BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang ternyata
memiliki permasalahan sanitasi yang besar. Menurut data BPS tahun 2012, hanya 57,82 % rumah tangga memiliki sanitasi yang layak. Untuk daerah perkotaan, rumah tangga yang memiliki sanitasi layak sebesar 73,15% sedang untuk daerah perdesaan hanya sebesar 42,73%. Hal tersebut menggambarkan bahwa sanitasi yang buruk didominasi pada daerah perdesaan. (Tabel 1.1) Kurangnya fasilitas MCK yang memadai menjadi salah satu penyebab buruknya sanitasi di lingkungan masyarakat. Hal tersebut diperparah dengan kurangnya perilaku hidup bersih oleh masyarakat seperti buang air sembarangan, membuang sampah tidak pada tempatnya, tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah beraktivitas dan lain-lain sehingga timbul penyakit seperti diare. Kementrian kesehatan melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 mencatat bahwa penyakit diare merupakan penyakit yang sering dialami khususnya oleh anak-anak dan balita bahkan diantaranya menyebabkan kematian. Penyakit diare sendiri secara umum merupakan penyebab kematian nomer tiga belas di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan penanganan serius mengenai fasilitas sanitasi tersebut. Persentase rumah tangga dengan sanitasi layak sanitasi pada tahun 2012 mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2009,
1
persentase rumah tangga mencapai 51,19% meningkat menjadi 55,53% di tahun 2010. Pada tahun 2011 persentase rumah tangga dengan sanitasi layak kembali meningkat menjadi 55,60% sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 57,82%. Sarana sanitasi merupakan salah satu target dari program Millenium Development Goals (MDGs) sehingga tentu saja dari tahun-ketahun akan dilakukan peningkatan fasilitas sanitasi guna mencapai target tersebut. Program MDGs di Indonesia sendiri menargetkan pada tahun 2015 setidaknya tercapai 62,41% dari total rumah tangga sudah memiliki fasilitas sanitasi yang layak. (Tabel 1.1) Tabe l.1 Persentase Rumah Tangga dengan Sanitasi Layak menurut Tipe Daerah di Indonesia Tahun 2009-2012 Tahun
Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
2009
69,51
33,96
51,19
2010
72,78
38,47
55,53
2011
72,54
38,97
55,60
2012
73,15
42,73
57,82
Sumber : BPS tahun 2012 Salah satu langkah pemerintah guna meningkatkan akses masyarakat terhadap sarana sanitasi yang layak adalah dengan mengadakan program Sanitasi Masyarakat (SANIMAS). Program Sanimas merupakan hasil dari kerjasama Pemerintah Indonesias dengan Pemerintah Australia melalui Australian Agency for International Development (AusAID) yang dikelola oleh Water and Sanitation Program (WSP) dari World Bank dan Bremen Overseas Research and Development association (BORDA). Program ini dikhususkan untuk pengelolaan air limbah di lingkungan masyarakat yang berada pada kawasan padat kumuh
2
