BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pornografi di Indonesia memang telah tumbuh pesat terutama setelah dimulainya masa reformasi. Kendati produk media komunikasi dan atau pertunjukan yang mengandung muatan materi pornografis telah lama hadir di Negara ini, namun tidak pernah dalam skala begitu luas dan masif seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Kantor berita Associated Press pada tahun 2004 bahkan sudah menyebut Indonesia sebagai The Next Heaven Of Pornography setelah Rusia dan Swedia1. Hasil studi Pusat Kajian Komunikasi FISIP UI pada tahun 2005 di 3 kota (Palembang, Manado, dan Sumenep) juga menunjukkan data meluasnya penyebaran pornografi secara signifikan. Menurut penelitian tersebut, pornografi yang tersedia dan mudah dijangkau oleh anak remaja (Usia SMA) telah menjadi faktor utama yang mempengaruhi remaja untuk memulai dan ketagihan mengonsumsi pornografi2. Muatan pornografi lazimnya berupa eksploitasi dan komersialisasi seks: pengumbaran ketelanjangan baik sebagian atau penuh, pengumbaran gerakan-gerakan erotis, serta pengumbaran aktivitas sosial sosok perempuan yang hadir dalam produk media komunikasi, media massa, dan atau pertunjukan. Akibatnya, pornografi biasanya cenderung lebih menempatkan 1
Azimah Soebagijo, Pornografi Dilarang Tapi Dicari, (Jakarta : Gema Insani, 2008) hal.
2
Ibid.
4
1
2
manusia, khususnya perempuan, sebagai objek seks yang sangat direndahkan. Efek lanjutan dari masalah ini, kemudian membuat orientasi, nilai dan prilaku seksual masyarakat menjadi semakin permisif alias serba boleh. Mengingat pornografi diduplikasi secara masif oleh media massa yang punya kekuatan untuk mempengaruhi khalayaknya3. Konsenkuensi logisnya, pornografi juga bisa dikaitkan dengan peningkatan jumlah kasus maupun ragam resiko kesehatan reproduksi/seksual, termasuk kekerasan seksual. Hal ini mengingat pornografi (langsung atau tidak langsung) telah mengondisikan permisivitas perilaku seksual di masyarakat, yang di awali dengan pembangkitan hasrat seksual pada para konsumennya. Tumbuh pesatnya ketersediaan dan keterjangkauan materi pornografis di berbagai produk media komunikasi dan atau pertunjukan ini merupakan indikasi lemahnya hukum menjangkau fenomena ini, sejumlah aturan yang ada: KUHP, Udang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, UndangUndang No. 8 Tahun 1992 tentang perfilman, Undang-Undang No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran, Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga sekalipun, selain belum optimal di tegakkan, juga belum spesifik mengatur pornografi4. Belum spesifiknya Undang-undang yang mengatur pornografi inilah yang menjadi landasan pemerintah kita pada tanggal 26 November 2008 mengesahkan undang-undang yang secara spesifik mengatur tentang 3 4
Ibid. hal. 6 Ibid, hal.10
3
pornografi. Selain itu ada nilai-nilai filosofis yang mendasari terbentuknya undang-undang ini, dimana nilai-nilai filosofis itu harus ada pada setiap undang-undang. Karena dalam pembentukan undang-undang harus memenuhi tiga unsur nilai, agar undaang-undang tersebut bisa berlaku efektif. Nilai-nilai itu adalah nilai yuridis, nilai sosiologis dan nilai filosofis. Adapun nilai filosofis pada undang-undang pornografi tercermin pada tujuan di bentuknya undang-undang pornografi ini. Tujuan dari di bentuknya undang-undang ini adalah : a. Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai keTuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan. b. Menghormati, melindungi dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk. c. Memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat d. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga Negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan e. Mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.5 Namun kemunculan undang-undang ini tidak luput dari aksi kontra masyarakat yang menolak di sahkannya undang-undang ini, aksi kontra tersebut terutama datang dari para aktivis perempuan dan para seniman.
