BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Pertumbuhan Ekonomi a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis 1) Karl Butcher Menurut Karl Butcher, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibedakan menjadi empat tingkatan yaitu: (1) masa rumah tangga tertutup, (2) rumah tangga kota, (3) rumah tangga bangsa, (4) rumah tangga dunia. 2) Walt Whiteman Rostow Tahap-tahap pertumbuhan ekonomi dikemukakan Rostow dalam lima tahap yaitu (Irawan dan Suparmoko, 1992): a) Perekonomian Tradisional (The Traditional Society) Perekonomian pada masyarakat tradisional cenderung bersifat subsisten. Pemanfaatan teknologi dalam sistem produksi masih sangat terbatas. Dalam perekonomian semacam ini, sektor pertanian memegang peranan penting. Masih rendahnya pemanfaatan teknologi dalam proses produksi menyebabkan barang-barang yang diproduksi sebagian besar adalah komoditas pertanian dan bahan mentah lainnya. Struktur sosial kemasyarakatan dalam sistem masyarakat seperti ini
10
bersifat berjenjang. Kemampuan penguasaan sumberdaya yang ada sangat dipengaruhi oleh hubungan darah dan keluarga. b) Prakondisi Tinggal Landas (Precondition for Take-off) Tahap kedua dari proses pertumbuhan Rostow ini pada dasarnya merupakan proses transisi dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri. Sektor industri mulai berkembang di samping sektor pertanian yang masih memegang peranan penting dalam perekonomian. Tahap kedua ini merupakan tahap yang menentukan bagi persiapan menuju tahap-tahap pembangunan berikutnya, yaitu tahap tinggal landas. Pada tahap ini perekonomian mulai bergerak dinamis, industri-industri bermunculan, perkembangan teknologi yang pesat, dan lembaga keuangan resmi sebagai penggerak dana masyarakat mulai bermunculan, serta terjadi investasi besarbesaran terutama pada industri manufaktur. Tahap ini merupakan tonggak dimulainya industrialisasi. Industrialisasi dapat dipertahankan jika dipenuhi prasyarat sebagai berikut: pertama, peningkatan investasi di sektor infrastruktur/prasarana terutama prasarana transportasi; kedua, terjadi revolusi teknologi di bidang pertanian untuk memenuhi peningkatan permintaan penduduk kota yang semakin besar; ketiga, perluasan impor termasuk impor modal yang dibiayai oleh produksi yang efisien dan pemasaran sumber alam untuk diekspor. Proses pembangunan dan industrialisasi yang 11
berkelanjutan akan terjadi dengan menanamkan kembali keuntungan yang diperoleh dalam sektor yang menguntungkan. c) Tinggal Landas (Take Off) Tinggal landas merupakan tahap yang menentukan dalam keseluruhan proses pembangunan bagi kehidupan masyarakat. Dalam tahap ini akan terjadi suatu revolusi industri yang berhubungan erat dengan revolusi metode produksi. Tinggal landas didefinisikan sebagai tiga kondisi yang saling berkaitan sebagai berikut: -
Kenaikan laju investasi produksi antara 5-10 persen dari pendapatan nasional.
-
Perkembangan salah satu atau beberapa sektor manufaktur penting dengan laju pertumbuhan tinggi.
-
Hadirnya secara cepat kerangka politik, sosial, dan institusional yang menimbulkan hasrat ekspansi di sektor modern, dan dampak eksternalnya akan memberikan daya dorong pada pertumbuhan ekonomi. Prasyarat pertama dan kedua sangat berkaitan erat satu
sama lain. Kenaikan laju investasi produktif antara 5-10 persen dari GNP pada akhirnya akan menyebabkan pertumbuhan yang tinggi pada sektor-sektor dalam perekonomian, khususnya sektor manufaktur. Sektor manufaktur diharapkan memiliki tingkat
pertumbuhan
tertinggi
karena
sektor
tersebut
merupakan indikator bagi perkembangan industrialisasi yang 12
dilakukan. Di samping itu sektor manufaktur adalah sektor yang memiliki keterkaitan terbesar dengan sektor-sektor lain. Jika sektor manufaktur berkembang pesat, maka sektor-sektor lain pun akan terpengaruh untuk berkembang pesat pula. Pertumbuhan yang tinggi pada semua sektor ini akan berakibat pada perkembangan GNP yang lebih tinggi dari kondisi semula. Prasyarat ketiga merupakan kondisi
yang harus
dipenuhi agar prasyarat pertama dan kedua dapat terpenuhi dengan baik. Prasyarat ketiga merupakan “iklim” yang memungkinkan terpenuhinya prasyarat pertama dan kedua terpenuhi. Tanpa terpenuhinya prasyarat ketiga, praktis prasyarat pertama dan kedua tidak akan terpenuhi. Prasyarat ketiga menunjukkan bahwa perubahan perekonomian pada dasarnya merupakan konsekuensi dari perubahan motif dan inspirasi nonekonomi dari lapisan masyarakat.