miskin perkotaan dengan menerapkan pendekatan berbasis masyarakat. Program SANIMAS sudah berlangsung sejak tahun 2003. Tercatat sampai akhir tahun 2009, sebanyak 37.451 KK yang tersebar pada 420 lokasi di 124 kota dan kabupaten pada 22 propinsi telah mendapat bantuan dari program SANIMAS ini. Kota Kediri merupakan salah satu dari 124 kota/kabupaten yang mendapat bantuan dari adanya program SANIMAS. Sama halnya dengan daerah lainnya, di Kota Kediri masih dijumpai adanya masyarakat yang memiliki perilaku bersanitasi kurang baik seperti buang air besar sembarangan baik di sungai maupun di kebun. Hal tersbut tentu berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu program SANIMAS masuk ke Kota Kediri guna mengatasi permasalahan tersebut. Sampai tahun 2009 terdapat 10 (sepuluh) unit sarana sanitasi hasil program ini. Sarana sanitasi tersebar di 7 lingkungan masyarakat dan 3 di lingkungan pondok pesantren. Lokasi MCK komunal di lingkungan masyarakat yaitu 1 unit di Kelurahan Balowerti, 1 unit di Kelurahan Mrican, 2 unit di Kelurahan Dandangan, 1 unit di Kelurahan Jamsaren, 1 unit di Kelurahan Blabak dan 1 unit di Kelurahan Banaran sedangkan lokasi MCK komunal pada lingkungan pondok pesantren yaitu pada Pondok Pesantren Lirboyo, Pondok Pesantren Al-Islah dan Pondok Pesantren HM Ceria. Semua sarana sanitasi berjenis MCK komunal. Secara umum tidak ada kendala yang berarti dalam proses pengadaan sarana sanitasi (MCK komunal) di Kota Kediri. Masalah justru datang pada saat sarana MCK komunal sudah dioperasikan dalam waktu yang lama. Jumlah pengguna tetap dari sarana MCK komunal semakin berkurang khususnya pada
3
sarana MCK komunal yang ada di lingkungan masyarakat. Berkurangnya jumlah pengguna akan mengancam keberadaan dari sarana MCK komunal sebab dana operasional MCK komunal berasal dari pengguna tetap. Minimnya dana operasional dapat menggangu kinerja pengelola dalam memberikan pelayanan dasar seperti kebersihan dan penyediaan fasilitas pada sarana MCK komunal. Keberadaan pengguna MCK komunal menjadi sangat penting bagi keberlanjutan dari sarana MCK komunal. Ketika tidak ada pengguna maka MCK komunal tidak akan beroperasi. Di Kota Kediri, dari 7 unit MCK komunal yang tersebar di lingkungan masyarakat terdapat 2 unit yang sudah tidak beroperasi lagi yaitu 1 unit di Kelurahan Jamsaren dan 1 unit di Kelurahan Dandangan sedangkan 5 unit lainnya masih beroperasi dan memiliki pengguna tetap. Kelima unit sarana MCK komunal tersebut yaitu 1 unit di Kelurahan Balowerti, 1 unit di Kelurahan Mrican, 1 unit di Kelurahan Dandangan, 1 unit di Kelurahan Blabak serta 1 unit di Kelurahan Banaran. Program SANIMAS memiliki tujuan untuk menghasilkan produk sarana sanitasi yang berkelanjutan. Jika terdapat sarana sanitasi yang tidak beroperasi lagi tentu patut dipertanyakan lagi terkait efektivitas dari keberadaan sarana sanitasi tersebut. Oleh karena itu, penelitian mengenai “Efektivitas Sarana Sanitasi (MCK Komunal) Di Kota Kediri” ini penting untuk dilakukan untuk mengetahui situasi terkini terkait keberadaan sarana MCK komunal di Kota Kediri. Melalui penelitian ini dinilai tingkat efektivitas dari masing-masing sarana MCK komunal di Kota Kediri khusunya sarana yang masih beroperasi dan
4
memiliki pengguna tetap. Lebih lanjut dipaparkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efektivitas sarana MCK komunal.
1.2.
