BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Belajar Menurut Antony Robbins senada dengan apa yang dikemukakan oleh Jerome Brunner dalam (Romberg dan Kaput), belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang sudah dimilikinya (Trianto, 2010:20), Beberapa pakar pendidikan mendefinisikan belajar (Agus Suprijono, 2011:23) sebagai berikut: a. Gagne Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktifitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertimbangan seseorang secara alamiah. b. Travers Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku. c. Cronbach Learning is shown by a change in behaviour as a result of experience. (Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman). d. Harold Spears Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mecoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu). e. Geoch Learning is change in perfomance as a result of pratice. (Belajar adalah perubahan perfomance sebagai hasil latihan). f. Learning is any relatively permanent change in behaviour that is a result of past experience. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pengertian belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan tetapi, pada dasarnya belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya: 1. Perubahan tingkak laku pada diri seseorang 2. Perubahan tersebut bersifat permanen 3. Perubahan tingkah laku tersebut karena adanya pengalaman sebagai akibat dari interaksi antara individu dengan lingkungan (Trianto, 2010:21-22). Selanjutnya Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya proses belajar.. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar (Dimayati, dan Mudjiono, 1999:7). 2. Hasil Belajar Siswa adalah subjek yang terlibat dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Siswa mengalami suatu proses belajar. Dalam proses belajar tersebut, siswa menggunakan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar. Kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, psikomotrik yang dibelajarkan dengan bahan ajar menjadi semakin rinci dan menguat. Kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam nilai hasil belajar Sejarah. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif , afektif, psikomotorik. Sedangkan menurut Lindgern hasil belajar adalah kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. (Agus Supridjono, 2016:67). Nana Sudjana (1990:22) mendefinisikan hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Adapun perubahan sebagai hasil belajar adalah perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, kecakapan, keterampilan, dan kemampuan, apresiasi, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yamg belajar.
3. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). PAIKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif, pembelajaran harus menumbuhkan suasana sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.. Belajar memang merupakan proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramahan guru tentang pengetahuan. Pembelajaran aktif adalah proses belajar yang menumbuhkan dinamika belajar bagi peserta didik. Inovatif, pembelajaran merupakan proses permaknaan atas realitas kehidupan yang dipelajari. Makna itu hanya bisa dicapai jika pembelajaran dapat memfasilitasi kegiatan belajar yang memberi kesempatan kepada peserta didik menemukan sesuatu melalui akrivitas belajar yang dilakoni. Kreatif, pembelajaran harus menumbuhkan pemikiran kritis, karena dengan pemikiran seperti itulah kreativitas bisa dikembangkan. Pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif dan produktif yang melibatkan evaluasi bukti. Kreativitas adalah kemampuan berfikir tentang sesuatu dengan cara baru dan tak bisa serta menghasilkan solusi unik atas suatu problem. Efektif, pembelajaran efektif adalah jantungnya sekolah efektif. Eektifitas pembelajaran merujuk pada berdaya dan berhasil guna seluruh komponen pembelajaran yang diorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran efektif mencakup keseluruhan tujuan pembelajaran baik yang berdimensi mental, fisik, maupun sosial. Pembelajaran efektif memudahkan peserta didik belajar sesuatu yang bermanfaat. Menyenangkan, pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran dengan suasana socio emotional climate positif. Peserta didik merasakan bahwa proses belajar yang dialaminya bukan sebuah derita yang mendera dirinya, melainkan berkah yang harus disyukuri. Belajar bukanlah tekanan jiwa pada dirinya, namun merupakan panggilan jiwa yang harus diyunaikannya. Pembelajaran menyenangkan menjadikan peserta didik ikhlas menjalaninya (Agus Suprijono, 2011:,x-xi) 4. Pembelajaran Kooperatif Pada dasarnya Kooperatif learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur
kerja sama yang teratur dalam kelompok. yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat diperngaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. (Etin Solihatin, dkk, 2007:4). Pembelajaran Kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Model pembelajaran Kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Agus Suprijono, 2011 : 54 dan 61). Keberhasilan belajar menurut model belajar ini bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok belajar kecil terstruktur dengan baik (Etin Solihatin, dkk. 2007:5)
5. Model Pembelajaran Menurut Slavin (2010), model pembelajaran adalah suatu acuan kepada suatu pendekatan pembelajaran termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaanya. Sedangkan menurut Trianto (2009) model pembelajaran merupakan pendekatan yang luas dan menyeluruh serta dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya. Model pembelajaran yang baik digunakan sebagai acuan perencanaan dalam pembelajaran di kelas ataupun tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran yang sesuai dengan dengan bahan ajar yang diajarkan (Trianto, 2011). Menurut Arrend ada empat hal yang sangat berkaitan dengan model pembelajaran yaitu: a.
