menyita waktu serta pikiran kita. Namun sebagai orangtua, kita tidak boleh mengabaikan kepentingan anak- anak kita, karena merekalahinvestasi sebenarnya bagi kita di masa depan. Menunjukkan kepada mereka bahwakita
terlibat
dan
tahu
tentang
dunianya,
adalah
langkah
efektif
untuk
memulaikomunikasi. Tentu saja, dalam melakukan hal tersebut, orang tua harus melihatdari perspektif seorang anak.
5. Dorong mereka untuk bicara: Setelah pendekatan untuk masuk ke dalam diri anak berhasil, selanjutnya doronglah mereka untuk bicara. Orang tua harus menghindari dalam buru- buru menunjukkan sifat dominan saat anak berbicara dengan anak- anak, karena hal tersebut bisa memutus akses untuk anak mau berbicara lebih banyak. Orang tua bisa memulai dengan mengajukan pertanyaan sederhana yang akan dinikmati anak saat menjawab. Selain lewat verbal, orang tua juga dapat memberikan bantuan komunikasi melalui beberapa hal
Universitas Sumatera Utara
39 visual. tunjukkan gambar, atau video terkait dengan minat mereka seperti pada permainan, hewan, dan lain sebagainya.
6. Mendongeng atau bercerita: Anak- anak sangat suka sekali dengan sebuah dongeng. Orang tua dapat membuka komunikasi dan kedekatan lewat pemberian sebuah cerita atau dongeng dengan banyak ekspresi yang memikat anak- anak.
7. Jaga ekspresi: Ketika memulai komunikasi denan anak, orang tua harus menghindari kesan serius menghindari kesan serius pada wajah dan pada nada suara. Mencoba untuk tetaptersenyum dan menunjukkan keceriaan akan membuat mereka lebih merasa nyaman. Jika orang tua mudah terlihat marah dan kecewa, serta berkomunikasi dengan nada buruk atau terlihat saat berbicara, maka komunikasi non-verbal yaitu ekspresi wajah tersebut akan mengirimkan pesan negatif kepada anak.
8. Mereka adalah kita: Terkadang ketika orang tua mengingat kembali masa-masa kecil mereka, termasuk juga hal-hal yang menyakiti atau membahagiakan, akan menjembatani kesenjangan komunikasi para orang tua dengan anak-anak mereka sekarang. Dengan melakukan hal tersebut, para orang tua bisa mendapat sebuah cara baru untuk bagaimana bersikap dan berkomunikasi yang tepat dengan anak- anak mereka.
II.5.1 Anak Anak adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, dimana kata”anak” merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Menurut psikologi, anak adalah periode perkembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun-tahun sekolah dasar.
Universitas Sumatera Utara
40 Berdasarkan UU Peradilan Anak, anak dalam UU No.3 tahun1997 tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi : Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 ( delapan) tahun tetapi belum pernah menikah. Walaupun begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan mental seseorang, walaupun usiannya secara biologis dan kronologis seseorang sudah termasuk dewasa namun apabila perkembangan mentalnya ataukah urutan umurnya maka seseorang dapat saja diasosiasikan dengan istilah “anak” http://id.m.wikipedia.org/wiki/Anak#/search. yang diakses pada tanggal 20 maret 2014. Anak usia dini merupakan usia yang memiliki rentangan waktu sejak anak lahir hingga usia 6 tahun, dimana dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang paling mendasar menempati posisi yang sangat strategis dalam pengembangan sumber daya manusia (direktorat PAUD,2005). Karena rentang anak usia dini merupakan rentangan usia kritis dan sekaligus strategis dalam proses pendidikan pada tahap selanjutnya. Kehidupan pada masa anak berbagai pengaruhnya adalah masa kehidupan yang sangat penting khususnya berkaitan dengan diterimanya rangsangan (stimulasi) dan perlakuan dari lingkungan hidupnya. Kehidupan pada masa anak yang merupakan suatu periode yang disebut sebagai periode kritis ataupun periode sensitif dimana kualitas perangsangan harus diatur sebaik-baiknya, tentunya memerlukan intervensi baik dari guru maupun orang tua. (Reber, 1995). Hubungan orang tua dan anak memperkenalkan anak pada kewajiban mutual dalam hubungan interpersonal yang erat (Thompson, 2006 thompson, McGinley, & Meyer, 2005). Kewajiban orang tua adalah terlibat dalam pengasuhan positif dan memandu anak menjadi
Universitas Sumatera Utara