Perumusan Masalah Kebutuhan akan sarana sanitasi yang layak menjadi hal yang perlu
diperhatikan. Kurangnya akses terhadap sarana sanitasi yang layak menyebabkan timbulnya perilaku sanitasi yang kurang baik oleh masyarakat salah satunya yaitu buang air besar sembarangan. Perilaku tersebut tentunya bedampak buruk bagi kesehatan karena lingkungan masyarakat menjadi kotor. Guna memenuhi kebutuhan sarana sanitasi, melalui program SANIMAS, pemerintah Kota Kediri beserta pihak swasta membangun sarana sanitasi dasar berupa MCK komunal. Sarana MCK komunal yang dibangun diharapkan efektif keberadaannya yaitu dapat diterima dan dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga tujuan keberlanjutan dari penyediaan sarana ini dapat tercapai. Permasalahan muncul ketika jumlah pengguna tetap dari sarana MCK komunal berkurang. Banyak dari pengguna tersebut beralih menggunakan sarana MCK pribadi. Walaupun tidak bisa dikatakan jelek, beralihnya pengguna ke sarana pribadi tentu mengancam keberadaan sarana MCK komunal mengingat sumber dana operasional dari MCK komunal tersebut berasal dari pengguna tetap. Minimnya dana operasioal dapat mempengaruhi kinerja pengelolan dalam memberikan pelayanan dasar berupa kebersihan dan penyediaan failitas. Kondisi pelayanan yang jelek dapat mendorong timbulnya keinginan untuk beralih menggunakan sarana lain. Jika ditingggalkan penggunanya maka tujuan
5
keberlanjutan dari pengadaan sarana sanitasi ini tidak akan tercapai sehingga keberadaan sarana MCK komunal ini tidak efektif lagi. Berdasarkan permasalahan tersebut, dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. bagaimana tingkat efektivitas sarana MCK komunal di Kota Kediri? 2. faktor apa yang mempengaruhi tingkat efektivitas sarana MCK komunal?
1.3.
Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui tingkat efektivitas sarana MCK komunal di Kota Kediri.
2.
Menganalisis faktor yang mempengaruhi tingkat efektivitas sarana MCK komunal.
1.4. 1.
Kegunaan Penelitian Menambah khasanah ilmu khususnya pada bidang pengelolaan lingkungan permukiman.
2.
Sebagai bahan evaluasi terhadap kegitan penyediaan sarana MCK komunal di Kota Kediri
1.5.
Tinjauan Pustaka
1.5.1. Ilmu Geografi Geografi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari lokasi dan distribusi kenampakan pada permukaan bumi (De Blij dan Muller, 1994). Dalam ilmu geografi, dipelajari mengenai hubungan timbal balik antara gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi, baik yang bersifat fisik maupun
6
yang menyangkut makhluk hidup beserta permasalahannya. Objek kajian geografi adalah fenomene-fenomena geosfer yang terdiri dari fenomena litosfer, hidrosfer, biosfer, atmosfer pedosfer dan antrophosfer. Dalam mengkaji objek kajian tersebut, terdapat 3 (tiga) pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan keruangan, pendekatan ekologikal dan pendekatan komplek wilayah. Pendekatan keruangan adalah pendekatan yang menitikberatkan pada analisis pola keruangan dari berbagai gejala dan perubahan ruang akibat dari kegiatan manusia (Sutikno, 2005). Pendekatan ekologikal yaitu suatu metode analisis mengenai keterkaitan antara organisme dengan lingkungannya baik biotik maupun abiotik dan bagaimana akibat yang ditimbulkannya. Menurut Yunus (2004), dalam ilmu geografi terdapat 4 (empat) tema analisis yaitu: 1. human behavior - environment analysis,
2. human activity - environment analysis, 3.
physico natural features - environment analysis, 4. physico artificial features environment analysis. Jika pendekatan keruangan dan pendekatan ekologi dikombinasikan dalam satu penelitian maka akan menjadi pendekatan kompleks wilayah. Penyediaan sarana sanitasi (MCK komunal) merupakan salah satu penerapan dalam pendekatan kompleks wilayah. Pengadaan MCK komunal tidak dilakukan di sembarang tempat tetapi memperhatikan kebutuhan dari masyarakat. Tidak hanya berbicara mengenai lokasi, pengadaan MCK komunal juga digunakan untuk mengurangi dampak buruk akibat kurangnya akses masyarakat terhadap sarana sanitasi yang layak. Melalui penelitian ini dijabarkan mengenai
7
tingkat
efektivitas
sarana
MCK
komunal
serta
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya.
