BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut Undang–Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseoan Terbatas (“UUPT”) adalah badan hukum persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta peraturan pelaksanaanya. Rumusan tersebut menunjukkan perseroan terbatas merupakan suatu “artificial person” yaitu badan hukum yang sengaja diciptakan dan lahir melalui proses hukum.1 Perseroan sebagai badan hukum diciptakan dan dilahirkan melalui prosedur sebagaimana ditentukan oleh UUPT. Perseroan sah sebagai badan hukum dengan hak dan kewajiban yang melekat kepadanya setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (“Menteri”). Ketika Menteri telah menerbitkan keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, maka ketika itu juga bersamaan dengan tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri tersebut, Perseroan resmi secara hukum menjadi badan hukum.2 Sebagai badan hukum, Perseroan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan usahanya harus sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
1
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Cet.4, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) ,
hlm. 36. 2
Haryo Budi Wibowo, Aspek Hukum Perseroan Terbatas dalam Praktek, (Yogyakarta: Trussmedia Grafika, 2014), hlm. 23.
yang telah ditetapkan dalam anggaran dasarnya. Anggaran Dasar Perseroan memegang peranan fungsi prinsipil (principle function)3 karena anggaran dasar merupakan landasan hukum (legal foundation) bagi organ Perseroan dalam melaksanakan pengurusan, pengelolaan kegiatan usaha Perseroan. Kewenangan bertindak setiap kegiatan Perseroan yang dilakukan selain dibatasi oleh peraturan perundang-undangan namun juga dibatasi oleh aturan internal yang ditentukan dalam anggaran dasar serta maksud dan tujuan Perseroan. Hal-hal apa saja yang harus dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan, hal ini dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (1) UUPT sebagai berikut:4 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8. 9.
Nama dan tempat kedudukan Perseroan; Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan; Jangka waktu berdirinya Perseroan; Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham; Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris; Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS; Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris; Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Perseroan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal tidak mungkin dapat bertindak sendiri.5 Untuk itu diperlukan orang-orang yang menjalankan Perseroan yang dilembagakan dalam organ-organ Perseroan. Orangorang yang akan menjalankan, mengelola, dan mengurus Perseroan ini, dalam UUPT disebut dengan istilah organ Perseroan, masing-masing organ dalam
3
Ibid, hlm. 61 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Cet,3, (Jakarta: Nuansa Aulia, 2012), hlm. 43 5 Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), hlm. 20. 4
2
Perseroan memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda dalam melakukan pengelolaan dan pengurusan Perseroan.6 Perseroan Terbatas selayaknya individu juga mempunyai organ-organ untuk menjalankan kegiatan operasioanal Perseroan, yaitu: (i) Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar; (ii) Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar; dan (iii) Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Kebutuhan atas ketiga organ tersebut sangatlah mutlak demi kelangsungan keberadaan Perseroan. Sebagai aturan dasar dari sebuah Perseroan, anggaran dasar harus dipatuhi oleh organ Perseroan. Perubahan anggaran dasar itu sendiri oleh undang-undang diatur dalam Pasal 19 UUPT sampai dengan Pasal 28 UUPT. Perubahan anggaran dasar Perseroan secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu perubahan yang harus mendapatkan persetujuan Menteri dan perubahan yang hanya diberitahukan
kepada
Menteri.
Perubahan
anggaran
dasar
memerlukan
persetujuan Menteri apabila perubahannya menyangkut nama dan/atau tempat kedudukan Perseroan, maksud dan tujuan serta kegiatan Perseroan, jangka waktu
6
Ibid
3
berdirinya Perseroan, besarnya modal dasar, pengurangan modal ditempatkan dan disetor, dan/atau perubahan status Perseroan dari Perseroan tertutup menjadi Perseroan terbuka ataupun sebaliknya.7 Selain perubahan dari hal-hal yang tersebut cukup dilakukan pemberitahuan kepada Menteri. Peranan RUPS dalam perubahan anggaran dasar Perseroan sangatlah besar, perubahan anggaran dasar tidak dapat dilakukan jika tidak mendapatkan persetujuan RUPS kecuali untuk perseroan yang mengalami pailit perubahan anggaran dasar hanya dapat dilakukan dengan persetujuan dari kurator.8 Perubahan anggaran dasar harus dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dengan bahasa Indonesia, sebagaimana dalam Pasal 21 ayat (4) UUPT disebutkan: “perubahan anggaran dasar dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.” Kewenangan dalam membuat akta perubahan anggaran dasar Perseroan tersebut secara nyata disebutkan juga dalam ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”), sebagai berikut: “Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.” Perubahan anggaran dasar harus dibuat dihadapan atau oleh Notaris sehingga akta tersebut menjadi akta otentik yang memiliki kekuatan hukum, 7