41 manusia yang kompeten kewajiban anak adalah merespons dengan sesuai terhadapa inisiatif dari orang tua dan mempertahankan hubungan positif dengan orang tua. Karena itu, kehangatan dan tanggung jawab dalam kewajiban mutual dari hubungan orang tua dan anak adalah dasar penting terhadap pertumbuhan moral positif pada anak. Dalam kualitas hubungan, kelekatan (attachment) yang aman (secure) memainkan peranan yang penting dalam perkembangan moral anak. Kelekatan yang aman dapat menempatkan anak dalam perkembangan moral anak. Kelekatan yang aman dapat menempatkan anak dalam jalur positif untuk menginternalisasi tujuan sosialisasi dari orang tua dan juga nilai-nilai keluarga (Waters dkk,1990). Dalam sebuah penelitian attchment yang aman pada masa bayi terkait dengan perkembangan nurani awal ( Laible & Thompson,2000). Dan dalam penelitian longitudinal terbaru, kelekatan yang aman pada usia 14 bulan berfungsi sebagai perintis keterkaitan antara pola asuh positif dan nurani anak pada masa kanak-kanak awal (Kochanska dkk,2004). 1.5.2 Hubungan Komunikasi Antarpribadi dengan Konsep Diri Anak Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentuknya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi. Bila konsep diri seseorang positif, maka individu akan cenderung mengembangkan sikapsikap positif mengenai dirinya sendiri, seperti rasa percaya diri yang baik serta kemampuan untuk melihat dan menilai diri sendiri secara positif. Individu dengan konsep diri positif cenderung akan menimbulkan tingkah laku yang baik terhadap lingkungan sosialnya. Sebaliknya bila seseorang memiliki konsep diri yang negatif, maka individu tersebut
Universitas Sumatera Utara
42 cenderung akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, merasa ragu, dan kurang percaya diri. Individu dengan konsep diri yang negatif akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosial. 1.5.3 Hubungan Orang Tua dalam Pembentukan Konsep Diri Anak Menurut Jalaluddin Rakhmat, semua psikolog humanistik sepakat bahwa dorongan berpengaruh pada pembentuk self-esteem ini. menurut Sulivan, dalan Schizophrenia as aHuman Process (1962), konsep diri selalu mencerminkan penilaian significant others. Disinilah orang-orang yang dekat secara emosional dengan kita turut berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Mereka adalah guru, kawan, saudara dan terutama sekali orangtua. Khusus mengenai peran orangtua dalam membangun konsep diri anak, penemuan Coopersmith mencatat 3 ciri penting perilaku orangtua terhadap anaknya. 1. Pertama, orangtua mengkomunikasikan dengan jelas penerimaan mereka terhadap anak-anaknya. Anak-anak tahu bahwa mereka bagian dari keluarga yang dihargai dan diperhatikan. 2. Kedua, orangtua memberikan kebebasan, tetapi menunjukkan dengan jelas batas-batas kebebasan itu. 3. Ketiga, orangtua menghormati individualitas anak. Mereka menerima perbedaan keunikan anak-anaknya dalam batas-batas struktur yang jelas. Orangtua mengahrgai bukan hanya anak yang kecerdasan matematis, tetapi juga anak yang punya kecerdasan visual atau musikal. Orangtua anak-anak yang memiliki self-esteem (percaya diri) positif cenderung menunjukkan harga diri yang tinggi juga. Anak-anak belajar dari mereka cara menghadapi
Universitas Sumatera Utara
43 kesulitan dan tantangan. Mereka membuka diri terhadap penilaian anak-anaknya, menjelaskan kelebihan dan kekurangan mereka secara rasional. Pada gilirannya, anak-anak mereka juga diberi peluang untuk membela diri dan mengemukakan pendiriannya. Coopersmith menemukan bahwa anak yang self-esteem nya tinggi “mampu berbeda dengan lingkungannya”. Tidak gampang ikut arus, oleh karena itu cenderung lebih kreatif. Lebih jauh, beberapa kiat praktis berikut bisa ditempuh orangtua untuk mengembangkan konsep diri sang anak : 1. Kembangkan komunikasi dengan anak yang bersifat suportif. Komunikasi ini ditandai 5 hal : Keterbukaan, empati, supportivitas, berpikir positif, dan persamaan. 2. Tunjukkanlah penghargaan secara terbuka. Hindari kritik, kalau terpaksa, kristik itu harus disampaikan tanpa mempermalukan anak dan harus ditunjang dengan argumentasi yang rasional. 3. Latihlah anak-anak untuk mengekspresikan dirinya. Orang tua harus membiasakan” bernegoisasi” dengan anak-anaknya tentang ekspetasi perilaku dari kedua belah pihak. 4. Ketahuilah, walaupun saran-saran disini berkaitan dengan pengembangan harga diri, semuanya mempunyai kaitan erat dengan pengembangan intelektual. Proses belajar bisa efektif dalam lingkungan yang menghargai self-esteem. Hanya apabila harga diri anak-anak
dihargai,
potensi
intelektual
dan
kemandirian
mereka
dapat
dikembangakan. ( Mengembangksn Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini) II.6 Teori Dialektika Relasional Dialektika Relasional merupakan versi berbasis emosional dan nilai dari dialektika yang filosofi, konflik yang muncul dalam pola relasi poligami menjadi mungkin untuk diperikan. Dialektika relasional adalah konsep dalam teori komunikasi. Teori tersebut, dilontarkan pertama kali baik oleh L.A Baxter maupun W.K Rawlins di tahun 1988,
