BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1
Definisi Pantai Wilayah Pantai adalah jalur yang merupakan pertemuan antara darat
dan laut. Kawasan ini mempunyai geosfer yang khusus ke arah laut dibatasi oleh pengaruh fisik laut dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah darat dibatasi oleh pengaruh proses alami dan kegiatan manusia terhadap lingkungan darat. (Direktorat Bina Teknik, 2003). Yuwono (1999) menyebutkan bahwa daerah pantai terdiri dari perairan pantai dan daratan pantai yang saling mempengaruhi, seperti pada Gambar 2.1. Daerah Pantai
HWL
LWL
Sempadan pantai Pantai
Perairan Pantai Daratan pantai
Gambar 2.1 Potongan melintang pantai Fungsi pantai secara alami adalah sebagai pembatas antara darat dan laut, tempat hidup biota pantai, tempat sungai bermuara, tempat hunian nelayan, tempat wisata, tempat usaha, tempat budidaya pantai, sumber bahan bangunan dan sebagainya. Pantai dikatakan rusak apabila terjadi kemunduran
10
11
garis pantai akibat erosi atau abrasi yang menyebabkan kerusakan atau mengancam keamanan prasarana dan sarana yang ada di pantai. 2.1.2
Potensi dan Permasalahan Kawasan Pantai Potensi pembangunan yang terdapat di kawasan pantai menurut
Dahuri (2001), dapat dikelompokkan sebagai sumberdaya dapat pulih (renewable resources), sumberdaya tidak dapat pulih (non renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan (environmental services). Jasa-jasa lingkungan meliputi fungsi kawasan pantai dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi, sumber energi, fungsi ekologis dan lain lainnya. Fungsi pantai sebagai tempat rekreasi dan pariwisata utamanya mengandalkan keindahan dan keaslian alam. Perubahan dan kerusakan lingkungan pantai akan dapat mempengaruhi kelangsungan aktivitas pariwisata serta masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Daerah pantai disamping mempunyai potensi yang cukup besar juga mempunyai permasalahan yang cukup banyak. Permasalahan tersebut diantaranya adalah permasalahan fisik, permasalahan hukum, permasalahan sumberdaya manusia dan permasalahan institusi (Yuwono, 1999). Masingmasing permasalahan tersebut diuraikan secara singkat sebagai berikut. a. Permasalahan Fisik Permasalahan fisik pantai diantaranya adalah erosi pantai, hilangnya pelindung
alami
penambangan
pasir
pantai dan
(penebangan terumbu
pohon
karang),
pelindung
ancaman
pantai,
gelombang
badai/tsunami, sedimentasi pantai, pencemaran pantai, intrusi air laut,
12
ancaman tergenangnya dataran rendah pantai akibat kenaikan muka air laut (sea level rise) yang disebabkan oleh efek rumah kaca, perkembangan permukiman
pantai
yang
tidak
terencana
(permukiman
kumuh),
pemanfaatan daerah pantai yang tidak sesuai dengan potensi pantai dan air baku yang terbatas (terutama untuk daerah kepulauan). Permasalahan ini adalah permasalahan paling menonjol bagi Kementerian Pekerjaan Umum, karena kementerian inilah yang bertanggung jawab penuh dalam perlindungan dan pengamanan daerah pantai. b. Permasalahan Hukum Permasalahan hukum timbul karena belum adanya perangkat hukum yang memadai dalam rangka pengelolaan daerah pantai. Misalnya perangkat hukum yang berkaitan dengan batas sempadan pantai, pemanfaatan sempadan pantai, reklamasi pantai, penambangan pasir dan karang dan pemotongan tanaman pelindung pantai. Disamping itu pemahaman hukum oleh masyarakat yang masih kurang, misalnya membuang limbah ke pantai tanpa diproses dan membangun tempat usaha tanpa memiliki ijin yang benar. c. Permasalahan Sumber Daya Manusia Masyarakat daerah pantai banyak yang belum memahami mengenai pengelolaan daerah pantai dan tidak menyadari bahwa tindakan yang dilakukan mungkin dapat merusak kelestarian ekosistem pantai. Sebagai contoh