Indonesia, UUPT No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta: Perum Percetakan Negara RI, 2007), Pasal 21 ayat 2 huruf (a) sampai huruf (f) 8 Ibid, Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1)
4
karena akta notaris berfungsi sebagai media untuk mendapatkan pengesahan atas pendirian, persetujuan dan penerimaan pemberitahuan atas perubahan anggaran dasar maupun perubahan data Perseroan dari Menteri. Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, permohonan akta tersebut harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta tersebut ditandatangani. Selain itu ditentukan bahwa Direksi selaku kuasa dari RUPS diberi tanggung jawab untuk mengajukan permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar Perseroan baik yang membutuhkan persetujuan Menteri ataupun hanya pemberitahuan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal akta notaris mengenai perubahan anggaran dasar (Pasal 21 ayat 7 dan ayat 8 UUPT), dan Notaris sebagai pejabat umum yang ditunjuk oleh Direksi wajib untuk mengesahkan akta yang dibuatnya tersebut dalam sistem online Direktorat Jenderal Administrasi Umum atau yang biasa disebut dengan Ditjen AHU Online. Pengertian Notaris sebagai pejabat umum dapat ditemui dalam ketentuan Pasal 1 ayat 1 UUJN, yang berbunyi sebagai berikut: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”. Oleh karena itu peranan notaris dalam pembuatan akta-akta Perseroan menjadi sangat penting, karena diperintahkan oleh peraturan perundangundangan. Dengan demikian penting bagi notaris sebagai seseoarang (figuur) yang keterangan-keterangkannya dapat diandalkan, dapat dipercaya, yang 5
memberikan bukti yang kuat dalam suatu proses hukum, Notaris dalam menjalankan perannya membuat akta-akta Perseroan harus memperhatikan dan sejalan dengan UUPT, UUJN, Kode Etik dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan Perseroan. Peraturan-peraturan tersebut sebagai dasar bagaimanakah seharusnya Notaris bertindak dalam menjalankan jabatannya. Salah satu kewajiban notaris sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan adalah dalam jangka waktu tertentu notaris wajib untuk mengesahkan akta yang dibuatnya tersebut melalui fasilitas Ditjen AHU Online (www.ahu.go.id). Perubahan tersebut dilakukan dengan cara melakukan pengisian data pada format isian yang telah disediakan oleh Ditjen AHU Online. Hal lain yang harus diperhatikan/dicermati oleh notaris dalam mengesahkan akta adalah jangka waktu sebagaimana yang telah ditentukan oleh UUPT. Apabila terjadi keterlambatan atau telah melewati jangka waktu, maka notaris yang bersangkutan harus mengetahui tindakan hukum apa yang harus dilakukan dan bagaimana akibat hukumnya terhadap akta tersebut. Sehubungan penelitian/penulisan
dengan
hal
skripsi
ini,
tersebut dengan
diatas, meninjau
penulis atau
melakukan
kritisi
tentang
TANGGUNG JAWAB TERHADAP AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS YANG TERLAMBAT DILAPORKAN KEPADA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA QQ. ADMINISTRASI HUKUM UMUM (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 401/PK/Pdt/2013). Dalam kasus ini Pemohon adalah PT China Yi Da Gang Tai Mineral 6
Indonesia (PT CYD) adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan dan tunduk pada hukum Indonesia berkedudukan di Jakarta Utara berdasarkan akta No. 56 tanggal 28 Mei 2009, dibuat dihadapan Raden Johanes Sarwono, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, dan telah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. AHU-26895.AH.01.01.Tahun 2009 tanggal 17 Juni 2009. Termohon PT Sung Putera Persada (“SPP”) adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan menurut hukum Republik Indonesia, berkedudukan di Kota Pontianak, Kalimantan Barat berdasarkan akta pendirian No. 35 tanggal 22 November 2004, dibuat dihadapan Eddy Dwi Pribadi, Sarjana Hukum, Notaris di Pontianak, yang telah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia
Republik
Indonesia
dengan
Surat
Keputusan
No.
C-
17439.HT.01.01.Tahun 2005 tanggal 23 Juni 2005. Perkara ini bermula ketika PT China Yi Da Gang Tai Mineral Indonesia (PT CYD) pada tanggal 5 November 2009 membeli saham PT Sung Putera Persada (PT SPP) sebanyak 380 lembar saham dari pemegang saham lama. Jual beli saham tersebut dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum Luar Biasa Para Pemegang Saham (RUPSLB) yang dituangkan dalam Akta Berita Acara Rapat PT SPP No. 41 tanggal 5 November 2009, yang dibuat dihadapan Yan Armin, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta (Akta No. 41/2009). Dalam Akta No. 41/2009 (Akta jual beli atau peralihan saham) tersebut dijelaskan adanya perubahan komposisi kepemilikan saham, maksud dan tujuan perseroan, susunan direksi dan komisaris perseroan, dan status perseroan. Komposisi kepemilikan 7
saham setelah peralihan kepemilikan saham sebagai berikut: Pemegang Saham Lama Pemegang Saham Baru (sebelum jual beli saham) (setelah jual beli saham) Jumlah Jumlah Nama Lembar Nama Lembar Saham Saham Herry Ongso 20 Herry Ongso 20 Saham yang dijual dengan rincian: Rudi Salim Herry Wongso David Susantio Budi Widjaja Pohandi Djamillah Po Agus Susantio Karman Tandanu Total Saham
380 40 148 32 40 40 40 40 400
PT China Yi Da Gang Tai Mineral Indonesia
380
400
Sumber: data olahan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 401PK/Pdt/2013.