Universitas Sumatera Utara
44 memberikan pola konflik jangka panjang antara individu-individu sebagai hasil dari tegangan-tegangan dialektis yang endemik (selalu terdapat ditempat tertentu). Tegangantegangan ini merupakan hasil dari kebutuhan-kebutuhan emosional yang berkonflik yang dirasakan oleh partisipan dalam relasi apapun. Dialektika relasional merupakan keseimbangan antara kebutuhan-kebutuhan yang berkonflik di dalam relasi tersebut. Teori ini menawarkan bahwa pemeliharaan atas suatu hubungan yang sehat tergantung pada perjuangan tiap anggotanya untuk mencapai suatu keseimbangan (happy medium) yang bisa diterima antara kehendak dan kebutuhan diri sendiri dengan orang lain. Dialektika relasional berakar dalam dinamisme Yin dan Yang. Seperti Yin dan Yang klasik, keseimbangan nilai-nilai emosional dalam suatu hubungan selalu berada dalam gerak, dan nilai apapun yang didorongkan hingga ekstrimnya mengandung benih dalam kebalikannya. Di dunia barat, gagasan ini mengingatkan kembali pada filsuf yunani, Heraclitus yang menyatakan bahwa dunia berada dalam gejolak yang konstan (seperti api), dengan kekuatan-kekuatan kreatif dan destruktif di kedua sisi setiap proses. Sementara Mikhail Bakhtin yang menerapkan Dialektika Marxis pada teori dan kritik literatur dan retorika, yang menggambarkan tegangan-tegangan yang ada dalam struktur kedalaman semua pengalaman manusia, memahami dialektika manusia sebagai dua kekuatan yang analog dengan kekuatan-kekuatan fisikawi centripal (kekuatan emosional yang cenderung menuju kesatuan) dan centrifugal (kekuatan emosional yang cenderung menuju perbedaan). Seperti Yin dan yang, kekuatan Bakhtian tidak memiliki resolusi akhir. Baxter lantas mengambil analisis struktural kedalaman Bakhtin dan menerapkannya dinamis tersebut beroperasi ( http://kaldu.multiply.com/). Teori Dialektika Relasional merupakan sebuah teori komunikasi yang menyatakan bahwa hidup berhubungan dicirikan oleh ketegangan-ketegangan atau konflik antar individu.
Universitas Sumatera Utara
45 Konflik tersebut tersebut terjadi ketika seseorang mencoba memaksakan keinginannya satu terhadap yang lain. (http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_dialektika_relasional). Teori dialektika relasional memiliki empat asumsi pokok mengenai hidup berhubungan, yaitu: 1. Hubungan tidak bersifat linier Asumsi yang paling penting dalam teori ini adalah hubungan tidak terdiri dari bagianbagian yang bersifat linier. Sebaliknya, hubungan terdiri atas fluktuasi yang terjadi antaa keinginan-keinginan yang kontradiktif. 2. Hidup berhubungan ditandai dengan adanya perubahan. Asumsi kedua menyatakan pemikiran akan proses atau perubahan, walaupun tidak sepenuhnya membingkai proses ini sebagai kemajuan yang linier. Proses atau perubahan suatu hubungan merujuk pada pergerakan kuantitatif dan kualitatif sejalan dengan waktu dan kontradiksi- kontradiksi yang terjadi, di seputar mana suatu hubungan dikelola. 3. Kontradiksi merupakan fakta fundamental dalam hidup berhubungan. 4. Asumsi ketiga kontradiksi merupakan fakta fundamental dalam hidup berhubungan, kontradiksi atau ketegangan yang terjadi antara dua hal yang berlawanan tidak pernah hilang dan tidak pernah berhenti menciptakan ketegangan. 5. Komunikasi sangat penting dalam mengelola dan menegoisasikan kontradiksikontradiksi dalam hubungan. Asumsi terakhir komunikasi sangat penting dalam mengelola dan menegoisasikan kontradiksi-kontradiksi dalam hubungan, perspektif dialektika relasi, aktor-aktor sosial memberikan kehidupa melalui praktik-praktik komunikasi mereka kepada kontradiksi yang
Universitas Sumatera Utara
46 mengelola hubungan mereka. Realita sosial dari kontradiksi diproduksi dan direproduksi oleh tindakan komunikasi para aktor sosial. Terdapat beberapa elemen yang mendasari perspektif dialektis, yaitu : totalitas, menyatakan bahwa orang-orang di dalam suatu hubungan saling tergantung. Kontradiksi, merujuk pada oposisi/dua elemen yang bertentangan. Pergerakan, merujuk pada sifat berproses dari hubungan dan perubahan yang terjadi pada hubungan itu seiring dengan berjalannya waktu. Praksis, berarti manusia sebagai pembuat keputusan. Terdapat beberapa dialektika relasional yang sering kita temui dalam hidup berhubungan yaitu : 1. Otonomi dan keterkaitan, merujuk pada sebuah ketegangan hubungan yang penting yang menunjukkan keinginan-keinginan kita yang saling berkonflik untuk menjadi dekat maupun menjadi jauh. 2. Keterbukaan dan perlindungan, berfokus yang pertama pada kebutuhan-kebutuhan kita untuk terbuka dan menjadi rentan, membuka semua informasi personal pada pasangan dan yang kedua untuk bertindak strategis dan melindungi diri sendiri dalam komunikasi kita. 3. Hal yang baru dan hal yang dapat diprediksi, merujuk pada sebuah ketegangan hubungan yang penting yang menunjukkan keinginan-keinginan kita yang saling berkonflik untuk memiliki stabilitas dan perubahan. 