1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian masyarakat Indonesia ikut mewarnai pola perkembangan bisnis di Indonesia, hal ini ditandai dengan makin maraknya perusahaan-perusahaan dibidang perdagangan maupun jasa yang mewarnai perekonomian Indonesia. Adapun suatu perusahaan yang sedang tumbuh dan berkembang dapat melakukan diinversifikasi atau perluasan jangkauan bisnisnya yakni dengan peningkatan faktor internal maupun faktor eksternal, peningkatan internal dapat dilakukan dengan membangun bisnis dari awal dimana memerlukan tahapan yang cukup panjang misalnya harus
riset pasar, pembangunan fasilitas
produksi dan lain-lain sedangkan secara eksternal dapat dilakukan dengan cara mengrestrukturisasi perusahaan.1 Restrukturisasi perusahaan merupakan salah satu jalan keluar yang sering dipilih dalam menghadapi persaingan usaha yang begitu ketat. Persaingan usaha diantara perusahaan-perusahaan yang ada, menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan agar dapat bertahan atau bahkan berkembang. Untuk itu, perusahaan perlu mengembangkan suatu strategi yang tepat agar bisa mempertahankan eksistensinya, meningkatkan efisiensi dan memperbaiki kinerjanya, yaitu dengan cara restrukturisasi usaha seperti merger (penggabungan), konsolidasi (peleburan) dan akuisis (pengambilalihan). Hal ini diatur sebagaimana disebutkan dalam Bab VII Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007. 1
Frans Budianto Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT), (Jakarta : Visimedia, 2009), hal.2
1
Universitas Sumatera Utara
2
Berdasarkan asal-usulnya, kata merger dari kata “merger”, “fusion”, atau “absorption”, yang berarti “menggabungkan”.2 Merger yang berasal dari akar kata kerja “to merge”, secara luas dipahami sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada, yang mengakibatkan aktiva atau pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri tersebut beralih karena hukum kepada perseroan yang menggabungkan diri tersebut beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Konsolidasi yang berasal dari kata “consolidation”, yang berarti “melebur” adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum. Sedangkan akuisisi saham atau “shares acquisition” yang berarti “menggambilalih” adalah perbutan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseroan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.3 Meskipun berbeda dari segi prosesnya, namun tindakan merger, konsolidasi, dan akuisis perseroan terbatas pada intinya tidak berbeda yaitu tindakan dua atau lebih perusahaan utnuk merestrukturisasi perusahaan. Oleh karena itu di pakai istilah merger, konsolidasi dan akuisi untuk mengacu pada semua pengertian tersebut.
2
Rachmadi Usman, Hukum Persaongan Usaha di Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pusatka Utama, 2004), hal.68 3 Widjaja H.G.Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang No1 Tahun 1995, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2003), hal.11
Universitas Sumatera Utara
3
Meskipun demikian, antara merger, konsolidasi dan akuisisi juga terdapat perbedaan. Jadi akuisis hanya berkenan dengan kepemilikan saham, sedangkan badan usahanya tetap, maka berlainan dengan merger, justru berkenan dengan badan usahannya. Salah satu badan usaha tetap berdiri, sedangkan yang lainnya bubar karena bergabung dengan badan usaha yang masih ada, maka merger justru memperkecil jumlah perusahaan, tetapi memperbesar kekuasaan, finansial, dan strategi perusahaan sedangkan konsolidasi juga berkenaan dengan badan usahanya, akan tetapi konsolidasi membentuk badan usaha yang baru.4 Akan tetapi penelitian ini tidak akan membahas lebih jauh mengenai marger dan akuisisi karena yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah mengenai masalah peleburan, Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan definisi tentang peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan dua perseroan atau lebih yang meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.5 Dari definisi peleburan Perseroan Terbatas sebagaimana tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum, dan menurut Pasal 122 ayat (2) UUPT bahwa berakhirnya perseroan tersebut terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu. Waktu pengakhiran Perseroan yang meleburkan diri terhitung bubar sejak tanggal akta pendirian Perseroan hasil peleburan disahkan oleh menteri. 4
Hermansyah, Abdul R. Saliman dan Achmad Jalis, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan contoh kasus), (Jakarta : Penada Media, 2005), hal.7 5 Pasal 1 ayat (10) UUPT Nomor 40 Tahun 2007
Universitas Sumatera Utara
4