5
Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi pasal 2
4
Mereka beranggapan bahwa secara tidak langsung undang-undang ini mendiskriminasikan perempuan, membatasi ruang gerak perempuan dan juga melanggar hak-hak kemanusiaan sebagai individu6. Menurut mereka, tubuh bagi setiap orang adalah hak mutlak pribadi masing-masing. Masing-masing individu bebas memperlakukan tubuhnya untuk hal-hal yang pornografis atau untuk melakukan hal-hal yang pornoaksi. Apabila ada anggota-anggota masyarakat atau orang lain yang terganggu atau terangsang hasrat seksualnya, atau merasa jijik, atau malu, atau muak sebagai akibat dari melihat, atau mendengar, atau menyentuh tindakan-tindakan yang porno tersebut, menurut mereka adalah karena orang bersangkutan rusak moralnya, kotor pikirannya, ngeres otaknya. Jadi, menurut mereka, orang yang bersalah dan yang amoral dan asusila adalah orang yang merasa terangsang nafsu birahinya ketika ia atau mereka melihat, atau mendengar, atau menyentuh hal-hal yang pornografis maupun pornoaksi. Setiap orang, menurut mereka adalah bebas dan berhak memperlakukan dan mengekspresikan tubuhnya tanpa batas, sepanjang tidak melanggar kesusilaan masyarakat setempat. Karena itu, hukum publik, menurut mereka, dilarang ikut serta mengatur prilaku seseorang terhadap sikap, perbuatan, tindakan, perlakuan terhadap tubuh masing-masing orang atau individu, bukan hak (hukum) publik. Ditinjau dari hukum Islam, pendapat tersebut sangat tidak sesuai, karena hukum Islam telah mengatur secara tegas cara orang memelihara 6
Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, (Jakarta: Pernada Media, 2003) hal. 3
5
tubuh, seperti diatur dalam surah an-Nur ayat 30 dan 31. Tubuh, menurut ajaran Islam, merupakan amanah Allah yang wajib dipelihara oleh setiap insan dalam rangka memelihara kehormatan. Islam secara tegas menuntun, membimbing, mengarahkan, dan menentukan manusia dalam memperlakukan dan memanfaatkan tubuh agar terjaga kehormatan, derajat, dan martabat diri, baik dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa, untuk mencapai kebahagiaan hidup dan kehidupan di dunia dan di akhirat kelak7. Abu Ishaq Asy-Syatibi telah merumuskan tujuan hukum Islam dalam al-maqasid asy-syar’iyyah, yaitu untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Mohammad Muslehuddin menambahkannya dengan tujuan hukum Islam yang keenam, yaitu untuk memelihara kehormatan dirinya. Pemeliharaan diri dari hal-hal yang pornografis dan perbuatan pornoaksi berarti merupakan pemeliharaan tubuh, jiwa, akal, dan ruhani yang menyatu dan terwujud dalam tubuh setiap manusia yang sekaligus berarti memelihara agama, keturunan, dan harta, serta kehormatan diri. Pemeliharaan terhadap tubuh sebagai amanah Allah, menurut ajaran Islam, tidak terlepas dari pemelihara terhadap agama (yang terdiri dari memelihara akidah, syariah, dan akhlak) jiwa, akal, keturunan, harta dan kehormatan8. Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting dilakukan, sebagai penegas bahwasanya hukum Islam bukanlah hukum yang mendiskriminasikan perempuan. Dan dalm penelitian ini juga akan di jelaskan bagaimana hukum Islam mengatur kehidupan manusia agar tetap terjaga kehormatan dan harga 7
Ibid, hal. 5 Dr. Asafri Jaya Bakri. Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) hal. 71 8
6
dirinya, serta akan dijelaskan bagaimana Islam mengatur tata kehidupan seorang perempuan dengan sangat terhormat. Dan dari pemaparan di atas penulis memilih judul “TINJAUAN FILOSOFIS UNDANG-UNDANG No. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.”
B. Rumusan Masalah Dari pemaparan di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian untuk membantu memfokuskan penelitian ini: 1. Apa saja landasan filosofi UU No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi? 2. Bagaimana pandangan hukum islam terhadap landasan filosofi UU No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian a. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa permasalahan berikut ini: 1.
Untuk memahami landasan filosofi UU No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi
2.