1.5.2. Sanitasi Sanitasi menurut World Bank (2011) adalah sebuah cara untuk mengumpulkan dan membuang tinja serta air buangan yang dihasilkan oleh masyarakat secara higienis sehingga menghindarkan masyarakat dari bahaya yang dapat menurunkan tingkat kesehatan. Sejalan dengan World Bank, Notoatmodjo (2003) dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsipprinsip Dasar” menjelaskan bahwa sanitasi merupakan suatu upaya untuk menjaga lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan budaya guna pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Sedangkan menurut Tim teknis pembangunan sanitasi (TTPS) yang dibentuk oleh Indonesia mendefinisikan sanitasi merupakan proses yang terdiri dari banyak langkah untuk mengelola limbah dari titik asal limbah itu dihasilkan sampai titik pemanfaatan kembali atau pemrosesan akhir. Pengelolaan sanitasi tidak terlepas dari fasilitas-fasilitas pendukung baik berupa fisik bangunan maupun instrumen yang digunakan untuk memelihara kualitas lingkungan fisik seperti sarana air bersih, jamban, saluran limbah, bak sampah, peralatan pencegahan terhadap hewan-hewan pembawa penyakit seperti lalat, nyamuk tikus dan hewan lainnya serta instrumen kebersihan lainnya. Dalam suatu wilayah, ketersedian fasilitas sanitasi harus diperhatikan karena dengan fasilitas sanitasi tersebut akan mampu membantu menjaga kelestarian lingkungan
8
dan menghindarkan masyarakat dari potensi penyakit akibat kontak dengan limbah rumah tangga. Air limbah domestik merupakan salah satu yang diperhatikan dalam pengelolaan sarana sanitasi. Air limbah domestik bisa berasal dari kegiatan memasak, mandi, cuci dan kakus yang dilakukan oleh masyarakat. Air limbah domestik memiliki kandungan bahan organik yang tinggi serta terdapat bakteri yang dapat membahayakan bagi kesehatan. Jika kandungan tersebut meresap kedalam tanah atau masuk dalam sistem perairan maka dapat mencemari air tanah dan lingkungan. Guna menghindarkan dari hal tersebut maka dibutuhkan sistem pengelolaan air limbah yang baik di suatu wilayah. Berdasarkan peraturan pemerintah no 16 tahun 2005 tentang pengembangan sistem perencanaan air minum, sistem pengelolaan air limbah dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu sistem setempat dan sistem terpusat. (Gambar 1 dan Gambar 2)
Gambar 1. Sistem pengelolaan air limbah setempat Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum
9
Sistem pengelolaan air limbah setempat yaitu sistem yang mengelola air limbah langsung di lokasi setempat. Pada dasaranya pengelolaan ini merupakan pengelolaan yang sederhana dan dapat dilakukan oleh masing-masing individu di pekarangan dengan menggunakan wadah berupa tangki septik. Bahkan di berbagai daerah masih ada yang menggunakan jamban sungai atau kubangan untuk membuang limbah domestik yang tentu saja dapat mencemari lingkungan serta air tanah. Penggunaan tangki septik merupakan yang paling aman dalam sistem pengolaan air limbah setempat ini. Namun tangki septik ini lebih cocok pada daerah pedesaan karena kepadatan permukimannya masih jarang. Lain halnya di daerah perkotaaan dengan kepadatan permukiman yang tinggi, keberadaan tangki septik pribadi justru akan membahayakan bagi ketersediaan air bersih di wilayah tersebut karena bisa terjadi pencemaran akibat dekatnya jarak sumur dan tangki septik.