Pasal 122 ayat (3) UUPT menyebutkan pada pekoknya bahwa dalam hal berakhirnya perseroan yang terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu, maka beraktibat pada:6 a. Aktiva dan pasiva perseroan yang meleburkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima perseroan hasil peleburan b. Pemegang saham perseroan yang meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham perseroan yang menerima perseroan hasil peleburan c. Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal peleburan mulai berlaku Pada intinya pengertian peleburan PT perusahaan secara umum dapat dikatakan yaitu dua perusahaan atau lebih meleburkan diri menjadi satu perusahaan dengan menggunakan nama baru. Dengan demikian nama-nama perusahaan yang meleburkan diri tersebut telah melebur dan tidak digunakan lagi dan digantikan oleh satu nama baru yang berdiri sendiri dengan kekuatan sumberdaya manusia dan finansial dari perusahaan yang meleburkan diri tersebut. Tujuan dilakunnya peleburan dari dua perusahaan atau lebih tersebut pada umunya disebabkan oleh prinsip efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan.7 Kinerja perusahaan yang meleburkan diri tersebut dalam posisi kurang menguntungkan atau tidak berkembang sebagaimana yang diharapkan karena tingkat persaigan yang begitu kuat dalam bidang usaha yang digeluti oleh perusahaan tersebut. Oleh karena itu beberapa perusahaan dengan kegiatan bisnis yang sejenis meleburkan diri dengan tujuan untuk
6
Pasal 122 ayat 3 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Cornelius Simanjuntak, Hukum Merger Perseroan Terbatas Teori dan Praktek, (Bandung : Pustaka Utama,2004), Hal. 5 7
Universitas Sumatera Utara
5
mengefektifkan dan mengefisiensikan kinerja perusahaan sekaligus pula memperkuat struktur permodalan yang dimiliki perusahaan yang meleburkan diri tersebut sehingga meningkatkan kemampuan bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis dalam meningkatkan produktivitas dan profit yang telah dicanangkan oleh manajemen perusahaan.8 Namun dengan dilaksanakannya peleburan perusahaan yang merupakan kumpulan dari beberapa perusahaan mengakibatkan terjadi pula perubahan pada status pekerja. Pekerja yang selama ini berkerja di dua perusahaan atau lebih setelah dilakukan peleburan maka pekerja juga akan berkumpul dalam satu perusahaan. Dengan berkumpulnya pekerja dalam satu perusahaan hasil peleburan maka terjadi pembengkakan dari jumlah pekerja sehingga perlu dilakukan kebijakan rasionalisasi pekerja namun tetap dalam sistem dan prosedur hukum yang berlaku, sehingga tidak merugikan hak dan kepentingan dari pekerja tersebut. PT. Infinity Logistindo Indonesia, adalah salah satu nama perusahan yang muncul dari hasil peleburan perusahaan, sama halnya dengan perusahaan lain yang melakukan peleburan, perusahaan ini juga melakukan peleburan dengan tujuan memenuhi prinsip efektifitas dan efisiensi kinerja perusahaan. Hal yang perlu dicermati dalam peleburan perusahaan ini adalah mengenai status pekerja yang selama ini bekerja diperusahaan yang lama, setelah terjadi peleburan perusahaan maka pekerja akan berkumpul dalam suatu wadah perusahaan yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan jumlah pekerja, sehingga pihak management perusahaan harus melaksanakan kebijakan rasionalisasi jumlah pekerja, dan menurut pihak
8
Retno Wulan Stantio, Holding Company Merger dan Lain-lain Bentuk Kerjasama Perusahaan, (Jakarta : Media Ilmu, 2004), hal.18
Universitas Sumatera Utara
6
perusahan bahwa perusahaan akan tetap bertindak dalam sistem dan prosedur hukum yang berlaku dalam menyikapi rasionalisasi jumlah pekerja tersebut, akan tetapi dilapangan seringkali perusahaan selalu mengorbankan hak dan kepentingan para pekerjanya sehingga para pekerja selalu dalam posisi yang lemah. Perlu menjadi perhatian perusahaan hasil peleburan bahwa tenaga kerja merupakan orang yang mampu melakukan pekerjaanya guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat dan dalam berbagai tulisan tentang tenaga kerja sering kali dijumpai adagium yang berbunyi “Pekerja atau buruh adalah tulang punggung perusahaan”. Adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna, tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan kebenaranya. Pekerja atau buruh dikatakan sebagai tulang punggung perusahaan, karena memang mempunyai peran penting, tanpa adanya pekerja atau buruh tidak akan mungkin perusahaan itu bisa berjalan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Sebuah organisasi yang baik seyogianya perusahaan maupun instansi terkait dalam melakukan aktivitasnya sudah tentu memerlukan sumber daya manusia yang mendukung usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi, dan perlu diingat bagaimanapun canggihnya maupun lengkapnya sumber daya non-manusia yang dimiliki oleh suatu perusahaan tidaklah menjadi jaminan bagi perusahaan tersebut untuk mencapai suatu keberhasilan. Jaminan untuk dapat berhasil lebih banyak ditentukan sumber daya manusia yang mengelola, mengendalikan dan mendayagunakan sumber daya non-manusia yang dimiliki, oleh karena itu masalah pekerja merupakan masalah yang sangat penting yang harus mendapat perhatian perusahaan, dan jangan dijadikan alasan bahwa untuk mengefekektifkan kinerja perusahaan para pekerja harus dikorbankan hak dan kepentingannya.
