13
BAB I PENDAHULUAN G. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan haji merupakan salah satu rukun Islam bagi umat Islam. Haji dilaksanakan satu tahun sekali pada musim haji sehingga banyak calon haji yang harus antri untuk melaksanakan ibadah haji. Seseorang harus membayar dana awal sebagai bagian dari ONH (ongkos naik haji) sebagai bukti dirinya sudah masuk dalam daftar calon jemaah haji. Banyaknya orang yang mendaftar menjadikan orang yang sudah mendaftar untuk antri selama bertahun-tahun bahkan belasan tahun. Sebagai akibatnya, banyak dana haji yang terkumpul di rekening Kementgerian Agama. Hingga tahun 2012, dana haji diperkirakan mencapai 38 trilyun rupiah. Berbagai dugaan korupsi seputar haji muncul ke permukaan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memantau penggunaan dana haji di Kementerian Agama (Kemenag). Hal ini dilakukan agar tidak terjadinya korupsi di kementerian tersebut. Pantauan ini dilakukan, salah satunya dengan melakukan kajian sistematis terkait dengan penggunaan dana haji. Kajian itu sudah dilakukan dan terus kita dalami lagi agar tidak terjadi korupsi," jelas juru bicara KPK, Johan Budi, di DPR (Republika, Senin 27 Februari 2012). Agar hal itu tidak terjadi, KPK mengusulkan kepada Kemenag agar dilakukan beberapa hal. Pertama, transparansi. Ketidak transparanan ini membuat masyarakat curiga, jangan-jangan terjadi penyelewengan penggunaan uang
rakyat.
"Kami
tidak
ingin
hal
itu
terjadi,"
imbuh
Johan.
14
Kedua, KPK mengusulkan agar dana haji diaudit secara independen. "Tidak hanya audit internal, tetapi juga independen," paparnya. Ketiga, KPK mengusulkan agar dilakukan moratorium pendaftaran calon haji. Menurutnya, lebih baik peserta ibadah haji yang ada dimaksimalkan pemberangkatannya (Republika 27 Februari 2012). PPATK sebelumnya menyatakan ada indikasi penyimpangan dalam pengelolaan dana ibadah haji yang dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag). Data yang ditemukan PPATK menyangkut indikasi penyimpangan itu masih perlu melewati proses konfirmasi dan klarifikasi lanjutan. Dalam refleksi akhir tahun 2012, PPATK menemukan indikasi penyimpangan pengelolaan dana perjalanan haji yang digelar oleh Kemenag. Menurut Ketua PPATK, MYusuf, sepanjang 2004 hingga 2012 terdapat dana Rp 80 triliun dengan bunga Rp 2,3 triliun yang perlu didalami lebih lanjut (Banjarmasin Post, Minggu, 6 Januari 2013). Ketua PPATK, Muhammad Yusuf melihat, sepanjang 2004-2012 ada dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp 80 triliun dengan bunga sekitar Rp 2,3 triliun. "Jadi seharusnya jamaah tidak perlu mengalami kesusahan saat berjalan dari Mekkah ke Madinah bila ada dana sebanyak itu," tutur Yusuf. Indikasi lainnya adalah dana Rp 80 triliun itu ditempatkan di suatu bank tanpa ada standardisasi penempatan yang jelas. "Kenapa dana itu ditempatkan di bank X bukan bank Y, padahal bila ada selisih bunga 1 persen saja maka jumlahnya akan banyak sekali, jadi harus ada standardisasi penempatan uang tersebut," jelas Yusuf. Hal lain terkait dengan pembelian
15
valuta asing untuk katering maupun akomodasi yang dinilai oleh PPATK belum jelas. "Kami sudah menyerahkan hasil pemeriksaannya kepada KPK, sehingga bukan hanya analisis, tapi memang harus sudah didalami. Selanjutnya mengenai oknum yang disuruh membeli valas dalam jumlah besar apakah tempat pembelian valasnya telah disurvei terlebih dahulu," tambah Yusuf (Banjarmasin Post 23 Oktober 2012). Sebelumnya, pada awal tahun 2012, KPK telah menyoroti kasus dugaan penyimpangan dana haji. Komisi Pemberantasan Korupsi mendorong dilakukannya penghentian sementara atau moratorium pendaftaran calon haji di Indonesia. Pasalnya, dengan situasi saat ini ada potensi penyelewengan dana setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). "Kalau manajemen masih seperti ini, dikhawatirkan nanti berpotensi korupsi. Kami masih pada tahapan kekhawatiran saja," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII di Kompleks DPR, Jakarta (Republika, 23 Februari 2012). Busyro menjelaskan, sampai Februari 2012 jumlah pendaftar calon haji sudah 1,4 juta orang dengan jumlah dana setoran awal mencapai Rp 38 triliun. Jika pendaftaran terus dibuka, tambah dia, maka jumlah dana setoran awal akan terus bertambah. Busyro menambahkan, setoran awal itu ditempatkan di sukuk sebesar Rp 23 triliun, deposito Rp 12 triliun, dan Rp 3 triliun di giro atas nama Menteri Agama. Bunganya, kata dia, sudah mencapai Rp 1,7 triliun. Lantaran jumlahnya sangat besar, KPK berharap ada pengaturan dana yang ketat. "Itu (moratorium) juga untuk mengantisipasi jumlah waiting list yang semakin
16