Gambar 2. Sistem pengelolaan air limbah terpusat Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum
10
Sistem pengelolaan air limbah terpusat yaitu sistem pengelolaan air limbah melalui jaringan-jaringan perpipaan yang bermuara pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Sistem terpusat biasanya dikelola oleh pemerintah maupun swasta secara langsung karena dibutuhkan keahlian khusus untuk membuat jaringan perpipaan. Sistem terpusat cocok diterapkan di daerah perkotaan karena tidak memungkinkan untuk menggunakan tangki septik pribadi karena keterbatasan lahan dan bahaya pencemaran air tanah. Kelemahan sistem ini yaitu selain memerlukan biaya investasi yang besar juga rawan terhadap kebocoran pipa yang menyebabkan bau yang tidak enak bahkan saat adanya air limpasan dalam jumlah besar akan menyebabkan air limbah di dalam pipa akan meluap ke rumah warga. Sarana sanitasi (MCK komunal) yang dikaji pada penelitian ini yaitu sarana sanitasi yang menggabungkan antara sistem pengelolana air limbah setempat dengan sistem pengelolaan air limbah terpusat. Penggabungan sistem bertujuan untuk memaksimalkan keunggulan dan meminimalisir kelemahan yang ada pada kedua sistem tersebut. Sarana MCK komunal dibangun di sebuah lokasi dengan fasilitas mandi, cuci dan kakus yang dilengkapi dengan tangki septik khusus yang dapat mengolah limbah yang dihasilkan oleh masyarakat sehingga menjadi aman jika akan dibuang pada sistem perairan.
11
1.5.3. Program SANIMAS Program Sanimas merupakan hasil dari kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Australia melalui Australian Agency for International Development (AusAID) yang dikelola oleh Water and Sanitation Program (WSP) dari World Bank dan Bremen Overseas Research and Development association (BORDA). Program ini dikhususkan untuk pengelolaan air limbah di lingkungan masyarakat yang berada pada kawasan padat kumuh miskin perkotaan dengan menerapkan pendekatan berbasis masyarakat. Program SANIMAS menerapkan 6 prinsip dasar yaitu pendekatan tanggap kebutuhan, seleksi sendiri, pilihan sarana teknologi sanitasi, pendanaan banyak sumber, pemberdayaan serta partisipasi. Pendekatan tanggap kebutuhan menekankan pada kebutuhan dan kemauan dari pemerintah daerah maupun masyarakat. Hal tersebut menggambarkan bahwa program SANIMAS hanya dilaksanakan pada daerah yang memang membutuhkan sarana sanitasi. Seleksi sendiri menekankan pada proses pemilihan lokasi yang akan difasilitasi dalam pembangunan sarana sanitasi. Proses seleksi dilakukan dengan mengidentifikasi potensi dan kekurangan pada suatu lokasi secara objektif. Melalui seleksi tersebut dihasilkan lokasi yang menjadi prioritas untuk mendapat fasilitas dalam pembangunan sarana sanitasi. Pilihan saran teknologi sanitasi menekankan pada jenis sanitasi yang akan dibangun. Secara umum terdapat 3 (tiga) jenis sanitasi yaitu pemipaan, MCK komunal dan kombinasi dari kedua jenis tersebut. Pemilihan tersebut disesuaikan oleh kemampuan dari pemerintah daerah maupun masyarakat.
12
Pendanaan banyak sumber menekankan pada sistem pendanaan yang digunakan dalam membangun sarana sanitasi di lingkungnan masyarakat. Sistem pendanaan sanitasi berasal dari APBN, APBD Propinsi, APBD Kota/Kabupaten, swasta/LSM, dan masyarakat yang diproporsikan sesuai kemampuan masingmasing. Pemberdayaan menekankan pada peningkatan kapasitas dari para pelaku pembangunan sanitasi baik pemerintah daerah, LSM, maupun masyarakat. Dengan adanya peningkatan kapasitas diharapkan pembangunan dan pengelolaan sarana sanitasi dapat berjalan dengan baik. Partisipasi menekankan pada keterlibatan masyarakat dari proses perencanaan sampai tahapan evaluasi. Partisipasi merupakan hal yang paling diperhatikan dalam pembangunan sarana sanitasi karena dapat menumbuhkan rasa memiliki dari masyarakat. Ketika masyarakat mempunyai rasa memiliki tentu akan menggunakan dan merawat sarana sanitasi yang ada. Melalui 6 (enam) prinsip dasar tersebut, diharapkan sarana sanitasi yang dibangun dapat besifat berkelanjutan.
