-11-
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN
A. Kajian Pustaka
Teori yang akan dibahas oleh Peneliti dalam kajian kali ini adalah teori mengenai basis penentuan metode maupun estimasi akuntansi yang digunakan, prinsip konservatif dalam akuntansi, grant theory mengenai teori keagenan (agency theory), konsep materialitas dan penyajian kembali laporan keuangan berdasarkan Prinsip & Standar Akuntansi Keuangan.
A.1 Kajian Terhadap Teori
A.1.1 Teori Keagenan ( Agency Theory )
Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa pada praktek di lapangan, pemilik perusahaan memberikan amanat pengelolaan perusahaan kepada manajemen. Penunjukkan ini dilakukan dengan tujuan agar manajemen dapat mengelola perusahaan hingga memberikan keuntungan yang maksimal kepada pihak prinsipal (pemilik perusahaan) dengan pencapaian kinerja yang maksimal dari manajemen. Definisi asymmetry information oleh Pyndick dalam Haniati dan Fitriany (2010) adalah “one side of negotiation process has better information than the other”. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa asimetri informasi akan
-12-
terjadi apabila ada dua belah pihak yang memiliki informasi berbeda karena salah satu pihak memiliki informasi yang lebih jelas dan terperinci dibandingkan pihak yang lainnya. Sehingga, asimetri informasi bisa dijelaskan sebagai situasi yang terbentuk karena prinsipal (pemegang saham) tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja agen (manajer) sehingga pemegang saham mengalami keadaan tidak dapat menentukan kontribusi usaha-usaha manajer yang sesungguhnya terhadap hasil-hasil perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Teori keagenan (agency theory) berkaitan dengan hubungan prinsipal dan agen dengan adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan ini akan menyebabkan timbulnya asymmetry information. Menurut Scott (2000) dalam Lewis (2006), terdapat dua jenis asymmetric information, yaitu: adverse selection dan moral hazard.
Adverse selection adalah suatu tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih pelaku-pelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi yang potensial mempunyai informasi lebih atas yang lain (Scott, 2000). Ketimpangan pengetahuan informasi perusahaan ini dapat menimbulkan masalah dalam transaksi pasar modal karena investor tidak mempunyai informasi yang cukup dalam pengambilan keputusan investasinya. Sedangkan moral hazard adalah suatu tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih pelaku-pelaku bisnis atau transaksi-transaksi potensial yang dapat mengamati kegiatan-kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak
-13-
lain (Scott, 2000). Masalah moral hazard ini terjadi karena pihak-pihak di luar perusahaan (investor) mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada manajer tetapi investor tidak dapat sepenuhnya memantau manajer dalam melaksanakan pendelegasian tersebut.
A.1.2 Penentuan Metode, Estimasi Akuntansi dan Kebijakan Akuntansi
Menurut PSAK ( Prinsip dan Standar Akuntansi Keuangan ) No.1, Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan
ekonomi.
pertanggungjawaban
Laporan manajemen
keuangan atas
juga
penggunaan
menunjukkan
hasil
sumber
yang
daya
dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan mempunyai tujuan umum yaitu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan dan menyediakan informasi menyangkut posisi keuangan. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos – pos laporan keuangan atau ketika entitas mereklasifikasi pos – pos dalam laporan keuangannya.
-14-
Dalam penentuan metode dan estimasi akuntansi diharapkan perusahaan dapat menentukan metode dan estimasi akuntansi yang sesuai dengan Prinsip dan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku umum. Perusahaan diharapkan dapat menerapkan standar dan metode akuntansi yang konsisten dari periode ke periode. Hal ini dilakukan agar laporan keuangan yang dihasilkan dapat dibandingkan dari periode ke periode dan dapat mempunyai daya uji.
Perubahan Estimasi Akuntansi (Accounting Estimates) Penyajian laporan keuangan sering memerlukan adanya estimasi, seperti misalnya estimasi atas penyisihan piutang tak tertagih, keusangan persediaan, estimasi masa manfaat dari aset tetap yang dapat disusutkan, estimasi cadangan imbalan pasca kerja dan lain sebagainya.
Paragraf 26 PSAK No. 25 mengatur bahwa suatu perubahan dalam estimasi akuntansi dapat hanya mempengaruhi periode berjalan ataupun mempengaruhi periode berjalan maupun periode-periode yang akan datang.
Sebagai contoh, perubahan dalam estimasi masa manfaat aset yang dapat disusutkan akan mempengaruhi beban penyusutan pada periode berjalan dan pada setiap periode selama masa manfaat yang tersisa dari aset tersebut. Dengan kata lain, perubahan estimasi akuntansi berdasarkan PSAK No. 25 harus diterapkan secara prospektif, artinya bahwa perubahan yang terjadi diterapkan pada kejadian atau transaksi yang terjadi setelah tanggal perubahan. Tidak ada penyesuaian yang berhubungan dengan periode sebelumnya yang dilakukan baik pada saldo laba awal periode (retained earnings) atau dalam pelaporan laba atau
-15-
rugi bersih untuk periode sekarang, karena saldo yang ada tidak dihitung kembali.
International Accounting Standard (IAS) No. 8 Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors requires that changes in estimates be handled currently and prospectively. It states that, “The effect of the change in accounting estimate should be accounted for in (a) the period of change if the change affects that period only or (b) the period of change and future periods if the change affects both.” Kesalahan Mendasar (Fundamental Errors) Paragraf 30 – 36 PSAK No. 25 mengatur mengenai perlakuan akuntansi atas kesalahan mendasar. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau lebih periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. Kesalahan mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, kecurangan atau kelalaian. Koreksi atas kesalahan tersebut biasanya dimasukkan dalam perhitungan laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.
Dalam mengoreksi suatu kesalahan yang mendasar, jumlah koreksi yang berhubungan dengan periode sebelumnya harus dilaporkan dengan menyesuaikan saldo laba awal periode. Informasi komparatif harus dinyatakan kembali, kecuali jika untuk melaksanakannya dianggap tidak praktis. Dengan kata lain, suatu koreksi atas kesalahan mendasar dalam pelaporan keuangan harus diterapkan secara retrospektif, artinya bahwa laporan keuangan yang menyajikan informasi komparatif untuk periode sebelumnya, disajikan seolah-olah kesalahan mendasar telah dikoreksi dalam periode di mana kesalahan tersebut dibuat.
