BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN
A. Kajian Pustaka 1. Teori Pemungutan Pajak Menurut (Siti Resmi, 2016) menyebutkan bahwa beberapa teori yang mendukung hak Negara untuk memungut pajak diantaranya: a. Teori Kepentingan Teori ini menyatakan bahwa pembagian beban ini harus di dasarkan atas kepentingan masing-masing orang dalam tugas-tugas pemerintah, termasuk perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara dibebankan kepada mereka. b. Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti) Berlawanan dengan ketiga teori sebelumnya yaitu teori asuransi, teori kepentingan, dan teori gaya pikul yang tidak mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan warganya, teori ini mendasarkan pada paham Organische Staatsler. Paham ini mengajarkan bahwa karena sifat suatu Negara, timbul hak mutlak untuk memungut pajak. Orang-orang tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan tidak akan ada individu. Oleh karena itu,
12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
persekutuan (yang menjelma menjadi Negara) berhak atas satu dengan yang lainnya. Akhirnya, setiap orang menyadari bahwa menjadi suatu kewajiban mutlak untuk membuktikan tanda buktinya terhadap Negara dalam bentuk pembayaran pajak.
2. Pengertian Pajak Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-undang Pajak Lengkap, 2015), pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan pengertian pajak menurut (Rochmat Soemitro, 2012), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UndangUndang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut P.J.A. Adriani dalam (Diana Sari, 2013) : “Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Sedangkan menurut Safri Nurmantu dalam (Dwikora Harjo, 2013) menyebutkan ada beberapa unsur pokok dalam perpajakan, yakni: a. Iuran/pungutan b. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang c. Pajak dapat dipaksakan d. Tidak menerima atau memperoleh kontra prestasi secara langsung untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah. Berdasarkan definisi-definisi pajak menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Waluyo, 2013): a. Pajak
dipungut
berdasarkan
Undang-Undang
serta aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah. c. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dan pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
3. Fungsi Pajak Menurut (Dwikora Harjo, 2013) menyatakan bahwa fungsi pajak terbagi menjadi: a. Fungsi Budgetair (Fungsi Angggaran) Fungsi budgetair yaitu dimana pajak digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran
negara
seperti
untuk
menjalankan tugas-tugas rutin negara seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan lain sebagainya, serta untuk melaksanakan pembangunan. Fungsi ini adalah fungsi utama pajak atau disebut juga fungsi fiskal (fiscal function) yakni suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana dari masyarakat ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. b. Fungsi Regulernd (Fungsi Mengatur) Fungsi ini yaitu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu seperti untuk mengatur perekonomian guna mencapai pertumbuhan yang lebih cepat. Fungsi ini disebut fungsi tambahan, karena fungsi ini bertindak sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak yakni fungsi budgetair.
4. Klasifikasi Pajak Menurut (Siti Resmi, 2014) pengklasifikasian pajak terbagi menjadi:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
a. Pajak Ditinjau Berdasarkan Golongannya 1) Pajak Langsung Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain dan harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan dan pajak ini dipungut secara periodik atau berkala. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). PPh harus dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak yang memperoleh penghasilan tersebut. 2) Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung adalah pajak yang akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan , digeserkan kepada orang atau pihak lain. Pajak ini dipungut secara insidentil yakni pada saat terjadi peristiwa ataua kejadian yang ditentukan oleh Undang-Undang seperti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN dibayar oleh penjual/produsen tetapi beban pajaknya dapat dialihkan atau digeser kepada pembeli/konsumen. b. Pajak Ditinjau Berdasarkan Wewenang/Lembaga Pemungut Pajak 1) Pajak Pusat Pajak pusat yaitu pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat
berdasarkan
Undang-Undang
dan
yang
mempunyai
wewenang untuk memungutnya yaitu pemerintah pusat (dalam hal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
ini adalah Direktorat Jendral Pajak serta Direktorat Jendral Bea dan Cukai Kementrian Keuangan), dan yang termasuk kedalam kategori pajak ini diantaranya: a) Pajak Penghasilan (PPh) b) Pajak Petambahan Nilai (PPN) c) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) d) Bea Materai e) Bea Masuk, Pajak Ekspor dan Cukai. 2) Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 1 angka 6, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,
yang
dapat
perundang-undangan
dipaksakan
daerah.