1.5.4. Efektivitas Efektivitas memiliki kata dasar efektif yang artinya pencapaian sesuai dengan tujuan. Efektivitas itu sendiri berarti pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan tersebut. Menurut Atmosoeprapto
(2002), efektivitas
merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara benar. Dalam lingkup organisasi, efektivitas merupakan tingkat perwujudan dari sasaran yang ditargetkan yang menunjukkan seberapa besar sasaran tersebut telah tercapai. Menurut Sumaryadi (2005), berpendapat bahwa suatu organisasi yang efektif
13
adalah organisasi yang sepenuhnya telah mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dalam dunia manajemen, efektif berarti membuat keputusan yang tepat dan dapat diimplementasikan dengan suskses (Griffin, 2004). Sedangkan efektivitas merupakan kemampuan dalam memilih tujuan yang tepat (Ruky, 2002). Pada penelitian ini, penilaian mengenai tingkat efektivitas sarana sanitasi (MCK Komunal) di Kota Kediri difokuskan dengan melihat kondisi sarana yang ada pada saat sekarang. Untuk menggambarkan keberlanjutan maka sarana MCK komunal yang diteliti adalah sarana yang sudah beroperasi dalam waktu yang lama (≥ 5 tahun).
1.5.5. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai sarana sanitasi sudah banyak dilakukan oleh para peneliti salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hermin Poedjiastoeti dan Mila Karmila (2007). Poedji dan Karmila meneliti mengenai karakteristik kondisi sanitasi lingkungan di kawasan permukiman nelayan Bandengan Kabupaten Kendal. Penelitian ini menggambarkan kondisi sanitasi lingkungan secara umum yaitu mengenai kondisi rumah, cakupan dan layanan air bersih, perilaku sanitasi masyarakat, keberadaan saluran drainase serta pengelolaan sampah. Selain itu juga digambarkan mengenai peran serta masyarakat dalam perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan. Penelitian lainnya yang berkaitan dengan sanitasi yaitu penelitian yang mengaji program pengelolaan air limbah perkotaan di Balikpapan (Nelwan et al, 2003). Penelitian ini tentang studi kasus mengenai pengelolaan air limbah
14
perkotaan (IPAL) di kelurahan Margasari. Penelitian ini mengkaji mengenai kinerja IPAL yang ada di kelurahan tersebut. Selain itu juga dikaji mengenai persepsi masyarakat terhadap pelayanan IPAL tersebut. Penelitian yang berkaitan langsung dengan MCK komunal yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ariyani Indrayanti (2010). Penelitian ini lebih membahas mengenai pola distribusi MCK komunal di Kota Yogyakarta. Pola distribusi dihubungkan dengan persebaran permukiman kumuh di Kota Yogyakarta. Penelitian lain yaitu yang dilakukan oleh Lina Eliana (2011). Penelitian ini fokus pada tingkat efektivitas pengelolaan program sanitasi yang dilihat dari 4 indikator yaitu pencapaian target, kemampuan adapatasi, kepuasan kerja dan tanggung jawab. Berbeda dengan penelitian tersebut, penelitian dengan judul “Efektivitas Sarana Sanitasi (MCK Komunal) di Kota Kediri” ini fokus menggambarkan tingkat efektivitas sarana MCK komunal yang ada dengan menilai 6 variabel yaitu kondisi pengguna, kondisi sarana, keuangan, pengelolaan, fasilitas pendukung serta kondisi listrik dan air pada sarana MCK komunal yang sudah beroperasi setidaknya selama 5 tahun sehingga dapat diketahui keberlanjutan dari sarana MCK tersebut. Penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efektivitas sarana MCK komunal. (Tabel 1.2)