-16-
Jumlah koreksi yang berhubungan dengan setiap periode dimasukkan dalam perhitungan laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan. Sedangkan jumlah koreksi yang berhubungan dengan periode-periode sebelum periode yang tercakup dalam informasi komparatif, disesuaikan pada saldo laba awal periode dalam periode yang paling awal.
Revised IAS 8 stipulates that the amount of the correction of an error is to be accounted for retrospectively. Subject to practicability, an error is to be corrected by either : (1) restating the comparative amounts for the prior period(s) in which the error occurred, or (2) when the error occurred before the earliest prior period presented, restating the opening balance of retained earnings for that period so that the financial statements are presented as of the error had never occurred. Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi kesalahan mendasar harus diperlakukan
secara
retrospektif
dengan
melakukan
penyajian
kembali
(restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode termasuk atas dampak pada kewajiban pajak pada periode yang lalu apakah terdapat kurang atau lebih bayar pajak penghasilan perusahaan sesuai dengan PSAK 46 tentang Pajak Penghasilan.
Menurut Skousen, Stice, Stice (2004) dalam bukunya Intermediate Accounting, perubahan – perubahan dalam Akuntansi secara umum terbagi atas tiga jenis perubahan. Perubahan – perubahan tersebut adalah :
1. Perubahan dalam Estimasi
Di dalam akuntansi yang bersifat akrual dikenal adanya estimasi atau perkiraan. Estimasi terutama dilakukan untuk item-item yang tidak dapat
-17-
diketahui secara pasti. Estimasi bersifat arbitrer tetapi juga harus memenuhi unsur kewajaran.
2. Perubahan dalam Prinsip / Kebijakan Akuntansi
Untuk perlakuan akuntansi yang sifatnya bisa memilih, misalnya metode depresiasi, pengakuan kontrak jangka panjang, akuntansi persediaan, terdapat beberapa pilihan metode yang digunakan. Perusahaan harus memilih satu metode yang akan ia gunakan secara konsisten dalam perlakuan akuntansi untuk bisnisnya. Hanya saja sangat mungkin perusahaan ingin mengganti metode yang ia pilih dengan metode lain. Contohnya adalah perubahan metode depresiasi dari garis lurus menjadi jumlah angka tahun, atau perubahan pencatatan persedian dari LIFO menjadi FIFO.
3. Perubahan Entitas Pelaporan
Hal ini dapat terjadi misalnya ketika terjadi transaksi pengambilalihan perusahaan. dalam transaksi tersebut bisa terjadi perubahan entitas perusahaan dan perlu dilakukan juga perubahan dari sisi akuntansinya.
Menurut Bahaudin dan Provita (2011), bagi pihak manajemen, prinsip akuntansi yang berlaku umum ( Generally Accepted Accounting Principles ) memberikan fleksibilitas dalam menentukan metode maupun estimasi akuntansi yang dapat digunakan. Fleksibilitas tersebut akan mempengaruhi perilaku manajer dalam melakukan pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan perusahaan.
-18-
Laporan keuangan diharapkan dapat menyajikan informasi yang relevan, netral dan lengkap. Untuk menyajikan tujuan informasi seperti tersebut, ilmu akuntansi menyediakan prinsip dan standar yang harus diikuti dalam menyusun laporan keuangan. Harapannya informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat mempunyai daya banding (comparability) dan daya uji (veriability) serta dapat digunakan oleh pihak lain yaitu stakeholder sebagai dasar pengambilan keputusan dan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan oleh Investor seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Gambar 1.1 Fitur Teori Kegunaan-Keputusan Akuntansi bagi Investor The Decision-Usefulness Objective Users and Uses: Focus on Investors Investors’ Cash Flow-Oriented Decisions
Information Relevant to Cash Flows-Oriented Decisions Evidence of Cash Flows Potential Stocks Assets
Flows
Residual Equity
Liabilities
Changes in Assets (Residual Equity)
Historical Cash Flows
Alternative Imperfect Evidence: Criteria for Choices
Reliability
Consistency
Timelines
Relevant to Cash Flow-Oriented Decisions
Measurement Choices Measuring Units
Measurement Methods
Understandability
Reporting Choices
Unintended Economic Consequences
Costs
-19-
A.1.3 Prinsip Konservatisme
Konservatisme merupakan salah satu prinsip yang digunakan dalam akuntansi. Menurut FASB Statement of Concept No.2 dalam Sari (2004) Konservatisme adalah reaksi hati-hati untuk menghadapi ketidakpastian dalam mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko pada situasi bisnis telah dipertimbangkan. Basu (1997) mendefinisikan konservatisme sebagai praktik mengurangi laba (dan mengecilkan aktiva bersih) dalam merespons berita buruk (bad news), tetapi tidak meningkatkan laba (meninggikan aktiva bersih) dalam merespons berita baik (good news). Watts (2003) mendefinisikan konservatisme sebagai perbedaan verifiabilitas yang diminta untuk pengakuan laba dibandingkan rugi. Watts juga menyatakan bahwa konservatisme akuntansi muncul dari insentif yang berkaitan dengan biaya kontrak, litigasi, pajak, dan politik yang bermanfaat bagi perusahaan untuk mengurangi biaya keagenan dan mengurangi pembayaran yang berlebihan kepada pihak-pihak seperti manajer, pemegang saham, pengadilan dan pemerintah. Selain itu, konservatisme juga menyebabkan understatement terhadap laba dalam periode kini yang dapat mengarahkan pada overstatement terhadap laba pada periodeperiode berikutnya, sebagai akibat understatement terhadap biaya pada periode tersebut. Sedangkan, Suwardjono (2010) mendefinisikan konservatisme sebagai sikap atau aliran (mazhab) dalam menghadapi ketidak pastian untuk mengambil tindakan atau keputusan atas dasar munculan (outcome) yang terjelek dari ketidak pastian tersebut.