Teori rasional yang logis yang disusun oleh para penciptanya atau pengembangnya.
b.
Titik pandang/landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
c.
Perilaku guru yang mengajar agar model pembelajarannya dapat berlangsung baik.
d.
Struktur kelas yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal (Trianto, 2009).
Kriteria model pembelajaran yang dikatakan baik, jika sesuai dengan kriteria adalah sebagai berikut : Pertama, sahih (valid). Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal, yaitu : apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritis yang kuat dan apakah terdapat konsistensi internal. Kedua, praktis, aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dapat dikembangakan dapat diterapkan dan kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tetrsebut dapat diterapkan. Ketiga, efektif, berkaitan dengan aspek efektifitas sebagai berikut: ahli dan praktisi berdasarkan pengalamnnnya menyatakan bahwa model tersebut efektif; dan secara operasional model tersebut memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan (Trianto, 2013). Arends dan pakar model pembelajaran berpendapat bahwa tidak ada satu pun model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya apabila tidak dilakukan ujicoba pada suatu mata pelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya seleksi pada setiap model pembelajaran mana yang paling baik untuk diajarakan pada materi tertentu (Trianto, 2013). Di mana dengan kurikulum 2013 yang memacu para siswa lebih aktif kreatif dan inovatif memudahkan guru dalam menyajikan pengalaman belajar yang menyenangkan di dalam kelas, selain itu ada juga yang namanya karakter pengembangan siswa yang sudah diintegrasikan ke dalam semua program studi yang sudah ada. ( Husaeni Ridwan, 2014:1). 6. Model Pembelajaran Make a Match Model pembelajaran Make a Match memungkinkan siswa untuk lebih aktif dalam proses belajar mengajar serta menuntut siswa mampu berfikir kritis dalam memecahkan masalah yang muncul. Selain itu, dengan metode make a match siswa diharapkan siswa lebih semangat , nyaman, dan menyenangkan dalam menerima pembelajaran yang disampaikan oleh guru seta konsep-konsep nya dapat disampaikan dengan benar dan tepat pada sasarannya. Pengertian Model Make A Match Menurut Rusman (2011: 223-233) Model Make A Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu cara keunggulan teknik ini adalah
peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana belajar yang menyenangkan sehingga para siswa lebih mudah memahami materi. Anita Lie (2008: 56) menyatakan bahwa model pembelajaran tipe Make A Match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik dari TK, SD, SMP, SMA bahkan Perguruan tinggi. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah teknik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam semua mata pelajara yang memudakan para peserta didik dapat memahami materi pelajaran yang diajarkan oleh para guru di sekolah supaya dapat meningkatkan prestasi belajar.