15
Tabel 1.2 Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan peneliti No 1
2
Nama Peneliti Fredy Nelwan, Kawik Sugiana, dan Budi Kamulyan
Hermin Poedjiastoeti, dan Mila Karmila
Judul Penelitian Kajian Program Pengelolaan Air Limbah Perkotaan Studi Kasus Pengelolaal IPAL Margasari Balikpapan
Tahun Penelitian 2003
Karakteristik Kondisi 2007 Sanitasi Lingkungan Di Kawasan Permukiman Nelayan Bandengan Kabupaten Kendal
Jenis Tujuan Penelitian Penelitian Jurnal 1. Mengkaji kinerja online pengelolaan air limbah dengan IPAL
Jurnal online
2. Mengkaji Persepsi Masyarakat terhadap Pelayanan IPAL Margasari 1. Menggambarkan Kondisi Sanitasi Lingkungan Di Kawasan Permukiman Nelayan (RW IV) Kelurahan Bandengan 2. Mengkaji peran masyarakat dalam perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
Metode Hasil Penelitian Penelitian Deskriptif 1. Kinerja pengelolaan air limbah Kualitatif dengan IPAL secara umum sudah baik 2. Persepsi masyarakat terhadap pelayanan IPAL Margasari cendrung positif Deskriptif Kualitatif
1. Kondisi sanitasi lingkungan nelayan (RW IV) kelurahan Bandengan dilihat dari pemenuhan terhadap sarana sanitasi dasar tergolong masih buruk
2. Peran masyarakat dalam perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan sangat minim dan tidak dapat berkembang secara optimal
16
3
4
Ariyani Indrayanti
Lina Eliana
Pola Distribusi Keruangan MCK Komunal Dan Hubungannya Dengan Kawasan Kumuh Di Perkotaan Yogyakarta
2010
Eektivitas Pengelolaan 2011 Program Sarana Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) Di Desa Bunihara Kecamatan Anyar Kabupaten Serang tahun 2011
Jurnal online
Skripsi
1. Menggambarkan Pola Distribusi Keruangan MCK Komunal
Deskriptif 1. Distribusi spasial MCK Komunal Kuantitatif di Kota Yogyakarta, memiliki pola mengelompok.
2. Mencari hubungan Pola Distribusi MCK Komunal Dengan Kawasan Kumuh Di Perkotaan Yogyakarta
2. Pola distribusi spasial MCK Komunal berasosiasi dengan pola distribusi permukiman kumuh yang ada di Kota Yogyakarta, yaitu di sebagian besar di sepanjang bantaran sungai.
1. Mengetahui tingkat efektivitas pengelolaan program sanitasi masyarakat di Desa Bunihara Kecamatan Anyar Kabupaten Serang tahun 2011
Deskriptif kuantitatif
1. pengelolaan program sanitasi masyarakat di Desa Bunihara Kecamatan Anyar Kabupaten Serang tahun 2011 kurang efektif
17
5
Mohammad Ainun Najib Anshori
Efektivitas Sarana Sanitasi (MCK komunal) di Kota Kediri
2015
Skripsi
1. Mengetahui tingkat efektivitas sarana sanitasi (MCK komunal) di Kota Kediri
2. Menganalisis faktor yang mempengaruhi tingkat efektivitas sarana MCK komunal
Deskriptif kuantitatif
1. Sarana MCK komunal di Kelurahan Blabak dan Dandangan masuk kategori efektif sedangkan sarana MCK komunal di Kelurahan Balowerti, Banaran dan Mrican masuk klasifikasi tidak efektif. 2. Tingkat pelayanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat efektivitas sarana MCK komunal.
18
1.6.