Artinya
perubahan ekonomi dalam skala besar tidak akan terjadi selama tidak ada iklim kondusif yang memungkinkan perubahan tersebut. Iklim kondusif tersebut adalah perubahan faktorfaktor nonekonomi dari masyarakat yang sejalan dengan proses pertumbuhan ekonomi yang terjadi. d) Menuju Kedewasaan (The Drive to Maturity) Tahap ini ditandai dengan penerapan secara efektif teknologi modern terhadap sumberdaya yang dimiliki. Tahapan 13
ini mrupakan tahapan jangka panjang dimana produksi dilakukan secara swadaya. Tahapan ini juga ditandai dengan munculnya beberapa sektor penting yang baru. Pada saat negara berada pada tahap kedewasaan teknologi, terdapat tiga perubahan penting yang terjadi yaitu: -
Tenaga kerja berubah dari tidak terdidik menjadi terdidik.
-
Perubahan watak pengusaha dari pekerja keras dan kasar berubah menjadi manager efisien yang halus dan sopan.
-
Masyarakat
jenuh
terhadap
industrialisasi
dan
menginginkan perubahan lebih jauh. e) Tahap Konsumsi Tinggi (The Age Of High Mess Consumption) Tahap konsumsi tinggi merupakan akhir dari tahapan pembangunan yang dikemukakan oleh Rostow. Pada tahap ini akan ditandai dengan terjadinya migrasi besar-besaran dari masyarakat pusat perkotaan ke pinggiran kota, akibat pembangunan pusat kota sebagai sentral bagi tempat bekerja. Pengguaan alat transportasi pribadi maupun yang bersifat transportasi umum seperti halnya kereta api merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan. Pada fase ini terjadi perubahan orientasi dari pendekatan penawaran (supply side) menuju ke pendekatan permintaan (demand side) dalam sistem produksi yang dianut. Sementara itu terjadi pula pergesaran perilaku ekonomi yang semula lebih banyak menitikberatkan pada sisi produksi, kini beralih ke sisi konsumsi. Orang mulai berfikir 14
bahwa kesejahteraan bukanlah permasalahan individu, yang hanya dipecahkan dengan mengkonsumsi barang secara individual sebanyak mungkin. Namun, lebih dari itu mereka memandang kesejahteraan dalam cakupan yang lebih luas yaitu kesejahteraan masyarakat bersama yang lebih luas. b. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik 1) Adam Smith Teori Adam Smith beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi
sebenarnya
bertumpu
pada
adanya
pertambahan
penduduk. Dengan adanya pertambahan penduduk maka akan terdapat pertambahan output atau hasil. Teori Adam Smith ini tertuang dalam bukunya yang berjudul An Iquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. 2) David Ricardo David Ricardo berpendapat bahwa faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar sampai menjadi dua kali lipat pada suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah. Kelebihan tenaga kerja akan mengakibatkan upah menjadi turun. Upah tersebut hanya dapat digunakan untuk membiayai taraf hidup minimum sehingga perekonomian akan mengalami kemandegan (stationary state). Teori David Ricardo ini dituangkan dalam bukunya yang berjudul The Principles of Political and Taxation.