panjang serta potensi memainkan kuota oleh para oknum dengan memajukan nomor porsi dengan sejumlah imbalan," ucap Busyro (Banjarmasin Post, 21 Februari 2012). Berita tentang penyelenggaraan haji setiap tahunnya diwarnai dengan besaran dana haji yang harus dibayarkan, kuota haji, layanan ibadah haji yang jauh dari harapan, dan lebih parah lagi adalah dugaan adanya penyimpangan dana haji. Pemberitaan yang terus berulang setiap tahunnya membuktikan masih adanya masalah dalam penyelenggaraan ibadah haji. Terkait dengan hal ini, maka peran pers sangat penting dalam melakukan kontrol terhadap pelaksanaan ibadah haji yang telah menjadi agenda rutin pemerintah sebagai pemegang tunggal penyelenggara ibadah haji. Masyarakat
mengetahui
berbagai
kebijakan
pemerintah
tentang
pelaksanaan haji dari media massa, mengetahui jumlah dana haji yang disetor ke Kemenag juga dari media mass. Demikian pula masyarakat mengetahui bagaimana pengelolaan dana haji dari media massa. Media massa memegang peran
penting
dalam
menginformasikan
sejumlah
informasi
seputar
penyelenggaraan ibadah haji kepada masyarakat. Dalam hal ini, sikap kritis, objektif, dan netral dari pihak media massa dibutuhkan oleh masyarakat agar masyarakat mendapat informasi yang sebenarnya tentang penyelenggaraan ibadah haji. Media massa harus mampu menyajikan informasi tentang berbagai isu publik bagi setiap warga negara. Atas dasar itu, fungsi media massa atau pers mencakup: pers atau media sebagai civic forum, pers sebagai pengawas
17
pemerintah (Norris, 2001). Terkait dengan fungsi pers sebagai pengawas, pers memiliki fungsi sebagai watchdog (anjing penjaga) yang berfungsi untuk mengawasi mereka yang memiliki kekuasaan baik dalam bidang politik (pemerintah), organisasi nirlaba maupun dalam sektor swasta. Pers dianggap sebagai kekuatan keempat setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif, yang dianggap sebagai salah satu kekuatan untuk menjamin adanya check and balances dari berbagai kekuasaan yang ada. Dalam peranan yang demikian ini, pers harus mampu melahirkan laporan investigasi untuk menampilkan berbagai penyelewengan kekuasaan yang berlangsung dalam berbagai lembaga yang ada. Pers yang diharapkan berfungsi sebagai watchdog telah dipelihara oleh orang atau lembaga yang harus digonggongnya. Pada level kelembagaan, dapat disaksikan kecenderungan terjadinya pemusatan atau penguasaan media media oleh para pemilik modal yang kemudian juga terjun dalam politik. Pada level praktek jurnalistik, di beberapa lembaga pemerintah masih bisa dijumpai anggaran untuk membina wartawan sebagai pos yang disediakan dalam APBD. Ini adalah bentuk penjinakan oleh orang lain terhadap pers sebagai watchdog (Putra, 2004). Pers sebagai watchdog dalam kenyataan sekarang sudah mulai diikat kakinya dan dijinakkan gonggongannya. Betapapun, anjing biasanya sangat paham dengan tuannya. Dia tak akan menggonggong apalagi menggigit tuannya, walau mungkin tuannya melakukan tindakan yang mencurigakan. Dia hanya menggonggong orang asing yang tidak begitu dikenalnya. Ini terjadi
18
mengingat dalam kehidupan pers saat ini sudah terjadi tumpang tindih dalam kepemilikan. Pers sudah mulai dimiliki oleh pengusaha yang juga sekaligus terjun sebagai politisi. Peristiwa penyelenggaraan ibadah haji selalu menjadi berita di berbagai media massa. Meskipun penyelenggaraan ibadah haji masih ada sejumlah masalah yang berulang-ulang seperti masalah kuota haji, dana haji, pemondokan dan sebagainya, tetapi berita yang mengungkapkan adanya kesalahan dalam penyelenggaraan ibadah haji relatif sangat sedikit. Dua di antara media yang banyak mengungkapkan kesalahan dalam penyelenggaraan ibadah haji adalah Banjarmasin Post dan Republika. Banjarmasin Post merupakan koran lokal, tetapi karena menjadi bagian dari Kompas Grup maka akses data di tingkat pusat dapat dilakukan dengan memanfaatkan jaringannya. Republika sebagai koran yang dikenal merepresentasikan kepentingan umat Islam memiliki akses lebih besar lagi untuk menggali informasi tentang adanya kesalahan-kelasalahan penyelenggaraan ibadah haji guna memperbaiki penyelenggaraan haji di kemudian hari. Akses kedua surat kabar tersebut serta pemberitaan-pemberitaannya yang mengungkap kesalahan penyelenggaraan ibadah haji menjadi alasan kedua surat kabar ini dipilih untuk diteliti terkait dengan fungsi watchdog. Pemberitaan Banjarmasin Post dan Republika tentang penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012 menarik untuk dicermati apakah kedua media tersebut berhasil menjalankan fungsinya sebagai watchdog atau tidak. Republika sebagai media nasional dipandang sebagai media umat Islam yang tidak
19
menutup kemungkinan difungsikan pula sebagai media pencitraan bagi kepentingan elit Islam tertentu. Guna mengetahui sejauhmana fungsi watchdog telah dijalankan, maka analisis isi dipandang lebih tepat sebagai alat analisis dalam penelitian ini.
H. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas,
dirumuskan
permasalahan sebagai berikut: Sejauhmana kedua surat kabar harian tersebut menjalankan fungsi sebagai watchdog terhadap penyelenggaran ibadah haji tahun 2012?
I. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan isi pemberitaan penyelenggaraan ibadah haji dalam harian Banjarmasin Post dan harian Republika tahun 2012 2. Mendeskripsikan fungsi watchdog Banjarmasin Post dan harian Republika dalam pemberitaan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012
J. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi awal dalam kajian ilmu komunikasi khususnya tentang media massa, lebih khusus lagi tentang fungsi pers sebagai anjing penjaga (watchdog )
20
2. Manfaat praktis a. Sebagai bahan masukan bagi insan pers dalam menjalankan misi jurnalistik b. Sebagai masukan bagi Banjarmasin Post dan harian Republika dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah.
K. Landasan Teori 5. Berita Berikut ini adalah beberapa definisi dari berita. Dja’far H. Assegaff mendefinisikan berita sebagai laporan tentang fakta atau ide yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah karena ia luar biasa, pentingnya atau akibatnya, atau karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan (Assegaf,1991:24). Menurut Prof. Mitchel V. Charnley: berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk (Effendy: 2003:131). Menurut Assegaf (1991: 35), ada dua jenis berita yang biasa digunakan media cetak untuk menyampaikan informasinya, yaitu: a. Hardnews Jenis berita yang isinya memuat tentang topik - topik penting maupun kisah serius dan terbatas oleh waktu. Berita ini identik dengan kecepatan, dimana makin cepat makin up to date dan makin lambat makin basi. Jenis ini biasa juga disebut dengan straightnews. Bentuk penulisan beritanya pun menggunakan
21
pola piramida terbalik, dimana unsur-unsur yang paling penting berada di atas dan keterangan atau informasi yang paling tidak penting diletakkan paling akhir. b. Softnews Jenis berita yang isinya memuat tentang kisah-kisah minat insani (human interest) dan features. Bentuk ini cenderung bersifat menghibur dan menyentuh emosi pembacanya di samping memberikan informasi. Pemberitaan softnews juga tidak terikat oleh waktu seperti halnya berita langsung. Penulisannya juga tak seketat berita langsung, dimana di dalamnya bisa saja terdapat kutipan, anekdot maupun deskripsi objek pemberitaan. Bentuk penyajian tersebut adalah straightnews dan features, dimana bentuk straightnews digunakan untuk mewakili hardnews dan bentuk features untuk mewakili softnews. Berikut penjelasan tentang kedua bentuk penyajian tersebut: a. Berita langsung (straightnews). Setiap berita yang ditulis sebagai pengungkapan fakta secara sederhana, tanpa dimasukkannya pendapat editor atau wartawan yang bersangkutan, termasuk dalam kategori ini. Penulisannya disajikan secara singkat dan formal dengan mengikuti pola tulisan yang tetap yaitu piramida terbalik, dimana informasi yang disajikan bersifat umum dan tak mendalam b. Features Kategori ini mudah sekali dikenal karena biasanya mempunyai keterangan tambahan dan termasuk di dalamnya pendapat atau saran-saran penulis.
22
Features adalah artikel atau cerita, biasanya disertai kepentingan manusiawi yang melatarbelakangi keterangan berita. Feature biasanya dimaksudkan untuk menawan minat lebih lama daripada berita biasa, dan tidak perlu dimuat pada tanggal tertentu. Feature dalam arti sempit adalah tulisan khas yang sifatnya bisa menghibur, mendidik, memberi informasi dan sebagainya mengenai aspek kehidupan dengan gaya yang bervariasi. Selain itu, untuk melawan kebasian berita, terdapat gaya penulisan yang disebut dengan news feature, dimana bentuk berita langsung disajikan dengan penuh warna, kedalaman, komentar dan fakta lain sehingga menjadi feature (Fadler,1997: 95). Suatu berita harus memenuhi etika pemberitaan. Suatu berita pertama-tama harus cermat dan tepat atau dalam bahasa jurnalistik harus akurat. Selain cermat dan tepat, berita juga harus lengkap {complete), adil (fair) dan berimbang (balanced). Kemudian berita harus tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri atau dalam bahasa akademis disebut objektif. Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, 2006: 48-55). a. Berita Harus Akurat Wartawan harus memiliki kehati-hatian yang tinggi dalam melakukan pekerjaannya mengingat dampak yang luas yang ditimbulkan oleh berita yang dibuatnya. Kehatian-hatian dimulai dari kecermatannya terhadap ejaan nama, angka, tanggal dan usia serta disiplin diri untuk senantiasa melakukan periksaulang atas keterangan dan fakta yang ditemuinya. Tidak hanya itu, akurasi juga berarti benar dalam memberikan kesan umum, benar dalam sudut pandang pemberitaan yang dicapai oleh penyajian detail-detail fakta dan oleh tekanan
23