4. Penjelasan diatas merupakan dialektika interaksi karena mereka berada di dalam hubungan itu sendiri, mereka merupaan bagian dari interaksi pasangan-pasangan satu sama lain. Selain dialektika interaksi terdapat juga dialektika kontekstual yang berarti bahwa dalam dialektika ini muncul dari tempat hubungan tersebut di dalam suatu budaya. Di dalam dialektika kontekstual terdapat pula dialektika publik dan privat
Universitas Sumatera Utara
47 yaitu dialektika kontekstual yang muncul dari hubungan privat dan kehidupan publik. Dialektika publik dan privat berinteraksi dengan dialektika antara yang nyata dan yang ideal yaitu dialektika kontekstual yang muncul dari perbedaan antara hubungan yang dianggap ideal dengan hubungan yang dijalani. Baxter mengidentifikasikan empat strategi spesifik terhadap dialektika yaitu: 1. Pergantian bersiklus, yaitu respons untuk menghadapi ketegangan dialektis; merujuk pada perubahan sejalan dengan waktu. 2. Segmentasi, yaitu respons untuk menghadapi ketegangan dialektis; merujuk pada perubahan akibat konteks. 3. Seleksi, yaitu respons yang merujuk pada pemberian prioritas pada oposisi-oposisi yang ada. 4. Intergrasi, yaitu respons yang merujuk pada membuat sintesis oposisi. Intergrasi dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu : menetralisasi, yang membutuhkan adanya kompromo antara dua kutub. Orang memilih strategi ini mencoba untuk menemukan medium yang membuat mereka bahagia diantara dua hal yang berlawanan. Membingkai ulang, merujuk pada mentrasformasi dialektika yang ada dengan cara tertentu sehingga dialektika itu seperti tidak memiliki oposisi. Mendiskualifikasi, yaitu menetralkan dialektika dengan memberikan pengecualian pada beberapa isu dari pola umum (http://taraderifatoni.wordpress.com/2014/03/14/teori-dialektika-relasional-relationaldia;ectics-theory/) . II. 7 Teori Atribusi Teori atribusi mengupas bagaimana manusia bisa menjelaskan peristiwa-peristiwa sosial. Atribusi sebab akibat yang paling umum menjelaskan perilaku intern dan ekstern seseorang, stabil atau tidak stabil, dan dapat dikendalikan atau tidak. (O.Sears, 1985;134)
Universitas Sumatera Utara
48 Atribusi Intern mencakup semua penyebab intern seseorang seperti keadaan hati, sikap, ciri kepribadian, kemampuan, kesehatan, preferensi, atau keinginan. Sedangkan atribusi ekstern mencakup semua penyebab seseorang seperti tekanan orang lain, uang, sifat situasi sosial, cuaca dan seterusnya (O.Sears, 1985: 100). Teori Atribusi Harrold Kelley menggunakan informasi tambahan dalam mempertimbangkan atribusi kausalitas. Ada tiga jenis informasi yang digunakan manusia untuk sampai pada atribusi kausalitas yaitu aktor, situasa dimana tindakan atau kejadian itu berlangsung (waktu, modalitas, lingkungan khusus) dan stimulus (obyek yang menjadi sasaran perilaku aktor) ( Dayaksini, 2003: 51-52). Menurut Kelley, (pengamat seperti ilmuan sosial) ia akan menganalisis data (pada orang, situasi dan faktor stimulus) dan mencari pada dimensi-dimensi yang mana variasi terjadi. Untuk itu seseorang dapat menganalisis kekhususan tentang : 1. Perilaku aktor (apakah aktor akan berprilaku secara berbeda dalam situasi lain?) 2. Konsisten (pernahkah aktor berperilaku dengan cara yang sama dalam situasi ini pada kesempatan lain?), dan 3. Konsensus (apakah orang lain berperilaku dengan cara sama pada situasi ini?). (Dayaksini, 2003: 23) Teori atribusi dapat diterapkan kepada persepsi diri sendiri maupun persepsi terhadap orang lain. Artinya, bagaimana kita menyimpulkan penyebab tindakan kita sendiri dan bagaimana menyimpulkan penyebab tindakan orang lain (O.Sears, 1985:134). Atribusi terhadap diri sendiri menurut Bem (dalam Sears, Flreedman & Peplau, 1988), ialah jika kita mengamati perilaku kita sendiri dalam situasi dimana tidak ada paksaan ekstern yang kuat, maka kita asumsikan bahwa kita hanyalah mengungkap sikap sejati kita sendiri dan membuat atribusi intern. Sebaliknya, jika terdapat tekanan ekstern yang kuat atas diri kita untuk melakukan sesuatu, maka kita mempersepsikan itu disebabkan secara ekstern. Beberapa
Universitas Sumatera Utara