Universitas Sumatera Utara
7
Hak dan kepetingan pekerja yang dikorbankan, sering terjadi pada perusahaan yang melakukan peleburan, bahkan tidak jarang berujung pada perselisihan antara pekerja dan perusahaan. Berdasarkan pada latar belakang yang tersebut, maka penulis tertarik untuk menyusun penelitian ini
dalam bentuk Tesis dengan judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Perseroan Terbatas Yang Melakukan Peleburan (Studi Pada PT. Infinity Logistindo Indonesia)”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permalahan yang akan diangkat sebagai pokok kajian dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia? 2. Bagaimana konsekuensi yang timbul terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia? 3. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan perseroan terbatas yang melakukan peleburan?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
8
2. Untuk mengetahui konsokuen yang timbul terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia. 3. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan perseroan terbatas yang melakukan peleburan.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoristis maupun secara praktis yaitu: 1. Secara teoristis penelitian dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum perusahaan pada umumnya dan hukum tentang Perseroan Terbatas (PT) pada khususnya di bidang peleburan perusahaan serta perlindungan terhadap kepentingan pekerja untuk diberi kesempatan melanjutkan hubungan kerja dan penyelesaian hak normatif pekerja yang terkena PHK akibat peleburan perusahaan . 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai pelaksanaan prosedur hukum peleburan Perseroan Terbatas (PT) pada umumnya serta masalah perlindungan
kepentingan pekerja untuk diberi kesempatan melanjutkan
hubungan kerja dan penyelesaian hak normatif pekerja yang terkena PHK akibat peleburan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
9
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di Lingkungan Pasca Sarjanan Magister Ilmu Hukum dan Magister Kenotariatan menunjukan bahwa penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Perseroan Terbatas Yang Melakukan Peleburan (Studi Pada PT. Infinity Logistindo Indonesia)” belum ada yang meneliti dan membahasnya, sehingga secara akademis keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan. Adapun penelitian yang pernah dilakukan dan memiliki kedekatan dari segi judul penelitian adalah sebagai berikut: 1. Aristunsyah/Mkn, NIM: 00211103: Perlindungan Hukum Terhadap Karyawan Setelah Peleburan Perusahaan Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara 111 (Persero). 2. Arifin/Mkn, NIM:067011022: Analisa Yuridis Penggabungan Perusahaan (Merger) Terhadap Hubungan Kerja (Studi Merger Antara PT. Bank Harga Dan Rebo Bank).
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori berasal dari bahasa latin “theoria” yang berarti perenungan, yang pada giliranya berasal dari kata “thea”dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realistis, dalam banyak literatur, beberapa
Universitas Sumatera Utara
10
ahli menggunakan kata ini untuk menunjukan bangunan berfikir yang tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataanya), juga simbolis.9 Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah, landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data dan teori merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variabel definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.10 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,11 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut M.Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoristis.12 Menurut pendapat Burhan Ashofa, dikatakan bahwa teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan konsep. 13 Sedangkan menurut Snelbecker, mengatakan bahwa teori itu sebagai seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis, yaitu mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat 9
Otje Salman S. HR, dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, (Bandung : Grafika Aditama, 2005), hal. 51. 10 Suprapto J. Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hal. 194. 11 JJJ. M, Wuisman, dengan Penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jilid I), (Jakarta : FE UI, 1996), hal. 203 12 M Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, ( Bandung : Mandar Maju, 1994), hal.80 13 Burhan Asofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007), hal. 80.