pembangunan
rumah
yang
berada
di
sempadan
pantai,
13
penambangan pasir dan terumbu karang dan pembuatan tambak dengan membabat habis pohon pelindung pantai (mangrove). d. Permasalahan Institusi Sampai saat ini belum tersedia institusi yang mampu mengkoordinir kegiatan yang berada di daerah pantai dengan baik. Berbagai instansi seperti Pekerjaan Umum, Pariwisata, Perikanan, Permukiman, Pertanian, Kehutanan, Pertambangan dan Perhubungan semua melakukan kegiatan di daerah pantai namun masih bergerak secara sektoral. Dengan demikian pengelolaan daerah pantai belum dapat dilakukan secara optimal. e. Permasalahan Lingkungan Permasalahan lingkungan yang terjadi di pantai pada umumnya meliputi terjadinya perubahan fungsi lahan, intrusi air laut, kerusakan dan berkurangnya luasan mangrove dan terumbu karang. Penambangan pasir juga dapat mengakibatkan permasalahan lingkungan sekitarnya seperti rusaknya jalan menuju pantai. Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan upaya pengendalian penambangan sehingga kegiatan di pantai yang dilaksanakan tetap memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan hidup berkelanjutan. 2.1.3
Aspek pengelolaan pantai Agar
dapat
hidup
berdampingan
secara
harmonis
dengan
lingkungannya, maka pengelolaan pantai yang arif perlu terus dikembangkan. Pada prinsipnya pengelolaan kawasan pantai (coastal management) bertujuan untuk:
14
1.
Menghindari pengembangan di daerah ekosistem yang rawan dan rentan,
2.
Mengusahakan agar sistem perlindungan alami tetap berfungsi dengan baik,
3.
Melindungi keselamatan manusia, harta benda dan kegiatan ekonominya dari bahaya yang datang dari laut, dengan tetap memperhatikan aspek ekologi, kultur, sejarah, estetika dan kebutuhan manusia akan rasa aman serta kesejahteraan (Diposaptono,2001) Menurut Pramudiya (2008), dikaitkan dengan UU No. 7 Tahun 2004
Tentang Sumber Daya Air ada lima aspek penting dalam pengelolaan pantai, yaitu: 1. Konservasi Daerah Pantai a) Perlindungan dan pelestarian daerah pantai b) Pengawetan daerah pantai c) Pengelolaan kualitas daerah pantai d) Pengendalian pencemaran daerah pantai 2. Pendayagunaan Daerah Pantai a) Penatagunaan daerah pantai b) Penyediaan daerah pantai c) Penggunaan daerah pantai d) Pengembangan daerah pantai e) Pengusahaan daerah pantai 3. Pengendalian Kerusakan Daerah Pantai a) Upaya pencegahan
15
b) Upaya penanggulangan c) Upaya pemulihan 4. Sistem Informasi Daerah Pantai 1) Pengelolaan sistem informasi hidrologi 2) Pengelolaan sistem informasi hidrometeorologi 3) Pengelolaan sistem informasi hidrogeologi 5. Pemberdayaan stakeholders a) Pengelolaan oleh pemerintah b) Keikutsertaan pihak swasta c) Pemberdayaan masyarakat Saat ini manusia mulai menyadari keterbatasan daerah pantai sebagai tempat untuk hidup, bekerja, bermain dan sebagai salah satu sumber dari sumber daya yang berharga. Hal ini telah timbul sehubungan dengan adanya desakan yang berlebihan, pembangunan yang berlebihan di beberapa daerah dan kerusakan dari sumber daya yang berharga oleh pemakaian yang salah . Inisiatif pengelolaan pantai biasanya merupakan respon dari kebutuhan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan seperti konflik pemakaian kawasan pantai, urbanisasi, akses, polusi, degradasi lingkungan dan bencana-bencana alam. Permasalahan dapat juga berkaitan dengan hubungan yang buruk atau koordinasi yang tidak efisien antara pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam membuat keputusan tentang pemanfaatan kawasan pantai atau persepsi yang sama antara pembuat keputusan bahwa tidak ada masalah.