49 pendekatan tentang atribusi terhadap diri sendiri yaitu Sikap, Motivasi, dan Emosi (Dayaksini, 2003:54). Belajar tentang sikap kita sendiri berarti mengamati bagaimana kita berperilaku dalam lingkungan yang mempunyai tekanan ekstern berlainan di dalamnya, dan bukan dengan mengintropeksi bagaimana perasaan kita (Dayaksini,2003:54). Teori atribusi adalah bagaimana kita membuat keputusan tentang seseorang. Kita membuat sebuah atribusi ketika kita merasa dan mendeskripsikan perilaku seseorang dan mencoba menggali pengetahuan mengapa mereka berperilaku seperti itu. Heider (1958) berpendapat bahwa, “dalam kehidupan sehari-hari kita membentuk ide tentang orang lain dan tentang situasi sosial. Kita menginterpretasikan perilaku orang lain dan memprediksikan apa yang akan mereka lakukan apabila menghadapi sebuah situasi tertentu” Teori atribusi juga menekankan pada cara dimana seseorang berhasil melakukan atribusi atau gagal terhadap dirinya sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Weiner (1974) dan yang lain telah mengindikasikan bahwa ketika seseorang dengan kebutuhan akan achievement yang tinggi telah sukses, mereka mengangggap bahwa keberhasilan ini berasal dari faktor internal yaitu usaha dan kemampuan.
Atribusi adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya, atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri
Menurut Weiner (Weiner, 1980, 1992) attribution theory is probably the most influential contemporary theory with implications for academic motivation. Artinya Atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini mencakup modifikasi perilaku dalam arti Universitas Sumatera Utara
50 bahwa ia menekankan gagasan bahwa peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat merasa baik tentang diri mereka sendiri. Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan dari dua bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian atribusi. Teori yang diawali dengan motivasi, seperti halnya teori belajar dikembangkan terutama dari pandangan stimulusrespons yang cukup popular dari pertengahan 1930-an sampai 1950-an. Sebenarnya istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu kejadian atau hasil menurut persepsi individu. Dan yang menjadi pusat perhatian atau penekanan pada penelitian di bidang ini adalah cara-cara bagaimana orang memberikan penjelasan sebab-sebab kejadian dan implikasi dari penjelasan-penjelasan tersebut. Dengan kata lain, teori itu berfokus pada bagaimana orang bisa sampai memperoleh jawaban atas pertanyaan “mengapa”? (Kelly 1973).
Teori Harold Kelley merupakan perkembangan dari Heider. Fokus teori ini, apakah tindakan tertentu disebabkan oleh daya-daya internal atau daya-daya eksternal. Kelley berpandangan bahwa suatu tindakan merupakan suatu akibat atau efek yang terjadi karena adanya sebab. Oleh karena itu, Kelley mengajukan suatu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya hal-hal yang menunjuk pada penyebab tindakan, apakah daya internal atau daya eksternal. Teori atribusi memberikan gambaran yang menarik mengenai tingkah laku manusia. Teori ini memberikan perhatian pada bagaimana seseorang sesungguhnya bertingkah laku. Teori atribusi menjelaskan bagaimana orang menyimpulkan penyebab tingkah laku yang dilakukan diri sendiri atau orang lain. Teori ini menjelaskan proses yang terjadi dalam diri kita sehingga kita memahami tingkah laku kita dan orang lain.
Fritz Heider, pendiri teori atribusi, mengemukakan beberapa penyebab yang mendorong orang memiliki tingkah laku tertentu, yaitu ;
1. Penyebab situasional ( orang dipengaruhi oleh lingkungannya )
Universitas Sumatera Utara
51 2. Adanya pengaruh personal ( ingin memengaruhi sesuatu secara pribadi ) 3. Memiliki kemampuan ( mampu melakukan sesuatu ) 4. Adanya usaha ( mencoba melakukan sesuatu ) 5. Memiliki keinginan ( ingin melakukan sesuatu ) 6. Adanya perasaan ( perasaan menyukai sesuatu ) 7. Rasa memiliki ( ingin memiliki sesuatu ) 8. Kewajiban ( perasaan harus melakukan sesuatu ), dan 9. Diperkenalkan ( diperbolehkan melakukan sesuatu )
Penelitian menunjukkan bahwa orang sering kali bersikap tidak logis dan bias dalam menentukan atribusi, yaitu penilaian mengapa orang berperilaku tertentu. Orang tidak selalu objektif dalam menyimpulkan hubungan sebab-akibat, baik menenai diri sendiri maupun orang lain. Individu sering sekali terlalu cepat menyimpulkan berdasarkan petunjuk yang tersedia yang biasanya tidak lengkap atau bahkan berdasarkan faktor-faktor emosional saja. Penelitian menunjukkan, penilaian yang sudah dimiliki atau tertanam di benak seseorang sebelumnya adalah sulit untuk dilepaskan, tidak perduli betapa pun kuatnya bukti yang ada yang mungkin menyatakan sebaliknya (Morisa M.A, 2009: 25).