-20-
Penman dan Zhang (2002) menjelaskan konservatisme akuntansi merupakan suatu pemilihan metode dan estimasi akuntansi yang menjaga nilai buku dari net assets relatif rendah. Mereka mencontohkan definisi tersebut dalam penggunaan metode pencatatan persediaan. Penggunaan metode LIFO dalam menilai persediaan pada saat nilai persediaan meningkat adalah salah satu contoh penerapan akuntansi konservatisme. Metode LIFO dikatakan lebih konservatif karena metode ini mengakibatkan nilai persediaan lebih rendah dibandingkan dengan FIFO dan average cost method pada saat nilai persediaan mengalami peningkatan. Dalam kondisi keragu – raguan, seorang manajer harus menerapkan prinsip akuntansi yang bersifat konservatif. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa telah terjadi peningkatan konservatisme standar akuntansi secara global. Peningkatan itu disebabkan oleh meningkatnya tuntutan hukum, sehingga auditor dan manajer cenderung melindungi dirinya dengan selalu melaporkan angka – angka konservatif didalam laporan keuangannya ( Givoly dan Hayn, 2002 ).
Beberapa peneliti menyatakan bahwa konservatisme akuntansi memiliki peranan dalam teori keagenan untuk penentuan praktik yang paling efisien yang bisa membatasi konflik atau masalah keagenan. Praktik di perusahaan ternyata agen dalam aktifitasnya seringkali tidak sesuai dengan kontrak kerja yang dibuat dengan pemegang saham yaitu agen lebih cenderung untuk meningkatkan kesejahteraan sendiri. Hal ini dapat terjadi karena munculnya asimetri informasi antara agen dan pemegang saham, sehingga agen berpeluang untuk melaksanakan
-21-
praktik ini dengan cara memanipulasi laporan keuangan. Konservatisme akuntansi dapat berperan dalam teori keagenan untuk mencegah adanya asimetri informasi dengan cara membatasi agen dalam melakukan praktek manipulasi laporan keuangan.
Sampai saat ini prinsip konservatisme masih dianggap sebagai prinsip yang kontroversial. Terdapat banyak kritikan yang muncul, namun ada pula yang mendukung penerapan prinsip konservatisme. Indrayati ( 2010 ) menyatakan bahwa
kritikan
terhadap
penerapan
prinsip
konservatisme
antara
lain
konservatisme dianggap sebagai kendala yang akan mempengaruhi laporan keuangan. Apabila metode yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang sangat konservatif, maka hasilnya cenderung bias dan tidak mencerminkan kenyataan. Disisi lain, konservatisme akuntansi bermanfaat untuk menghindari perilaku oportunistik manajer berkaitan dengan kontrak – kontrak yang menggunakan laporan keuangan sebagai media kontrak (Watts, 2003 ). Lafond dan Watts (2006 ) juga menjelaskan bahwa laporan keuangan yang konservatif dapat mencegah adanya information asymmetry dengan cara membatasi manajemen dalam melakukan manipulasi laporan keuangan. Menurutnya laporan keuangan yang konservatif dapat mengurangi biaya keagenan.
Richardson dan Tinaikar (2003) dalam Kiryanto dan Edy (2006), menunjukkan bahwa ada dua jenis laba konservatisme, yaitu : (1) ex-ante conservatism atau news-independent conservatism. dan (2) ex-post conservatism
-22-
atau news dependent conservatism. Ex-ante conservatism atau news-independent conservatism berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang mengurangi laba secara independen dari kejadian-kejadian ekonomi saat ini, bahkan apabila pengeluaranpengeluaran tersebut berkaitan secara positif dengan harapan aliran kas di masa yang akan datang. Ex-post conservatism atau news dependent conservatism menggambarkan lebih tepat waktu untuk pengakuan laba terhadap bad news dari pada good news. Secara umum, prinsip akuntansi ini menghendaki penghapusan dengan segera untuk mengakui bad news terhadap persediaan, goodwill, ketidakpastian kerugian dan sebaliknya. Menurut Kiryanto dan Edy (2006), penggunaan dari ex-post conservatism atau news dependent conservatism ini menghasilkan slope koefisien regresi laba terhadap returns yang lebih tinggi untuk perusahaan-perusahaan dengan negatif returns (bad news) dari pada positif returns (good news). Konservatisme akuntansi tidak menjadi prinsip yang diatur dalam standar akuntansi internasional (IFRS). Hellman (2007) menyatakan bahwa jika dibandingkan dengan akuntansi konvensional, IFRS fokus pada pencatatan yang lebih relevan sehingga menyebabkan ketergantungan yang semakin tinggi terhadap estimasi dan berbagai judgement. Dalam hal ini, kebijakan yang ditetapkan
IASB
(International
Accounting
Standard
Board)
tersebut
menyebabkan semakin berkurangnya penekanan atas penerapan akuntansi konservatif secara konsisten dalam pelaporan keuangan berdasarkan IFRS (Hellman, 2007).
-23-
A.1.4 Materialitas & Salah Saji Tak Terkoreksi (Uncorrected Misstatements) Materialitas, oleh FASB, didefinisikan sebagai : “besarnya suatu kelalaian atau salah saji, dalam laporan keuangan, yang membuat pengguna laporan terpengaruh oleh informasi yang dihilangkan, atau membuat keputusan berbeda jika informasi yang benar diketahui.” Konsep Materialitas dapat dijabarkan dalam teori berikut : 1. Kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat pos-pos laporan keuangan adalah material jika, baik secara sendiri maupun bersama, dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan. 2. Materialitas bergantung pada ukuran dan sifat dari kelalaian untuk mencantumkan
atau
kesalahan
dalam
mencatat
tersebut
dengan
memperhatikan kondisi terkait. 3. Ukuran atau sifat pos laporan keuangan, atau gabungan dari keduanya, dapat menjadi faktor penentu. 4. Penilaian apakah suatu kelalaian-pencantuman atau kesalahan-pencatatan dapat memengaruhi keputusan ekonomi pemakai, dan menjadi material, memerlukan pertimbangan karakteristik pemakai tersebut. 5. Penilaian tersebut perlu mempertimbangkan bagaimana pemakai yang dimaksud diperkirakan terpengaruh secara rasional dalam pengambilan keputusan ekonomi.