yang diberikan pada fakta-faktanya. Kredibilitas sebuah media, apakah cetak maupun elektronik, sangat ditentukan oleh akurasi beritanya sebagai konsekuensi dari kehati-hatian para wartawannya dalam membuat berita. b. Berita harus lengkap, adil dan berimbang Keakuratan sesuatu fakta tidak selalu menjamin keakuratan arti. Faktafakta yang akurat yang dipilih atau disusun secara longgar atau tidak adil sama menyesatkannya dengan kesalahan yang sama sekali palsu. Dengan terlalu banyak atau terlalu sedikit memberikan tekanan, dengan menyisipkan faktafakta yang tidak relevan atau dengan menghilangkan fakta-fakta yang seharusnya ada di sana, pembaca mungkin mendapat kesan yang palsu. Berita harus adil dan berimbang berarti bahwa seorang wartawan harus melaporkan apa sesungguhnya yang terjadi secara apa adanya secara berimbang. c. Berita harus objektif Selain harus memiliki ketepatan (akurasi) dan kecepatan dalam bekerja, seorang wartawan dituntut untuk bersikap objektif dalam menulis. Pemberitaan yang obyektif artinya berita yang dibuat harus selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka. Memang ada beberapa karya jurnalistik yang lebih persuasif, artinya ada sikap subjektif di dalamnya, dan objektivitasnya agak kendur, misalnya dalam tulisan editorial atau komentar. Sebuah depth-reporting (pemberitaan mendalam) maupun investigativereporting (pemberitaan-investigasi) haruslah objektif, meski boleh memiliki suatu fokus pandangan, point of view. Memang untuk bersikap objektif 100 %
24
sangat sulit, hampir tidak mungkin, karena latar belakang seorang wartawan acapkali mewarnai hasil karyanya. d. Berita Harus Hangat Berita adalah padanan kata news dalam bahasa Inggris. Kata news itu sendiri menunjukkan adanya unsur waktu yaitu baru dan hangat. 6. Faktor-faktor Penentu Nilai Berita Nilai berita merupakan asumsi-asumsi intuitif wartawan tentang apa yang menarik bagi khalayak tertentu. Mengikuti pendapat Wilbur Schramm, beberapa faktor yang menentukan nilai berita adalah sebagai berikut (Muis, 1999: 42-44) : a. Kesegaran peristiwa atau aktualitas. Aktualitas dalam bahasa Inggris disebut timeliness. Dalam publisistik pers dikenal pengertian aktualitas obyektif dan aktualitas subyektif. Aktualitas obyektif berarti kejadian yang bersangkutan memang baru saja muncul. Sedangkan aktualitas subyektif berarti baru bagi orang-orang tertentu. Bagi sebuah surat kabar, semakin aktual berita-beritanya, artinya semakin baru peristiwanya terjadi, semakin tinggi nilai beritanya. Sebuah harian yang menonjolkan berita-berita kota, peristiwa kriminalitas yang terjadi pada malam harinya akan bernilai untuk dimuat keesokan harinya kalau koran tersebut terbit pagi. Apalagi koran sore, tentunya peristiwa-peristiwa yang terjadi pada pagi hari akan dapat disajikan sore harinya pada hari itu juga. Permintaan akan berita-berita hangat sedemikian besarnya sehingga sebuah kisah kejadian yang memenuhi sebuah suratkabar pada satu hari tertentu biasanya terlalu basi untuk dimuat keesokan harinya.
25
b. Kedekatan kejadian dari pembaca (proximity, proksimitas). Pembaca lebih tertarik pada kejadian kecil yang dekat padanya daripada kejadian yang lebih penting tetapi bermil-mil jauhnya dari tempat tinggalnya. Asas proksimitas ialah kejadian kecil yang dekat pada khalayak (audience) lebih penting daripada kejadian besar yang jauh dari khalayak (audience). Khalayak ialah pembaca, pendengar dan pemirsa.. c. Keterkenalan (Prominence). Dengan melihat sepintas lalu saja pada kolom-kolom berita kematian, kita sudah dapat melihat adanya tingkatan-tingkatan dalam status sosial di antara anggota-anggota masyarakat. Peristiwa meninggalnya seorang tokoh terkenal mungkin diberi jatah berita beberapa kolom di halaman depan, tokoh terkenal lainnya hanya satu kolom, tokoh lainnya mungkin hanya beberapa alinea di halaman dalam, sementara anggota-anggota masyarakat lainnya meninggal tanpa diketahui oleh umum selain oleh sanak kerabatnya sendiri. Kejadian yang menyangkut tokoh terkenal {prominent names) memang akan banyak menarik pembaca. d. Sifat penting suatu kejadian (significance). Misalnya temuan-temuan ilmiah, temuan di bidang pengobatan atau / kedokteran dan sebagainya. Kejadian-kejadian itu mempunyai arti penting bagi kemaslahatan manusia atau masyarakat. e. Magnitude (ukuran besar kecilnya peristiwa berita). Baik kejadian yang sangat kecil maupun yang sangat besar keduanya dapat menarik perhatian pembaca. Tetapi tentu saja kejadian besarlah yang terutama menarik perhatian pembaca.
26
7. Fungsi Pers Istilah “pers” berasal dari kata persen Belanda, press Inggris, yang berarti “menekan” yang merujuk pada alat cetak kuno yang digunakan dengan menekan secara keras untuk menghasilka karya cetak pada lembaran kertas. UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Dari pengertian pers menurut UU No. 40 Tahun 1999, pers memiliki dua arti, arti luas dan sempit. Dalam arti luas, pers menunjuk pada lembaga sosial atau pranata sosial yang melaksanakan kegiatan jurnalistik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi. Sedanglan dalam arti sempit, pers merujuk pada wahana / media komunikasi massa baik yang lektronik dan cetak. Manusia harus berkomunikasi dengan manusia lainnya agar ia dapat tetap mempertahankan hidupnya. Ia harus mendapat informasi dari orang lain dan ia memberikan informasi kepada orang lain. Ia perlu mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya, di kotanya, di negaranya, dan semakin lama semakin ingin tahu apa yang terjadi di dunia. Pers menjadi media bagi komunikasi antar manusia.
Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan manusia
melalui medianya baik media cetak maupun media elektronik seperti radio, televisi dan internet. Tetapi, tugas dan fungsi pers yang bertanggungjawab juga
27
harus mengamankan hak-hak warganegara dalam kehidupan bernegaranya. Fungsi pers menurut Himat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat (2006: 27) adalah sebagai berikut: a. Fungsi informatif, yaitu memberikan informasi, atau berita, kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak dan kemudian menuliskannya dalam kata-kata. b. Fungsi kontrol pers yang bertanggungjawab. Pers harus memberitakan apa yang berjalan baik dan tidak berjalan baik. Fungsi kontrol ini harus dilakukan dengan lebih aktif oleh pers daripada oleh kelompok masyarakat lainnya. c. Fungsi interpretatif dan direktif, yaitu memberikan interpretasi dan bimbingan. Pers menceriterakan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian. Ini biasanya dilakukan pers melalui tajuk rencana atau tulisantulisan latar belakang. Kadang-kadang pers juga menganjurkan tindakan yang seharusnya diambil oleh masyarakat misalnya menulis surat protes kepada DPR atau memberikan sumbangan bagi korban bencana alamdan memberikan alasan mengapa harus bertindak. d. Fungsi regeneratif yaitu menceriterakan bagaimana sesuatu itu dilakukan di masa lampau, bagaimana dunia ini dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu itu diselesaikan, dan apa yang dianggap oleh dunia itu benar atau salah. Jadi, pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru agar terjadi proses regenerasi dari angkatan tua kepada angkatan yang lebih
28
muda. Pers yang bekerja berdasarkan teori tanggung jawab harus menjamin hak setiap pribadi untuk didengar dan diberi penerangan yang dibutuhkannya. Dalam hal ini pembaca diberi kesempatan menulis di media guna melancarkan kritik-kritiknya terhadap segala sesuatu yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat. e. Fungsi ekonomi, yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Dengan menggunakan iklan, penawaran akan berjalan dari tangan ke tangan dan barang produksi pun dapat dijual. f. Fungsi swadaya, yaitu bahwa pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuannya sendiri agar ia dapat membebaskan dirinya dari pengaruhpengaruh serta tekanan-tekanan dalam bidang keuangan. Agar dapat memelihara kebebasannya yang murni, pers berkewajiban memupuk kekuatan permodalannya sendiri. 8. Fungsi Pers Watchdog Fungsi media sebagai pengawas atau penjaga (watchdog) merupakan fungsi media dalam mengawasi atau mengontrol kekuasaan (pemerintah). Wujud dari fungsi ini tampak dari pelaksanaan jurnalisme investigasi. Ketika semua pihak yang dipercaya mengawasi mulai hilang atau tidak dipercaya lagi, maka masyarakat berharap pada media massa. Fungsi ini jauh lebih ideal dari peran yang sebenarnya karena konsep dasar wartawan adalah
sebagai 'pengawas', yang
memberitahu publik sehingga orang-orang bisa mengagitasi untuk reformasi atau lebih memahami lingkungan di mana mereka hidup. Namun dalam kenyataannya,
29
jurnalisme investigasi tidak selalu menunjukkan fungsi pengawasan karena ada pula jurnalisme investigasi yang tunduk pada kapitalisme (Forbes, 2005: 5). Jurnalisme investitasi memiliki beberapa indikator yaitu: menggunakan teknik atau keterampilan yang lebih tinggi untuk mengungkap informasi yang melibatkan perusahaan jurnalistik, dilakukan dalam jangka panjang, berdasarkan kajian yang mendalam, menggunakan metode investigasi untuk menggali informasi,
adanya penyelidikan yang mendalam terhadap subjek atau orang
tertentu (Forbes, 2005: 3). Jurnalisme investigatif membutuhkan sumber dan bukti utama dan mendalam berupa kertas dokumen, manusia dan serta perangkat elektronik untuk menguatkan hasil investigasi (Forbes, 2005: 4). Gagasan pers sebagai pengawas kekuasaan tertanam dalam definisi dari journalists dan dalam berbagai derajat, juga dalam ekspektasi publik terhadap media. Hal ini, apalagi, gagasan sangat menggiurkan untuk komunitas donor internasional karena 1990, mulai mengakui secara terbuka bahwa pemerintahan yang korup dan tidak kompeten adalah halangan utama pembangunan. Akibatnya, donor yang ingin mendanai reformasi pemerintahan juga menjadi tertarik dalam mendukung media menjalankan fungsi pengawasan. Hal inilah yang kemudian fungsi watchdog juga dapat terperangkap pada kepentingan pihak tertentu (Sheila, http://www.hks.harvard.edu/fs/pnorri,). Fungsi sebagai watchdog biasanya muncul ketika para politisi, wakil rakyat ataupun pejabat mulai tidak dipercaya lagi. Kondisi ini menjadikan masyarakat lebih berharap pada media sebagai watchdog. Fungsi sebagai watchdog tidak
30
mudah dijalankan karena terkait dengan akses yang terbatas dan resiko yang harus dihadapi oleh wartawan itu sendiri. Pengalaman di China, fungsi watchdog hanya sampai kepada kulit permukaan saja, tidak sampai dapat menginvestigasi lebih dalam. Pada saat yang sama, jurnalis juga menghadapi ancaman kemarahan dari para penguasa, sementara wartawan tidak memiliki cukup sumber daya untuk melakukan perlawanan atau lari dari resiko (Wong, 2012). Jurnalisme investigasi biasa menghasilkan berita-berita investigasi yang menunjukkan adanya fungsi pengawasan media massa. Berita investigasi memiliki karakteristik berikut: pelaporan bersifat orisinal, mendalam dengan rincian detail berupa data dan dokumen, mencantumkan berbagai sumber, menggali pertanyaan mengapa terjadi, menetapkan motif dan konsekuensi memaparkan kesalahankesalahan
yang
telah
(http://www.advancingthestory.com).