Untuk memahami pandangan hukum islam terhadap landasan filosofi UU No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi
b. Kegunaan penelitian
7
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan hukum Islam di Indonesia,
khususnya
yang
berkaitan
dengan
Undang-undang
Pornografi. 2. Secara praktis berguna untuk menyelesaikan Studi Strata Satu (S1) pada jurusan Syari’ah STAIN Pekalongan
D. Telaah Pustaka Telaah tentang ponografi dan hukum-hukum Islam sudah banyak dijumpai namun dalam telaah ini hanya akan dipaparkan pustaka yang berkaitan langsung dengan penelitian ini. Pertama, skripsi yang ditulis oleh Maslachah Ely Musoniah, Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syariah Jurusan Ahwalus Syahshiyah NIM. CO. 13. 96. 038 dengan judul “Pornografi dalam Perspektif Hukum Pidana dan Hukum Islam”. Dalam skripsi ini dijelaskan tentang hukuman bagi pelaku pornografi yang telah diatur dalam KUHP pasal 281 dan 282 dan juga pasal 532 dan pasal 533. Di dalam skripsi ini juga dijelaskan bahwasanya pornografi dalam hukum Islam itu di haramkan sesuai dengan firman Allah surat an-Nur ayat 30-31 dan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi dari sahabat Abi Said Al Hudri dimana hukum Islam melarang perzinaan dan hal-hal yang menuju pada sesuatu yang porno.9
9
Maslachah Ely Musoniah, “Pornografi Dalam Perspektif Hukum Pidana dan Hukum Islam”, Skripsi, (Perpustakaan IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2001), t.d
8
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Maimuna Ichsani, Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syariah Jurusan Ahwalus Syahshiyah NIM CO. 13. 00. 055 dengan judul “Konsep Perlindungan Hak Perempuan Terhadap Pornografi (Studi Komparatif Antara Fatwa MUI dan Feminisme Liberal). Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa menurut MUI dalam konsep pencegahan masalah pornografi terkait dengan perlindungan hak perempuan, merasa perlu unutk menyatukan visi dan misi dengan pemerintah melalui hubungan tata kerja antara mahkamah syar’iyah dengan kejaksaan dan kepolisian RI. Sedangkan menurut feminis liberal, dalam menyikapi pornoaksi dan pornografi yang perlu dilakukan sebenarnya adalah tidak hanya terletak pada pelarangan perilaku tersebut dengan alasan-alasan moralitas, lebih jauh pemerintah harus melakukan pembatasan-pembatasan, membuat peraturan Negara yang ketat dalam hal mengatur penjualan produk-produk pornografi.10 Ketiga, Pornografi Dilarang Tapi Dicari, ditulis oleh Azimah Soebagijo. Dalam buku ini dijelaskan tentang pengertian pornografi, ragam pornografi dan penyebaran pornografi di Indonesia. Akan tetapi, dalam buku ini belum dijelaskan tentang penjagaan kehormatan terutama bagi seorang perempuan yang merupakan nilai filosofis dibentuknya undang-undang pornografi11. Keempat, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, ditulis oleh Neng Djubaedah, SH. MH. Dalam buku ini di jelaskan tentang
10
Maimuna Ichsani, “Konsep Perlindungan Hak Perempuan Terhadap Pornografi (Studi Komparatif Antara Fatwa MUI dan Feminisme Liberal”, Skripsi, (perpustakaan IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2005), t.d 11 Azimah Soebagijo, Pornografi Dilarang Tapi Dicari,Op.Cit,
9
bagaimana tindak pidana pornografi dapat merusak tujuan hukum Islam. Pornografi dapat merusak agama, akal, keturunan, diri si pelaku dan juga harta. Selain itu dijelaskan tentang berbagai undang-undang yang dapat menjerat tindak pidana pornografi12. Buku ini sangat membantu penulis untuk menjelaskan bagaimana hukum Islam memandang pornografi dan bagaimana harusnya menyikapi pornografi. Namun dalam buku ini belum dijelaskan terkait landasan filosofis di bentuknya undang-undang pornografi secara jelas. Kelima, Membumikan Syariat Islam Keluwesan Aturan Ilahi untuk Manusia, ditulis oleh DR. Yusuf Qardawi. Dalam buku ini ditulis bahwa tujuan syariat Islam salah satunya adalah menjaga kemaslahatan bersama (manusia), yang mana kemaslahatan itu ada tiga tingkatan : dharuriyyah (primer),
hajiyyah
(sekunder)
dan
tahshiniyyah
(tersier).