-24-
Materialitas, sebagai sebuah kriteria, mengandung aspek kuantitatif sekaligus kualitatif, dan suatu transaksi bisa dianggap tidak material jika kedua aspek ini sudah dipertimbangkan dan memang benar-benar tidak material atau tidak relevan. Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat karena auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai berikut:
a. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi. b. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. c. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau
memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak
terdapat
ketidakberesan.
salah
saji
material
karena
kekeliruan
dan
-25-
Definisi dari Misstatements sesuai dengan ISA ( International Standards on Auditing ) 450 “ Evaluation of Misstatements identified during the Audit “adalah a difference between the amount, classification, presentation or disclosure that is required for the item to be in accordance with the applicable financial reporting framework. Misstatements can arise from error or fraud. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa misstatements atau salah saji adalah perbedaan antara jumlah, klasifikasi, pelaporan dan pengungkapan yang seharusnya disajikan untuk item – item laporan sesuai dengan prinsip dan standar akuntansi keuangan secara wajar. Auditor wajib menentukan apakah salah saji yang tidak dikoreksi adalah material, sendiri-sendiri atau jika digabungkan secara keseluruhan. Dalam menentukan hal ini, auditor wajib mempertimbangkan:
Besar dan sifat salah saji, dalam hubungannya dengan jenis transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu, maupun dalam hubungan dengan laporan keuangan secara keseluruhan, serta situasi di mana salah saji yang terjadi
Dampak salah saji yang tidak dikoreksi dalam hubungannya dengan jenis transaksi, saldo akun, atau pengungkapan terkait, serta laporan keuangan secara keseluruhan tahun lalu.
Tipe – tipe misstatements :
1. Factual Misstatements
Yaitu salah saji berdasarkan fakta aktual transaksi yang terjadi
-26-
2. Judgmental Misstatements
Yaitu salah saji berdasarkan penilaian dan pertimbangan yang diambil oleh manajemen yang mendekati kewajaran transaksi
3. Projected Misstatements
Yaitu salah saji berdasarkan proyeksi yang diambil oleh manajemen berdasarkan tingkat kepercayaan dan probabilita transaksi
Dalam paragraf 12 ISA 450 dijabarkan sebagai berikut :
Auditor wajib mengomunikasikan dengan transaksi yang terkait dengan pemerintah ( Those Charged With Governance – TCWG ) mengenai salah saji yang tidak dikoreksi dan dampaknya sendiri-sendiri atau jika digabungkan terhadap pendapat auditor, kecuali jika dilarang oleh ketentuan perundangundangan. Komunikasi auditor wajib mengidentifikasi masing-masing salah saji material yang tidak dikoreksi. Auditor wajib meminta salah saji yang belum dikoreksi, agar dikoreksi. Sebelum menerbitkan opini, auditor:
Menegaskan kembali materialitas yang ditetapkan untuk laporan keuangan secara keseluruhan
Mengevaluasi sifat dan jumlah agregat salah saji yang tidak dikoreksi yang ditemukan auditor
Membuat penilaian menyeluruh mengenai apakah laporan keuangan disalahsajikan secara material
-27-
Auditor menggunakan materialitas untuk:
Mengevaluasi gabungan seluruh kesalahan pada tingkat akun sampai ke tingkat laporan keuangan
Mengevaluasi gabungan seluruh kesalahan;
Menentukan apakah prosedur audit tambahan harus dilaksanakan ketika gabungan salah saji mendekati overall materiality atau specific materiality
Meminta manajemen mengoreksi semua salah saji yang ditemukan.
Mempertimbangkan untuk memeriksa kembali area dengan salah saji terbanyak
Memberikan pandangan mengenai sifat dan sensitivitas salah saji yang ditemukan, dan juga besarannya;
Menentukan apakah laporan auditor harus dimodifikasi.
Salah saji gabungan atau agregat (aggregate of misstatements) terdiri atas:
Salah saji yang secara spesifik ditemukan auditor yang merupakan hasil dari prosedur pengujiannya
Taksiran saji lainnya yang ditaksir atau diperkirakan.
Ketika auditor menemukan salah saji dalam atau selama auditnya, langkah pertama yang harus dilakukan ialah meminta kepada manajemen untuk memperbaiki semua uncorrected misstatements (salah saji yang belum dikoreksi). Jika manajemen memutuskan untuk tidak mengoreksi beberapa atau seluruh salah saji tersebut, auditor wajib berkomunikasi dengan TCWG mengenai:
-28-
Rincian dari uncorrected misstatements dan dampaknya, terpisah atau secara agregat, terhadap opini dalam laporan auditor
Salah saji yang tidak dikoreksi dan berjumlah material, satu demi satu
Dampak salah saji yang tidak dikoreksi terhadap jenis transaksi, saldo akun, atau pengungkapan periode lalu, dan laporan keuangan secara keseluruhan.
Akuntan penyusun laporan keuangan idealnya adalah melakukan koreksi atas timbulnya salah saji audit begitu ditemukan. Tetapi pada kondisi tertentu, salah saji dibiarkan tidak dikoreksi dengan alasan yang paling mendasar yaitu materialitas. Salah saji yang tak terkoreksi tersebut dianggap tidak material (2012 – Mr JAK – Sumber : http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/11/sikapauditor-terhadap-materialitas-dan-salah-saji-tak-terkoreksi/).
Jika dilihat dari segi siapa yang bertanggungjawab atas materialitas dan salah saji, kebanyakan publik menganggap auditor adalah pihak yang bertanggungjawab atas materialitas dan salah saji padahal isi laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan termasuk materialitas dan salah saji. Management Representation Letter yang diterbitkan pada saat melakukan audit sangat tegas menyatakan hal tersebut.
Auditor berkepentingan untuk memberi keyakinan yang masuk akal (reasonable assurance) bagi para pengguna laporan keuangan bahwa asersi (=laporan keuangan ) manajemen perusahaan tidak mengandung salah saji yang
-29-
bersifat material. Dalam proses pemeriksaan, seorang auditor mengklasifikasikan salah saji menjadi 2 kelompok atau kategori
4.
Salah saji Telah Diketahui, bisa timbul dari : -
Pemilihan atau implementasi prinsip akuntansi yang salah
-
Kesalahan dalam pengumpulan, pemrosesan atau pengelompokan, penginterpretasian, atau kelalaian dalam mengidentifikasi informasi / data yang relevan. -
Niat ( dengan sengaja ) untuk membuat pengguna laporan keuangan salah dalam mengambil keputusan
-
2.
Niat ( dengan sengaja ) untuk menutupi pencurian tertentu
Kemungkinan Salah Saji, bisa timbul dari :
-
Adanya perbedaan, dalam hal penilaian, antara manajemen dan auditor mengenai estimasi – estimasi akuntansi dimana angka yang tersaji dalam laporan keuangan melampaui rentang estimasi yang dapat diterima menurut auditor.