15
c. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik 1) Robert Solow Robert Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan hasil atau output. Adapun pertumbuhan penduduk dapat berdampak positif dan dapat berdampak negatif. Oleh karenanya, menurut Robert Solow pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai sumber daya yang positif. 2) Harrord Domar Teori ini beranggapan bahwa modal harus dipakai secara efektif, karena pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh peranan pembentukan modal tersebut. Teori ini juga membahas tentang pendapatan nasional dan kesempatan kerja. 2. Pembangunan Ekonomi a. Teori Pembangunan Ekonomi Suatu proses dimana pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Meier, 1995). Proses adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi. Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan dalam 16
struktur ekonomi dari pertanian ke industri atau jasa dan perubahan kelembagaan baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri. Penekanan pada kenaikan pendapatan perkapita tidak hanya pendapatan nasional riil, tetapi menyiratkan bahwa perhatian pembangunan bagi negara miskin adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Pendapatan nasional riil yang meningkat seringkali tidak diikuti dengan perbaikan kualitas hidup. Bila pertumbuhan penduduk melebihi atau sama dengan pertumbuhan pendapatan nasional maka pendapatan perkapita bisa menurun atau tidak berubah, dan jelas ini tidak dapat disebut ada pembangunan ekonomi. Kurun waktu yang panjang menyiratkan bahwa kenaikan pendapatan perkapita perlu berlangsung terus menerus dan berkelanjutan. Rencana pembangunan lima tahun baru merupakan awal dari proses pembangunan. Tugas yang paling berat adalah menjaga sustainabilitas pembangunan dalam jangka yang lebih panjang. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial, disamping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan ketimpangan pendapatan, serta pemberantasan kemiskinan (Todaro, 2007). Tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Definisi lain tentang pembangunan ekonomi dikemukakan oleh Mudrajad Kuncoro yang mengartikan pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana pendapatan perkapita suatu Negara selama kurun 17
waktu yang panjang dengan catatan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Kuncoro, 2000). Menurut Suryana (2000), sasaran pembangunan akan dapat tercapai apabila strategi pembangunan diarahkan pada: 1) Meningkatkan output nyata/produktivitas tinggi yang terus menerus meningkat. Karena dengan output yang tinggi ini akhirnya akan dapat meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian bahan kebutuhan pokok untuk hidup, termasuk penyediaan perumahan, pendidikan dan kesehatan. 2) Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan pengangguran yang rendah ditandai dengan tersedianya lapangan kerja yang cukup. 3) Pengurangan dan pemberantasan ketimpangan. 4) Perubahan sosial, sikap mental dan tingkah laku masyarakat dan lembaga pemerintah. Selanjutnya pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk meningkat dalam jangka panjang. Terdapat tiga elemen penting yang berkaitan dengan pembengunan ekonomi, yaitu: a) Pembangunan sebagai suatu proses Pembangunan
sebagai
suatu
proses,
artinya
bahwa
pembangunan merupakan suatu tahap yang harus dijalani oleh setiap masyarakat atau bangsa. Sebagai contoh, manusia mulai 18
lahir tidak langsung menjadi dewasa tetapi untuk menjadi dewasa harus melalui tahapan-tahapan pertumbuhan. Demikian pula, setiap bangsa harus menjalani tahap-tahap perkembangan untuk menuju kondisi yang adil, makmur dan sejahtera. b) Pembangunan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita Sebagai suatu usaha, pembangunan merupakan tindakan aktif yang harus dilakukan oleh suatu negara dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan demikian, sangat dibutuhkan peran serta masyarakat, pemerintah dan semua elemen yang terdapat dalam suatu negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan. Hal ini dilakukan karena kenaikan pendapatan
perkapita
mencerminkan
perbaikan
dalam
kesejahteraan masyarakat. c) Peningkatan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang Suatu perekonomian dapat dinyatakan dalam keadaan berkembang apabila pendapatan perkapita dalam jangka panjang cenderung meningkat. Hal ini tidak berarti bahwa pendapatan perkapita harus mengalami kenaikan terus menerus. Misalnya, suatu negara terjadi musibah bencana alam atau kekacauan politik, maka mengakibatkan perekonomian negara tersebut mengalami kemunduran. Namun, kondisi tersebut hanyalah bersifat sementara
19
