BAB I PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul Dalam perkembangan Indonesia sebagai sebuah negara merdeka masih banyak aspek-aspek kehidupan di masyarakat yang perlu di tata salah, satunya dalam hal perkawinan, maka pemerintah mengeluarkan 1Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dengan tujuan untuk menciptakan keragaman aturan dalam pelaksanaan perkawinan dikalangan masyarakat Indonesia. Akan tetapi satu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa di Indonesia yang merupakan negara dengan beragam suku, hukum adat masih memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat adat. Dalam kondisi yang demikian tidak jarang muncul kendala dimana terjadi benturan antara hukum Negara dan hukum adat. Walaupun hukum adat merupakan sumber hukum yang tidak tertulis karena berasal dari adat kebiasaan masyarakat, akan tetapi kebaradaanya sebagai sumber hukum positif sudah diakui oleh Negara dalam 2
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 yang berbunyi : “pemerintah memajukan
kebudayaan Nasional”, maksut dari memajukan kebudayaan nasional adalah bahwa simbol-simbol atau jaringan makna yang dipintalnya sendiri (termasuk didalamnya hukum perkawinan adat) diakui eksistensinya sebagai budaya bangsa yang prospeknya menjamin dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Seperti diketahui bersama bahwa pada kenyataannya di Indonesia umumnya warga masyarakat didaerah pedesaan masih tunduk dan taat pada aturan hukum adat sebagai pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku serta berinteraksi dengan sesama. Pada dasarnya hukum adat merupakan hukum yang tumbuh dan berkembang dalam suatu komunitas masyarakat dimana masyarakat itu sendiri yang menganut serta menaatinya. Yang tidak kalah penting untuk mendapat perhatian secara seksama adalah bahwa hukum adat itu sulit untuk dihapus begitu saja, kenyataan tersebut telah menjadikan hukum adat sebagai faktor penentu dalam mempersatukan seluruh anggota masyarakat, baik dari segi lahiriah maupun non lahiriah dalam konteks hukum adat. Oleh karena itu 1 2
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32.
1
maka dapat diasumsikan bahwa sesungguhnya hukum adat adalah kebudayaan. Senada dengan pandangan diatas, Soerjono Soekamto mengutip pendapat Hazseri yang mengatakan bahwa: “Hukum adat adalah hukum yang dijumpai dalam adat sebagai bagian integralnya, sebagai bagian kelengkapannya, Adat selengkapnya adalah seluruh kebudayaan yang berkaidah sebagaimana tumbuh dan dikenal dalam masyarakat adat3. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku tentunya memiliki budaya dan hukum adat masing-masing sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Untuk itulah maka upaya pengembangan kebudayaan hukum adat dilakukan secara terus menerus sebagaimana telah diamanatkan dalam pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945. Selain telah diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 32, pengakuan pemerintah terhadap keberadaan hukum adat diatur juga dalam 4UndangUndang No 39 Tahun 1999 Pasal 6 (1), yang berbunyi : Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah. Salah satu bagian dari hukum adat ialah perkawinan adat. Pengertian perkawinan sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah membentuk keluarga dengan lawan jenis; bersuami atau beristri5. Budaya perkawinan selalu ada dalam setiap kelompok masyarakat, baik masyarakat modern maupun masyarakat adat. Indonesia yang merupakan sebuah negara dengan berbagai macam suku didalamnya tentu saja Indonesia kaya akan adat perkawinan yang sangat beragam, salah satu suku di Indonesia yang kaya akan adat perkawinannya adalah suku Waijewa. Suku Waijewa adalah salah satu suku yang bermukim di pulau Sumba, Kabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur. Menarik untuk dilihat lebih jauh budaya perkawinan adat, khususnya kawin lari yang terjadi di suku Waijewa, karena pada kenyataannya sampai sekarang kawin lari masih sering terjadi, khususnya
di Desa Buru Kaghu, Kecamatan Wewewa
Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya. Kawin lari sendiri merupakan bentuk perkawinan yang dilakukan oleh sepasang muda-mudi, dimana cara ini tidak 3
Agus Umbu Tauwa, Deskripsi Tentang Pelaksanaan Kawin Paksa Menurut Hukum Adat di Kecamatan Katiku Tana Kabupaten Sumba Barat, FH UKAW. Tahun 2000, Hal. 2. 4 Lihat Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hal
2
mengikuti adat kebiasaan atau dengan kata lain melanggar aturan adat yag berlaku didaerah tersebut. Alasan yang membuat penulis tertarik adalah masih banyaknya terjadi kawin lari di Desa Buru Kaghu, Kecamatan Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya serta penulis ingin mengetahui factor-faktor apa saja yang melatarbelakanginya. Dari masalah yang kompleks ini terkhususnya masalah perkawinan lari yang membuat Penulis tertarik untuk menulis dalam sebuah skripsi dengan judul : "TINJAUAN YURIDIS PAKONDONA (KAWIN LARI) MENURUT HUKUM ADAT SUKU WAIJEWA DI DESA BURU KAGHU KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA. Judul diatas ini penulis akan uraikan dalam definisi operasional judul yaitu: 1. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan pendapat (sesudah menyelidiki, dan mempelajari dan sebagainya).6 2. Yuridis adalah menurut hukum; ilmu hukum; secara hukum;bantuan hukum7 3. Tinjauan Yuridis adalah suatu kegiatan yang dilakuakan dengan cara menyelidiki, memandang, mempelajari dan berpendapat berdasarkan atau menurut prespektif hukum. Prespektif hukum yang dimaksud dalam penulisan ini adalah prespektif hukum adat. 4. Kawin Lari adalah bentuk perkawinan yang tidak didasarkan atas persetujuan lamaran orang tua, tetapi didasarkan kemauan sepihak atau kemauan kedua pihak yang bersangkutan. Lamaran dan atau
6
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1996, hal.1060. 7 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 638.