16
2.1.4
Pengamanan dan Pemeliharaan Pantai Pengamanan dan pemeliharaan pantai bertujuan untuk melindungi dan
mengamankan pantai termasuk unsur-unsur yang ada di dalamnya (masyarakat, fasilitas umum, daratan pantai) dari ancaman gelombang, abrasi maupun erosi, dan juga bertujuan untuk melindungi perlindungan alami pantai hutan mangrove, terumbu karang, sand dunes) serta kerusakan akibat dari pencemaran lingkungan perairan pantai. Pada pantai yang stabil, secara alami terdapat sistem perlindungan terhadap erosi pantai. Sistem perlindungan ini meliputi sumber suplai sedimen dan ekosistem yang berperan mempertahankan garis pasir. Untuk pantai berpasir, sumber suplai sedimen dapat berupa timbunan pasir di sisi belakang pantai (sand dunes), gosong pasir sejajar pantai (longshore bar) dan sumber sedimen lain baik dari sungai yang bermuara di pantai ataupun aktifitas organisme. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2006), untuk menjaga atau memperbaiki kondisi kestabilan pantai, beberapa alternatif yang telah dikembangkan diantaranya: a. Pemasangan bangunan pengaman pantai Bangunan-bangunan pengaman pantai yang telah banyak digunakan diantaranya adalah pemecah gelombang, tembok laut (revetment), groin atau jetty, dapat digunakan sesuai dengan fungsi pengamanannya dan kondisi lokasinya.
17
b. Tanjung buatan (Artificial Headland) Tanjung buatan adalah salah satu metoda sistem perlindungan pantai di mana garis pantai diarahkan sedemikian rupa supaya sejajar dengan puncak gelombang datang, sehingga akan memperkecil atau mengeliminasi transpor sedimen sejajar pantai. Gelombang datang akan mengalami proses difraksi sesuai dengan bentuk tanjung sehingga garis pantai akan menanggapi perubahan tersebut dengan mensejajarkan dirinya dengan puncak gelombang. Peristiwa ini terjadi secara alami ketika alam “membentuk” garis pantai menjadi bentuk lengkungan (teluk) di antara tanjung alam (natural headlands). c. Pengisian Pasir (beachfill / beach nourishment) Pengisian pasir bertujuan untuk mengganti pasir yang hilang akibat erosi dan abrasi dan memberikan perlindungan pantai dalam bentuk sistem tanggul pasir (dune-beach system). Pasir yang diisikan (borrow sand) diambil dari suatu lokasi (borrow area) dengan sifat-sifat fisik yang tidak berbeda jauh dengan sifat-sifat pasir asal (native sand). Hal yang harus diperhatikan adalah lokasi pasir harus memiliki kedalaman yang cukup sehingga pertambahan kedalaman akibat penggalian pasir tidak mempengaruhi pola gelombang dan arus yang pada gilirannya akan mengakibatkan erosi dan abrasi ke pantai-pantai di sekitarnya. Pengisian pasir disukai karena ramah lingkungan dan biasanya dikombinasi dengan bangunan pantai lain untuk mengurangi kehilangan.
18
d. Drainase Pantai (beach drain) Drainase pantai merupakan salah satu inovasi baru dalam pengamanan pantai yang tererosi. Metoda ini dilaksanakan dengan membuat pipa-pipa berlubang yang ditanam sejajar pantai dengan susunan dan jarak tertentu dan dihubungkan dengan pompa. Mekanisme kerja metoda ini adalah ketika gelombang pecah di pantai dan terjadi run-up akibat gesekan dasar (bottom friction), air laut yang kembali ke pantai membawa material pasir. Hal ini diatasi dengan “menarik air” sebelum kembali ke laut melalui pipa-pipa berlubang yang dihubungkan dengan pompa. Kelemahan sistem ini adalah: 1) Tidak efektif untuk angkutan sedimen sejajar pantai 2) Hanya berlaku untuk sedimen pasir 3) Biaya operasi mahal (pompa harus hidup terus-menerus) e. Hutan Bakau (mangrove forest) Hutan bakau merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sebagian sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (land marshes) biasanya di sekitar muara sungai/estuari. Fungsi dari hutan bakau: 1) Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung erosi dan abrasi, penahan lumpur dan penangkap sedimen. 2) Penghasil sejumlah besar detritus dari daun dan dahan bakau.