Universitas Sumatera Utara
11
ditaati dan mempunyai fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.14 Sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu, yang merupakan landasan diatas mana dibangun tertib hukum hal yang sama juga dikatakan Sunaryati Hartono bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa azas.15 Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk serta menjelaskan mengenai gejala yang diamati. Adapun teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori keadilan,
berkaitan dengan teori
keadilan tersebut maka undang-undang perseroan terbatas dan undang undang ketenagakerjaan harus sejalan dengan tujuan pembangunan hukum yaitu dapat melindungi pekerja agar para pekerja tidak selalu menjadi pihak yang dirugikan, hal tersebut sejalan dengan teori etis yang dikemukakan oleh Aristoteles tentang tujuan hukum yang dikutip dari Van Apeldoorn bahwa hukum semata-mata mewujudkan keadilan.16 Tujuannya adalah memberikan tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya, keadilan tidak boleh dipandang sebagai penyemarataan, keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama.17
14
Snelbecker, Dikutip Dalam Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Resda Karya), 1990.hal.15. 15 Hartono. C.F.G. Surnaryati, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung : Remaja Resda Karya1991), hal. 3. 16 L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Pradia Paramita, 2001), hal.53 17 L.J, Van Appeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2001), hal.54.
Universitas Sumatera Utara
12
Hukum yang tidak adil tidak dapat diterima akal, yang bertentangan dengan norma alam tidak dapat disebut sebagai hukum akan tetapi hukum yang menyimpang, keadilan yang demikian ini dinamakan keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya, ia tidak menuntut suapaya tiap-tiap orang mendapat jatah sama banyaknya, bukan persamaan melainkan sesuai/sebanding.18 Teori keadilan menurut Aristoteles dalam bukunya nicomachean ethics bahwa keadilan adalah sebagai suatu pemberian hak persamaan tapi bukan persamaannya. Aristoteles membedakan hak persamaannya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandang manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warganegara dihadapan haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang dilakukannya. Teori keadilan menurut Aristoteles dibagi menjadi dua macam; keadilan distributief dan keadilan commutatief. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut proporsinya. Keadilan commutatief memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar-menukar barang dan jasa. Keadilan distribitief menurut Aritoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat, dengan mengenyampingkan pembuktian
matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah
distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku
18
Asril Sitompul, Peleburan Perusahaan dan Permasalahannya, (Surabaya : Suluh Ilmu, 2005), hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
13
dikalangan warga. Disrtibusi yang adil adalah merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai kebaikannya yakni nilainya bagi masyarakat.19 Teori keadilan yang dikemukakan Aristoteles dalam penelitian ini bertujuan untuk melindungi kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas maupun para pekerja didalam perusahaan tersebut. Jika pada akhirnya terjadi peleburan dari beberapa perusahaan yang membentuk satu perusahaan yang baru, selain dari prosedur hukum dan tata cara administrasi peleburan perusahaan itu sendiri yang perlu dipedomani dan ditaati, yang cukup penting pula diperhatikan adalah nasib para perkerja dari perusahaanperusahaan yang meleburkan diri itu sendiri. Apakah setelah terjadi peleburan, para perkerja tersebut masih dapat berkerja di perusahaan hasil peleburan, atau perlu dilakukan resionalisasi dari segi jumlahnya, pelaksanaan rasionalisasi tersebut hendaknya tetap berpedoman kepada tata cara dan prosedur hukum yang berlaku dibidang Undang-Undang ketenagakerjaan yang dalam hal ini adalah UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 . Hal ini berkaitan dengan mata pencaharian sejumlah perkerja yang merupakan sumber penghidupan mereka dan keluarganya. Oleh karena itu dalam setiap pelaksanaan peleburan perusahaan, nasib dan kelanjutan perkerjaan dari para perkerja merupakan hal yang penting untuk diselesaikan dengan sebaikbaiknya oleh pihak Manajemen perusahaan hasil peleburan, dengan tidak merugikan hak-hak dan kepentingan para pekerja tersebut. Berkaitan dengan nasib para perkerja dari perusahaan-perusahaan yang meleburkan perusahaannya membentuk satu
19