Kelley mengajukan tiga faktor dasar yang kita gunakan untuk memutuskan hal tersebut, yaitu : a. Konsistensi : respon dalam berbagai waktu dan situasi, yaitu sejauh mana seseorang merespon stimulus yang sama dalam situasi atau keadaan yang yang berbeda. Misalnya A bereaksi sama terhadap stimulus pada kesempatan yang berbeda, maka konsistensinya tinggi. b. Informasi konsensus : bagaimana seseorang bereaksi bila dibandingkan dengan orang lain, terhadap stimulus tertentu. Dalam artian sejauh mana orang-orang lain
Universitas Sumatera Utara
52 merespon stimulus yang sama dengan cara yang sama dengan orang yang kita atribusi. Misalnya bila A berperilaku tertentu, sedangkan orang-orang lain tidak berbuat demikian, maka dapat dikatakan bahwa consensus orang yang bersangkutan rendah. c. Kekhususan (distinctiveness) : sejauh mana orang yang kita atribusi tersebut memberikan respon yang berbeda terhadap berbagai stimulus yang kategorinya lama. II.7.1 Komponen dan Karakteristik Atribusi Model atribusi mengenai motivasi mempunyai beberapa komponen, yang terpenting adalah hubungan antara atribusi, perasaan dan tingkah laku. Menurut Weiner, urutan-urutan logis dari hubungan psikologi itu ialah bahwa perasaan merupakan hasil dari atribusi atau kognisi. Perasaan tidak menentukan kognisi, misalnya semula orang merasa bersyukur karena memperoleh hasil positif dan kemudian memutuskan karena memperoleh hasil positif dan kemudian memutuskan bahwa keberhasilan itu berkat bantuan orang lain. Hal ini merupakan urutan yang tidak logis (Weiner, 1982 : 204) Hubungan antara kepercayaan, pada reaksi afektif dan tingkah laku. Penyebab keberhasilan dan kegagalan menurut persepsi menyebabkan pengharapan untuk terjadinya tindakan yang akan datang dan menimbulkan emosi tertentu. Tindakan yang menyusul dipengaruhi baik oleh perasaan individu maupun hasil tindakan diharapkan terjadi. Menurut teori atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat dianalisis dalam tiga karakteristik, yakni ; 1. Penyebab keberhasilan atau kegagalan mungkin internal atau eksternal. Artinya, kita mungkin berhasil atau gagal karena faktor-faktor yang kami percaya memiliki asalusul mereka didalam diri kita atau karena faktor yang berasal di lingkungan kita.
Universitas Sumatera Utara
53 2. Penyebab keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat berupa stabil atau tidak stabil. Maksudnya, jika kita percaya penyebab stabil maka hasilnya mungkin akan sama jika melakukan perilaku yang sama pada kesempatan lain. 3. Penyebab keberhasilan atau kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak terkendali. Faktor terkendali adalah salah satu yang kami yakini kami dapat mengubah diri kita sendiri jika kita ingin melakukannya. Adapun faktor tak terkendali adalah salah satu yang kita tidak percaya kita dengan mudah dapat mengubahnya. II.8 Konsep Diri Konsep diri merupakan objek sosial penting yang didefenisikan dan dipahami berdasarkan waktu tertentu selama interaksi antara kita dengan orang-orang terdekat. Konsep diri anda tidak lebih dari rencana tindakan terhadap diri anda, identitas anda, ketertarikan, kebencian, tujuan, ideologi serta evaluasi diri anda. Konsep diri memberi acuan dalam menilai objek lain. Seluruh rencana tindakan ini berawal dari konsep diri. (Morisan M,A 2009,75) Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri boleh bersifat psikologis, sosial, dan fisis. Kita membayangkan munculnya pertanyaanpertanyaan untuk diri kita sendiri seperti: 1. Bagaimana watak saya sebenarnya? Apa yang membuat saya bahagia atau sedih? Apa yang sangat mencemaskan saya? 2. Bagaimana orang lain memandang saya? Apakah mereka menghargai atau merendahkan saya? Apakah mereka membenci atau menyukai saya? 3. Bagaimana pandangan saya tentang penampilan saya? Apakah saya orang yang cantik atau jelek ? apakah tubuh saya kuat atau lemah?