Kerangka Pemikiran Pengadaan sarana sanitasi (MCK komunal) melalui program SANIMAS
menuntut adanya pengelolaan sarana secara mandiri karena pada intinya sarana ini dibangun oleh, dari dan untuk masyarakat (pengguna) itu sendiri. Pengelolaan dilakukan oleh sekelompok orang yang dipilih berdasarkan kesepakatan bersama. Pengelola bertugas untuk memastikan sarana MCK komunal berjalan dengan baik selain itu pihak pengelola juga bertugas untuk memberikan pelayanan terbaik guna menciptakan kenyamanan bagi pengguna dalam menggunakan sarana MCK. Baik buruknya pengelolaan yang dilakukan oleh pengelola dapat mempengaruhi perubahan jumlah pengguna tetap. Keberadaan pengguna berpengaruh terhadap keberlanjutan sarana MCK komunal. Sumber dana operasional utama dari MCK komunal berasal dari pengguna. Tanpa ada pengguna segala kegiatan yang ada pada MCK komunal tidak dapat berjalan secara optimal. Keberlanjutan sarana MCK komunal dapat dilihat dari kondisi pengguna dan sarana serta aktivitas yang ada pada MCK komunal. Keberlanjutan sarana MCK komunal dapat dijadikan acuan untuk penilaian tingkat efektivitas dari sarana MCK komunal mengingat keberlanjutan merupakan tujuan dari diadakannya program SANIMAS. (Gambar 3)
19
Pengadaan sarana MCK komunal melalui program SANIMAS
Pengelolaan sarana MCK komunal secara mandiri
Perubahan jumlah pengguna tetap
Tingkat pelayanan
Keberlanjutan Sarana MCK Komunal 1. Kondisi Pengguna Jumlah Jarak Rumah 2. Kondisi Sarana Kamar Mandi Tempat Cuci Kakus Biogas
3. Keuangan 4. Pengelolaan Operator Kegiatan KSM 5. Fasilitas Pendukung 6. Kondisi Listrik dan air
Tingkat efektivitas sarana MCK Komunal
Keterangan: : Hubungan : Pengaruh Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian
20
1.7. 1.
Hipotesis Terdapat variasi tingkat efektivitas sarana MCK komunal pada masingmasing lokasi di Kota Kediri.
2.
Faktor yang mempengaruhi tingkat efektivitas sarana MCK komunal yaitu tingkat pelayanan MCK komunal.
1.8. 1.
Batasan Operasioanl Efektivitas adalah suatu tindakan yang dilakukan secara benar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. (Atmosoeprapto, 2002). Sarana MCK komunal dibangun untuk menyediakan sarana mandi, cuci, kakus yang aman dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sarana MCK komunal yang efektif mampu menarik minat masyarakat untuk menggunakannya. Karena bersifat berkelanjutan, semua sarana dan fasilitas mendukung harus bisa digunakan dalam jangka waktu yang lama (≥ 5 tahun). Sarana ini berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat sehingga tanggungjawab ada pada masyarakat (pengguna) termasuk pada biaya operaionalnya. Jika semua hal tersebut terpenuhi maka sarana MCK komunal yang dibangun dapat dikatakan efektif.
2.
MCK (Mandi Cuci Kakus) adalah bangunan sanitasi umum yang dikelola oleh masyarakat, yang dapat melayani 20 – 200 Rumah Tangga dengan biaya operasional berasal dari iuran pengguna MCK yang besarnya ditetapkan atas kesepakatan bersama. (TTPS, 2010). Jumlah 20 rumah tangga dijadikan acuan untuk menentukan efektif atau tidak efektifnya sarana MCK komunal
21
berdasarkan jumlah penggunanya. Jika jumlah pengguna lebih dari sama dengan 20 rumah tangga maka dapat dikatatakan efektif. 3.
Jarak maksimal antara lokasi MCK umum dengan rumah pengguna yang dilayani adalah 100 m. (TTPS, 2010). Jarak yang dekat akan memudahkan pengguna dalam mengakses sarana MCK komunal. Namun jika ada pengguna MCK komunal yang lokasi rumahnya berjarak lebih dari 100 m dapat dikatakan bahwa sarana MCK komunal tersebut efektif sebab sarana itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
22