terjadi,
menampilkan
bukti-bukti
Penjelasan lebih rinci tentang ciri-ciri
laporan investigasi sebagai hasil dari fungsi watchdog yaitu: a. Pelaporan mendalam tentang hal-hal serius yang mempengaruhi kepentingan umum. b. Perusahaan jurnalistik proaktif untuk mengungkapkan informasi bahwa seseorang ingin menyembunyikan sesuatu atau ada sesuatu yang ingin disembunyikan dari masyarakat. c. Sebuah proses jangka panjang meliputi perencanaan, pengumpulan informasi dan pembuktian menggunakan beragam sumber.
31
d. Penerapan teknik yang lebih canggih untuk menginterogasi dan mengumpulkan makna dari fragmen informasi yang diberikan oleh berbagai sumber. e. Investigasi laporan harus independen dari kepentingan khusus. secara agresif harus melayani kepercayaan publik dan memperkaya debat publik. f. Investigasi laporan mungkin memiliki agenda untuk mengekspos segala bentuk kejahatan
atau
kesalahan
dengan
objek
inspirasi
perubahan
positif
melalui debat publik dan kemarahan (Forbes, 2005: 6). Berdasarkan penjelasan tentang ciri-ciri watchdog di atas, maka suatu berita yang memperlihatkan berjalannya fungsi watchdog tampak dari ciri-ciri berita di antaranya yaitu: mendalam, jangka panjang atau berkelanjutan, frekuensi berita lebih banyak, mencantumkan data dan bukti serta sumber-sumber yang dipercaya, tidak berpihak pada kepentingan politik tertentu,
berpihak pada kepentingan
masyarakat luas. L. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian menggunakan metode analisis isi sebagai metode untuk mengamati dan menguraikan isi pesan komunikasi pada media massa. Metode analisis isi didefinisikan oleh Barelson sebagai teknik penelitian untuk uraian yang obyektif, sistematis dan kuantitatif dari pengejawantahan isi komunikasi (McQuail, 1987:179). Krippendorff mendefinisikan analisis isi sebagai suatu teknik membuat inferensi – inferensi (kesimpulan) yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Sebagai suatu prosedur penelitian, analisis isi
32
mencakup prosedur khusus untuk pemrosesan data ilmiah (Krippendorff, 1993 : 15). Menurut Neuman (2000:292) analisis isi adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis isi dari suatu teks. Isi (content) mengarah pada kata, arti, gambar, simbol, ide, tema atau setiap pesan yang dapat dikomunikasikan. Penerapan
metode
analisis
isi
yang
diterapkan
adalah
melihat
kecenderungan isi media (meliputi bentuk penyajian dan isi pesan yang disampaikan) terhadap berita tentang penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012 dalam harian Banjarmasin Post dan Republika tahun 2012. Selanjutnya, analisis dilakukan dengan mengkuantifikasikan isi pemberitaan media dengan menghitung jumlah frekuensinya dalam prosentase. Pemilihan penggunaan analisis isi karena dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat kecenderungan isi media (meliputi bentuk penyajian dan isi pesan yang disampaikan) terhadap terhadap berita tentang penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012
dalam harian Banjarmasin Post dan
Republika tahun 2012. 2. Obyek Penelitian Obyek penelitian ini adalah pemberitaan tentang penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012 di harian Banjarmasin Post dan harian Republika. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam penyusunan skripsi ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah: dengan a.
Mendokumentasikan media Banjarmasin Post dan Republika selama bulan Januari-Desember
2012.
Pendokumentasian
dilakukan
khusus
pada
33
pemberitaan yang berkaitan dengan informasi pemberitaan penyelenggaraan ibadah haji. Pengumpulan data dilakukan dengan jalan mendokumentasikan (meliputi mencari, mengumpulkan, mengkliping) pemberitaan pada media yang diteliti berkaitan dengan
penyelenggaraan ibadah haji. Kemudian
mempelajari pemilihan unsur pemberitaan yang telah terkumpul b.
Teknik studi pustaka yaitu dilakukan dengan cara melacak, mengkaji dan menganalisis berbagai sumber informasidan berbagai literatur lainnya yang dapat memberikan informasi dan relevan dengan tema penelitian. Setelah data yang dibutuhkan dalam penelitian terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah proses analisis data.
4. Unit Analisis Unit analisa digunakan dalam penelitian ini adalah: No
Unit Analisis
1
Nama Surat Kabar
2
Orientasi Berita
3
Sikap berita
4
Frekuensi berita
5
Pembuktian dalam berita:
Kategorisasi Banjarmasin Post, dan Republika (Januari sampai Desember 2012) 1. Mengungkap kesalahan-kesalahan dalam penyelenggaraan haji 2. Mendiskripsikan kegiatan ibadah haji 1. Independen dari kepentingan kelompok tertentu, 2. Berpihak pada kepentingan masyarakat luas 1. Banyak dan berkelanjutan 2. Tidak berkelanjutan
1. Dikuatkan dengan data dan bukti 2. Mminim data dan bukti
34
6
Analisis atas yang didapat:
informasi 1. Berita disertai dengan analisis logis dan tajam, 2. Berita hanya mendiskripsikan.