3
persetujuan untuk perkawiann diantara kedua belah pihak orang tua terjadi setalah kejadian melarikan 8 Dari alasan diatas yang telah penulis kemukakan, penulis juga akan membuat perbandingan skripsi yang penulis tulis dengan skripsi lain sebagai alasan mengapa penulis mengangkat judul skripsi diatas. Dalam perbandingan disini penulis akan memastikan bahwa apa yang ditulis penulis berbeda atau belum pernah ditulis oleh mahasiswa lainnya. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut:
Jesi Flory Nama kriteria
Christian Simon Doko
Skripsi
Skripsi Fakultas Hukum
Fakultas Hukum
2012
2010
Judul Skripsi
Tinjauan Hukum Terhadap
Tinjauan Yuridis Terhadap Pakondona
Kawin Lari Menurut hukum
(Kawin Lari) Menurut Hukum Adat Suku
Perkawinan Adat Suku Tobaru
Waijewa Di Desa Buru Kaghu Kabupaten Sumba Barat Daya
Bagaimana tahapan-tahapan
1.
Faktor-faktor
apa
penyelesaian kasus kawin
mempengaruhi terjadinya perkawinan lari
larimenurut hukum perkawinan
(pakondona)
adat suku Tobaru
Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten
di
desa
Rumusan
Sumba Barat Daya.
Masalah
2.
Apa
saja
tahapan
saja
Buru
adat
yang
Kaghu,
dalam
penyelesaian perkawinan lari (pakondona) menurut hukum adat di desa Buru Kaghu, Kabupaten Sumba Barat Daya.
Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana
8
1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang
http://anekaartikelhukum.blogspot.com/2011/10/hukum-perkawinan-dalam-hal-kawin-lari.html. di unduh tanggal 20 februari 2013.
4
Penelitian
proses penyelesaian kasus
mempengaruhi terjadinya perkawinan lari
kawin lari menurut hukum adat
(pakondona) di desa Buru Kaghu,
suku Tobaru
Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya
Untuk mengetahuisecara nyata,
2. Mengetahui tahapan penyelesaian adat
hal-hal apa saja yang
kasus perkawinan lari (pakondona)menurut
menyebabkan kawin lari masih
hukum adat di desa Buru Kaghu,
terjadi
kabupaten Sumba Barat Daya. 3. Memperoleh gambaran tentnag upaya adat apa yang dikenakan kepada pelaku kawin lari
Lokasi
Analisis
Kabupaten Halmahera Barat,
Desa Buru Kaghu, Kabupaten Sumba
Maluku Utara
Barat Daya
Fokus pada tahapan
Fokus penelitan pada tahapan penyelesaian
penyelesaian kasus kawin lari
kasus kawin lari
5
B. Latar Belakang Masalah 9
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab VI Pasal 18B (2) yang berbunyi :
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Dengan kata pernyataan diatas, Negara dengan sendirinya mengakui akan keberadaan hukum adat dan melindungi sepenuhnya hak-hak masyarakat adat, termasuk di dalamnya perkawinan adat. 10
Pengertian perkawinan sendiri menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari peraturan perudangan diatas masyarakat memberikan makna-makna tersendiri terhadap hukum positif yang berlaku.
11
Pemaknaan masyarakat atau
pemaknaan sosial memperoleh perhatian tersendiri dalam padangan sosiologi hukum. Makna Sosial diberikan kepada hukum melalui kontak-kontak dengan lingkungan sosial dimana hukum tersebut diterapkan. Namun demikian sejak hukum itu berlaku atau diberlakukan dalam mayarakat, permususan yang ketat itu tidak dapat bertahan lebih lama. Hukum harus mengalah terhadap perembesan yang datang dari konteks sosial dimana hukum dijalankan. Dan oleh karena itu untuk memahami dengan lebih seksama mengenai apa yang dilakukan dan apa yang dipahami oleh hukum, orangpun membutuhkan pembicaran dalam konteks sosial yang lebih besar pula. 12
Bertolak dari pendapat diatas dapat disimak bahwa perkawinan dalam
pengertian adat tidak hanya terbatas pada kepentingan pihak-pihak yang akan melangsungkan perkawinan saja (pria dan wanita), akan tetapi merupakan gejala sosial yang berhubungan dengan keluarga, walaupun persekutuan dimaksut pada akhirnya tergantung pada tatanan susunan masyarakat yang bersangkutan.