yang terpenting bagi negara tersebut kegiatan ekonominya secara rata-rata meningkat dari tahun ke tahun. b. Teori Pembangunan Ekonomi Lewis Teori pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa, yang mengikutsertakan proses urbanisasi yang terjadi diantara kedua tempat tersebut. Teori ini juga membahas pola investasi yang terjadi di sektor modern dan juga sistem penetapan upah yang berlaku di sektor modern, yang pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada. Menurut Lewis, perekonomian suatu negara pada dasarnya akan terbagi menjadi dua yaitu: 1) Perekonomian Tradisional Lewis mengasumsikan bahwa di daerah pedesaan dengan perekonomian tradisionalnya mengalami surplus tenaga kerja. Surplus tersebut erat kaitannya dengan basis utama perekonomian yang diasumsikan berada di kondisi subsisten akibat perekonomian yang bersifat subsisten pula. Hal ini ditandai dengan nilai-nilai produk marginal dari tenaga kerja yang bernilai nol, artinya fungsi produksi pada sektor pertanian telah sampai pada tingkat berlakunya hukum law of diminishing return. Kondisi ini menunjukkan bahwa penambahan input variabel, dalam hal ini tenaga kerja, justru akan menurunkan total produksi yang ada. Di sisi lain pengurangan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di 20
sektor pertanian tidak akan mengurangi tingkat produksi yang ada, akibat proporsi variabel tenaga kerja yang terlalu besar. Dalam perekonomian semacam, pangsa semua pekerja terhadap output yang dihasilkan adalah sama. Nilai upah riil ditentukan oleh nilai rata-rata produk marginal dan bukan oleh produk marginal dari tenaga kerja itu sendiri. 2) Perekonomian Industri Perekonomian ini terletak di perkotaan, sektor yang berperan penting adalah sektor industri. Ciri dari perekonomian ini adalah tingkat produktivitas yang tinggi dari input yang digunakan, termasuk tenaga kerja. Hal ini menyiratkan bahwa nilai produk marginal terutama dari tenaga kerja bernilai positif. Perekonomian akan menjadi daerah tujuan bagi para pekerja yang berasal dari daerah pedesaan karena nilai produk marginal dari tenaga kerja yang positif menunjukkan bahwa fungsi produksi belum berada pada tingkat optimal yang mungkin dicapai. Jika ini terjadi, maka penambahan tenaga kerja pada sistem produksi yang ada meningkatkan output yang diproduksi. Dengan demikian industri di perkotaan masih menyediakan lapangan pekerjaan dan ini akan berusaha dipenuhi oleh penduduk pedesaan dengan jalan berurbanisasi. Lewis mengasumsikan pula bahwa tingkat upah di kota 30 persen lebih tinggi daripada tingkat upah di pedesaan yang relatif bersifat subsisten dan tingkat upah cenderung tetap. Sehingga bentuk kurva penawaran tenaga kerja akan berbentuk 21
horizontal. Perbedaan upah tersebut jelas akan melengkapi daya tarik untuk melakukan urbanisasi. 3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Meier, 1995). Pembangunan ekonomi tidak dapat lepas dari
pertumbuhan
pertumbuhan
ekonomi.
ekonomi
Pembangunan
dan
sebaliknya,
ekonomi pertumbuhan
mendorong ekonomi
memperlancar proses pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi mrupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Perbedaan
antara
keduanya
adalah
pertumbuhan
ekonomi
keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan. Pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut 22
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan. Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku. 4. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang dimaksud otonomi daerah adalah hak, wewenang, kewajiban daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang, berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Otonomi daerah memiliki peranan penting dalam penerapan demokrasi di Indonesia terutama pada fungsi pembagian kekuasaan yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi daerah (desentralisasi). Konsep desentralisasi sendiri sebenarnya sudah ada sejak tahun 1974 dengan dibentuknya UndangUndang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Gelombang
perubahan
yang
melanda
23
Indonesia
pasca
jatuhnya
pemerintahan orde baru, membuka wacana dan gerakan baru tentang konsep desentralisasi yaitu otonomi daerah. Sejarah perkembangan otonomi daerah dapat dibagi menjadi beberapa tahap diantaranya sebagai berikut: -
UU Nomor 1 Tahun 1945 Tentang Pembentukan Komite Nasional Daerah
-
Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah Nomor 22 Tahun 1948
-
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957
-
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965
-
UU Nomor 5 Tahun 1974
-
UU Nomor 22 Tahun 1999
-
UU Nomor 32 Tahun 2004 Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik. Peran investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pemicu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah. Daerah juga diharapkan mampu menarik investor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta menimbulkan efek multiplier yang besar. Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberi keleluasaan kepada daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang 24
sejauh mungkin mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung tiga misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, yaitu: a. Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah b. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembangunan. 5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik yaitu jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur
ekonomi.