19
3) Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding grounds) dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang, kepiting dan biota laut lainnya. 4) Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang dan bahan baku kertas (pulp). 5) Pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya. 6) Sebagai tempat pariwisata. 7) Oleh karena fungsi-fungsi tersebut di atas, maka hutan bakau sangat berpotensi sebagai pengamanan lunak (soft protection) terhadap erosi dan abrasi pantai. f. Tanpa Pengamanan Alternatif ini dilakukan dengan menerapkan suatu zona penyangga (buffer zone), di mana dalam zona tersebut tidak diperkenankan keberadaan bangunan atau pemanfaatan lahan pantai, karena pada zona tersebut diperuntukkan sebagai kawasan kritis yang memiliki risiko tinggi terhadap kerusakan akibat gelombang (high hazard zone). Suatu garis batas yang disebut “setback line” perlu ditetapkan untuk membatasi daerah kritis dengan daerah aman di mana bangunan masih diperbolehkan untuk kurun waktu tertentu, misalnya 25 atau 50 tahun. 2.1.5
Pemangku kepentingan (stakeholders) Stakeholders dapat didefinisikan sebagai orang atau kelompok yang
menerima dampak, baik langsung maupun tidak langsung dari suatu kegiatan, termasuk mereka yang mempunyai kepentingan serta kemampuan untuk
20
mempengaruhi keluaran dari kegiatan tersebut, baik positif maupun negatif. Dengan demikian, yang dimaksud dengan stakeholders adalah semua pihak yang mempengaruhi, dan atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan, dan tindakan sistem. Penggunaan istilah "semua", itu berarti bahwa stakeholders tersebut dapat bersifat individual, masyarakat, kelompok sosial atau institusi dalam berbagai ukuran, kesatuan atau tingkat dalam masyarakat. Oleh karena itu, stakeholders meliputi pembuat kebijakan, perancang dan administrator dalam pemerintah dan organisasi-organisasi lain, serta kelompok pengguna yang bersifat komersial maupun untuk keperluan nafkah (Grimble dan Chan, 2005). Stakeholders stakeholder
dikategorikan
pendukung.
Dalam
menjadi
stakeholder
melakukan
identifikasi
utama
dan
stakeholders
diperlukan kemampuan melihat permasalahan dari berbagai sisi, karena masalah yang dihadapi stakeholders biasanya selalu multidimensi. Masalah multidimensi dalam pemecahannya memerlukan gabungan pola pikir dari para ahli dari berbagai bidang ilmu (interdisipliner). Berdasarkan Laporan Review Manual Operasi dan Pemeliharaan (OM) Monitoring dan Evaluasi Proyek Bali Beach Conservation Project (BBCP), (2009), stakeholder utama dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai di kawasan Kuta adalah pemerintah yang terkait dengan pembangunan dan pengelolaan daerah pantai mencakup Direktorat Sumber Daya AirKementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kecamatan hingga Pemerintah Desa Kelurahan.