Di
berdasarkan
Indonesia
peraturan
sendiri
hirarki
pemerintahan daerah terbagi menjadi dua yakni pemerintahan provinsi dan pemerintahan kota/kabupaten, dimana masing-masing pemerintah daerah memiliki otonomi sendiri agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pemungutan pajak, maka pajak daerah di Indonesia saat ini juga dibagi menjadi dua, yakni:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
a) Pajak Provinsi Pajak yang termasuk kedalam kategori pajak provinsi, diantaranya: 1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. b) Pajak Kabupaten/Kota Pajak
yang
termasuk
kedalam
kategori
pajak
kabupaten/kota, diantaranya: 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C, seperti asbes, batu apung, batu permata, marmer, dll, dan 7. Pajak Parkir
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
c. Pajak Ditinjau Berdasarkan Sifatnya 1) Pajak Subjektif Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan wajib pajak dimana penentuan besarnya pajak harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan dengan kemampuan wajib pajak. Artinya, yang pertama diperhatikan adalah kondisi atau keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya dalam memotong Pajak Penghasilan, negara harus memperhatikan subjek pajaknya misalnya status perkawinannya, banyaknya jiwa yang menjadi tanggungannya yang termaktub dalam Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). 2) Pajak Objektif Pajak
objektif
adalah
pajak
yang
pemungutannya
berpangkal pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang terjadi dalam wilayah negara dengan tidak memperhatikan kondisi objek pajak dimana peristiwa atau keadaan tadi akan menimbulkan kewajiban membayar pajak.
5. Penghasilan dan Beban Menurut SAK Menurut SAK, penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode Akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Sedangkan menurut (Winston Pontoh, 2013) pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan langsung dari penghasilan (laba) bersih sebuah organisasi bisnis (disebut Pajak Penghasilan Badan) atau individu tertentu (disebut Pajak Penghasilan Orang Pribadi). Dari definisi penghasilan diatas maka yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan (PPh) (Siti Resmi,2014), adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan menjelaskan bahwa: (1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UndangUndang ini; b. hadiah dari undian, pekerjaan, atau kegiatan dan penghargaan; c. laba usaha;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
d. keuntungan karena penjualan atau kerena pengalihan harta termasuk: 1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan , persekutuan, dan badan lainnya; 3) keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun; 4) keuntungan karena pengalihan harta karena hibah, atau sumbangan, kecuali yang diberikan pada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, penguasaan diantara pihakpihak yang bersangkutan; dan 5) keuntungan karena penjualan dan pengalihan sebagian atau seluruh
hak
penambangan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
tanda
turut
serta
dalam
22
pembiayaan,
atau
permodalan
dalam
perusahaan
pertambangan. e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang olis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. royalty atau imbalan atas penggunaan hak; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau erolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan selisih kurs matauang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi; o. iurang yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan ushaa atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak; q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
r. imbalan unga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tatacara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia. (2) Penghasilan dibawah ini dikenai pajak bersifat final: a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derifatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan e. penghasilan tertentu lainnya; yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah. (3) Yang dikecualikan dari Objek Pajak, adalah: a. 1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan 2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan; b. warisan; c. harta yang termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan bebas atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2) Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi keja maupun pegawai; h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang diterapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbag atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
j. dihapus; k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dn menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuksarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdsarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan n. bantuan dan santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
diatur lebih lanjut dengan atau berdarakan Peraturan Menteri Keuangan.
Beban menurut SAK adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanaman modal. Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 disebutkan bahwa berikut beberapa biaya yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan, yaitu: (1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk: a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1. biaya pembelian bahan; 2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. bunga, sewa, royalty; 4. biaya perjalanan; 5. biaya pengolahan limbah;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8. biaya administrasi; dan 9. pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dalam pasal 11 dan pasal 11A; c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam
perusahaan
atau
yang
dimiliki
untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. kerugian selisih kurs mata uang asing; f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang Negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau lebih dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. syarat sebagaiman dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur social yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. (3) Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pegurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 7.
Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 disebutkan bahwa berikut beberapa biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan, yaitu: (1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: 1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 3. cadangan pinjaman untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 5. cadangan biaya, penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 6. cadangan
biaya
penutupan
dan
pemeliharaan
tempat
pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang
ketentuan
dan
syarat-syaratnya
diatur
dengan
atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dari warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemrintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; h. Pajak Penghasilan; i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. (2) Pengeluaran
untuk
mendapatkan,
menagih,
dan
memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
tidak di bolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.
6. PP, KMK, dan SE a. PP (Peraturan Pemerintah) Dikutip dari skripsi Andres (Andreas, 2013), menurut PP 138/200 menyebutkan bahwa biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan, diantaranya: 1) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, dikenakan atas PPh Final, norma perhitungan. 2) Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. 3) PPh yang ditanggung pemberi penghasilan tidak bisa dikurangkan dari penghasilan bruto. b. KMK (Keputusan Menteri Keuangan) Menurut Kepututusan Menteri Keuangan No.46/kmk.04/2000 jo Kep DJP No.KEP-213/PJ/2001 biaya yang tidak boleh dibebankan sebagai pengurang penghasilan adalah pengeluaran untuk penyediaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai secara bersama-sama, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan di daerah terpencil, serta natura dan kenikmatan yang merupakan suatu keharusan
dalam
rangka
pelaksanaan
kerja,
keamanan
dan
keselamatan kerja, atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja, dapat dibebankan sebagai biaya tetapi bagi karyawan bukan merupakan penghasilan. c. SE (Surat Edaran) Menurut SE-27/PJ.22/1986, biaya entertainment yang dapat diakui sebagai beban adalah dengan syarat berikut: 1) Digunakan untuk 3M yaitu untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. 2) Disertai daftar nominatif. Jadi biaya dengan jamuan dan sejenisnya tidak boleh dicatat sebagai biaya jika biaya tersebut tidak ada hubungannya dengan kegiatan usaha dan tidak ada daftar nominatif yang memuat waktu, nama, jabatan penerima jamuan, dan nilai jamuan.
7. Rekonsiliasi Fiskal Menurut (Siti Resmi, 2014), rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan perhitungan, khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan laba menurut perpajakan (fiskal).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Laporan keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak. Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun berdasarkan prinsip yang berlaku umum, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sedangkan
untuk
kepentingan
fiskal,
laporan
keuangan
disusun
berdasarkan peraturan perpajakan (Undang-Undang Pajak Penghasilan disingkat UU PPh). Menurut (Sihombing, 2012), laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, yang bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai dalam rangka pengambilan keputusan. Sedangkan laporan keuangan fiskal biasanya disusun berdasarkan rekonsiliasi terhadap laporan keuangan komersial. Sedangkan menurut (Natalia, 2012) laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan dalam perpajakan disebut sebagai laporan keuangan fiskal. Menurut (Sari, 2012) koreksi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Proses koreksi fiskal dilakukan dengan menyesuaikan catatan fiskal laporan keuangan komersial dengan aturan pajak (Ayu, et.all, 2014). Koreksi fiskal terbagi menjadi dua, yaitu ada koreksi positif dan ada pula koreksi negatif. Menurut (Setiadi, 2012), koreksi positif terjadi apabila pendapatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