Susunan Direksi dan Komisaris perseroan setelah peralihan saham berubah menjadi sebagai berikut: Direksi: Direktur Utama
: Herry Wongso
Direktur
: Wang Xiang Yang
Dewan Komisaris Komisaris
: Zhao Gang
Dan atas jual beli saham sebagaimana termuat dalam akta No. 41/2009 tersebut diatas, telah dituangkan dalam akta Jual Beli Saham dari No. 42/2009 sampai No. 48/2009, kesemuanya tertanggal 5 November 2009. Dalam Pasal 4 Akta Jual Beli Saham (Akta No. 42/2009 sampai Akta No. 48/2009), dijelaskan bahwa untuk melakukan dan menjalankan segala sesuatu yang diperlukan berkenaan dengan jual beli saham tersebut termasuk administrasi dan 8
prosedurnya, harus dilakukan menurut peraturan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan UUPT No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Akta No. 41/2009 (yang memuat adanya perubahan organ dan kepemilikan saham PT SPP) tersebut harus diberitahukan dan dimintakan persetujuan kepada Menteri Hukum dan HAM RI dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal Akta Notaris. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1), ayat (2), ayat (7) dan ayat (8) UUPT. Namun ternyata Akta No. 41/2009 tersebut tidak diberitahukan dan dimintakan persetujuan kepada Menteri Hukum dan HAM RI oleh Direksi PT SPP yang lama. Meskipun demikian, perubahan Direksi dan Komisaris Perseroan yang dimuat dalam Akta No. 41/2009 telah efektif berlaku pada saat ditutupnya RUPSLB. Hal ini sesuai dan berdasarkan Pasal 94 ayat (6) UUPT, yang berbunyi “Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS”. Berdasarkan Pasal 94 ayat (7) UUPT ditegaskan terhadap perubahan susunan Direksi dan Komisaris harus dilakukan pemberitahuan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan sebagai pemenuhan asas publisitas agar berlaku bagi pihak ketiga. Demikian pula terkait dengan peralihan saham dari pemegang saham lama kepada pemegang saham baru sebagaimana termuat dalam akta No. 41/2009, secara kontraktual telah berlaku dan mengikat para pihak. Akan tetapi secara administrasi menurut Pasal 56 ayat (3) UUPT, menyebutkan bahwa Direksi wajib mencatat pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham 9
atau daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham tersebut kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemindahan hak. Bahwa pihak yang berkewajiban untuk melakukan pemberitahuan kepada Menteri adalah Direksi PT SPP yang lama, namun karena dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dibuat Akta, ternyata Direksi PT SPP belum melakukan pemberitahuan dan permohonan persetujuan tersebut. PT SPP perlu menegaskan kembali isi RUPSLB yang tertuang dalam Akta No. 41/2009 tersebut melalui RUPSLB PT SPP. (Vide: Pasal 21 jo. Pasal 79 jo. Pasal 94 ayat (7) dan (9) UUPT). Akibat hukum tidak dilakukannya pemberitahuan dan permohonan persetujuan kepada Menteri Hukum dan HAM RI terhadap akta No. 41/2009 tersebut diatas sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 21 ayat (7) dan ayat (9) UUPT, maka permohonan menjadi terhalang hak-haknya secara administrasi karena berdasarkan Pasal 94 ayat (8) UUPT, Menteri akan menolak setiap permohonan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar Perseroan. Sehubungan hal-hal tersebut diatas, sesuai Pasal 97 ayat (2) huruf a, Pasal, Pasal 79 ayat (3) dan ayat (4) UUPT. Pemohon telah meminta untuk menyelenggarakan RUPSLB PT SPP, yaitu: a. Kepada Termohon I (Direksi PT SPP yang lama) melalui surat Pemohon No. N.A/NP/SS-JW/IV/2011-0115 tanggal 1 April 2011, Perihal permintaan 10
penyelenggaraan RUPSLB PT SPP, disertai dengan tembusan kepada Termohon II. Adapun agenda RUPSLB yang dimintakan Termohon I adalah: “menegaskan dan menyatakan kembali keseluruhan isi Akta kesepakatan pemegang saham dalam RUPSLB PT SPP sebagaimana disebutkan dalam Akta No. 41 tanggal 5 November 2009 yang dibuat dihadapan Yan Armin, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta”. b. Kepada Termohon II (Dewan Komisaris yang lama) melalui surat No. N&A/NP/SS-JW/IV/2011-0150 tanggal 18 April 2011, pemohon telah mengajukan permintaan yang sama kepada Termohon II. Oleh karena surat pemohon tidak ditanggapi oleh Termohon I dan Termohon II, maka Pemohon mengajukan Permohonan Penetapan kepada Ketua Pengadilan Negeri Pontianak. Dalam pokok perkaranya, pemohon menyampaikan 7 point antara lain menetapkan agenda RUPS LB PT SPP dimaksud, yaitu menegaskan dan menyatakan kembali keseluruhan isi akta kesepakatan bersama pemegang saham dalam RUPS LB PT SPP sebagaimana disebutkan dalam akta No. 41 tanggal 5 November 2009 yang dibuat dihadapan Yan Armin, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta dan memerintahkan Direksi untuk melaksanakan tugas dan kewajiban untuk meminta persetujuan dan menyampaikan pemberitahuan kepada Menteri atas perubahan Anggaran Dasar PT SPP menurut UndangUndang yang berlaku. Kasus ini telah telah mendapat penetapan dari Pengadilan Negeri Pontianak dan mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) pada tanggal 13 September 2011. 11