-
Angka yang telah diproyeksikan oleh auditor berdasarkan hasil – hasil dari prosedur sampling baik statistikal atau non statistikal
Sesuai dengan standar audit, auditor bertanggungjawab untuk menemukan dan mengelola salah saji, baik yang diketahui maupun yang masih berupa kemungkinan salah saji dan mempertimbangkan apakah salah saji yang
-30-
ditemukan baik secara individual maupun setelah digabung tergolong material atau tidak material.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat berikut ini ( Maxyanus, 2014 ) :
a.
Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran
mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b.
Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam
mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Beberapa faktor akan mempengaruhi pertimbangan pendahuluan auditor tentang materialitas untuk seperangkat laporan keuangan tertentu :
a.
Materialitas adalah konsep yang bersifat relatif ketimbang absolut. Salah saji material bagi suatu perusahaan belum tentu material juga bagi perusahaan lain.
b.
Dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi materialitas. Karena materialitas bersifat relatif, diperlukan dasar untuk menentukan apakah salah saji itu material. Laba bersih sebelum pajak sering kali menjadi dasar utama untuk menentukan berapa jumlah material bagi perusahaan yang berorientasi laba, karena jumlah ini dianggap sebagai item informasi yang penting bagi para pemakai. Selain itu juga terdapat perhitungan lain yang bisa menjadi acuan materialitas
-31-
c.
Faktor-faktor kualitatif yang juga mempengaruhi materialitas, seperti :
Jumlah karena ketidakberesan lebih penting daripada kekeliruan yang tidak disengaja karena ketidakberesan mencerminkan kejujuran dan keandalan dari pihak manajemen atau pihak yang terlibat.
Kekeliruan yang kecil dianggap material jika berhubungan dengan kewajiban kontrak.
Kekeliruan yang tidak material dapat menjadi material kalau mempengaruhi kecenderungan laba.
Untuk dasar dari penerapan penyajian kembali laporan keuangan, kita harus mengacu kepada PSAK No. 25 Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan
Mendasar
dan
Perubahan
Kebijakan
Akuntansi.
Dalam
pengaplikasiannya, dampak dari penyajian kembali laporan keuangan secara retrospektif diperlakukan dan diungkapkan sesuai dengan PSAK 46 : Akuntansi Pajak Penghasilan.
Sesuai dengan PSAK 25 ( IAS 8 ) tersebut yaitu mengenai Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan sangat penting untuk menerapkan Kebijakan Akuntasi dan menerapkan estimasi akuntansi didalam laporan keuangan secara konsisten. Tetapi tidak dipungkiri bahwa didalam akuntansi terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut :
1. Pengakuan ( kapan dicatat ) 2. Pengukuran ( berapa harus dicatat )
-32-
3. Penyajian ( bagaimana menyajikan di dalam laporan keuangan ) 4. Pengungkapan ( informasi apa saja yang harus disajikan didalam laporan keuangan )
SAS 107 (AU 312) mengharuskan auditor memutuskan jumlah salah saji gabungan dalam laporan keuangan, yang akan mereka anggap material pada awal audit ketika sedang mengembangkan strategi audit secara keseluruhan. Keputusan tersebut disebut sebagai pertimbangan pendahuluan tentang materialitas. Karena, meskipun merupakan pendapat professional , hal itu mungkin saja berubah selama penugasan. Pertimbangan ini harus didokumentasikan dalam file audit.
Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah maksimum yang membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji tetapi tidak mempengaruhi
keputusan
para
pemakai
laporan.
Auditor
menetapkan
pertimbangan pendahuluan tentang materialitas untuk membantu merencanakan pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah nilai uang pertimbangan pendahuluan ini, semakin banyak bukti audit yang dibutuhkan. Selama pelaksanaan audit, auditor sering kali mengubah pertimbangan pendahuluan tentang materialitas.
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, kedua pada saat mengevaluasi bukti-bukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh
-33-
auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan. Jadi auditor harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit. Jika auditor menentukan jumlah materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya tidak diperlukan. Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu tinggi auditor akan mengabaikan salah saji yang signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang sebenarnya berisi salahsaji material.
Laporan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara gabungan. Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan tersebut. Kenyataannya setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu materialitas.
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan saldo akun material. Karena saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keungangan. Saldo suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun tersebut.
Dalam mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas
-34-
laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara individual namun, jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan di klasifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun laba-rugi. Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba rugi mempengeruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit banyak auditor melakuan alokasi atas dasar akun neraca.
Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut.
Jika materialitas rendah jumlah salah saji yang kecil dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan, auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompoten dalam jumlah banyak. Sebaliknya, jika materialitas tinggi jumlah salah saji
besar baru dapat mempegaruhi keputusan pemakai informasi keuangan,
auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompoten dalam jumlah sedikit. Berbagai kemungkinan antara materialitas, bukti audit, dan resiko audit digambarkan sebagai berikut ( Maxyanus, 2014 ) :
-35-
a.
Jika auditor mempertahankan resiko audit konstan dan tingkat
materialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang kumpulkan.
b.
Jika auditor mempertambahkan tingkat materialitasa konstan dan
mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, resiko audit menjadi meningkat.
c.
Jika auditor menginginkan untuk mengurangi resiko audit, auditor dapat
menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini:
i.
Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan jumlah
bukti audit yang dikumpulkan .
ii.
Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat
materialitas tetap dipertahankan.
iii. Menambah setiap jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara bersama-sama.
Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau keseluruha, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Auditor mengikuti lima langkah yang saling terkait erat dalam menerapkan materialitas. Langkah-Langkah Dalam Menerapkan Materialitas:
a. Merencanakan luas pengujian
-36-
Langkah 1
: Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang
materialitas Langkah 2
: Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang
materialitas segmen-segmen b. Mengevaluasi hasil-hasil Langkah 3
: Mengestimasi total salah saji dalam segmen
Langkah 4
: Memperkirakan salah saji gabungan
Langkah 5
:
Membandingkan
salah
saji
gabungan
dengan
pertimbangan pendahuluan atau yang direvisi tetentang materialitas. Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.Salah saji dapat terjadi sebagai akibat dari kekeliruan atau kecurangan. Istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan mencakup: a. Kesalahan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan. b. Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir fakta. c. Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
-37-
Materialitas adalah dasar untuk penilaian resiko ( risk assesments ) dan penentuan luasnya prosedur audit. Materialitas akan digunakan antara lain untuk : 1. Menentukan bidang – bidang laporan keuangan yang perlu diaudit 2. Menetapkan konteks untuk strategi audit menyeluruh 3. Merencanakan sifat, waktu dan luas prosedur audit spesifik 4. Menentukan materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu apabila satu atau lebih golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu yang mendukung kesalahan penyajian yang jumlahnya lebih rendah daripada materialitas laporan keuangan secara keseluruhan diperkirakan secara masuk akal akan mempengaruhi keputusan ekonomi yang dibuat oleh para pemakai berdasarkan laporan keuangan tersebut. Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (Overall Materiality) didasarkan pada kearifan professional auditor mengenai jumlah terbesar salah saji dalam laporan keuangan tanpa mempengaruhi keputusan ekonomis pemakai laporan keuangan. Jika jumlah salah saji yang tidak dikoreksi ( amount of uncorrected misstatements ) terpisah atau digabungkan, lebih besar dari overall materiality yang ditetapkan untuk penugasan tersebut, maka laporan keuangan disalahsajikan secara material. Menurut SA 320 par 10, pada saat menetapkan strategi audit secara keseluruhan, auditor harus menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan.
-38-
Dengan demikian ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang diberikan oleh auditor yaitu: konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar salah sajinya dan konsep risiko audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material. Overall Performance Materiality ditetapkan lebih rendah dari overall materiality. Performance Materiality memungkinkan auditor menanggapi penilaian resiko tertentu (tanpa mengubah overall materiality ) dan menurunkan ke tingkat yang rendah yang tepat (appropriately low level) probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan salah saji yang tidak terdeteksi secara agregat ( aggregate of uncorrected and undetected misstatement ) melampaui overall materiality. Performance Materiality perlu diubah berdasarkan temuan audit. Auditor jelas sangat berkepentingan terhadap persoalan materialitas. SA seksi 312,“Risiko dan Materialitas Audit Dalam Pelaksanaan Audit” mengharuskan Auditor menentukan materialitas dalam 2 jenis aktivitas proses audit, yaitu: •
Perencanaan audit dan perancangan prosedur audit; dan
•
Evaluasi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan
Dalam perencanaan audit, auditor melakukan pertimbangan awal terhadap materialitas, dalam 2 tingkatan, yaitu: 1. Tingkatan Laporan Keuangan – Pada tingkat ini, materialitas dihitung sebagai “keseluruhan salah saji minimum” yang dianggap penting atau material atas salah satu laporan keuangan. Hal ini disebabkan karena
-39-
laporan keuangan pada dasarnya adalah saling terkait satu sama lain dan sama halnya dengan prosedur audit yang dapat berkaitan dengan lebih dari satu laporan keuangan. 2. Tingkatan Saldo Akun – Pada tingkat ini, materialitas merupakan “salah saji terkecil” yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang material. Auditor, idealnya, perlu mempertimbangkan materialitas pada tingkat laporan keuangan (lihat di bawah)— bagaimanapun juga salah-saji yang tidak material secara individu bisa jadi material terhadap laporan keuangan bila digabungkan dengan saldo akun yang lain. Pertimbangan materialitas pada saat perencanaan audit mungkin berbeda dengan pertimbangan materialitas pada saat evaluasi laporan keuangan karena alasan berikut ini: •
Keadaan yang melingkupi berubah; atau
•
Adanya informasi tambahan selama proses audit; atau
•
Keduanya
Transaksi material dihitung berdasarkan laporan keuangan tahunan yang diaudit; atau laporan keuangan tengah tahunan yang disertai laporan akuntan dalam rangka penelaahan terbatas minimal untuk akun ekuitas. Selain itu, bisa juga dasar perhitungannya berupa laporan keuangan interim yang diaudit selain laporan keuangan interim tengah tahunan, dalam hal perusahaan mempunyai laporan keuangan interim, tergantung mana yang lebih dahulu terbit.
-40-
Perusahaan yang melakukan transaksi material dengan nilai transaksi 20 persen sampai dengan 50 persen dari ekuitas perusahaan tidak diwajibkan untuk memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), namun wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Mengumumkan informasi mengenai transaksi material kepada masyarakat melalui paling sedikit satu surat kabar harian berbahasa Indonesia yang berperedaran nasional dan menyampaikan dokumen pendukungnya kepada Bapepam-LK paling lambat dua hari kerja setelah tanggal ditandatanganinya perjanjian Transaksi Material;
2. Informasi sebagaimana dimaksud dalam butir (1) mencakup:
(a) Uraian mengenai transaksi material yang dilakukan, paling sedikit meliputi objek transaksi, nilai transaksi, dan pihak-pihak yang melakukan transaksi (nama, alamat, telepon, faksimili, pengurusan, dan pengawasan).
(b) Penjelasan, pertimbangan, dan alasan dilakukannya transaksi material serta pengaruh transaksi tersebut pada kondisi keuangan perusahaan
(c) Ringkasan laporan penilai.
-41-
A.1.5 Standar Profesional Akuntan Publik ( SPAP ) Berbasis International Standards on Auditing ( ISA )
International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) adalah merupakan badan yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC) sebagai badan pembuat standar auditing dan assurance. Standar yang diterbitkan oleh IAASB terbagi dalam tiga kategori sebagai berikut :
1. Standar Audit dan Review Informasi Keuangan Historis. Standar ini terdiri dari dua standar yaitu : International Standard on Auditings (ISAs), dan International Standard on Review Engagement (ISREs). Selanjutnya, untuk membantu penerapan standar auditing, IAASB mengeluarkan International Auditing Practice Statement (IAPSs). IAPS ini merupakan pedoman interpretasi dan bantuan praktis di dalam menerapkan standar auditing. Dan untuk penerapan standar review, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan batuan praktisnya. Pedoman ini diberi nama International Review Engagement Practice Statement (IREPSs). 2. Standar untuk penugasan assurance selain audit atau review laporan keuangan historis. Untuk kategori kedua ini, IAASB mengeluarkan International Standard Assurance Engagements (ISAEs). Dan untuk penerapan lebih praktisnya, IAASB telah menerbitkan International Assurance Engagement Practice Statements (IAEPS). IAEPS ini merupakan pedoman interpretasi dan bantuan praktis didalam menerapkan standar assurance.