7
Nilai Berita
1. Signifikan, Timelines, Magnitude, Proxsimity, Faktual, Kombinasi 2. Signifikan, Timelines, Magnitude, Proxsimity 3. Signifikan, Timelines, Magnitude, Proxsimity, Faktual 4. Signifikan, Maxnitude, Proximity, Faktual
8
Narasumber
9
Jenis Berita
11
Tema Pemberitaan
12
Kecenderungan Pemberitaan
13
Sifat Penyajian
1. Tokoh penyelenggara haji 2. Tokoh yang mengkritisi penyelenggaraan haji 3. Pemerintah 4. Pakar 5. Kombinasi 1. Straight news 2. Features 3. Indepth, disertai data, bukti, sumber terpercaya 4. Softnews, berkelanjutan 1. Penawaran Solusi 2. Pertentangan 3. Transparansi penyelenggaraan haji 4. Penyelidikan keuangan 5. Pemilu 6. Kombinasi 1. Mendukung penyelenggaraan haji sebagai sudah baik 2. Mendukung sikap kritis terhadap penyelenggaraan haji 3. Netral 4. lain-lain 1. Paragraf Deksriptif 2. Paragraf Argumentatif 3. Paragraf Persuasif
35
5. Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini adalah: a. Dimensi berita berkaitan dengan penggolongan pemberitaan ibadah haji dalam dimensi-dimensi sosial, ekonomi, politik, atau kombinasi di antaranya. b. Fungsi wacthdog adalah fungsi pengawasan yang dilakukan media massa dengan menyajikan berita yang bercirikan berita dengan orientasi mengungkap kesalahan, jenis berita indept (hasil kajian dan laporan yang mendalam) serta dikuatkan dengan data dan bukti. c. Orientasi berita adalah penggolongan realitas yang dibentuk oleh berita: 1). Mengungkap kesalahan-kesalahan dalam penyelenggaraan haji, yaitu berita memuat sejumlah kelemahan dalam penyelenggaraan ibadah haji. 2). Mendiskripsikan kegiatan ibadah haji, yaitu menggambarkan tahapantahapan dalam pelaksanaan ibadah haji mulai dari pendaftaran, pembekalan, pemberangkatan dan pemulangan. 3). Kombinasi, yaitu berita berisi gabungan dari mendeskripsikan pelaksanaan dan kelemahan-kelemahannya. d. Sikap berita meliputi: 1). Independen dari kepentingan kelompok tertentu, yaitu berita tidak dimaksudkan untuk menyerang kelompok tertentu atau mengunggulkan kelompok tertentu
36
2). Berpihak
pada
kepentingan
masyarakat
luas,
yaitu
berita
memperlihatkan pemihakan kepada masyarakat e. Frekuensi
berita
merupakan
banyaknya
pemberitaan
tentang
penyelenggaraan ibadah haji, dapat dilihat sebagai berikut: 1). Banyak dan berkelanjutan, yaitu berita disajikan dengan frekuensi yang lebih banyak dari berita-berita lain, dan antara satu berita dengan berita sebelumnya merupakan berita berkelanjutan. 2). Tidak berkelanjutan, yaitu berita tentang penyelenggaraan haji tidak saling terkait pada suatu masalah tertentu. f. Pembuktian dalam berita, yaitu data dan bukti-bukti yang memperkuat pengawasan terhadap penyelenggaraan haji, berita dapat dilihat pada: 1). Dikuatkan dengan data dan bukti, yaitu data dan bukti yang mendukung
fungsi pengawasan, misalnya bukti telah adanya
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pihak Kementerian Agama dan instansi terkait lainnya berupa pernyataan saksi, dokumen atau pernyatan dari narasumber tentang adanya pelanggaran. 2). Minim data dan bukti, tidak mendukung adanya pengawasan. Misalnya tidak mencantumkan saksi atau narasumber yang dipercaya, atau tidak menunjukkan peraturan yang dilanggar. g. Analisis atas informasi dalam berita tentang haji:
37
1). Berita disertai dengan analisis logis dan tajam, yaitu menghubungkan antara satu
informasi dengan
informasi lain untuk mengungkap
adanya kesalahan penyelenggaraan haji 2). Berita hanya mendiskripsikan, yaitu hanya menggambarkan tanpa ada maksud melakukan pengawasan. h. Nilai-nilai yang mempengaruhi suatu fakta atau gagasan sehingga dapat dijadikan berita adalah : 1)
Penting (significance), yaitu kejadian yang dapat mempengaruhi orang banyak atau kejadian yang punya dampak terhadap kehidupan para pembaca.
2)
Besar (magnitude), yaitu kejadian yang menyangkut angka-angka berarti bagi kehidupan orang banyak atau kejadian yang dapat berakibat dijumlahkan dalam rangka menarik buat pembaca.
3)
Waktu (timeless), yaitu kejadian yang menyangkut hal-hal yang baru terjadi atau baru ditemukan.
4)
Dekat (proximity), yaitu kejadian yang dekat bagi pembaca. Kedekatan ini bisa bersipat geografis ataupun emosional.
5)
Tenar/populer, luar biasa (prominence), menyangkut hal-hal yang terkenal atau sangat terkenal oleh pambaca.
6)
Faktual, yaitu memberitakan fakta peristiwa yang masih hangat atau aktual.
i. Pemilihan narasumber yang digunakan oleh surat kabar untuk memberitakan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012, yaitu:
38
1)
Pakar: berdasarkan hasil pengamatan dari sudut pandang keilmuan dan keahliannya.