Sedangkan
PDRB
atas
dasar
harga
konstan
menunjukkan nilai tambah barang dan jasa. PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Penghitungan PDRB dapat digunakan dengan menggunakan dua metode yaitu langsung dan tidak langsung (alokasi). a. Metode langsung Penghitungan metode langsung dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan
25
pendekatan pengeluaran. Walaupun memiliki tiga pendekatan yang berbeda namun akan memberikan hasil penghitungan yang sama. 1) PDRB Menurut Pendekatan Produksi (Production Approach) PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi (di suatu region) pada suatu jangka waktu tertentu (satu tahun). 2) PDRB Menurut Pendekatan Pendapatan (Income Approach) PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. 3) PDRB Menurut Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, dan perubahan stok dan ekspor netto di suatu wilayah. Penghitungan PDRB melalui pendekatan ini dilakukan dengan bertitik tolak dari penggunaan akhir barang dan jasa yang dihasilkan di wilayah domestik. b. Metode Tidak Langsung atau Metode Alokasi Dalam metode ini PDRB suatu wilayah diperoleh dengan menghitung PDRB wilayah tersebut melalui alokasi PDRB wilayah 26
yang lebih luas. Untuk melakukan alokasi PDRB wilayah ini digunakan beberapa alokasi antara lain: nilai produksi bruto atau netto setiap sektor/subsektor pada wilayah yang dialokasikan ; jumlah produksi fisik ; tenaga kerja ; penduduk, dan alokator tidak langsung lainnya. Cara penyajian PDRB adalah sebagai berikut: 1) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen PDRB. PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumberdaya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya. 2) PDRB Atas Dasar Harga Konstan, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga tetap, maka perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi riil bukan karena kenaikan harga atau inflasi. PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun. 6. Ketimpangan Regional Ketimpangan
regional
menunjukkan
perbedaan
tingkat
pembangunan dan tingkat kesejahteraan antar wilayah. Profesor Myrdal dalam Jhingan (1988) menjelaskan ketimpangan regional mempunyai kaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba. 27
Motif laba mendorong berkembangnya pembangunan terpusat di wilayahwilayah yang memiliki harapan laba tinggi, sedangkan wilayah-wilayah lain terlantar. Perbedaan harapan laba ini disebabkan oleh perbedaan kandungan sumber daya alam, keadaan demografis, keadaan politik, dan keadaan birokrasi masing-masing daerah. Sebab utama terjadinya ketimpangan regional karena kuatnya dampak balik melalui hal-hal sebagai berikut (Jhingan, 1988): a. Adanya dampak balik migrasi, yaitu daerah yang memiliki kegiatan ekonomi berkembang akan menarik orang-orang muda dan aktif untuk pindah sehingga cenderung menguntungkan daerah tersebut. b. Perpindahan modal cenderung memusat di wilayah maju. c. Pembebasan dan perluasan pasar memberikan keuntungan di wilayah maju melalui daya saing. Kegiatan ekonomi yang memusat di suatu daerah tertentu sedangkan di daerah lain yang mengalami
ketertinggalan akan
menyebabkan ketidakmerataan antar wilayah. Williamson menjelaskan bahwa kesenjangan/ketimpangan antar daerah yang semakin membesar disebabkan oleh 4 hal, yaitu: 1) Adanya migrasi tenaga kerja antar daerah bersifat selektif dan pada umumnya
para
migran
tersebut
lebih
terdidik,
mempunyai
keterampilan cukup tinggi, dan masih produktif. 2) Adanya migrasi kapital antar daerah, adanya proses aglomerasi pada daerah lain sehingga berakibat pada terjadinya aliran kapital ke daerah yang memang telah terlebih dahulu maju. 28
3) Adanya pembangunan sarana publik pada daerah yang lebih padat dan potensial berakibat mendorong terjadinya kesenjangan/ketimpangan antar daerah lebih besar. 4) Kurangnya keterkaitan antar daerah dapat menyebabkan terhambatnya proses efek sebar dari proses pembangunan yang berdampak pada semakin besarnya kesenjangan/ketimpangan yang terjadi. Menurut W. Arthur Lewis dalam teorinya model dua sektor Lewis (Lewis two sector model) di negara sedang berkembang terjadi transformasi struktur perekonomian dari pola perkonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang tangguh. Teori Lewis diakui sebagai teori “umum” yang membahas proses pembangunan di negara-negara dunia ketiga yang mengalami kelebihan penawaran tenaga kerja (Todaro, 2004). 7. Hubungan Pertumbuhan dan Ketimpangan Fenomena
hubungan
antara