21
Secara ringkas, kewenangan dan peran dasar yang dilaksanakan oleh instansi induk dan unit-unit pelaksana dari institusi pemerintah yang terkait dengan pembangunan daerah pantai yang rentan terhadap erosi, mencakup: a. Hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepemilikan tanah, khususnya tanah yang berbatasan dengan pantai b. Pemegang dan pelaksana kewenangan pengaturan, antara lain zonasi daerah pantai, pelestarian lingkungan, dan peraturan mitigasi bencana c. Penyediaan
anggaran
untuk
membiayai
pembangunan,
dan
pengoperasian dan pemeliharaan pekerjaan pengamanan pantai. Stakeholders pendukung dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai di Kecamatan Kuta adalah pihak swasta yang terkait dalam pembangunan dan pemanfaatan daerah pantai serta masyarakat umum. Elemen pemangku kepentingan swasta adalah para pemegang hak atas tanah (pantai), para pengembang dan pelaksana, dan asosiasi pelaku bisnis di daerah pantai. Pemegang salah satu hak atas tanah tersebut mempunyai kewenangan namun tidak bersifat eksklusif untuk menentukan penggunaan tanahnya. Dalam mengimplementasikan hak tersebut, ada diantara pemegang hak atas tanah yang mengaku bahwa haknya juga mencakup bagian tanah yang telah musnah karena erosi. Kenyataannya, bagian tanah yang tererosi ini telah menjadi wilayah pantai, yaitu daratan yang berada di bawah pengaruh pasang-surut air laut. Pengakuan semacam ini diajukan atas dasar dokumen kepemilikan hak yang diterbitkan oleh instansi pemerintah. Bertentangan dengan klaim tersebut, ada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Republik
22
Indonesia yang menyatakan bahwa tanah yang telah musnah termasuk musnah karena tererosi, hilang pula kepemilikan hak atas tanah itu. Perbedaan pemahaman tentang peraturan perundangan ini menyebabkan timbulnya kasus sengketa antara pihak Pemerintah dan Pemerintah Daerah ketika mengimplementasikan pekerjaan pengamanan pantai dengan pihak yang mengaku sebagai pemegang hak atas tanah (yang telah musnah). Sebagai contoh kasus ini terjadi di Kuta. Pihak swasta yang juga merupakan pemangku kepentingan adalah para pengembang dan pelaksana yaitu pemegang hak atas tanah atau mereka yang bermitra dengan pemegang hak atas tanah yang ada atau investor lainnya serta asosiasi bisnis di daerah pantai. Asosiasi bisnis di daerah pantai adalah organisasi yang dibentuk oleh para pebisnis yang beroperasi di daerah pantai, antara lain pemilik dan atau operator hotel, restoran dan usaha pariwisata. Ada tiga perhimpunan utama yang berkaitan dengan sektor pariwisata yaitu Asosiasi Hotel Bali (BHA), Asosiasi Bisnis Pantai Kuta (SKBBA), dan Kuta Executif Club (KEC). Selama ini asosiasi bisnis ini tidak secara langsung berperan serta dalam pengelolaan daerah pantai, baik secara organisasi maupun secara individu anggotanya, namun sesungguhnya mereka adalah penerima manfaat langsung dari hasil pekerjaan pengamanan pantai. Adapun hotel yang berlokasi di Kuta adalah 107 hotel yang terdiri dari 1 hotel bintang satu, 20 hotel bintang dua, 35 hotel bintang tiga, 25 hotel bintang empat,
7
hotel
bintang
lima
dan
19
hotel
tanpa
bintang
23
(www.booking.com/Kuta). Selain itu ada beberapa organisasi yang terbentuk dalam pengelolaan pantai antara lain Balawista dan Satgas Pantai Kuta. Balawista adalah sebuah organisasi penyelamat yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Badung. Tugas utamanya adalah mengawasi pantai dan menyediakan informasi yang menyangkut daerah aman untuk berenang dan berolahraga air. Satgas Pantai Kuta adalah sebuah gugus tugas yang dibentuk oleh Desa Adat guna menyediakan keamanan dan keselamatan di dalam kelompok masyarakat dan juga mengatur kegiatan pedagang setempat. Masyarakat umum yang merupakan stakeholder dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai di kawasan Kuta adalah masyarakat yang berkepentingan dengan pekerjaan pengamanan pantai terutama warga atau penduduk yang bertempat tinggal di sepanjang daerah pantai. Ciri khas masyarakat Bali direpresentasikan oleh lembaga