2)
Tokoh penyelenggaraan ibadah haji.
3)
Tokoh yang mengkiritisi penyelenggaraan ibadah haji
4)
Pemerintah
5)
Kombinasi: jika dalam pemberitaan menggunakan dua jenis narasumber.
j. Jenis berita adalah bentuk penyajian berita yang digunakan yaitu: 1) Straightnews: mewakili jenis berita hardnews yang mempunyai sifat terikat oleh waktu. 2) Features: mewakili jenis berita softnews biasanya tidak perlu dimuat pada tanggal tertentu.. 3) Indepth: laporan mendalam yang digunakan untuk menuliskan permasalahan secara lebih lengkap, mendalam, dan analitis. 4) soft news: berita tidak langsung berkaitan dengan kejadian di suatu tempat dan waktu tetapi dipandang ada keterkaitan. k. Tema pemberitaan adalah isi pesan dalam pemberitaan surat kabar terkait penyelenggaraan ibadah haji adalah: 1) Tahapan penyelenggaraan ibadah haji 2) Penyimpangan dalam penyelenggaraan ibadah haji 3) Korupsi penyelenggaraan haji 4) Hak-hak peserta haji 5) Tanggung jawab penyelenggara haji
39
6) Kombinasi l. Kecenderungan Pemberitaan adalah kecenderungan pemberitaan surat kabar terkait yang dapat berbentuk: 1) Pemberitaan yang lebih mendukung penyelenggara haji 2) Pemberitaan yang lebih mendukung pelaksanaan ibadah haji yang bersih darikorupsi 3) Pemberitaan yang Netral 4) Kecenderungan pemberitaan lainnya m. Sifat penyajian berita adalah penggolongan sifat penyajian berita berdasarkan kategori: 1) Deskriptif : pemberitaan yang menggambarkan suatu objek berdasarkan
hasil
pengamatan,
perasaan
dan
pengalaman
penulisnya 2) Argumentatif : pemberitaan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, buktibukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. 6. Jenis Sumber Data Penelitian ini menggunakan satu jenis sumber data, yaitu: data primer. Data tersebut diperoleh dengan melakukan penghitungan frekuensi kemunculan berita, bentuk penyajiannya dan isi pesan yang diinformasikan di dalam beritanya. Sumber berupa dokumentasi surat kabar Banjarmasin Post dan Republika selama bulan Januari 2012 – Desember 2012. Pemberitaan yang dipilih adalah berita tentang penyelenggaraan ibadah haji
dalam harian
40
Kompas dan Republika serta tanggapan dari masyarakat. Jenis berita yang diteliti meliputi bentuk straightnews (berita langsung) dan features. 7. Analisa Data Selanjutnya, analisis dilakukan dengan mengkuantifikasikan isi pemberitaan media dengan menghitung jumlah frekuensinya dalam prosentase yaitu dengan menggunakan metode analisis isi secara deskriptif kuantitatif. Hasil penghitungan tersebut dicantumkan dalam lembar koding untuk kemudian dianalisis yaitu dengan tahapan (1) membuat tabel frekuensi sesuai kategori dalam dua bulan periode penelitian (2) menginterpretasikan data – datanya sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Oleh karena itu, masing-masing kategori penelitian akan diwakili angka pengkodean. Kategori penyajian berita terdiri dari straightnews dan features, akan ditandai oleh angka 1 dan 2. Sedangkan kategori isi pesan dalam pemberitaan yang terdiri dari program dan apresiasi masyarakat akan ditunjukan oleh angka 3 dan 4.
3.1. Reliabilitas Untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur (kategorisasi) yang digunakan dalam penelitian ini dapat dipercaya atau diandalkan bila dipakai lebih dari satu kali untuk mengukur gejala yang sama, maka digunakan uji realibilitas. Perhitungan reliabel tidaknya kategorisasi akan diuji dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh R. Holsty (Wimmer & Dominick, 2000:128) yaitu: C .R
2M N1 N 2
41
Keterangan: C.R. M
= Coefficient Reliability
= Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkode (peneliti dan hakim)
N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkode dan peneliti Uji ini dilakukan dengan cara melakukan dokumentasi terlebih dahulu pada saat pengumpulan data dan kemudian memasukkannya ke dalam lembar koding sesuai dengan kategorisasi yang telah ditentukan. Kemudian seorang hakim yang telah dipilih akan melakukan uji realibilitas terhadap kategorisasi tersebut dengan cara yang sama seperti halnya peneliti. Kemudian dari kedua hasil uji tersebut akan diketahui berapa yang disetujui bersama oleh peneliti dan hakim. Meski belum ada standar reliabilitas yang mutlak, menurut Wimmer dan Dominick (2000:128), ambang penerimaan yang sering digunakan adalah 0,75. Berdasarkan hasil koding berita di SKH Banjarmasin Post yang dilakukan didapatkan Coefficient Reliability unit-unit analisis antara 0,79 sampai 0,96. Koding berita di SKH Republika yang dilakukan didapatkan Coefficient Reliability unit-unit analisis antara 0,76 sampai 0,97. Dengan demikian, kategorisasi unit analisis adalah reliabel, artinya ada kesesuaian antar penyusun kode tidak mencapai ambang tersebut maka kategorisasi operasional sudah spesifik. Pengolahan dan analisis data ini dilakukan dengan tetap mengacu pada teori – teori yang berhubungan dengan masalah dan kemudian akan ditarik kesimpulan dan disertai dengan saran – saran yang dianggap perlu.