-42-
3. Standar untuk jasa lainnya. Untuk kategori ketiga ini, IAASB menerbitkan International Standard on Related Services (ISRSs). Standar ini harus diterapkan pada penugasan kompilasi, pengolahan informasi, dan jasa penugasan lain. Untuk penerapannya, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan bantuan praktis yang diberi nama International Related Service Practice Statements (IRSPSs). Selain mengeluarkan standar untuk pekerjaan auditor, IAASB juga mengeluarkan standar untuk memberikan
mutu
pelayanan
yang
baik.
Standar
ini
dinamakan
International Standard on Quality Controls (ISQCSs).
Di Indonesia, sebelum terbentuknya Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), standar auditing ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Setelah terbentuknya IAPI yang secara resmi diterima sebagai anggota asosiasi yang pertama oleh IAI pada tanggal 4 Juni 2007 serta diakui oleh pemerintah RI sebagai organisasi profesi akuntan publik yang berwenang melaksanakan ujian sertifikasi akuntan publik, penyusunan dan penerbitan standar profesional dan etika akuntan publik, serta menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan bagi seluruh akuntan publik di Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 pada tanggal 5 Pebruari 2008, selanjutnya standar auditing berupa Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) disusun dan diterbitkan oleh IAPI.
SPAP merupakan kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis dan aturan etika. Pernyataan standar teknis yang dikodifikasi dalam SPAP terdiri dari :
-43-
1. Pernyataan Standar Auditing
2. Pernyataan Standar Atestasi
3. Pernyataan Jasa Akuntansi dan Review
4. Pernyataan Jasa Konsultasi
5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
Sedangkan aturan etika yang dicantumkan dalam SPAP adalah Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang dinyatakan berlaku oleh Kompartemen Akuntan Publik sejak bulan Mei 2000. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia selama ini mengacu pada standar auditing dari Amerika. SPAP ini membagi standar auditing menjadi tiga bagian utama yaitu Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan.
Sedangkan International Standard on Auditing (ISA) tidak membagi standar auditing dengan kategori seperti halnya SPAP. Pada ISA, tidak ada Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan. Penyajian standarstandar yang ada di ISA sudah mencerminkan proses pengerjaan auditing. Pendekatan pekerjaan audit di ISA dibagi dalam enam tahap sebagai berikut:
I.
Tahap pertama dimulai dengan persetujuan penugasan (agreement of engagement).
II.
Tahap kedua melakukan pengumpulan informasi, pemahaman bisnis dan sistim akuntansi klien, serta penentuan unit yang akan diaudit.
-44-
III.
Tahap ketiga adalah pengembangan strategi audit. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan access inherent list.
IV.
Tahap selanjutnya adalah execute the audit, yaitu mulai melaksanakan audit. Pada saat melaksanakan audit maka akan dilakukan test of control, substantive and analytical procedure dan other substantive procedure.
V.
Tahap kelima, mulai membentuk opini.
VI.
Tahap terakhir adalah membuat laporan audit.
Dari keenam tahapan pekerjaan audit yang diatur dalam ISA tersebut sepertinya tidak jauh berbeda dengan pengaturan dalam SPAP yang menjadi pedoman audit bagi KAP di Indonesia.
Indonesia sebagai bagian dari G20 dan IFAC berkomitmen untuk sepenuhnya mengadopsi ISA pada 1 Januari 2013 dan konsekuensi dari adopsi ISA adalah perubahan mendasar terhadap cara pandang, cara berpikir dan cara bekerja auditor di Indonesia. Berikut ini adalah perbedaan ISA vs Standar Lama :
1.
Penekanan pada Audit Berbasis Resiko
2.
Perubahan dari Rules Based ke Principle Based
3.
Berpaling dari Model Matematis
4.
Menekankan pada Kearifan Profesional ( Professional Judgment )
5.
Melibatkan peran Those Charged with Governance ( TCWG )
Tiga Langkah Audit Berbasis Resiko :
-45-
1. Risk Assesment ( Menilai Resiko ) yaitu melaksanakan prosedur penilaian resiko untuk mengidentifikasi dan menilai resiko salah saji yang material dalam laporan keuangan. 2. Risk Response ( Menanggapi Resiko ) yaitu merancang dan melakukan prosedur audit selanjutnya yang menanggapi resiko ( salah saji yang material ) yang telah diidentifikasi dan dinilai, pada tingkat laporan keuangan dan asersi sesuai dengan ISA 330.3 yang bertujuan bagi auditor untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang resiko (salah saji material) yang dinilai, dengan merancang dan mengimplementasi tanggapan yagn tepat terhadap resiko tersebut 3. Reporting ( Pelaporan ) yaitu meliputi : a. Merumuskan pendapat berdasarkan bukti audit yang diperoleh b. Membuat dan menerbitkan laporan yang tepat sesuai kesimpulan yang ditarik.
Sesuai dengan ISA 700.6 auditor mempunyai tujuan untuk merumuskan opini mengenai laporena keuangan berdasarkan evaluasi atas kesimpulan yang ditarik atas bukti audit yang diperoleh dan memberikan opini yang jelas, melalui laporan tertulis, yang juga menjelaskan dasar (untuk memberikan ) pendapat tersebut
-46-
A.1.6 Penyajian Kembali Laporan Keuangan
Dalam penyajian laporan keuangan, prinsip dan standar yang digunakan adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1. Tujuan pernyataan dalam PSAK No. 1 adalah menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) yang selanjutnya disebut “Laporan Keuangan” agar dapat dibandingkan, baik dengan laporan keuangan perusahaan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan perusahaan lain. Pengakuan, pengukuran,serta pengungkapan transaksi dan peristiwa tertentu diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi terkait. Sesuai dengan PSAK No.1 ( revisi 2009 ) yang mengatur mengenai komponen laporan keuangan yang lengkap yaitu : a. Laporan Posisi Keuangan ( Neraca ) pada akhir periode b. Laporan Laba Rugi Komprehensif selama periode c. Laporan Peubahan Ekuitas selama periode d. Laporan Arus Kas selama periode e. Catatan atas Laporan Keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya f. Laporan Posisi Keuangan awal periode Komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara
retrospektif atau membuat
penyajian kembali pos – pos laporan keuangan atau ketika entitas mereklasifikasi pos – pos dalam laporan keuangannya.