7. Langkah-langkah Pembelajaran Make A Match Teknik pembelajaran Make A Match dilakukan di dalam kelas dengan suasana yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang sedang dibawanya dengan waktu yang cepat. Langkah- langkah menggunakan model pembelajaran Make a Match adalah sebagai berikut: a. Guru menyiapkan beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu soal dan satu sisi berupa kartu jawaban beserta gambar). b. Setiap peserta didik mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. c. Peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban), peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point) d. Setelah itu babak dicocokkan lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Model pembelajaran Make A Match dapat melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran secara merata serta menuntut siswa bekerjasama
dengan
anggota kelompoknya agar tanggung jawab dapat tercapai, sehingga semua siswa aktif dalam proses pembelajaran didalam kelas X MIA 2 SMA Kristen Satya Wacana Salatiga. Kelebihan dan kelemahan model Cooperative Learning tipe Make A Match menurut Miftahul Huda (2013:253-254) adalah : a) Kelebihan model pembelajaran tipe Make A Match antara lain: 1. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik. 2. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan. 3. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa 4. Efektif sebagai sarana melatih kebaranian siswa untuk tampil presentasi di depan kelas 5. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. b) Kelemahan model pembelajaran tipe Make a Match antara lain: 1. Jika strategi ini tidak ini dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang Terbuang. 2 Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu dengan Pasangan lawan jenisnya. 3 Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan 4 Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman kepada siswa yang tidak mendapat pasangan karena mereka bisa malu dan 5 Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan 8. Pembelajaran Sejarah. Pembelajaran Sejarah adalah mata pelajaran yang dibentuk untuk memberikan pengetahuan tentang masa lampau manusia yang berusaha dihidupkan kembali oleh Sejarah untuk dijadikan pijakan bertindak masa kini dan merencanakan masa depan (Tri Widiarto, 2007:i). Sejarah juga dapat dilihat disiplin ilmu dan kegunaan praktis.
Sebagaimana Widja (1998:8) mengemukakan bahwa salah satu fumgsi utama mata pelajaran sejarah adalah mengabdikan pengalaman-pengalaman masyarakat di waktu lampau, yang sewaktu-waktu bisa menjadi
bahan pertimbangan bagi
masyarakat itu dalam memecahkan problema-problema yang dihadapi.
B.
PENELITIAN YANG RELEVAN Berikut ini dikekmukakan beberapa penelitian yang relevan dengan bahasan dalam penelitian ini : 1. Penulis menemukan karya ilmiah online yang ditulis oleh Handaru Jati dan Nurul Inayah (Universitas Negeri Yogyakarta ) dengan judul “Peningkatan Keaktifan Dalam KBM dan Prestasi Belajar Peserta Diidik melalui Teknik Pembelajaran Mencari Pasangan (Make a Match) Di SMK Negeri I Sedayu tahun ajaran 2010/2011. Hasil penelitian ini secara keselurhan menunjukkan adaya peningkatan prestasi dan keaktifan belajar mendiagnosis permasalahan pengopeasian PC yang tersambung jaringan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make a Match). Peningkatan prestasi belajar dapat dilihat darirata-rata nilai siklus 1 sebesar 20,59%, siklus II sebesar 26,47%, dan siklus III sebesar 44,12% yang terlihat semakin tinggi prestasi belajar siswanya. 2. Henny Ambarwati dalam pnelitian yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Make a Match Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Siswa SMA Kristen Satya Wacana Salatiga. Kesimpulan dari penelitian tersebut pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada siklus I kriteria baik sekali 3,43 menjadi 4 pada siklus II. Hal ini terbukti dengan menggunakan pembelajaran Make a Match pada pembelajaran Sejarah menjadikan siswa lebih kreatif dan merasa menyenangkan hingga 100%.
C. KERANGKA BERPIKIR awal Keadaan
Perlakuan
Menggunakan model Make a Match
Belum menggunakan Model Make a Match
Keadaan akhir
Kualitas Hasil belajar pembelajaran Sejarah meningkat
Siklus I: Siklus II
Siswa: Rendahnya Kualitas hasil Pembelajaran Sejarah.
Guru ceramah, siswa diberikan hand out, siswa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok soal dan jawaban, setiap siswa diberikan 1 kartu soal dan 1 kartu jawaban, kemudian siswa mencari pasangan soal dan jawaban dan dipresentasikan di depan kelas
Gambar 1. Keraangka berfikir
Guru ceramah, setiap siswa diberikan kartu soal dan jawaban, kemudian siswa mencari pasangan soal dan jawaban dan dipresentasikan di depan kelas
D. HIPOTESIS TINDAKAN Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas maka Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah Hasil belajar siswa kelas X MIA 2 SMA Laboratorium Kristen Satya Wacana Salatiga Semester 1 tahun ajaran 2015/2016 dalam mata pelajaran Sejarah akan diduga meningkatkan hasil belajar dengan model pembelajaran Make a Match.