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka pokok permasalahan yang ingin dibahas yaitu: 1. Bagaimana tanggung jawab Notaris dalam perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas ? 2. Bagaimana akibat hukum terhadap akta Berita Acara Rapat PT SPP No. 41/2009 yang terlambat dilaporkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia qq. Administrasi Hukum Umum
(Studi
Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 401/PK/Pdt/2013) ?
1.3. Tujuan Penulisan Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tanggung jawab Notaris dalam perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas ? 2. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap akta Berita Acara Rapat PT SPP No. 41/2009 yang terlambat dilaporkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia qq. Administrasi Hukum Umum (studi kasus putusan Mahkamah Agung RI No. 401/PK/Pdt/2013) ?
1.4. Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Penulisan ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian
hukum normatif merupakan suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan 12
kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.9 2.
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Bahan hukum10 yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi: a.
Bahan hukum primer atau bahan hukum yang bersifat otoritatif yaitu: 1)
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
2)
Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
3)
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas
4)
Penetapan
Pengadilan
Negeri
Pontianak
Nomor
103/Pdt.P/2011/PN/PTK 5)
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap Nomor 401 PK/PDT/2013.
b.
Bahan hukum sekunder meliputi data yang diperoleh dari bahan kepustakaan, berupa buku-buku mengenai hukum, artikel dan semua
9
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cet.1, (Malang: Bayumedia Publishing, 2008), hlm. 57. 10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet.2, (Jakarta: Kencana Prenada M, 2012). hlm. 181.
13
publikasi tentang hukum. c.
Bahan hukum tersier meliputi publikasi hukum yang bukan merupakan dokumen resmi, yaitu internet, kamus-kamus hukum.
3.
Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif (descriptive legal study) yaitu penelitian
yang bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. 4. Teknik Analisis Bahan Hukum Metode analisis data yang digunakan peneliti adalah metode kualitatif, dimana penulis akan menganalisis data-data terkait dengan tanggung jawab notaris dalam melaporkan perubahan anggaran dasar Perseroan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen/bahan pustaka.
1.5. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam pemahaman hasil penelitian, penulisan ini dibagi dalam 5 (lima) bab, tiap-tiap bab dibagi menjadi beberapa sub bab yang saling mendukung, bab-bab yang tersusun tersebut nantinya merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain. BAB I, PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.2. Rumusan Masalah 14
1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Metode Penelitian 1.5. Sistematika Penulisan BAB II, TINJAUAN TENTANG JABATAN NOTARIS 2.1. Pengertian Notaris 2.2. Fungsi Notaris 2.3. Kewenangan Notaris 2.4. Kewajiban Notaris 2.5. Larangan Notaris 2.6. Sanksi Notaris BAB
III,
TANGGUNG
JAWAB
TERHADAP
AKTA
PERUBAHAN
ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS YANG TERLAMBAT DILAPORKAN KEPADA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA QQ. ADMINISTRASI HUKUM UMUM 3.1. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum 3.2. Anggaran Dasar Perseroan 3.3. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas 3.4. Tanggung Jawab Notaris 3.5. Tanggung Jawab Notaris dalam Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas BAB IV, ANALISIS KASUS 4.1. Posisi Kasus 4.2. Analisis Kasus 15
BAB V, PENUTUP 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran
16