Batasan
kemaslahatan primer mencakup lima atau enam hal yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, harta dan kehormatan. Semua itu perlu dijaga oleh hukum dan sanksi-sanksinya karena merupakan hal yang sangat vital dan istimewa dalam pandangan syriat13. Buku ini sangat membantu penulis dalam menjelaskan hukum Isalam terkait penjagaan kehormatan. Namun dalam buku ini belum dijelaskan secara spesifik
bagaimana seseorang itu harus menjaga
kehormatannya terkait tindakan pornografi. Keenam, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh Antara Konsep Dan Implementasinya, ditulis oleh Jamal Ma’mur Asmani. Dalam buku ini dijelaskan 12
bahwa
Islam
sangat
menghargai
perempuan
untuk
Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, Op.Cit, Yusuf Qardawi, Membumikan Syariat Islam Keluwesan Aturan Ilahi untuk Manusia, (Bandung : Mizan Media Utama, 2003) hal. 78 13
10
mengaktualisasikan dirinya akan tetapi jelas ada batasannya sesuai syariat Islam, salah satu misi besar Nabi Muhammad saw adalah menempatkan perempuan pada posisi terhormat, setara dan terbebaskan dari belenggu doktrin dan budaya14. Buku ini sangat membantu penulis dalam menjelaskan bagaimana seorang perempuan harus menempatkan dirinya dengan terhormat. Namun dalam buku ini belum dijelaskan bagaimana seorang perempuan harus menempatkan dirinya dengan kebebasan berekspresi terkait pornografi. Ketujuh, Porno Definisi Dan Kontrovesi, ditulis oleh Lutfan Muntaqo. Buku yang berasal dari naskah skripsi berjudul “Pornografi dan Pornoaksi Dalam Tayangan Televisi” ini menjelaskan tentang bagaimana perdebatan tentang pornografi itu dipandang dari sudut yang berbeda dari proses “pertarungan wacana” tentang pro-kontra diterbitkannya UU APP oleh pemerintah, dalam buku ini juga dijelaskan tentang pengertian pornografi yang harus dipandang dari berbagai macam sudut15. Namun dalam buku ini belum dijelaskan secara spesifik pandangan hukum islam terkait landasan filosofis UU APP tersebut. Kedelapan, Konsep Maqoshid Syariah Menurut Al-Syatibi, ditulis oleh Dr. Asafri Jaya Bakri, dalam buku ini dijelaskan bahwa hukum Islam disyariatkan adalah untuk kemaslahatan umat manusia, kemaslahatan ini juga mencakup tuujuan dari hukum Islam yaitu pemeliharaan terhadap agama, jiwa, keturunan, harta dan akal. Buku ini sangat membantu penulis dalam menjelaskan tujuan dari hukum Islam. 14
Jamal Ma’mur Asmani, fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh Antara Konsep Dan Implementasinya, (Surabaya : Khalista, 2007) hal. 149 15 Lutfan Muntaqo, Porno Definisi Dan Kontroversi, (Yogyakarta : Jagad Pustaka, 2006)
11
Sedangkan dalam penelitian ini akan disajikan penelitian yang berbeda dari
penelitian-penelitian yang terdahulu. Dalam penelitian ini akan di
jelaskan bagaimana hukum Islam memandang nilai-nilai filosofis yang ada dlam undang-undang No. 44 tahun 2008 tentang pornografi.