Desa Adat yang mempunyai otoritas yang dominan, termasuk dalam hal pengelolaan daerah pantai yang merupakan unsur palemahan dalam pemahaman hukum adat (awig-awig desa). Warga masyarakat lain yang juga terkait dengan pengelolaan daerah pantai yaitu mereka yang bekerja atau mempunyai mata pencaharian di daerah pantai. Warga masyarakat lain ini umumnya berada dalam salah satu kelompok usaha atau profesi tertentu seperti kelompok nelayan, kelompok pedagang acung, kelompok penyewaan surf-board, dan lain-lain. Wisatawan atau Pengunjung Pantai juga merupakan pemangku kepentingan dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai karena berbagai
24
macam bagian pekerjaan yang tercakup dalam proyek pengamanan pantai adalah penyediaan fasilitas dan kemudahan bagi para wisatawan dan atau pengunjung pantai, termasuk pengisian pasir yang memerlukan porsi terbesar dari biaya proyek. Dari para wisatawan dan atau pengunjung pantai inilah sesungguhnya recovery sebagian dari biaya investasi yang dikeluarkan dapat diperoleh. 2.2 Analisis Linear Berganda Terdapat berbagai macam teknik statistik yang dapat digunakan dalam penelitian khususnya dalam pengujian hipotesis. Teknik statistik yang akan digunakan untuk pengujian tergantung pada interaksi dua hal yaitu macam data yang akan dianalisis dan bentuk hipotesisnya. Seperti dalam jenis penelitian, maka bentuk hipotesis ada tiga, yaitu hipotesis deskriptif, komparatif, dan asosiasi. Hipotesis komparatif ada dua macam yaitu komparatif dua sampel dan lebih dari dua sampel. Untuk masing-masing hipotesis komparatif dibagi menjadi dua yaitu sampel berpasangan (related) dan sampel yang independen. Teknik analisis yang dapat digunakan dalam menentukan partisipasi atau peran serta adalah dengan analisis frekuensi atau regresi linier. Secara umum regresi adalah alat statistik untuk menganalisis hubungan dan pengaruh variabel terikat. Regresi merupakan pemodelan statistika yang digunakan untuk memodelkan sejumlah data, memprediksi serta mengestimasi parameter. Persamaan umum model regresi Linear yang menggunakan lebih dari satu variabel bebas adalah:
25
y = β0 + β1 x1 + β2 x2 + β3 x3 + ... + βk xk + ε ..................... (2.1) Dengan notasi variabel sebagai berikut : y
= variabel terikat
β0
= konstanta
β1, β2, β3,..., βk
= konstanta regresi x1,x2,x3,..., xk
x1
= variabel bebas 1
x2
= variabel bebas 2
x3
= variabel bebas 3
xk
= variabel bebas k
ε
= residual
Dimana langkah-langkah dari analisis regresi adalah sebagai berikut: a. Identifikasi bentuk hubungan secara grafik b. Menduga (estimasi) model regresi antara semua variabel bebas dengan variabel terikat c. Mengeluarkan variabel bebas yang tidak signifikan d. Menduga (estimasi) model regresi terbalik antara semua variabel terikat dengan variabel bebas yang signifikan e. Evaluasi (diagnostic check) kesesuaian model regresi terbali. - Uji Asumsi Klasik - Uji Parsial - Uji Simultan/ Serempak
26
2.2.1
Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan agar model regresi dapat dijadikan alat
estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (Best Linear Unbiased Estimation) yakni tidak terdapat multikolinearitas, autokorelasi heteroskedastisitas dan data berdistribusi normal. Apabila model yang digunakan terjadi multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas dan data tidak berdistribusi normal maka regresi penaksir tidak efisien, peramalan berdasarkan regresi tersebut akan bias dan uji baku yang umum untuk koefisien regresi menjadi valid (Gujarati, 2006). 1.
Uji Asumsi Kenormalan Regresi Linear normal klasik mengasumsikan bahwa tiap µi
didistribusikan secara normal dengan : Rata-rata
: E (µi)
=0
………………………………..(2.2)
Varian
: E (µi)
= σ2
………………………………..(2.3)
Cov (µ1 ,µuj)
: E (µiµj)
=0
………………………………..(2.4)
Asumsi ini secara ringkas bias dinyatakan sebagai : µi ~ N (0,σ2) Dimana ~ berarti “didistribusikan sebagai” dan dimana N berarti “terdistribusi normal” unsur dalam tanda kurung menyatakan dua parameter distribusi normal, yaitu rata-rata dan varians. 2.
Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah hubungan Linear antara variable bebas dalam
suatu model regresi (regresi berganda). Indikasi terjadinya multikolinearitas adalah:
27
a. Nilai koefisien determinasi (R2) tinggi, namun tak satupun atau sedikit variable bebas yang signifikan bila dilakukan uji t (uji secara parsial) b. Dengan melihat besarnya koefisien korelasi antara variable bebas. Koefisien korelasi yang cukup tinggi mengindikasikan adanya masalah multikolinearitas, dan sebaliknya koefisien korelasi yang relative rendah mengindikasikan tidak terjadi kolinearitas dalam model regresi. Jika terjadi multikolinearitas maka akan mengakibatkan varian koefisien regresi menjadi besar, sehingga interval kepercayaan akan semakin melebar dan kemungkinan taksiran koefisien regresi menjadi tidak signifikan. Mengatasi multikolinearitas dapat dilakukan dengan memperbesar ukuran sampel, transformasi salah satu (atau beberapa) variable, dan menghilangkan salah satu variable bebas, terutama variable yang memiliki hubungan yang kuat antara variabel. 3.
Uji Heterokedastisitas Heteroskedastisitas berarti situasi dimana keragaman variabel
independen bervariasi pada data yang kita miliki. Salah satu asumsi kunci pada metode regresi biasa adalah bahwa error memiliki keragaman yang sama
pada
tiap-tiap
sampelnya.
Asumsi
inilah
yang
disebut
homoskedastisitas. Jika keragaman residual/ error tidak bersifat konstan, data dapat dikatakan bersifat heteroskedastisitas. Beberapa asumsi dalam model regresi yang terkait dengan heteroskedastisitas antara lain adalah residual (e) memiliki nilai rata-rata nol, keragaman yang konstan, dan residual pada
28
model tidak saling berhubungan, sehingga estimator bersifat BLUE. Jika asumsi ini dilanggar maka prediksi model yang dibuat tidak dapat diandalkan. Menurut Ghozali (2006), Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. jika varians dari residual satu
pengamatan
ke
pengamatan
yang
lain
tetap,
maka
disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang
baik
adalah
yang
homoskedastisitas
atau
tidak
terjadi
heteroskedastisitas. 2.2.2
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Untuk menguji apakah koefisien regresi parsial secara serempak atau
bersama-sama berbeda secara signifikan dari nol, atau apakah ada pengaruh yang signifikan variabel bebas xi secara serempak terhadap variabel terikat y, digunakan uji F. Uji F dirumuskan sebagai berikut: 2 R /( k1 ) F 2 (1R )/( nk)…………………………......................... (2.5)
Sedangkan rumus hipotesisnya adalah: H0
: β1 = β2 = β.... = βk = 0
H1
: paling sedikit salah satu dari βi ≠ 0 (1 = 1,2,3,...,k)
Daerah kritis untuk pengujian ini adalah F > F α(k-1) (k-n) 2.2.3
Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t) Untuk menguji apakah koefisien regresi parsial secara berbeda secara
signifikan (nyata) dari nol, atau apakah suatu variabel bebas secara individu
29
berpengaruh terhadap variabel terikat y, digunakan uji t. Uji t dirumuskan sebagai berikut:
t
i Se(i ) ……………………………………………….......... (2.6)
Keterangan : t
= Besarnya nilai t-hitung
βi
= koefisien regresi
Se (βi) = standar error dari βi Rumusan Hipotesisnya : H0 : β1 = 0 H1 : βi ≠ 0 atau βi > 0 atau βi < 0 Keputusan atau kesimpuln adalah terima H0 atau tolak H1, bila statistik uji jatuh pada daerha penerimaan H0. Tolak H0 atau terima H1, bila statistik uji jatuh pada daerah penolakan H0. 2.3 Kerangka Berpikir Pantai Kuta merupakan satu dari beberapa daerah tujuan wisata nasional dan wisata internasional. Pembangunan khususnya pengamanan dan pemeliharaan pantai sebagai kawasan pariwisata ditunjang oleh berbagai infrastruktur seperti hotel, restoran, pertokoan, fasilitas rekreasi pantai serta bandara, yang sebagian besar dibangun di pinggir pantai. Meningkatnya abrasi pantai yang terjadi di Bali membuat pemerintah harus
mengeluarkan
dana
besar-besaran
dalam
penanggulangannya.