9
Lihat Pasal 18 B Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 11 Rahardjo, Satjipto, Sosiologi Hukum.2010:hal. 120. 12 H. Hilman hadikusuma, 1977. Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hal. 8. 10
6
Dalam kasus kawin lari pada suku Waijewa di desa Buru Kaghu Kabupaten Sumba Barat Daya, konteks sosial yang lebih besar ini dapat dilihat dimana hukum adat perkawinan yang berlaku yang sifatnya memaksa masyarakat yang mana biaya yang dikeluarkan untuk perkawinana adat cukup besar sehingga membuat masyarakat dilapisan bawah khususnya pada suku Waijewa mengambil inisiatif untuk melakukan kawin lari dan tidak mematuhi hukum adat yang berlaku. Dengan demikian Das Sollen dari hukum perkawinan adat suku Waijewa ini adalah segala bentuk tata aturan atau norma yang berlaku pada masyarakat adat suku Waijewa yang harus dipatuhi oleh segenap lapisan mayarakat adat sementara Das Seiin dari hukum perkawinan adat ini adalah bentuk implementasi penyelesaian terhadap dampak yang terjadi dari Das Sollen. Dimana masyarakat yang berkeinginan untuk menikah namun tidak mampu membayar belis atau harta sehingga melakukan kawin lari. Hukum adat juga memberikan jalur penyelesaiannya atau mediasi untuk menyelesaikan persoalan kawin lari. Hukum adat yang sifatnya memaksa ini terjadi perembesan dikarenakan adanya pengaruh nilai-nilai sosial dimasyarakat sehingga terlihat lebih lunak dikarenakan memberikan jalur untuk menyelesaikan masalah kawin lari tersebut.
7
C. Rumusan Masalah Dari uraian diatas latar belakang masalah maka rumusan masalah adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya perkawinan lari (pakondona) di desa Buru Kaghu, Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya? 2. Tahapan penyelesaian adat dalam penyelesaian perkawinan lari (pakondona) menurut hukum adat di desa Buru Kaghu, Kabupaten Sumba Barat Daya.
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya perkawinan lari (pakondona) di desa Buru Kaghu, Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya 2. Mengetahui tahapan penyelesaian adat kasus perkawinan lari (pakondona) menurut hukum adat di desa Buru Kaghu, kabupaten Sumba Barat Daya.
E. Metode Penelitian Metodologi penelitian diartikan sebagai ajaran metode-metdoe. Sedangkan pengertian dari metode adalah suatu tehnik atau cara yang dirancang sedemikian rupa dan dipakai dalam proses untuk memperoleh pengetahuan13. Dalam penelitian ini penulis memmerlukan data-data agar hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu diperlukan suatu metode tertentu agar dapat diperoleh data-data yang lengkap. Selanjutnya penulis menggunakan metode sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Empiris (Socio Legal) Penelitian Empiris (Socio Legal), yaitu studi hukum yang dipelajari sebagai variable akibat hukum yang timbul sebagai hasil 13
Kartono Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni Bandung, Bandung, 1989. Hal. 18.
8
akhir dari berbagai kekuatan dalam proses sosial. Langkah-langkah dan desain teknis penelitian hukum mengikuti pola ilmu sosial dan berakhir dengan penarikan kesimpulan14. 2. Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan adalah jenis pendekatan yuridis sosiologis yaitu mengamati bagaimana hukum dipakai dalam masyarakat, karena pada saat hukum itu dijalankan (dalam masyarakat) maka terjadilah interaksi antara hukum dan (perilaku) masyarakat yang menggunakan. Adanya interakasi sosial dalam penyelesaian masalah kawin lari menurut hukum adat yang berlaku dimasyarakat adat suku waijewa adalah menjadi fokus analisa penelitian skripsi ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini terfokus di desa Buru Kaghu, Kecamatan Wewewa selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya. Sedangkan sumber informasi yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Data Primer Pengumpulan data primer diperoleh dengan cara wawancara. Metode ini diterapkan terhadap: - 10 Pasangan pelaku kawin lari sebagai responden. - Tokoh adat desa Buru Kaghu,tokoh masyarakat, aparat desa dan kelurahan sebagai informan. b. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan melalui literatur dan dokumendokumen yang relevan dengan pokok permasalahan.
14
Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarte. 1984. Hal. 13.
9
4. Unit Amatan Unit amatan adalah para pihak yang terkait dalam pelaksanaan budaya hukum perkawinan masyarakat adat, khususnya kawin lari di desa Buru Kaghu, Kecamatan Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya. 5. Unit Analisa Unit analisa dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana penyelesaian kawin lari (pakondona) menurut hukum adat di desa Buru Kaghu, Kecamatan Waijewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya. 6. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di desa Bulu Kaghu, Kecamatan Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya masyarakat adat suku Waijewa . Lokasi Penelitian ini dipilih karena masih banyak terjadi perestiwa kawin lari (Pakondona)
10