E. Kerangka Teori
-
Hukum Islam
UU No. 44 Th. 2008 Tentang Pornografi
Memelihara Agama Memelihara Jiwa Memelihara Akal Memelihara Keturunan Memelihara Harta Memelihara Kehormatan
- Perlindungan Moral - Perlindungan terhadap anak - Pendidikan - Perlindungan kehormatan - Pembentukan akhlak
KESIMPULAN
- Nilai-nilai yang terkandung dalam UU Pornografi sesuai dengan tujuan Islam
Di dalam undang-undang pornografi telah dejelaskan secara gamblang tentang istilah pornografi, namun dalam hukum Islam belum secara jelas
12
diterangkan mengenai istilah pornografi. Karena persoalan pornografi sangat terkait dengan aurat, maka berdasarkan ayat-ayat al-Quran, Hadits, serta kaidah-kaidah fiqh, para ulama mencoba merumuskan tentang aurat yang kemudian dihubungkan dengan persoalan pornografi. Secara garis besar, pornografi dapat dipahami sebagai suatu kegiatan yang mengeksploitasikan seksualitas dan bertujuan untuk merangsang nafsu birahi. Kegiatan ini antara lain memperlihatkan, memperdengarkan, menceritakan dalam tulisan, atau menggambarkan sesuatu yang tidak pantas, dalam hal ini tubuh dan aktivitas seksual. Dalam Islam, hal-hal tersebut adalah haram untuk dilihat maupun didengar. Tubuh bagi manusia merupakan amanah Allah yang wajib dijaga dan dipelihara.16 Tubuh sendiri bagi manusia adalah aurat, yang berarti kemaluan (alat vital), dapat juga diartikan cela atau cacat. Secara terminologis, aurat adalah segala sesuatu yang dirasa malu atau memalukan apabila hal itu diketahui atau dilihat orang lain.17 Dari pengertian aurat ini, Islam mewajibkan menutup aurat dan haram hukumnya untuk melihat maupun memperlihatkannya. Salah satu bagian dari aktivitas pornografi dan pornoaksi adalah memperlihatkan aurat, sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas tersebut dilarang dalam Islam. Larangan ini sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah SAW : “Janganlah seorang laki-laki memandang aurat laki-laki lain, dan janganlah pula seorang perempuan memandang aurat perempuan lain” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Turmudzi). Jelas kiranya, bahwa perbuatan 16
Neng Djubaidah. Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, Op.Cit, hal.
17
Lutfan Muntaqo, Porno Definisi dan Kontroversi, Op.Cit, hal. 29
86
13
memandang aurat adalah sesuatu yang diharamkan, bahkan meskipun antar sesama jenis kelamin, terlebih dengan jenis kelamin yang berbeda.18 Kemudian pornografi selain terkait dengan maslah aurat, pornografi juga sangat kental dengan masalah zina, karena dengan pornografi bisa mendekatkan dan memancing si pelaku maupun orang yang menikmatinya kepada perzinaan. Segala hal yang mendekatkan dan membuat kita dekat dengan zina jelas dilarang dalam Islam. Larangan perbuatan ini secara jelas di jelaskan dalam al-Quran surat al-Isra’ ayat 32 :
“janganlah kamu dekati zina, karena sesungguhnya zina itu merupakan perbuatan yang keji dan jalan yang paling buruk”. (QS. Al-Isra’ : 32) Kata “dekat” disini mengandaikan berbagai hal yang membuat kita terjebak dalam pebuatan zina. Berbagai hal tersebut bisa berupa lingkup komunitas, kondisi sosial, dan segala perangkat yang melingkupinya. Pornografi merupakan tahap awal atau lingkup yang membuat kita dekat dengan zina, dan mendorong kita melakukan zina, sehingga seluruh aktivitas ini dan segala yang melingkupinya harus dilarang. Bahkan, jangankan mendekatinya, melihat sesuatu yang membangkitkan gairah (an-nazhar bi syahwat) saja dapat dikategorikan sebagai zina (zina mata) dan hukumnya haram. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab Jawahir al-Bukhori. Menurut 18
Ibid
14
sebagian ulama, pelarangan aktivitas ini disebabkan karena khawatir terjadinya perbuatan zina.19 Jika dilihat melalui perspektif ilmu Ushul Fiqh, terdapat suatu kaidah yang menyatakan bahwa “semua hal yang dapat menyebabkan terjadinya perbuatan haram adalah haram”. Kaidah lain menyebutkan “segala sesuatu yang lahir dari sesuatu yang haram adalah haram”. Jadi, pornogarfi dan segala hal yang melingkupinya, yang jelas-jelas telah mendorong pada perbuatan zina juga haram hukumnya, sebagaimana kaidah dasar hukum di atas.20 Menurut Imam A-Syatibi tujuan-tujuan pokok syariat Islam terdiri atas lima komponen : pemeliharaan agama, jiwa, keturunan, harta dan akal”. Para ulama menegaskan, “kelima komponen itu dipelihara dalam setiap agama”.21 Imam Al-Qurafi dan lainnya menambahkan komponen keenam, yaitu kehormatan yang sering kita sebut sebagai harga diri.22 Oleh karena itu Islam mengharamkan pornografi, karena perbuatan pornografi bisa merusak tujuan dari syariat Islam.