pertumbuhan
ekonomi
dan
ketimpangan pendapatan pertama kali diperkenalkan oleh Simon Kuznets. Dalam analisisnya, Kuznets menemukan relasi antara tingkat kesenjangan pendapatan dan tingklat pendapatan perkapita yang berbentuk U terbalik, yang menyatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan, distribusi pendapatan atau kesejahteraan cenderung memburuk. Namun pada tahap berikutnya, distribusi pendapatan tersebut akan membaik seiring dengan meningkatnya pendapatan perkapita (Arsyad, 2010) 29
Dewasa ini, terdapat banyak ulasan yang mencoba untuk menjelaskan mengapa pada tahap awal pertumbuhan distribusi pendapatan cenderung memburuk, lalu kemudian pada tahap selanjutnya cenderung membaik. Sebagian besar dari ulasan tersebut mengkaitkan dengan kondisi struktural perekonomian tersebut. Pada tahap awal pembangunan, pertumbuhan ekonomi biasanya terpusat di sektor modern. Pada tahap ini lapangan kerja terbatas, namun tingkat upah dan produktivitasnya terhitung tinggi. Ada kesenjangan pendapatan antara sektor modern dan sektor tradisional yang pada awalnya akan semakin melebar dalam waktu yang singkat, namun pada akhirnya menyempit kembali. Ketimpangan di sektor modern relatif lebih tinggi daripda yang terjadi di sektor tradisional (sektor tradisional relatif stagnan). Selain itu, pada tahap ini langkahlangkah transfer pendapatan dan berbagai kebijakan lainnya yang diarahkan untuk mengurangiketimpangan akan menemui jalan buntu, karena terbatasnya dana pemerintah sehubungan dengan masih relatif rendahnya pendapatan nasional yang dimiliki (Arsyad, 2010). B. Penelitian Terdahulu 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pola Perubahan Struktural a. Pertumbuhan Ekonomi -
Masli (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktorfaktor
yang
Mempengaruhi
Pertumbuhan
Ekonomi
dan
Ketimpangan Regional Antar Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 1993-2006”. Alat analisis yang digunakan adalah laju pertumbuhan ekonomi dengan hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan 30
ekonomi di Provinsi Jawa Barat mengalami fluktuatif kearah negatif dan termasuk dalam wilayah yang tertinggi. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat tahun 1993-2006 sebesar 3,34%. b. Pola Perubahan Struktural -
Masli (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktorfaktor
yang
Mempengaruhi
Pertumbuhan
Ekonomi
dan
Ketimpangan Regional Antar Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 1993-2006”. Alat analisis yang digunakan adalah Tipologi Klassen dengan hasil penelitian terbagi menjadi 4 kuadran yaitu daerah maju dan cepat tumbuh, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat dan daerah relatif tertinggal. Provinsi Jawa Barat pada tahun 1993-2006 masuk dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal. -
Mopangga (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo” dengan menggunakan data tahun 2001-2008. Metode penelitian menggunakan matriks Tipologi Klassen dengan hasil bahwa selama tahun 2001-2008, daerah yang paling sering sebagai daerah relatif tertinggal adalah Kabupaten Gorontalo dan Bone Bolango. Sementara Kabupaten Pahuwoto berada pada Kuadran I sebagai daerah cepat maju dan cepat tumbuh.
-
Barika (2012) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi 31
Bengkulu” dengan menggunakan data tahun 2005-2009. Metode penelitian menggunakan Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui
pola
pertumbuhan
ekonomi
serta
klasifikasi
Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu. 2. Ketimpangan Regional a. Indeks Williamson -
Masli (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktorfaktor
yang
Mempengaruhi
Pertumbuhan
Ekonomi
dan
Ketimpangan Regional Antar Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 1993-2006”. Alat analisis
yang digunakan adalah
Indeks
Williamson
penelitian
Indeks
dengan
hasil
menunjukkan
Williamson mengalami peningkatan dengan angka berfluktuasi. Rata-rata hasil Indeks Williamson Provinsi Jawa Barat tahun 19932006 adalah 0,7 yang artinya angka Indeks Williamson di Jawa Barat tinggi. -
Mopangga (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo” dengan menggunakan data tahun 2001-2008. Metode penelitian menggunakan analisis Indeks Williamson dengan kondisi ketimpangan di Provinsi Gorontalo di awal pembangunan cenderung meningkat dan berangsur menurun. Tingkat ketimpangan tersebut disebabkan oleh laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo tahun 2001-2008.