Pemerintah yang berperan dalam pembangunan konstruksi dan melakukan
30
operasi pemeliharaan dalam jangka waktu tertentu tentunya tidak dapat mengamankan semua pantai yang mengalami kerusakan akibat dana yang terbatas sehingga ada beberapa kawasan yang tidak mendapat penanganan, terutama kawasan pantai yang tidak dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata. Hal ini tentu memerlukan dukungan dari stakeholder lain baik dari pihak swasta yakni pihak hotel dan restaurant maupun pihak masyarakat dalam penanggulangannya. Persoalan yang mendasar dari penelitian ini adalah terciptanya koordinasi antara stakeholder yang meliputi pemerintah, pengusaha, otoritas tradisi seperti adat, dan masyarakat. Selain itu peningkatkan peran serta stakeholders juga menjadi persoalan dalam operasi pengamanan dan pemeliharaan kawasan pantai sebagai kawasan unggul pariwisata guna mengantisipasi dampak kerusakan salah satunya adalah abrasi pantai. Perbedaan kepentingan dalam memandang kawasan pantai sebagai kawasan pariwisata dapat atau dimungkinkan menjadi pemicu potensi konflik di wilayah tersebut. Tidak tertutup kemungkinan peran serta stakeholders turun terhadap pengamanan dan pemeliharaan pantai dapat juga sebagai ajang kecemburuan sosial. Dari khasanah ini diperlukan suatu studi yang mendalam terkait peran serta stakeholders terhadap pengamanan dan pemeliharaan pantai di kawasan Kuta yang lebih menyeluruh dan mendalam guna menumbuhkembangkan kesadaran terhadap tanggung jawab sosial kawasan pantai sebagai kawasan pariwisata potensial serta implementasi kebijakan terhadap pengamanan dan pemeliharaan pantai.
31
Untuk
mendapatkan
tingkat
peran
serta
stakeholders
dalam
pengamanan dan pengelolaan pantai di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung, maka dalam penelitian ini analisa dengan skala likert dan regresi Linear berganda dipilih untuk memformulasikan tingkat peran serta yang dimaksud dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung, sehingga dapat dihasilkan solusi dalam pengelolaannya. Penyusunan pertanyaan dalam kuisioner dilakukan berdasarkan kebutuhan pendapat maupun persepsi stakeholders tentang peran sertanya dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung. Selain itu juga dibutuhkan beberapa pendapat mengenai peran serta yang diharapkan oleh masing-masing stakeholder untuk stakeholder yang lain dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai serta metode atau model partisipasi yang diharapkan maupun yang bisa diberikan oleh masing-masing stakeholder. Adapun kerangka alur berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.1.
32
Pemerintah
Swasta
Masyarakat
Kegiatan : - Membangun konstruksi pengamanan pantai - Melakukan OP dalam jangka waktu tertentu - Penggunaan kawasan pantai untuk meningkatkan pendapatan - Membersihkan pantai di kawasan hotel - Melaporkan kepada pemerintah jika terjadi abrasi - Memanfaatkan fasilitas pantai
Analisis
Tingkat Peran Serta
Gambar 2.1 Kerangka Alur Berpikir
Permasalahan: - Meningkatnya kerusakan pantai - Sampah yang menumpuk - Penataan yang belum terkoordinasi dengan baik - Dana pemerintah yang terbatas - Perbedaan kepentingan antar stakeholders - Peran dan peran serta setiap komponen stakeholder masih rancu, kurang jelas dan tidak spesifik dalam pengelolaan pantai - Kurang jelasnya aturan mengenai pengelolaan pantai