Khalid K. Moenardy, Pembahasan Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta : Media Ilmu, 2007), hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
14
perusahaan baru harus memperhatikan prosedur hukum dan ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimana berdasarkan rasio Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut, bahwa
pada prinsipnya perjanjian kerja antara perusahaan dengan
perkerja/buruh tidak berakhir karena beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan adanya penjualan perusahaan. Artinya hunbungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh tetap berlanjut sampai diakhirnya hunbungan kerja tersebut tanpa terpengaruh dengan adanya peralihan atau perubahan kepemilikan atas perusahaan, dengan terjadinya peralihan perusahaan maka segala sesuatu yang menyangkut penyelesaian peralihan atau perubahan kepemilikan tersebut diselesaikan oleh interen manajemen perusahaan melalui klausula yang terdapat dalam peralihan kepemilikan karena jual beli tersebut.20 Apabila dalam klausula tersebut diatas tidak dipejanjikan hal-hal yang menyangkut penyelesaian status dan hak-hak/kewajiban terhadap pekerja/buruh, maka pada saat terjadinya pengakhiran hubungan kerja, hak dan kewajiban yang berhubungan dengan perkerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru. Jika dalam perjanjian pengalihan perusahaan tidak diatur dan tidak diperjanjikan mengenai status hunbungan kerja , maka apabila perkerja/buruh akan di PHK, perhitungan masa kerjanya diperhitungkan sejak dimulainya hubungan kerja perusahaan dimaksud dan hak-haknya berlaku sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang kesemuanya itu menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang baru. Selanjutnya dalam Pasal 151 ayat (1) berbunyi,
20
Gunawan Wiajaya, Merger Dalam Perdpektif Monopoli, Persada, 2008), hal.7
(Bandung : Raja Grafindo
Universitas Sumatera Utara
15
”Pengusaha, pekerja/buruh, serikat perkerja/buruh dan pemerintah dengan segala upaya harus mengupayakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun
seandainya
PHK
tidak
dapat
dihindarkan,
maka
Undang-Undang
Ketenagakerjaan mengatur mengenai komponen uang yang harus dibayar oleh pengusaha. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 163 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi :21 1. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap perkeja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan, dan perkerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja. 2. Pengusaha
dapat
melakukan
pemutusan
hubungan
kerja
terhadap
perkerja/buruh karena perubahan status, penggabunga atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh berkerja di perusahaannya. Jadi jika terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan jadi maka ada dua kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja yaitu pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja di perusahaan yang baru, atau pengusaha pemilik perusahaan yang baru tersebut yang tidak bersedia atau tidak mau menerima pekerja/buruh yang lama tersebut bekerja di perusahaanya. Masing-masing kemungkinan tersebut mempunyai konsekuensi hukum yang harus dipatuhi dan dilaksanakan baik oleh perkerja/buruh maupun oleh
21
Pasal 163 Ayat (1)dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Universitas Sumatera Utara
16
pengusaha.22 Konsekuensi hukum tersebut telah diatur dalam pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada praktek pelaksananya pelaksanaan pemutusan hunbungan kerja yang terjadi dimasyarakat selama ini pihak perkerja/buruh selalu berada di pihak yang tertekan dan lemah kedudukan hukum, meskipun Undang-Undang Ketenagakerjaan telah mengatur dengan tegas ketentuan dan ketetapan yang harus dijalankan dan dipatuhi oleh para pengusaha maupun para pekerja/buruh dalam penerapan hukumnya. Oleh karena itu sering kali dalam praktek pelaksanaanya dilapangan terjadi ketegangan yang cukup tajam antara pengusaha disatu pihak dengan pekerja/buruh dilain pihak, sehingga menimbulkan kericuhan bahkan aksi mogok dari para pekerja/buruh yang menggangap perlakuan hukum dari pengusaha tidak adil terhadap para perkerja/buruh tersebut.23 Dalam peleburan perusahaan (PT) para pemilik perusahaan memandang bahwa kinerja perusahaanya tidak memajukan produktivitas yang signifikan bahkan cenderung menurun drastis kinerjanya, sehingga profit yang seharusnya diharapkan dari perusahaan sebagai target yang ditetapkan perusahaan tidak dapat tercapai bahkan perusahaan mengalami kerugian dan akhirnya mengurangi modal perusahaan. Karena kerugian-kerugian financial yang terus menerus dialami oleh perusahaan maka kekuatan modal untuk membiayai operasional perusahan juga menjadi melemah dan menurun drastis, akhirnya perusahaan perlu tambahan modal untuk dapat terus bertahan dalam kegiatan bisnisnya. Alasan inilah yang dipergunakan 22