32
-
Barika (2012) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu” dengan menggunakan data tahun 2005-2009. Metode penelitian menggunakan Indeks Williamson untuk mengetahui ketimpangan pendapatan yang ada di Provinsi Bengkulu tahun 2005-2009. Hasil dari Indeks Williamson adalah 0,1 yang berarti angka Indeks Williamson di Provinsi Bengkulu tahun 2005-2009 rendah.
-
Nurhuda (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur” dengan menggunakan
data
tahun
2005-2011.
Metode
penelitian
menggunakan Indeks Williamson dengan hasil perhitungan Indeks Williamson Provinsi Jawa Timur tahun 2005-2011 mengalami ketimpangan rendah karena nilai indeks williamsonnya mendekati angka nol yaitu 0,1 yang berasal dari perbedaan pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah. -
Yeniwati (2013) melakukan penelitian dengan judul “Ketimpangan Ekonomi Antar Provinsi di Sumatera” dengan menggunakan data tahun 2005-2010. Metode penelitian menggunakan
Indeks
Williamson untuk mengukur ketimpangan ekonomi yang ada di Provinsi Sumatera dengan angka ketimpangan sedang yaitu 0,48. Penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa ada 5 provinsi di Sumatera yang memiliki indeks ketimpangan di bawah rata-rata yaitu Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung dan 33
Bangka Belitung. Sedangkan provinsi yang memiliki indeks tertinggi adalah Provinsi NAD. b. Indeks Entropy Theil -
Masli (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktorfaktor
yang
Mempengaruhi
Pertumbuhan
Ekonomi
dan
Ketimpangan Regional Antar Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 1993-2006”. Alat analisis yang digunakan adalah Indeks Entropy Theil
dengan
hasil
penelitian
menunjukkan
angka
yang
berfluktuasi tetapi secara umum mengalami kenaikan dari tahun 1993-2006 dengan rata-rata 1,35. -
Barika (2012) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu” dengan menggunakan data tahun 2005-2009. Metode penelitian menggunakan Indeks Entropy Theil dengan hasil ratarata angka Indeks Entropy Theil Provinsi Bengkulu pada tahun 2005-2009 adalah 0,9.
3. Hipotesis Kuznets -
Nurhuda (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur” dengan menggunakan data tahun 2005-2011. Penelitian ini menggunakan Hipotesis Kuznets untuk membuktikan apakah Hipotesis Kuznets tentang kurva U-terbalik berlaku di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2005-2011. Hipotesis Kuznets berlaku pada penelitian ini. Terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan 34
ketimpangan
dimana
pertumbuhan
ekonomi
naik
akan
menyebabkan ketimpangan pendapatan turun. C. Kerangka Pemikiran Kabupaten Sukoharjo terletak di Provinsi Jawa Tengah dan termasuk dalam daerah Subosukawonosraten. Jika dilihat dari laju pertumbuhan PDRB, maka Kabupaten Sukoharjo masih di bawah rata-rata laju pertumbuhan PDRB Subosukawonosraten. Dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi, akan digunakan Tipologi Klassen untuk mengetahui status daerah yang ada di Kabupaten Sukoharjo apakah termasuk daerah berkembang cepat, relatif tertinggal, maju tapi tertekan atau daerah maju dan cepat tumbuh. Sedangkan Indeks Williamson dan Indeks Entropy Theil nantinya digunakan untuk mengetahui apakah di daerah tersebut terdapat ketimpangan yang besar atau kecil.
35
Analisis Pembangunan Daerah Kabupaten Sukoharjo
Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pola Pertumbuhan Struktural
Pertumbuhan Ekonomi
Tipologi Klassen
Analisis Ketimpangan Regional Tiap Kecamatan
Indeks Williamson
Analisis Hipotesis Kuznets
Entropi Theil
Strategi dan Kebijakan untuk menekan angka ketimpangan regional dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
36
Kurva UTerbalik