Universitas Sumatera Utara
54 Jawaban pada tiga pertanyaan yang pertama menunjukkan persepsi sosial tentang diri kita, dan jawaban pada tiga pertanyaan kedua persepsi sosial tentang diri kita, dan jawaban pada tiga pertanyaan terakhir yaitu persepsi fisis tentang diri kita. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita tentang diri kita. Jadi, konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan tentang diri kita. Anita Taylor et al mendefinisikan konsep diri sebagai “all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and atitudes you hold about yourselft”,” semua yang anda pikirkan dan anda rasakan adalah seluruh kompleks dari keyakinan dan sikap anda pegang tentang diri anda”. (Rakhmat, 2005:100). Terdapat dua komponen konsep diri yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Contoh komponen kognitif ialah “saya ini orang bodoh” dan komponen afektif berkata ,”saya senang diri saya bodoh, ini lebih baik bagi saya”. Ada juga contoh lain yang komponen kognitifnya sama seperti tadi tetapi komponen afektifnya berkata,”saya malu sekali karena saya menjadi orang bodoh.” Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra-diri ( self image), dan komponen afektif disebut harga-diri (self esteem). (Rakhmat , 2005:100). Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan diri kita. Goerger Herbet Mead (1934) menyebut mereka significant others yaitu orang lain yang sangat penting. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Richard Dewey dan W.J Humber (1966:105) menyebutnya affective others yaitu orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah secara perlahan kita membentuk konsep diri kita. Senyuman, pujian, pengharapan pelukkan mereka, membuat kita menilai diri kita secara positif. Sedangkan ejekan dan cemoohan membuat kita memandang diri kita secara negatif ( Rakhmat , 2005 :101-102). Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan orang kain Universitas Sumatera Utara
55 terhadap kita disebut generalized others. Konsep ini juga berasal dari Goerge Herbet Mead yaitu memandang diri kita seperti orang lain memandangnya, berarti kita mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain. Contohnya, bila kita seorang ibu, bagaimana ibu memandang kita. Mengambil peran sebagai ibu, ayah atau sebagai generalized others disebut role taking. Role taking sangat penting dalam pembentukan konsep diri. (Rakhmat, 2005 : 103-104). Konsep diri mempunyai dua dimensi yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal : •
Dimensi Internal
1. Diri identitas, yaitu label ataupun simbol yang dikenakan oleh seseorang untuk menjelaskan dirinya dan membentuk identitasnya. Label-label ini akan terus bertambah seiring dengan bertumbuh dan meluasnya kemampuan seseorang dalam segala bidang. 2. Diri pelaku, yaitu adanya keinginan pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan dorongan rangsang internal maupun eksternal. Konsekuensi perilaku tersebut akan berdampak pada lanjut tidaknya perilaku tersebut, sekaligus akan menetukan apakah suatu perilaku akan diabstraksikan, disimbolisasikan, dan digabungkan dalam diri identitas. 3. Diri penilai, yang lebih berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, penghayal, pembanding, dan terutama sebagai penilai. Disamping fungsinya sebagai jembatan yang menghubungkan kedua diri sebelumnya. •
Dimensi Eksternal (terkait dengan konsep diri positif dan konsep diri negatif)
1. Konsep diri fisik, yaitu cara seseorang dalam memandang dirinya dari sudut pandang fisik, kesehatan, penampilan keluar, dan gerak motoriknya. Konsep diri seseorang dianggap positif apabila ia memiliki pandangan yang positif terhadap kondisi fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya tampan atau cantiknya, serta Universitas Sumatera Utara
56 ukuran tubuh yang ideal. Dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia memandang rendah atau memandang sebelah mata kondisi yang melekat pada fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Moreno & Cervello (2005) membuktikan bahwa terdapat relevansi yang signifikan antara intensitas melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik dengan tinggi rendahnya konsep diri fisik individu. Semakin sering individu melakukan kegiatan-kegiatan fisik seperti olahraga dan bekerja maka akan semakin tinggi pula konsep diri fisiknya, demikaian pula sebaliknya. 2. Konsep Diri Pribadi, yaitu cara seseorang dalam menilai kemampuan yang ada pada diriya dan menggambarkan identitas dirinya. Konsep diri seseorang dapat dianggap positif apabila ia memandang dirinya sebagai pribadi yang penuh kebahagiaan, memiliki optimisme dalam menjali hidup, mampu mengontrol diri sendiri, dan sarat akan potensi. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia memandang dirinya sebagai individu yang tidak pernah (jarang) merasakan kebahagiaan, pesimis dalam menjalani kehidupan, kurang memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri, dan potensi diri yang tidak ditumbuhkembangkan secara optimal. 3. Konsep Diri Sosial, yaitu persepsi, pikiran, perasaan, dan evaluasi seseorang terhadap kecenderungan sosial yang ada pada dirinya sendiri, berkaitan dengan kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosialnya. Konsep diri dapat dianggap positif apabila ia merasa sebagai pribadi yang hangat, penuh keramahan, memiliki minta terhadap orang lain, memiliki sikap empati, supel, merasa diperhatikan, memiliki sikap tenggang rasa, perduli akan nasib orang lain, dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial di lingkungannya. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia merasa