Khalid K. Moenardy, Op.,Cit, hal.8 Soepomo, Hukum Perburuan Dasar-Dasar Pelaksanaan Perjanjian Kerja, (Bandung : Citra Adiotya Bakti, 2006), hal.45 23
Universitas Sumatera Utara
17
pemegang saham perusahaan untuk memutuskan meleburkan perusahaan tersebut bersama perusahaan-perusahaan lain yang kegiatan bisnisnya sejenis, untuk memperkuat
struktur
modal
yang dimiliki
perusahaan
selain
itu
dengan
meleburkannya beberapa perusahaan dengan kegiatan bisnis sejenis dapat lebih memperkuat daya saing perusahaan dalam persaingan dengan perusahaan-perusahaan lain yang memiliki jenis usaha yang sama.24 Dengan Demikian dapat dikatakan bahwa tujuan dilaksanakannya peleburan beberapa perusahaan sejenis yang membentuk satu perusahaan baru adalah untuk mencapai efektifitas dan efisiensi kinerja perusahaan sehinga tecapai sasaran akhir dari perusahaan yaitu profit yang lebih menjanjikan pemegang sahamnya. Oleh karena itu tujuan dari peleburan perusahaan tersebut efektifitas dan efisiensi perusahaan, maka kepentingan lainya seperti perhatian terhadap nasib para perkerja/buruh sering kali menjadi terabaikan. Apabila peleburan perusahaan sudah terjadi maka efektivitas dan efisiensi dari jumlah perkerja/buruh yang dipekerjakan persusahaan, dan bila jumlah perkerja/buruh terlalu banyak jumlahnya, maka biaya operasional untuk pembayaran gaji pekerja/buruh akan menjadi besar pula, apabila biaya pembayaran perkerja/buruh tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas kinerja pekerja/buruh maka perusahaan akan mengalami kerugian financial yang cukup berarti, dan apabila keadaan tersebut berlangsung terus menerus dapat menimbulkan kebangkrutan bagi perusahaan tersebut, oleh karena itu pada umumnya setelah terjadi peleburan perusahaan, langkah pertama yang diambil pihak manajemen perusahaan adalah melakukan rasionalisasi (pengurangan jumlah 24
Pieter Salim, Dasar-Dasar Pelaksanaan Perjanjian Kerja Perburuahan (Teori dan Praktek), (Surabaya : Citra Media Ilmu, 2008), hal.24
Universitas Sumatera Utara
18
pekerja/buruh dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah besar. Namun dalam praktek pelaksaan pemutusan hubungan kerja (PHK) tersebut sering kali pihak perkerja/buruh berada dalam posisi yang dirugikan, karena kepentingan dan hak-haknya yang telah ditetapkan dalam peraturan Perundangundangan tidak sesuai dengan apa yang diberikan perusahaan pada saat pekerja/buruh itu di PHK. dan sering kali pengusaha lupa bahwa PHK itu merupakan jalan terakhir yang dapat ditempuh pihak perusahaan, sedapat mungkin jangan terjadi PHK, PHK seharunya tidak boleh terjadi, dengan alasan apapun, bahkan dengan alasan efisiensi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan, PHK boleh terjadi jika para perkerja/buruhnya yang dinilai tidak memiliki kredibilitas dalam melakukan pekerjaanya.25 2. Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut usaha dengan operasional definition.26 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperboleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:
25
Laksanto Utomo, Hukum Perubahan Dalam Praktek Pelaksanaannya, (Jakarta : Media Ilmu, 2005), hal.19 26 Sutan Reny Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hal.10
Universitas Sumatera Utara
19
1. Perlindungan hukum terhadap pekerja adalah pemberian kesempatan untuk melanjutkan hubungan kerja bagi pekerja dan pemberian hak normatif pekerja bagi pekerja yang terkena PHK. 2. Pekerja adalah semua orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dari PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik 3. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva perseroan yang meleburkan diri dengan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.27 4. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.28 5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.29
G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. 27
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 15 Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 29 Pasal 1 angka 15 Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 28
Universitas Sumatera Utara
20