-47-
Dalam penyajiannya, laporan keuangan dapat disajikan kembali oleh para pengguna laporan keuangan dengan mempertimbangkan faktor – faktor tertentu. Penyajian laporan keuangan didasari oleh Prinsip & Standar Akuntansi Keuangan No 25 yaitu mengenai Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan. Sesuai dengan PSAK No. 25, penyajian kembali laporan keuangan dilakukan dengan pengelompokan faktor – faktor utama sebagai berikut : 1. Perubahan Estimasi Akuntansi ( Changes in Accounting Estimates ) 2. Kesalahan Mendasar ( Fundamental Errors ) 3. Perubahan Kebijakan Akuntansi ( Changes in Accounting Policies ) Penyajian kembali laporan keuangan mempunyai definisi sebagai berikut : Menurut Ahmed dan Goodwin ( 2007 ) yaitu : Penyajian kembali laporan keuangan diartikan sebagai perubahan bersih dari laba periode sebelumnya yang dilaporkan pada laporan keuangan komparatif periode berjalan. Penyajian kembali laporan keuangan merupakan proksi untuk penarikan dan penerbitan kembali laporan keuangan periode sebelumnya. Penerapan penyajian kembali laporan keuangan dapat dilakukan dengan acuan PSAK No.25 Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi. Dampak penerapan perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal
-48-
periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru. Karakteristik kualitatif laporan keuangan berguna dalam meyakinkan bahwa informasi keuangan adalah bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi (FASB 1980). Diperlukan atribut atau kualitas bahwa informasi keuangan seharusnya memiliki karakteristik kualitatif utama yaitu relevan dan reliabel. Materialitas terkait dalam kualitas relevan. Karakteristik kedua mencakup komparabilitas, konsistensi dan ketepat-waktuan. Kualitas primer dari informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi adalah nilai relevan (relevance) dan reliabilitas (reliability). Kandungan kualitas primer kegunaan-keputusan informasi akuntansi meliputi komponen-komponen kandungan dari nilai relevan, yaitu ketepatwaktuan (timeliness), nilai umpan balik (feed-back value) dan nilai prediktif (predictivevalue). Dan komponen-komponen kandungan reliabilitas, yaitu penggambaran yang senyatanya (representational faithfullness), netralitas (neutrality) dan dapat diperiksa (verifiability). Selain itu juga terdapat kualitas sekunder, sebagai penghubung antara kualitas primer, yaitu komparabilitas (comparability) dan taat asas (consistency).
-49-
A.2 Konstruk / Variabel dan Penelitian Terdahulu
Objek penelitian dan ruang lingkup penelitian ini adalah mencakup analisis pengaruh penentuan estimasi dalam penentuan biaya akrual dan efeknya apakah dilakukan penyajian kembali laporan keuangan yang telah diaudit atau diterbitkan ringkasan atas uncorrected misstatements bersamaan dengan penerbitan management letter dengan pertimbangan materialitas bahwa laporan audit sudah diterbitkan pada periode yang lalu dan para pengguna laporan keuangan sudah menggunakan laporan tersebut sehingga pada penerbitan laporan audit pada periode sekarang dapat dilihat impact dari uncorrected misstatements baik dalam laporan laba rugi, laporan neraca, laporan perubahan modal dan laporan arus kas.
Para pengguna laporan keuangan dapat menggunakan informasi tersebut untuk melihat seberapa besar dampak atas uncorrected misstaments tersebut dalam pengambilan keputusan untuk keberlangsungan hidup perusahaan ( going concern ) termasuk para investor.
Materialitas merupakan dasar penerapan dasar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat menyebabkan perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
-50-
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Dalam hal ini, auditor PT Gitaswara Indonesia melihat aspek materialitas dari perubahan estimasi tersebut masih dalam batas material yang telah ditetapkan juga auditor melihat bahwa jika dilakukan penyajian kembali atas laporan keuangan maka hal ini akan berdampak kepada penghitungan kembali pajak perusahaan yang sudah dibayar dan dilaporkan oleh perusahaan pada periode sebelumnya. Karena efek dari perubahan ini mengakibatkan penurunan harga pokok penjualan, maka hal ini akan mengakibatkan terjadi kelebihan bayar pajak perusahaan (Corporate Income Tax) pada periode yang lalu.
B. Rerangka Pemikiran Dalam pemaparan teori – teori seperti diatas dan hasil dari penelitian – penelitian terdahulu mendorong peneliti untuk menguji pemikiran dalam pertimbangan penyajian kembali laporan keuangan. Seperti yang telah disajikan secara teoritis bahwa terdapat banyak faktor yang mendorong penyajian kembali laporan keuangan termasuk prinsip konservatisme, teori keagenan, konsep materialitas dan penentuan metode / estimasi akuntansi yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan.
Dalam laporan keuangan PT Gitaswara Indonesia yang disajikan kembali, teori – teori tersebut merupakan dasar – dasar
dan faktor – faktor yang
-51-
mempengaruhi apakah laporan keuangan yang telah diaudit tersebut disajikan kembali atau tidak.
Kualitas laba didalam laporan keuangan mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi , yakni resiko sistematik atau beta, ukuran perusahaan, persistensi laba, pertumbuhan laba, struktur modal, kualitas auditor, likuiditas dan kualitas akrual. Novianti (2012), Mulyani dkk ( 2007 ), Rachmawati dan Triatmoko (2007), Jang dkk. ( 2007 ), Perdani ( 2009 ), Yuli ( 2010 ), Irawati ( 2012 ) Imroatussolihah ( 2013 ) serta Naimah dan Utama ( 2006 ) telah meneliti faktor – faktor tersebut. Dalam topik penelitian kali ini, peneliti meneliti pula atas kualitas akrual harga pokok penjualan yang dipakai dalam penghitungan didalam laporan audit. Basis akrual harga pokok penjualan yang dipakai dalam laporan keuangan PT Gitaswara Indonesia mempunyai bukti yang kuat dengan didukung dengan konfirmasi dari supplier PT Gitaswara Indonesia yang menggunakan basis penghitungan yang sama untuk menghitung akrual atas perubahan penjualan pada supplier PT Gitaswara Indonesia ( sebaliknya ).