F. Metode Penelitian Sebagai penelitian ilmiah, maka penelitian ini menggunakan seperangkat metode penelitian yang dapat mempersiapkan, menunjang dan membimbing serta mengarahkan penelitian ini sehingga memperoleh target yang dituju secara ilmiah 19
Ibid, hal. 37 Ibid 21 Yusuf Qardhawi, Membumikan Syariat Islam Keluwesan Aturan Ilahi untuk Manusia, Op.Cit, hal. 63 22 Ibid 20
15
1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan merupakan penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian yang berdasarkan kajian tulisan-tulisan atau pustaka baik di media cetak maupun elektronik yang sesuai dengan penelitian ini. 2. Sumber Data Sumber data ini terdiri dari dua macam, sesuai dengan jenis data yang dikumpulakanm yaitu sumber data primer dan sekunder a.
Sumber data primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku-buku literatur yang berkenaan dengan judul sekripsi, seperti : Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, KUHP,dan juga buku tentang Konsep Maqasyid Syariah yang ditulis oleh Dr. Asafri Jaya Bakri
b.
Sumber data sekunder Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari bukubuku yang memiliki keterkaitan dengan rumusan masalah, atau sumber-sumber lain yang menunjang dan memberikan informasi seperti buku-buku yang terkait ( Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam yang ditulis oleh Neng Djubaidah, SH. MH. Pornografi Dilarang Tapi Dicari ditulis oleh Azimah Soebagijo Porno Definisi dan Kontroversi ditulis oleh Lutfan Muntaqo), jurnal (Jurnal
Perempuan
yang
diterbitkan
oleh
Yayasan
Jurnal
Perempuan, Mimbar Hukum dan Peradilan yang diterbitkan oleh
16
Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani), atau media massa dan yang lainnya. c.
Jenis Data primer Jenis data primer adalah data-data tentang landasan filosofis UU No. 44 tahun 2008 tentang pornografi dan data-data tentang Maqashid alSyariah
d.
Jenis Data Sekunder Jenis data sekunder di peroleh dari buku-buku, majalah dan tulisantulisan lain yang mendukung data primer.
3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan. Data-data dikelompokkan dan diklasifikasikan dalam bab-bab guna mempermudah dalam proses analisis data. 4. Analisis Data Dalam penelitian ini akan digunakan beberapa metode untuk menganalisis data-data yang telah di kumpulkan, yaitu : a. Metode Deduksi, adalah metode berfikir yang berangkat dari pengetahuan atau fakta-fakta yang umum dan kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat khusus. Atau dengan kata lain, menganalisis sumber-sumber data yang bersifat umum, barulah dibuat generalisasi untuk yang lebih khusus. Yaitu dari komponen-komponen yang menrangkan tentang hukum Islam dan
17
tujuan hukum Islam kemudian di ambil generalisasi yang lebih khusus yaitu tujuan dari hukum Islam yang terdiri dari lima komponen. b. Metode Induksi, adalah metode berfikir yang berangkat dari pengetahuan atau fakta-fakta yang lebih khusus dan kemudian diambil generalisasi-generalisasi yang bersifat umum. Yaitu dari UU No. 44 tentang Pornografi ditarik generalisasi yang lebih umum yang kemudian disimpulkan menjadi landasan filosofi dari UU tersebut. c. Metode komparatif, yaitu berusaha mencari pemecahan masalah melalui analisa perkembangan sebab akibat dengan meneliti faktorfaktor tertentu serta membandingkan dengan data-data yang telah diperoleh. Yaitu membandingkan antara landasan filosofi UU No. 44 tentang Pornografi dengan tujuan hukum Islam sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan.
G. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan pembahasan (sistematika) maka dalam penelitian ini akan digunakan struktur pembahasan sebagai berikut : Bab Pertama, berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab Kedua, secara teoritis membahas tentang pornografi dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 yang mencakup tentang : latar belakang pembentukan undang-undang No. 44 tahun 2008, pengertian
18
pornografi dalam undang-undang No. 44 tahun 2008, ragam pornografi dalam undang-undang No. 44 tahun 2008, dan dampak pornografi Bab Ketiga, membahas tentang pornografi dalam falsafah hukum Islam, yang mencakup tentang : pornografi dalam perspektif hukum Islam, pandangan para Ulama tentang pornografi dan istinbath hukum yang digunakan oleh para Ulama (fuqoha’) dalam memandang pornografi. Bab Keempat, membahas tentang tinjauan filosofis Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi dalam perspektif hukum Islam. Bab Kelima, penutup yang berisi simpulan dan saran.