Sifat dalam penelitian tesis ini adalah termasuk deskriptif analitis, deskriptif artinya penelitian yang dilakukan dengan maksud mempelajari tujuan hukum, nilainilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-kosep hukum, tujuan hukum, nilainilai keadilan, dan norma-norma hukum serta menggambarkan keadaan objek atau masalahnya secara jelas, runtut, dan sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah hukum tersebut, suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin. Terutana data yang berkaitan dengan Perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan perseroan terbatas yang melakukan peleburan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, yaitu suatu jenis penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang ada yang sifatnya menjelaskan dengan cara meneliti dan juga melihat pada kenyataan yang ada. Pelnelitian yuridis empiris terutama meneliti data primer disamping juga mengumpulkan data yang bersumber dari data sekunder. 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan melalui hasil wawancara dengan responden yang berkompeten, mewakili perusahaan tersebut untuk memberikan informasi yang diperlukanm dalam hal ini pihak perusahaan diwakili oleh Branch Manager perusahaan tersebut yaitu Bapak Ubahary Kenty, dan juga berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) yaitu Bapak Suprianto.
Universitas Sumatera Utara
21
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari : 1. Bahan hukum primer. Yaitu bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan yaitu : a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas; b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ; c. Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ; d. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan. 2. Bahan hukum sekunder Yaitu semua bahan hukum yang merupakan publikasi, dokumen yang meliputi buku-buku, karya ilmiah yang berhubungan dengan hukum perusahaan. 3. Bahan hukum tertier Yaitu berupa petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, surat kabar. 3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan penelitian lapangan yakni dengan melakukan wawancara dengan Bapak Ubahary Kenty, Branch Manager PT. Infinity Logistindo Indonesia dan perwakilan pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yaitu Bapak Suprianto kemudian dilanjutkan dengan penelitian kepustakaan yaitu menghimpun data yang telah diperoleh dari lapangan kemudian dilakukan penelaahan serta membaca, mempelajari dan
Universitas Sumatera Utara
22
menganalisis bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa literatur / buku-buku, peraturan perundang-undangan dan sumber lainya yang berkaitan dengan penulisan tesis. 4. Analisa Data Analisa data merupakan suatu proses mengorganisaikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data. 30 Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan perkerja analisis dan kontruksi.31 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data tersebut akan disistematisasikan
sehingga
menghasilkan
klasifikasi
yang
selaras
dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula. Semua data yang telah terkumpul dan diperoleh baik dari data primer dan sekunder serta semua informasi yang didapatkan akan dianalisa secara kualitatif analisis, artinya analisa dilakukan dengan mengunakan analisa kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas.
30
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002),
31
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 25
hal.106
Universitas Sumatera Utara
23
H. Sistematika Penulisan Bab I merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang segala hal yang umum dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, kerangka teori dan konsepsi, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II membahas tentang pelaksanaan peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia yang terdiri dari tinjauan mengenai peleburan perusahaan dan pelaksanaan peleburan PT. Buana Perkasa Logistindo dan PT. Prima Utama Logistik menjadi PT. Infinity Logistindo Indonesia. Bab III membahas tentang konsekuensi yang timbul terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia terdiri dari tinjauan tentang tenaga kerja, tinjauan tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan konsekuensi yang timbul terhadap pekerja pada perusahaan hasil peleburan PT. Infinity Logistindo Indonesia. Bab IV membahas tentang bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja pada perusahaan perseroan terbatas yang melakukan peleburan terdiri dari perlindungan terhadap kepentingan pekerja untuk diberikan kesempatan melanjutkan hubungan kerja dan perlindungan terhadap hak normatif pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Bab V merupakan bab yang membahas mengenai kesimpulan dan saran. Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dari seluruh penulisan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya sekaligus memberikan saran-saran terhadap data yang ada.
Universitas Sumatera Utara