menurut fiskal bertambah dan mengakibatkan pengurangan biaya yang diakui dalam laporan rugi laba komersial menjadi semakin kecil, atau yang berakibat adanya penambahan penghasilan. Sedangkan koreksi negatif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal berkurang dan berakibat adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi komersial menjadi semakin besar, atau yang berakibat dengan adanya pengurangan penghasilan. Menurut (Gunadi, 2013), terdapat perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal, diantaranya: a. Beda Waktu (time difference) adalah perbedaan yang bersifat sementara penghasilan
karena dan
adanya beban
ketidaksamaan
antara
peraturan
waktu
pengakuan
perpajakan
dengan
Standar Akuntansi Keuangan. Perbedaan tersebut akan hilang setelah seluruh nilai tercatatnya dipulihkan (recovered) atau dilunasi (settled). b. Beda Tetap (permanent difference) adalah perbedaan yang terjadi karena
peraturan
perpajakan
menghitung
laba fiskal
berbeda
dengan penghitungan laba menurut Standar Akuntansi Keuangan tanpa ada koreksi di kemudian hari. Untuk memperjelas pemahaman tentang rekonsiliasi fiskal, berikut disajikan contoh rekonsiliasi fiskal PT Gentho tahun 2013:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
Tabel 2.1 Contoh Rekonsiliasi Fiskal CV. Gentho Laporan Laba Rugi 31 Desember 2013 KOMERSIAL 60.000.000.000 (36.000.000.000) 24.000.000.000
URAIAN Penjualan HPP Laba Kotor Beban Usaha: Beban Gaji Beban Piutang Ragu-ragu Beban Perawatan Mobil Beban Pemeliharaan Kendaraan Beban Administrasi Beban Pemasaran Beban Penyediaan Makanan dan Minuman Beban Sanksi Perpajakan Total Beban Usaha Pendapatan (Beban) Lain-lain: Pendapatan Dividen Pendapatan Bunga Total Pendapatan (Beban) Lain-lain Penghasilan Neto
KOREKSI FISKAL -
FISKAL 60.000.000.000 (36.000.000.000) 24.000.000.000
8.000.000.000 500.000.000 200.000.000 1.400.000.000 4.000.000.000 1.000.000.000 900.000.000
(8.000.000.000) (500.000.000) (200.000.000) (300.000.000) -
1.100.000.000 4.000.000.000 1.000.000.000 900.000.000
65.000.000 16.065.000.0000
(65.000.000) -
7.000.000.000
200.000.000 100.000.000 300.000.000 8.235.000.000
100.000.000
200.000.000 200.000.000 17.200.000.000
Dari contoh diatas diketahui bahwa ada beberapa biaya maupun penghasilan yang tidak boleh di bebankan seperti pendapatan deviden, beban perawatan mobil direksi, beban administrasi dan beban pemasaran yang tidak disertai daftar nominatif, dan beban penyediaan makanan dan minuman yang bersifat kenikmatan, Adapun penelitian terhadulu yang serupa dengan topik yang diambil, yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian (Tahun Penelitian) Steffani Gabriella Analisis Koreksi Sondakh (2015) Fiskal Atas Laporan Keuangan Komersial Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Cipta Indonesia
Rumusan Masalah Apakah semua pendapatan atau beban yang dikoreksi telah sesuai dengan peraturan perpajakan? Berapa jumlah pajak penghasilan PT. Bank Perkreditan Rakyat Cipta Cemerlang Indonesia tahun 2013 setelah dilakukan koreksi fiskal?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hasil Penelitian dan Saran Riset Berdasarkan hasil riset dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pendapatan atau beban yang dikoreksi belum sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku karena dalam hal ini ditemukan masih ada beberapa akun biaya yang sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 yang seharusnya dikoreksi namun tidak dikoreksi perusahaan seperti biaya iklan dan promosi yang sebenarnya boleh dikurangkan dalam penghasilan bruto dilakukan koreksi fiskal karena tidak adanya daftar nominatif yang dibuat perusahaan. Sementara untuk pajak penghasilan yang seharusnya dibayar oleh PT. Bank Perkreditan Rakyat Cipta Cemerlang Indonesia untuk tahun 2013 adalah sebesar Rp.