Universitas Sumatera Utara
57 tidak berminta dengan keberadaan orang lain, tidak (kurang) ramah, kurang perduli terhadap perasaan dan nasib orang lain, dan jarang atau bahkan tidak pernah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas sosial. 4. Konsep Diri Moral Etik, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, serta penilaian seseorang terhadap moralitas dirinya terkait dengan relasi personalnya dengan Tuhan, dan segala hal yang bersifat normatif, baik nilai maupun prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang. Konsep diri seseorang dapat dianggap positif apabila ia mampu memandang untuk kemudian mengarahkan dirinya untuk menjadi pribadi yang percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral etik, baik yang dikandung oleh agama yang dianutnya, maupun oleh tatanan atau norma sosial tempat di mana dia tinggal. Sebaliknya, konsep diri individu dapat di kategorikan sebagai konsep diri yang negatif bila ia menyimpang dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral etika yang berlaku baik nilai-nilai agama maupun tatanan sosial yang seharusnya dia patuhi. 5. Konsep diri keluarga, berkaitan dengan perspesi, perasaan, pikiran, dan penilaian seseorang terhadap keluarganya sendiri, dan keberadaan dirinya sendiri sebagai bagian integral dari sebuah keluarga. Seseorang di anggap memiliki konsep diri yang positif apabila ia mencintai sekaligus dicintai oleh keluarganya, merasa bahagia berada di tengah-tengah keluarganya, merasa bangga dengan keluarga yang dimilikinya, dan mendapat banyak bantuan serta dukungan dari keluarganya. Dianggap negatif apabila ia merasa tidak mencintai sekaligus tidak dicintai oleh keluarganya, tidak merasa bahagia berada di tengah-tengah keluarganya, tidak memiliki kebanggaan pada keluarganya, serta tidak banyak memperoleh bantuan dari keluarganya.
Universitas Sumatera Utara
58 6. Konsep Diri Akademik, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan dan penilaian seseorang terhadap kemampuan akademiknya. Konsep diri positif apabila ia menganggap bahwa dirinya mampu berprestasi secara akademik, dihargai oleh temantemannya, merasa nyaman berada dilingkungan tempat belajarnya, menghargai orang yang memberi ilmu kepadanya, tekun dalam mempelajari segala hal, dan bangga akan prestasi yang diraihnya. Dapat dianggap sebagai konsep diri akademik yang negatif apabila ia memandang dirinya tidak cukup mampu berprestasi, merasa tidak disukai oleh teman-teman dilingkungan tempatnya belajar, tidak menghargai orang yang memberi ilmu kepadanya, serta tidak merasa bangga dengan prestasi yang diraihnya. (Nashori,2000). II.8.1 Konsep Diri Positif Menurut Brooks dan Emmart (1976), orang yang memiliki konsep diri positif menunjukkan karakteristik sebagai berikut : 1. Merasa mampu mengatasi masalah. Pemahaman diri terhadap kemampuan subjektif untuk mengatasi persoalan-persoalan obyektif yang dihadapi. 2. Merasa setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusai dilahirkan tidak dengan membawa pengetahuan dan kekayaan. Pengetahuan dan kekayaan didapatkan dari proses belajar dan bekerka sepanjang hidup. Pemahaman tersebut menyebabkan individu tidak merasa lebih atau kurang terhadap orang lain. 3. Menerima pujian tanpa rasa malu. Pemahaman terhadap pujian, atau penghargaan layak diberikan terhadap individu berdasarkan dari hasil apa yang telah dikerjakan sebelumnya. 4. Merasa mampu memperbaiki diri. Kemampuan untuk melakukan proses refleksi diri untuk memperbaiki perilaku yang dianggap kurang.
Universitas Sumatera Utara
59 II.8.1 Konsep Diri Negatif Orang yang memiliki konsep diri yang negatif menunjukkan karakteristik sebagai berikut: 1. Peka terhadap kritik. Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari orang lain sebagai proses refleksi diri. 2. Bersikap responsif terhadap pujian. Bersikap yang berlebihan terhadap tindakan yang telah dilakukan, sehingga merasa segala tindakannya perlu mendapat pengharapan. 3. Cenderung merasa tidak disukai orang lain. Perasaan subyektif bahwa setiap orang lain disekitarnya memandang dirinya dengan negatif. 4. Mempunyai sikap hiperkritik. Suka melakukan kritik negatif secara berlebihan terhadap orang lain. 5. Mengalami hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya. Merasa kurang mampu dalam berinteraksi dengan orang-orang lain.
Universitas Sumatera Utara
60 Gambar 2.3 Model Teoritis
Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri
Pasangan Suami Istri banyak anak yang kurang mampu
Bagaimana Cara Membentuk Konsep Diri Anak
Konsep diri positif
Konsep diri negatif
Sumber : Peneliti,21 maret 2014
Universitas Sumatera Utara