39
266.183.493. Dalam hal ini terdapat selisih pajak kurang bayar dari perhitungan yang dilakukan perusahaan sebesar Rp.31.988.743. Seharusnya perusahaan harus lebih teliti lagi dalam mengoreksi pendapatan dan biaya sehingga tidak akan mengakibatkan selisih dalam jumlah pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh PT Bank Perkreditan Rakyat Cipta Cemerlang Indonesia. M. Nurridwan (2013)
Rekonsiliasi Fiskal Pajak Penghasilan Badan PT. Energy Management Indonesia (Persero)
Apakah rekonsiliasi fiskal yang dilakukan PT. Energy Management Indonesia (Persero) sudah sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hasil analisis rekonsiliasi fiskal yang dilakukan oleh penulis menunjukkan bahwa masih terdapat pemahaman yang kurang tepat oleh PT EMI dalam membuat rekonsiliasi fiskal. Koreksi fiskal yang belum dilakukan dengan tepat terkait dengan biaya welfare, biaya meals & drink, biaya komunikasi, biaya operasional kendaraan, biaya pemeliharaan kendaraan, dan
40
Andreas P. Palamba (2013)
Analisis Koreksi Fiskal Atas Laporan Keuangan Komersial Untuk Menentukan Dasar Perhitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT. XYZ Tahun 2012
Apakah koreksi fiskal atas laporan keuangan komersial untuk menentukan dasar perhitungan pajak penghasilan wajib pajak badan pada PT. XYZ tahun 2012 sudah sesuai dengan perundangundangan perpajakan No.36 Tahun 2008?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
biaya penyusutan. Terkait dengan kurang tepatnya perusahaan dalam melakukan koreksi fiskal, maka perusahaan seharusnya memberikan pelatihan secara berkelanjutan kepada pegawai pada divisi keuangan terkait dengan perkembangan peraturan perpajakan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa laporan laba rugi fiskal sebagai dasar perhitungan pajak penghasilan wajib pajak badan pada PT. XYZ belum sesuai dengan perundangundangan perpajakan yang berlaku seperti perusahaan tidak melakukan koreksi fiskal atas Telepon & HP dan Biaya Lain-lain. Seharusnya manajemen perusahaan khususnya bagian keuangan, bagian akuntansi dan pajak untuk lebih meningkatkan pengetahuan
41
perpajakannya, misalnya dengan mengikutsertakan karyawannya di training atau seminar-seminar perpajakan, kursus brevet perpajakan maupun berlangganan literatur perpajakan terupdate secara teratur. 8. Pajak Penghasilan Pasal 25 Menurut (Siti Resmi, 2014), Pajak Penghasilan Pasal 25 yang selanjutnya disingkat PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Sedangkan menurut (Supramono dan Theresia Woro Damayanti, 2015), PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh yang harus dibayar sendiri Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Pembayaran ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam membayar pajak terutang. Angsuran PPh Pasal 25 tersebut dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
B. Rerangka Pemikiran Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran Laporan Keuangan Komersial PT. ABC Tahun 2015
Laporan Rekonsiliasi Fiskal PT. ABC
Laporan Rekonsiliasi Fiskal Yang Seharusnya Menurut Undang-Undang Perpajakan
Pengaruhnya Terhadap Perhitungan PPh Terutang PT. ABC
Pengaruhnya Terhadap Perhitungan PPh Terutang Yang Seharusnya Menurut Undang-Undang Perpajakan
Pengaruhnya Terhadap Perhitungan Angsuran PPh 25 PT. ABC
Pengaruhnya Terhadap Perhitungan Angsuran PPh 25 Yang Seharusnya Menurut Undang-Undang Perpajakan
Kesimpulan
Saran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
Berikut rerangka pemikiran yang penulis gunakan: 1. Mempelajari laporan keuangan komersial perusahaan PT. ABC 2. Membuat koreksi fiskal atas laporan keuangan komersial tersebut menjadi laporan keuangan fiskal 3. Membandingkan laporan rekonsiliasi fiskal yang dibuat oleh PT. ABC dengan laporan rekonsiliasi fiskal yang seharusnya menurut UndangUndang Perpajakan 4. Menghitung besarnya PPh terutang 5. Membandingkan perhitungan PPh terutang yang dilakukan oleh PT. ABC dengan perhitungan PPh terutang yang seharusnya menurut Undang-Undang Perpajakan 6. Menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 7. Membandingkan perhitungan angsuran PPh Pasal 25 yang dilakukan oleh PT. ABC dengan perhitungan angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya menurut Undang-Undang Perpajakan 8. Menarik kesimpulan 9. Membuat saran untuk perbaikan kedepan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/